analisis time series, stasioneritas, proses white noise, uji normalitas residu,
seasonalitas
(musiman),
metode
smoothing,
metode
Holts
Exponential
A. Peramalan (Forecasting)
Peramalan (forecasting) dilakukan hampir semua orang, baik itu
pemerintah, pengusaha, maupun orang awam. Masalah yang diramalkan pun
bervariasi, seperti perkiraan curah hujan, kemungkinan pemenang dalam
pilkada, skor pertandingan, atau tingkat inflasi.
adalah memperkirakan besarnya atau jumlah sesuatu pada waktu yang akan
datang berdasarkan data pada masa lampau yang dianalisis secara alamiah
khususnya menggunakan metode statistika (Sudjana, 1989: 254).
Peramalan biasanya dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian
terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. Suatu usaha
untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dilakukan dengan menggunakan
metode peramalan. Menurut Makridakis (1999: 8), metode peramalan dibagi
ke dalam dua kategori utama, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
Metode kualitatif dilakukan apabila data masa lalu tidak sehingga peramalan
Analisis time
Autocorrelation
Function
(PACF)
atau
fungsi
autokorelasi
parsial.
rk k
Z
t 1
Z t Z t k Z t
Z
t 1
Zt
(2.1)
2
dengan rk
= koefisien autokerelasi
Z t = nilai variabel Z pada waktu t
Z t k = nilai variabel Z pada waktu t k
Zt
rk
SErk
dengan
SErk
1
n
dengan hipotesis
H 0 : k 0
(koefisien
thit t
2
, n 1
koefisien autokorelasi yang diperoleh signifikan atau tidak dapat dilihat pada
output MINITAB, yaitu grafik ACF. Jika pada grafik ACF tidak ada lag (bar)
(2.2)
j k 1 j 1 k 2 j 2 kk j k
(2.3)
dan
j k 1 j 1 k 2 j 2 kk j k .
(2.4)
1 k1 0 k 2 1 kk k 1
2 k1 1 k 2 0 kk k 2
k k1 k 1 k 2 k 2 kk 0 .
(2.5)
11 1
1
2
1
1
2
22
33
1
2
3
2
1
1
1
1
2
kk
1
1
2
1
k 2 1
k 3 2
k 1
k 2
1
k 3
2
1
1 k
k 2 k 1
k 3 k 2
1
1
k 1
k 2
k 3
(2.6)
C. Stasioneritas
Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis pada
data. Fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai ratarata yang konstan, tidak
tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut (Makridakis, 1999:
351). Bentuk visual dari plot data time series sering kali cukup meyakinkan
para forecaster bahwa data tersebut stasioner atau nonstasioner.
Data time series dikatakan stasioner dalam ratarata jika rataratanya
tetap (tidak terdapat pola trend). Gambar 1 merupakan contoh plot data time
series yang stasioner dalam ratarata dan varians. Gambar 2 menunjukkan
data
waktu
data
waktu
data
0
waktu
(2.7)
Z t' Z t Z t 1
dengan Z t'
(2.8)
Z t' Z t BZ t
(2.9)
atau
Z t' 1 B Z t .
(2.10)
Z t Z t 1 Z t 1 Z t 2
Z t 2 Z t 1 Z t 2
1 2 B B 2 Z t
1 B Z t .
2
(2.11)
1 B
d 1.
(2.12)
at
a2 ,
k
0,
k 0,
(2.13)
k 0,
fungsi autokorelasi
1,
0,
k 0,
k 0,
(2.14)
1,
0,
k 0,
k 0.
(2.15)
k
dan fungsi autokorelasi parsial
Dasar dari proses white noise adalah nilai fungsi autokorelasi dan fungsi
autokorelasi parsial dari residu mendekati nol.
Untuk mengetahui apakah residu memenuhi proses white noise atau
tidak, perlu dilakukan uji, salah satunya dengan Uji LjungBox. Pengujian
rk2
dengan hipotesis
k 1 n k
m
ARMA(p,q) dan k adalah timelag. Residu memenuhi proses white noise jika
residu bersifat random dan berdistribusi normal. Residu bersifat random jika
pada grafik ACF residu tidak ada lag (bar) yang melebihi garis batas
signifikansi (garis putusputus).
