Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

TIME SERIES

STASIONERITAS

Disusun Oleh :

Roghibah Salsabila
211709986

Dosen Pengampu :

Anugerah Karta Monika, S.Si, ME

POLITEKNIK STATISTIKA STIS

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Penggunaan model regresi linear dalam analisis ekonomi cukup luas dan bahkan telah
mencakup hampir semua bidang ekonomi. Salah satu pemanfaatannya adalah peramalan.
Namun dalam praktiknya, seringkali ditemui kejanggalan akibat mengabaikan anggapan
dasar pada analisis tersebut. Misalnya pengabaian terhadap stasioneritas yang merupakan
dasar berpijaknya ekonometrika (Insukindro, 1991)

Anggapan stasioneritas ini mempunyai konsekuensi penting dalam menerjemahkan


data dan model ekonomi. Hal ini karena perilaku data yang stasioner sangat berbeda dengan
data yang tidak stasioner. Perilaku data yang stasioner antara lain tidak mempunyai varian
yang terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya ; dan
sebaliknya untuk data yang tidak stasioner (Engle dan Granger, 1987)

Pengabaian terhadap kondisi (asumsi) ini, dapat menyebabkan model regresi yang
dihasilkan mempunyai nilai R2 relatif lebih tinggi namun memiliki statistik Durbin-Watson
yang rendah. Karena itu diperlukan kondisi stasioner pada data time series agar mampu
menghilanhkan autokorelasi dan heteroskedastisitas pada data time series. Data stasioner
mampu menghasilkan penduga parameter terbaik.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian stasioneritas data time series dengan
beberapa metode pengujian, yaitu (1) Melihat tren data dalam grafik, (2) Menggunakan
autokorelasi dan korelogram dan (3) Unit Root Test. Pengujian tersebut akan dilakukan
melalui aplikasi Eviews 8.1. Data yang diuji pada tulisan ini adalah Data Produksi Pangan
Jagung, Padi dan Ubi Kayu Tahun 1961-2011.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Stasioner menunjukkan tidak adanya perubahan yang drastis pada data, diidentifikasi
dengan bentuk sebaran data yang berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan dan tidak
bergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut (Makridakis,1995). Kestasioneran
dalam analisis time series diperlukan untuk memperkecil kekeliruan model.

Terdapat tiga metode dalam melakukan pengujian stasioneritas, yaitu :

1. Melihat tren data dalam grafik


Untuk melihat adanya stasioneritas dapat dengan mudah kita lihat dengan
grafik. Grafik tersebut dibuat plot antara observasi dengan waktu. Jika terlihat
memiliki rata-rata dan varians konstan, maka data tersebut dapat disimpulkan
stasioner. berikut contoh metode grafik yang merupakan data stasioner:

Berdasarkan hal tersebut, berikut ditampilkan hasil pengujian Data Produksi


Pangan melalui dengan metode grafik pada aplikasi EViews.
A. Jagung

Berdasarkan grafik
Gambar 1. Grafik Data diatas,
Produksi data
Panganproduksi Jagung
Jagung (dalam ton) dari tahun 1961-2011
terlihat adanya indikasi tidak stasioner pada rata-rata maupun varians. Hal
itu terlihat dari grafiknya trend meningkat.

B. Padi
Gambar 2. Grafik Data Produksi Pangan Padi (dalam ton)

Berdasarkan grafik diatas, data produksi Padi dari tahun 1961-2011


terlihat adanya indikasi tidak stasioner pada rata-rata maupun varians. Hal
itu terlihat dari grafiknya trend meningkat.

C. Ubi Kayu.

Gambar 3. Grafik Data Produksi Pangan Ubi Kayu (dalam ton)

Berdasarkan grafik diatas, data produksi Ubi Kayu dari tahun 1961-
2011 terlihat adanya indikasi tidak stasioner pada rata-rata maupun
varians. Hal itu terlihat dari grafiknya trend meningkat.

