Model ARIMA merupakan metode yang telah dikembangkan oleh George Box
dan Gwilyn Jenkis (1970) yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan
pengendalian. Metode ini paling berbeda dari metode peramalan lain karena tidak
mensyaratkan suatu pola data tertentu agar model dapat bekerja dengan baik. Apabila
metode ini digunanakan untuk data runtun waktu yang bersifat dependen (terikat) atau
berhubungan satu sama lain secara statistic maka metode ini akan bekerja dengan baik
[18].
Pada kenyatannya, data runtun waktu lebih bersifat tidak stationer. Jika data
tidak stasioner maka metode yang digunakan untuk membuat data menjadi staisoner
adalah differencing dan transformasi. Differencing digunakan untuk data yang tidak
stasioner dalam rata-rata, sedangkan transformasi digunakan untuk data yang tidak
stasioner untuk variansi.
¿ Zt −BZt −1
¿(1−B) Zt (2.1..)
Z t=β t + ( r t + α ) +e t
dimana :
t = indeks waktu
α = nilai konstan
rt = random walk dengan
r t =r t −1+ μ t
2.7 Auto Correlation Function (ACF) dan Partial Correlation Function (PACF)
Fungsi autokovarian (γ k ) dan fungsi autokorelasi ( ρk ) merupakan ukuran keeratan
antara Z t dan Z t+ k dari proses yang sama hanya dipisahkan oleh selang waktu k.
Identifikasi model time series dilakukan dengan menyelidiki perilaku ACF dan PACF
dari deret berkala yang stationer. Nilai autokorelasi antara Z k dan Z t+ k dapa dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
n−k
γ
∑ ( z t −z)( zt +k −z)
ρk = k = n
t=1
(2.1..)
γo
∑ (z¿ ¿t−z ) , k =0 , 1 ,2 , 3 , … ¿
2
t=1
k−1
ρk −∑ ∅k−1 , j ρk− j
j=1
∅ kk = k−1
1−∑ ∅ k−1 , j ρ j
j=1
dimana ∅ kj =∅ k−1 , j−∅ kk ∅ k−1 ,k− j untuk j = 1, 2, …, k – 1 [24]. Table dibawah ini
merupakan rangkuman sifat – sifat dari ACF dan PACF.