99.9
99
Percent
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0.1
-30000
-20000
-10000
0
Residual
10000
20000
30000
F. Seasonalitas (Musiman)
Pola musiman merupakan pola yang berulangulang dalam selang
waktu yang tetap dan umumnya tidak lebih dari satu tahun. Apabila dalam
data hanya terdapat pola musiman, adanya faktor musim dapat dilihat dari
grafik fungsi autokorelasinya atau dari perbedaan lag autokorelasinya.
Namun, jika data tidak hanya dipengaruhi pola musiman, tetapi juga
dipengaruhi pola trend, maka pola musiman tidah mudah untuk diidentifikasi.
Autocorrelation Function for SALES
Autocorrelation
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
2
10
Lag
12
14
16
18
20
Autocorrelation
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
2
10
12
14 16
Lag
18
20
22
24
26
28
pada lag musiman berbeda nyata dari nol (bar melebihi garis putusputus),
seperti pada Gambar 6.
G. Metode Smoothing
Suatu data runtun waktu yang mengandung pola trend, pola musiman,
atau mengandung pola trend dan musiman sekaligus, maka metode ratarata
sederhana tidak dapat digunakan untuk menggambarkan pola data tersebut.
Peramalan pada data tersebut dapat dilakukan dengan metode smoothing.
Smoothing adalah mengambil ratarata dari nilainilai pada beberapa tahun
untuk menaksir nilai pada suatu tahun (Subagyo, 1986: 7).
Metode smoothing diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
metode perataan dan metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing)
(Makridakis, 1999: 63). Sesuai dengan pengertian konvensional tentang nilai
ratarata, metode perataan merupakan pembobotan yang sama terhadap nilai
nilai observasi. Metodemetode yang termasuk ke dalam kelompok metode
perataan, antara lain:
1. Ratarata sederhana dari semua data masa lalu.
2. Ratarata bergerak tunggal (single moving average) dari n nilai observasi
yang terakhir.
3. Ratarata bergerak ganda (double moving average) atau ratarata bergerak
dari ratarata bergerak, yang akhirnya menjadi ratarata yang berbobot
tidak sama dan dapat digunakan dalam metode peramalan yang disebut
ratarata bergerak linear (linear moving average).
4. Ratarata bergerak dengan orde yang lebih tinggi, tetapi metode ini jarang
digunakan dalam peramalan praktis.
Apabila data dipengaruhi oleh pola trend maupun musiman, metode
perataan tidak dapat digunakan untuk peramalan. Peramalan pada data yang
dipengaruhi pola trend maupun musiman dilakukan dengan menggunakan
metode exponential smoothing. Metode exponential smoothing menggunakan
bobot yang berbeda untuk data masa lalu dan bobot tersebut mempunyai ciri
menurun secara eksponensial.
adanya penentuan parameter tertentu dan nilai dari parameter terletak antara 0
dan 1 (Makridakis, 1999: 63).
Metode ini
memasukkan
tingkat
pemulusan
tambahan
dan
pada
Menurut Hanke dan Wichern (2005: 121), ada tiga persamaan yang digunakan
dalam metode ini, yaitu:
1. Pemulusan eksponensial data asli
Lt Yt 1 Lt 1 Tt 1
(2.16)
Tt Lt Lt 1 1 Tt 1
(2.17)
Yt p Lt pTt
dengan
Lt
Yt
Tt
=
=
=
=
=
(2.18)
data
bervariasi.
waktu
data
waktu
Lt Yt St s 1 Lt 1 Tt 1
(2.19)
Tt Lt Lt 1 1 Tt 1
(2.20)
St Yt Lt 1 St s
(2.21)
Yt p Lt pTt St s p
dengan
St
(2.22)
Menurut Hanke dan Wichern (2005: 126), ada empat persamaan yang
digunakan dalam model multiplikatif, yaitu:
1. Pemulusan eksponensial data asli
Lt
Yt
1 Lt 1 Tt 1
St s
(2.23)
Tt Lt Lt 1 1 Tt 1
(2.24)
Yt
1 St s
Lt
(2.25)
Yt p Lt pTt St s p .
(2.26)
bagian musiman.
ARIMA. Model ARIMA terdiri dari model autoregressive dan model moving
average.
