Anda di halaman 1dari 4

2.

6 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)


Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model
yang mengabaikan variabel bebas dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan
nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dipenden untuk menghasilkan peramalan
yang akurat pada masa yang akan datang.

Model ARIMA merupakan metode yang telah dikembangkan oleh George Box
dan Gwilyn Jenkis (1970) yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan
pengendalian. Metode ini paling berbeda dari metode peramalan lain karena tidak
mensyaratkan suatu pola data tertentu agar model dapat bekerja dengan baik. Apabila
metode ini digunanakan untuk data runtun waktu yang bersifat dependen (terikat) atau
berhubungan satu sama lain secara statistic maka metode ini akan bekerja dengan baik
[18].

Model Autoregressive Moving Average(ARIMA) dinotasikan dengan ARIMA


(p,d,q) [24] dimana :
AR : p = Orde dari Autoregregesif
I : d = Tingkat pembedaan (hubungan dengan stationeritas)
MA: q = Orde dari proses rata-rata bergerak
Variasi model ARIMA tidak terbatas jumlahnya. Model umum yang mencakup
seluruhnya dikenal dengan ARIMA (p,d,q).

Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili data


yang stasioner atau telah dijadikan stasioner. Suatu data runtun waktu dikatakan
stasioner jika nilai mean dan variasi dari data runtun waktu tersebut tidak mengalami
perubahan secara sistematik sepanjang waktu atau dapat dikatakan nilai mean dan
variasi konstan [18].

Pada kenyatannya, data runtun waktu lebih bersifat tidak stationer. Jika data
tidak stasioner maka metode yang digunakan untuk membuat data menjadi staisoner
adalah differencing dan transformasi. Differencing digunakan untuk data yang tidak
stasioner dalam rata-rata, sedangkan transformasi digunakan untuk data yang tidak
stasioner untuk variansi.

Analisis runtun waktu pada proses differencing menggunakan dua operator


[4], yaitu operator backward shift B dan operator differensi ∇ .
Operasi backward shift B didefinisikan sebagai :
BZt =Z t−1 (2.1..)
Sedangkan operator ∇ didefinisikan sebagai :
∇ Z t =Z t −Zt −1 (2.1..)
Sehingga kedua operator mempunyai hubungan :
∇ Z t =Z t −Zt −1

¿ Zt −BZt −1

¿(1−B) Zt (2.1..)

2.7 Pengujian Stationer


Pengujian visul suatu plot data runtun waktu seringkali cukup meyakinkan
bahwa data tersebut adalah stationer atau tidak stationer, demikian pula plot
autokolerasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstationeran. Nilai-nilai
autokolerasi dari data stationer akan turun menuju nol secara lamban. Untuk
pengujian secara inferensi dapat menggunakan uji Kwiatkowski-Philips-Scmidi-Shin
(KPPS). Prosedur pengujian kestationeran data dengan uji KPSS menggunakan model
regresi dengan tren waktu yang memiliki persamaan sebagai berikut [19] :

Z t=β t + ( r t + α ) +e t

dimana :
t = indeks waktu
α = nilai konstan
rt = random walk dengan
r t =r t −1+ μ t

μt = independent dan berdistribusi (0, σ 2u)

Berdasarkan persamaan 2 . maka diperoleh hipotesis :


2
H 0 :σ u =0 ( data stationer )
2
H 1 : σ u ≠ 0 ( data tidak stationer )

H 0 ditolak jika p−value< α tertentu ( 1 % , 5 % , 10 % ) artinya Z t tidak stationer .

2.7 Auto Correlation Function (ACF) dan Partial Correlation Function (PACF)
Fungsi autokovarian (γ k ) dan fungsi autokorelasi ( ρk ) merupakan ukuran keeratan
antara Z t dan Z t+ k dari proses yang sama hanya dipisahkan oleh selang waktu k.
Identifikasi model time series dilakukan dengan menyelidiki perilaku ACF dan PACF
dari deret berkala yang stationer. Nilai autokorelasi antara Z k dan Z t+ k dapa dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

n−k

γ
∑ ( z t −z)( zt +k −z)
ρk = k = n
t=1
(2.1..)
γo
∑ (z¿ ¿t−z ) , k =0 , 1 ,2 , 3 , … ¿
2

t=1

Autokolerasi parsial berguna untutk mengukur Tingkat keeratan hubungan antara


pasangan data Zt dan Z t+ k setelah dependensi linier dalam variabel
Z t+1 , Z t +2 , … dan Z t +(k−1) telah dihilangkan. Adapaun koefisien autokolerasi parsial dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

k−1
ρk −∑ ∅k−1 , j ρk− j
j=1
∅ kk = k−1
1−∑ ∅ k−1 , j ρ j
j=1

dimana ∅ kj =∅ k−1 , j−∅ kk ∅ k−1 ,k− j untuk j = 1, 2, …, k – 1 [24]. Table dibawah ini
merupakan rangkuman sifat – sifat dari ACF dan PACF.

Tabel 2.1 Rangkuamn sifat – sifat ACF dan PACF

Model ACF PACF


AR(p) Turun secara eksponensial Terputus setelah lag q
MA(q) Terputus setelah lag q Turun secara eksponensial
ARMA(p,q) Turun secara eksponensial setelah Turun secara eksponensial
lag q setelah lag p

Anda mungkin juga menyukai