Anda di halaman 1dari 5

KESTASIONERAN DAN AUTOKORELASI DALAM ANALISIS DATA TIME SERIES

Kestasioneran dan Autokorelasi dalam Analisis Data Time Series, Ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam menganalisis suatu data yang berpengaruh pada waktu, atau disebut juga time series. Dua hal itu
adalah kestasioneran data dan ketergantungan antara kejadian masa datang terhadap masa sebelumnya dari
data. Kestasioneran merupakan salah satu bentuk data yang menyebar secara konstan di sekitar rataan
tertentu dan ragamnya tetap, hal ini telah dibahas secara singkat pada bagian sebelumnya. Ketergantungan
antara data pada time series yang dimaksud adalah adanya autokorelasi. Autokorelasi ini berguna untuk
penentuan model yang akan dipakai.

Kestasioneran
Stasioner menunjukkan tidak adanya perubahan yang drastis pada data, diidentifikasi dengan bentuk
sebaran data yang berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan dan tidak bergantung pada waktu dan
variansin dari fluktuasi tersebut (Makridakis,1995). Kestasioneran dalam analisis time series diperlukan
untuk memperkecil kekeliruan model . ada tiga jenis ketidakstasioneran (Mulyana,2004).

1. Tidak stasioner dalam rataan. Bentuk plot data yang tidak stasioner pada rataan membentuk trend
yang tidak datar pada sumbu horizontal (sumbu waktu).
2. Tidak stasioner dalam varian. Bentuk plot data yang tidak stasioner dalam varian (ragam)
membentuk trend yang datar atau hampir datar namun tersebar membangun pola melebar atau
menyempit (bentuk terompet)
3. Tidak stasioner dalam rataan dan varian. Bentuk plot data yang tidak stasioner baik pada rataan
ataupun varian adalah membentuk trend yang tidak datar dan sekaligus membentuk pola terompet.

Data tidak stasioner dalam rataan

Data tidak stasioner dalam varian

Data tidak stasioner dalam rataan dan varian


Selain dengan melihat secara visual plot data, kestasioneran juga dapat diperiksa dengan melakukan uji Unit
Root, atau uji akar unit. Uji Augmented Dickey-Fuller atau sering juga dikenal dengan unit root test (uji
akar unit) merupakan uji formalitas untuk kestasioneran suatu data. Uji ini dikenalkan oleh David Dickey
dan Wayne Fuller.

Formulasi yang digunakan menggunakan model differenced-lag yang diregresikan.

Dengan Z t adalah data time series ke t, Z t  Z t  Z t 1 ,  ,  ,  ketiganya merupakan parameter model dan
k adalah jumlah lag. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini yaitu :

H 0 :   0 (data tidak stasioner)

H1 :   0 (data stasioner)

Statistik uji Augmented Dickey-Fuller sebagai berikut


dimana adalah SE ˆ standard error untuk ˆ . Kriteria pengambilan keputusannya yaitu jika nilai mutlak
statistik-t ADF > nilai mutlak statistik-t kritis (t-tabel) maka tolak H 0 , dengan kata lain data stasioner.
Sedangkan jika nilai mutlak statistik-t ADF < nilai mutlak statistik-t kritis (t-tabel) maka tidak tolak H 0 ,
dengan kata lain data tidak stasioner(Gujarati,2004). Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan software
statistik.

Data yang terindentifikasi tidak stasioner terlebih dahulu ditangani agar menjadi stasioner. Data yang tidak
stasioner pada nilai tengah perlu dilakukan pembedaan (differencing). Data yang semula tidak stasioner
akan menghampiri stasioner pada nilai tengah melalui differencing. Jika data yang sudah dilakukan sekali
differencing masih menghasilkan data yang tidak stasioner maka akan dilakukan lagi proses differencing
hingga mendapatkan data yang stasioner. Perumusan untuk differencing diperoleh dari proses backward
shift dengan operator B, dengan BZ t  Z t 1 dimana B = operator backward shift.
Z t  nilai Z pada data ke-t.