1. Model Autoregressive (AR)
Model AR adalah model yang menggambarkan bahwa variabel
dependent dipengaruhi oleh variabel dependent itu sendiri pada periode
sebelumnya. Menurut Wei (2006: 33), model AR orde ke-p atau AR(p)
secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
Zt 1Zt 1 p Zt p at
dengan
(2.27)
1 B B
1
p B p Zt at
atau
p B Zt at
(2.28)
dengan p B 1 1 B 2 B 2 p B p .
Untuk menemukan fungsi autokorelasinya, persamaan (2.28)
dikalikan dengan Zt k , hasilnya
Zt k Zt 1Zt k Zt 1 p Zt k Zt p Zt k at .
(2.29)
at
k 1 k 1 p k p ,
k 0.
(2.31)
Jika kedua ruas pada persamaan (2.31) dibagi dengan 0 , maka diperoleh
k 1 k 1 p k p
0
0
atau
k 1 k 1 p k p ,
k 0.
(2.32)
atau
1 1B Zt at
Agar proses stasioner, maka akar dari 1 1 B 0 harus terletak di luar
lingkaran satuan dan proses ini stasioner jika
1 1.
Fungsi
autokovariansnya adalah
k 1 k 1 ,
k 1.
k 1 k 1 1k ,
k 1.
1 1 ,
0,
kk
k 1,
k 2.
0 1 1
1 1 0
1 1 0
a.
ACF
b.
PACF
Zt at 1at 1 q at q
Zt
dengan
at , at 1 , , at q
1 , , q
(2.33)
atau
Zt q B at
(2.34)
dengan q B 1 1 B 2 B 2 q B q .
Karena 1 12 22 q2 , maka proses MA berhingga selalu
stasioner.
Apabila kedua ruas pada persamaan (2.33) dikalikan dengan Zt k ,
hasilnya
Zt k Zt at 1at 1 q at q at k 1at k 1 q at k q (2.35)
t k
1at k 1 q at k q
k E at at k 1at at k 1 q at at k q
1at 1at k 12 at 1at k 1 1 q at 1at k q
q at q at k
2
q1at q at k 1 q at q at k q .
(2.36)
0 E at at 0 E 12 at 1at 01 q2 E at q at 0 q .
(2.37)
E at at i 0 untuk i 0
dan
E at at i e2 untuk i 0.
Jadi, persamaan (2.37) menjadi
0 a2 12 a2 q2 a2
1 12 q2 a2 .
(2.38)
1 1 E at 1at 1 1 2 E at 2 at 2 q 1 q E at q at q
1 e2 1 2 e2 q 1 q e2
1 1 2 q 1 q e2 .
k k 1 k 1 q k q e2 .
sehingga fungsi autokovarians dari proses MA(q) adalah
(2.39)
k 1 k 1 q k q e2 ,
k 1, 2, , q,
0,
k q.
(2.40)
1 12 q2
k
0,
k 1, 2, , q,
k q.
(2.41)
Zt at 1at 1
1 1 B at .
k 1 a2 ,
0,
k 0,
k 1,
k 1.
k 1 12
0,
k 1,
k 1.
11 1
1 1 12
1
1 12
1 14
1 1 1
12
12
2
2
4
1 1 1 1 1
1 16
2
22
33
13 1 12
13
13
.
1 2 12 1 12 14 16
1 18
kk
1k 1 12
1 12 k 1
, untuk k 1.
0 1
0 1
0 1
a. ACF
b.
PACF
Zt 1Zt 1 p Zt p at 1at 1 q at q .
(2.42)
1 B B
1
p B p Zt 1 1 B 2 B 2 q B q at (2.43)
atau
p B Zt q B at .
(2.44)
Zt k Zt 1Zt k Zt 1 p Zt k Zt p Zt k at 1Zt k at 1
Z a .
q
t k t q
(2.45)
k 1 k 1 p k p E Zt k at 1 E Zt k at 1
q E Zt k at q .
(2.46)
k 1 k 1 p k p ,
k q 1
(2.47)
k q 1 .
(2.48)
k 1 k 1 p k p ,
Karena proses ARMA merupakan kasus khusus dari proses MA, maka
fungs autokorelasi parsialnya juga merupakan pemulusan eksponensial
dan/atau
gelombang
1 1 B 2 B 2 q B q 0.
sinus
tergantung
dari
akarakar
Zt 1Zt 1 at 1at 1.