2. Menggunakan Autokorelasi dan Korelogram


Metode grafik diatas memiliki keeamahan dalam objektivitas peneliti. Karena
setiap peneliti memiliki pandangan yang bisa berbeda-beda. sehingga, dibutuhkan uji
formal yang akan menguatkan keputusan secara ilmiah. Salah satu uji formal tersebut
adalah korelogram.
Pada dasarnya korelogram merupakan teknik identifikasi stasioner data time
series melalui fungsi autokorelasi(ACF). Diperoleh dengan membuat plot antara ρk
dan k (lag). Plot antara ρk dan k ini disebut korelogram populasi. Dalam praktek, kita
hanya dapat menghitung fungsi otokorelasi sampel (Sample Autocorrelation
Function). Untuk data yang stasioner, korelogram menurun dengan cepat seiring
dengan meningkatnya k. Sedangkan untuk data yang tidak stasioner, korelogram
cenderung tidak menuju nol (turun lambat)
Korelogram ini hampir sama dengan metode grafik, karena masih
menggunakan unsur subjektivitas. oleh karena dasar metode ini digunakanlah
beberapa metode formal yang dilakukan untuk menguji hipotesis ρk. dimana
hipotesisnya sebagai berikut
h0 :ρk = 0
h1 :ρk ± 0
sehingga apabila terima h0 maka dapat dikatakan data yang digunakan sudah
stasioner.
Metode formal yang dimaksud di atas dalam mendeteksi stasioneritas
menggunakan korelogram: Uji Bartlet, Uji Box and Pierce dan Uji Ljung Box. Pola
yang dibentuk dari fungsi autokorelasi (ACF) dapat mengidentifikasi kestasioneran
data. Melalui software statistika kita dengan mudah dapat membuat pola fungsi ACF
dan PACF melalui correlogram (Mulyana,2004).
Pola ACF yang mengindikasikan ketidakstasioneran akan membangun pola
menurun (data tidak stasioner terhadap rataan), altering (data tidak stasioner dalam
varians), atau gelombang (data tidak stasioner dalam rataan dan varians).

Berdasarkan hal tersebut, berikut ditampilkan hasil pengujian Data Produksi


Pangan dengan metode Korelogram pada aplikasi EViews.
A. Jagung
Gambar 4. Output Korelogram In Level Gambar 5 Output Korelogram In First Difference

Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa pada Level, data produksi Jagung
pada tahun 1961-2011 menunjukkan hasil korelogram yang berpola. Pola tersebut
terlihat menurun kemudian bergelombang pada lag ke-20. Adanya pola tersebut
mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Sedangkan pada derajat First Difference,
korelogram tidak menunjukkan pola tertentu dan nilai di setiap lag masih berada
dalam selang bartlet, artinya data produksi Jagung pada derajat First Difference
stasioner.

B. Padi

Gambar 6 Output Korelogram In Level Gambar 7. Output Korelogram First Difference


Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa pada Level, data produksi Padi pada
tahun 1961-2011 menunjukkan hasil korelogram yang berpola. Pola tersebut terlihat
menurun kemudian bergelombang pada lag ke-19. Adanya pola tersebut
mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Sedangkan pada derajat First Difference,
korelogram tidak menunjukkan pola tertentu dan nilai di setiap lag masih berada
dalam selang bartlet, artinya data produksi Padi pada derajat First Difference
stasioner.

C. Ubi Kayu

Gambar 7. Output Korelogram In Level Gambar 8 Output korelogram First Difference


Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa pada Level, data produksi Ubi Kayu
pada tahun 1961-2011 menunjukkan hasil korelogram yang berpola. Pola tersebut
terlihat menurun kemudian bergelombang pada lag ke-21. Adanya pola tersebut
mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Sedangkan pada derajat First Difference,
korelogram tidak menunjukkan pola tertentu dan nilai di setiap lag masih berada
dalam selang bartlet, artinya data produksi Ubi Kayu pada derajat First Difference
stasioner.

3. Unit Root Test

Kedua metode diatas masih menggunakan subjektivitas sehingga diperlukan


uji formal. Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui stasioneritas data
adalah melalui uji akar unit (unit root test).
Uji ini merupakan pengujian yang populer, dikembangkan oleh David Dickey
dan Wayne Fuller dengan sebutan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Jika suatu
data time series tidak stasioner pada orde nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut
bisa dicari melalui order berikutnya sehingga diperoleh tingkat stasioneritas pada
order ke-n (first difference atau I(1), atau second difference atau I(2), dan seterusnya.
Beberapa model yang dapat dipilih untuk melakukan Uji ADF :

ΔYt = δYt-1 + ut (tanpa intercept)


ΔYt = β + δYt-1 + ut (dengan intercept)
ΔYt = β1 + β2t + δYt-1 + ut (intercept dengan trend waktu)
Δ= first difference dari variabel yang digunakan
t = variabel trend
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
H0 : δ = 0 (terdapat unit root, tidak stasioner)
H1 : δ ≠ 0 (tidak terdapat unit root, stasioner)

Berdasarkan hal tersebut, berikut ditampilkan hasil pengujian Data Produksi


Pangan dengan metode Unit Root Test pada aplikasi EViews tanpa intersep dan tren.

Tabel 1. Output Unit Root Test (In Level)


Variabel t-statistik ADF Nilai Kritis Probablitas Keterangan
MacKinnon
5%
Jagung 3.890458 -1.947665 0.9999 Tidak Stasioner
Padi 5.351735 -1.947520 1.0000 Tidak Stasioner
Ubi Kayu 2.028092 -1.947520 0.9889 Tidak Stasioner

Pada tabel diatas dapat dillihat perilaku data dari masing-masing variabel.
Berdasarkan hasil pengujian Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada tingkat level yang
tidak mencangkup intercept dan tren, dapat dilihat bahwa semua variabel pada tingkat
ini nilai ADF nya lebih besar dari nilai kritis McKinnon dengan tingkat signifikansi
5% atau gagal tolak h0, yaitu data tidak stasioner. Atau dapat dilihat juga melaui nilai
probabiliti setiap variabel yang lebih besar dari 0,05 ; p>0,05. Sehingga, perlu
dilakukan uji derajat integrasi atau uji stasioneritas pada derajat difference sampai
semua variabel yang diamati stasioner pada derajat yang sama.