Z t 1  nilai Z pada data ke-


t 1 .

Operator backward shift ini menjadi operator dalam penggeseran data ke periode sebelumnya. Operator B
menggeser data ke satu periode sebelumnya, operator B 2 menggeser data ke dua periode sebelumnya, dan
seterusnya. Untuk penggeseran data dua periode sebelumnya menjadi

Penggunaan operator backward shift pada proses differencing dipakai untuk memperumum formula.
Pembedaan pertama dari data adalah pengurangan data periode sekarang dengan data pada periode
sebelumnya

1 zt  zt  zt 1

Dengan operator backward shift diperoleh differencing satu kali menjadi 1 zt  zt  Bz t  1  B zt untuk
proses differencing berikutnya dapat diperumum menjadi(Brockwell,2002)

d zt  1  B zt
d

Sedangkan data tidak stasioner pada ragam maka ragam data dapat distabilkan dengan menggunakan
transformasi Box-Cox. Transformasi Box-Cox dilakukan dengan memilih dan menetapkan nilai dari
parameter  . Jika pengamatan Z1 , Z 2 ,..., Z n , transformasi Box-Cox f  dilakukan dengan mengubahnya
menjadi f  Z1 , f  Z 2 ,..., f  Z n  dimana (Brockwell,2002):

Pada data ekonomi proses transformasi data non stasioner lebih sering digunakan penggabungan antara
pembedaan (differencing) dengan transformasi logaritma dengan rumusan.

Penggabungan ini secara praktis dapat membentuk data yang sebelumnya non stasioner menjadi stasioner.
Hasil transformasi ini lebih sering dikenal dengan nilai return atau laju perubahan.

Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial

Dikatakan sebelumnya bahwa pada data time series suatu pengamatan diharapkan bergantung dengan
pengamatan sebelumnya. Hal ini dapat diperiksa dengan fungsi autokorelasi dan fungsi parsial. Fungsi
autokorelasi menyatakan suatu keadaan dimana residual pengamatan berkaitan (berkorelasi) dengan
residual pengamatan lain. Rumusan untuk fungsi autokorelasi adalah
Rumus di atas menyatakan korelasi antara Zt dan Zt+k, dimana merupakan fungsi autokovariansi . Fungsi
autokorelasi digunakan untuk mengidentifikasi model Moving average (MA), yang mana pemilihan orde
untuk model MA dipilih dari lag pada correlogram ACF yang jatuh pada lag k.

Fungsi autokorelasi parsial menyatakan keeratan hubungan antara dan setelah variabel terikat dihilangkan.
Bentuk korelasinya adalah sebagai berikut.

Bentuk korelasi ini disebut juga Partial Autocorrelation Function (PACF) (Wei,2006). Nilai

Sebagaimana ACF, fungsi autokorelasi parsial juga digunakan untuk mengidentifikasi model namun untuk
model Autoregressive (AR).

Pola yang dibentuk dari fungsi autokorelasi (ACF) dapat mengidentifikasi kestasioneran data. Melalui
software statistika kita dengan mudah dapat membuat pola fungsi ACF dan PACF melalui corelogram.
Sebagai contoh bentuk pola ketidakstasioner sebelumnya akan dilihat bentuk correlogram-nya
(Mulyana,2004).

ACF dari gambar (a) ACF dari gambar (b) ACF dari gambar (c)

Pola menurun Pola altering Pola gelombang

PACF dari gambar (a) PACF dari gambar (b) PACF dari gambar (c)

Pola ACF yang mengindikasikan ketidakstasioneran akan membangun pola menurun (data tidak stasioner
terhadap rataan), altering (data tidak stasioner dalam varians), atau gelombang (data tidak stasioner dalam
rataan dan varians).(-uaw2018)

Anda mungkin juga menyukai