(2.49)
Zt k Zt 1Zt k Zt 1 Zt k at 1Zt k at 1
dan nilai harapannya adalah
k 1 k 1 E Zt k at 1 E Zt k at 1 .
(2.50)
0 1 1 E Zt at 1 E Zt at 1 .
Jika E Zt at a2 , maka E Zt at 1 dapat dijabarkan sebagai berikut
E Zt at 1 1 E Zt 1at 1 E at at 1 1 E at21
1 1 a2 .
Oleh karena itu,
0 1 1 a2 1 1 1 a2 .
(2.51)
1 1 0 1 a2 .
(2.52)
0 12 0 11 a2 a2 11 a2 12 a2 .
1 2
1
2
1
1 1
2
1
2
a
(2.53)
1 2
1
2
1
1 1
2
1
1 a2
2
a
1 1 1 11 2 .
1
2
1
k 1 k 1 ,
k 2.
1
k 1 1 2 1 1 a2 ,
1 1
,
1 k 1
k 0,
k 1,
k 2.
Bentuk umum fungsi autokorelasi parsial dari model ini cukup rumit
sehingga tidak diperlukan.
a. ACF
1 0 dan 1 0
b.
PACF
1 0 dan 1 0
1 0 dan 1 0
1 0 dan 1 0
1 0 dan 1 0
1 0 dan 1 0
1 0 dan 1 0
(1 1 ) 0
(1 1 ) 0
( 1 1 ) 0
( 1 1 ) 0
a. ACF
b.
PACF
1 B B
1
p B p Z t 1 1 B 2 B 2 q B q a t
1 B B
1
p B p Z t 0 1 1 B 2 B 2 q B q at (2.54)
dengan
0 1 1 B 2 B 2 p B p 1 1 2 p . (2.55)
Dari persamaan (2.54), model AR(p) menjadi
1 B B
1
p B p Z t 0 at
(2.56)
(2.57)
p B 1 B Z t 0 q B at .
d
dengan p B 1 1 B 2 B 2 p B p
dan
q B 1 1 B 2 B 2 q B q .
(2.58)
p B 1 B Z t q B bt .
d
(2.59)
j(s)
E bt js b bt b
b2
j 1, 2,3,
(2.60)
(2.61)
dengan P B s 1 1 B s 2 B 2 s P B Ps
dan
Q B s 1 1 B s 2 B 2 s Q B Qs
(2.62)
Z , d 0 a ta u D 0
dengan Zt t
la in n y a
Zt ,
p B = faktor AR tidak musiman
q B
P B
faktor AR musiman
faktor MA musiman
=
B =
= ratarata Z t .
Model
1.
AR(p)
2.
MA(q)
3.
ARMA(p,q)
ACF
dies down (menurun
secara eksponensial)
cut off (terputus) setelah
lag q
dies down (menurun
secara
eksponensial)
setelah lag (qp)
PACF
Cut off (terputus) setelah
lag p
dies down (menurun
secara eksponensial)
dies down (menurun
secara
eksponensial)
setelah lag (pq)
Tabel 2. Pola ACF dan PACF Musiman dengan s Periode Per Musim
No.
Model
1.
AR(P)
2.
MA(Q)
3.
ARMA(P,Q)
ACF
PACF
dies down (menurun
cut off (terputus) setelah
secara
eksponensial)
lag Ps
pada lag musiman
dies down (menurun
cut off (terputus) setelah
secara
eksponensial)
lag Qs
pada lag musiman
dies down (turun cepat dies down (turun cepat
secara
eksponensial) secara
eksponensial)
pada lag musiman
pada lag musiman
Untuk mengetahui
apakah residu berifat random atau tidak, dapat dilakukan uji korelasi
residu dengan uji LjungBox atau dapat dilihat pada grafik ACF residu.
Jika pada grafik ACF tidak ada lag (bar) yang melebihi garis batas
signifikansi (garis putusputus), maka residu bersifat random. Sedangkan
untuk mengetahui apakah residu berdistribusi normal atau tidak, dapat
dilihat pada grafik normal probability plot residu. Jika residu mengikuti
garis diagonal, maka residu berdistribusi normal.
4. Menggunakan model untuk peramalan jika model memenuhi syarat.
1 n
Zt Zt
n t 1
(2.63)
1 n
Zt Zt
n t 1
(2.64)
100% n Z t Zt
n t 1 Z t
(2.65)