Tabel 2. Output Unit Root Test (First Difference)

Variabel t-statistik ADF Nilai Kritis Probablitas Keterangan


MacKinnon
5%
Jagung -9.374510 -1.947665 0.0000 Stasioner
Padi -0.462872 -1.948140 0.5093 Tidak Stasioner
Ubi Kayu -7.662823 -1.947665 0.0000 Stasioner
Pada tabel diatas menunjukan hasil uji statistik ADF pada First Difference
yang menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak pada variabel Jagung dan Ubi Kayu
dengan kata lain data pada variabel Jagung dan Ubi Kayu setelah diturunkan satu kali
data menjadi stasioner. Namun, data Padi menunjukkan hasil bahwa data masih tidak
stasioner dengan p>0,05 pada tingkat signifikansni 5%. Sehingga perlu dilakukan
pengujian lagi pada Second Difference, yaitu sampai semua variabel stasioner pada
derajat yang sama.

Tabel 3. Output Unit Root Test (Second Difference)

Variabel t-statistik Nilai Kritis Probablitas Keterangan


ADF MacKinnon
5%

Jagung -6.012246 -1.948495 0.0000 Stasioner


Padi -10.72727 -1.947975 0.0000 Stasioner
Ubi Kayu -7.200926 -1.948313 0.0000 Stasioner

Pada table di atas dapat diketahui bahwa semua variabel sudah stasioner pada
tingkat Second Difference. Hal tersebut dapat diketahui pada masing-masing variabel
yaitu:

a. Variabel Jagung pada pengujian ADF pada tingkat Second Difference menunjukan
bahwa pada nilai ADF t-statistik lebih kecil dari pada Mac Kinnon Critical 5
persen, yaitu -6.012246 < -1.948495 dan p<0,05. Artinya, H0 ditolak atau dengan
kata lain data stasioner.
b. Variabel Padi pada pengujian ADF pada tingkat Second Difference menunjukan
bahwa pada nilai ADF t-statistik lebih kecil dari pada Mac Kinnon Critical 5
persen, yaitu -10.72727< -1.947975 dan p<0,05. Artinya, H0 ditolak atau dengan
kata lain data stasioner.
c. Variabel Ubi Kayu pada pengujian ADF pada tingkat Second Difference
menunjukan bahwa pada nilai ADF t-statistik lebih kecil dari pada Mac Kinnon
Critical 5 persen, yaitu -7.200926< -1.948313 dan p<0,05. Artinya, H0 ditolak
atau dengan kata lain data stasioner.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil pengujian dengan ketiga metode di atas, yaitu (1)
Melihat tren data dalam grafik, (2) Menggunakan autokorelasi dan korelogram dan (3)
Unit Root Test melalui aplikasi Eviews, dapat disimpulkan bahwa :

1. Melihat tren data dalam grafik


Hasil pengujian dengan metode ini, secara visualisasi Data Produksi Pangan dari
variabel Jagung, Padi dan Ubi Kayu Tahun 1961-2011 terindikasi tidak stasioner.
2. Menggunakan autokorelasi dan korelogram
Hasil pengujian dengan metode ini, secara visualisasi dapat dilihat pola dari
korelogram Data Produksi Pangan dari variabel Jagung, Padi dan Ubi Kayu
Tahun 1961-2011 stasioner pada derajat First Difference.
3. Unit Root Test
Hasil pengujian dengan metode ini dapat dilihat dari nilai ADF maupun
probabilita yang dihasilkan, pada derajat First Difference data Jagung dan Ubi
Kayu sudah stasioner, namun data Padi pada derajat tersebut tidak stasioner pada
tingkat signifikansi 5%. Oleh karena itu, Data Produksi Pangan dari variabel
Jagung, Padi dan Ubi Kayu Tahun 1961-2011 stasioner pada derajat Second
Difference.

DAFTAR PUSTAKA

Granger CWJ and Newbold P. 1974. Spurious Regression in Econometrics,


Journal of Econometrics, Vol. 2
Insukindro, 1991. Regresi Linear Lancung dalam Analisis Ekonomi. Suatu
Tinjauan Dengan satu studi kasubsidi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. No. 1 Tahun VI

Lampiran
Output Unit Root Test
A. Jagung
Level

First Difference

Second Difference
B. Padi
Level

First Difference
Second Difference

C. Ubi Kayu
Level
First Difference

Second Difference

Anda mungkin juga menyukai