berdasarkan indeks waktu secara berurutan dengan interval waktu tetap ( konstan ). Analisis Runtun Waktu (ARW) merupakan salah satu prosedur statistika yang diterapkan untuk meramalkan struktur probabilistic keadaan yang akan terjadi dimasa yang akan datang dalam rangka pengambilan keputusan untuk sebuah perencanaan tertentu. CIRI-CIRI OBSERVASI MENGIKUTI ARW : Interval waktu antar indeks waktu t dapat dinyatakan dalam satuan waktu yang sama (identik) Adanya ketergantungan antara pengamatan Z t dengan Z t yang k dipisahkan oleh jarak waktu k kali ( Lag k ) TUJUAN UTAMA ARW : Meramalkan kondisi dimasa mendatang berdasarkan pengamatan saat sekarang Mengetahui hubungan antara variable yang terlibat Mengetahui adanya kontroling proses BEBERAPA KONSEP PENTING DALAM ARW : 1. KONSEP STOKASTIK 2. KONSEP STASIONERITAS 3. KONSEP DIFFRENCING 4. KONSEP TRANSFORMASI BOX-COX 5. KONSEP FUNGSI AUTOKORELASI 6. KONSEP FUNGSI PARTIAL AUTOKORELASI 7. KONSEP WHITE NOISE 8. KONSEP PARSIMONY 1. KONSEP STOKASTIK
Dalam ARW terdapat 2 model, yakni Model Deterministik dan Model Stokastik (Probabilistik). Dalam fenomena model stokastik banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misal : model keuangan, perdagangan, industri dan lain-lain. Dalam ARW , data disimbolkan dengan Z t yang mengikuti proses stokastik. Suatu , t ) dengan ruang sampel dan urutan pengamatan dari variable random Z ( satuan waktu t dikatakan sebagai proses stokastik. 2. KONSEP STASIONERITAS Suatu proses dalam ARW dikatakan stasioner, jika dalam proses tersebut tidak terdapat perubahan kecenderungan baik dalam rata-rata maupun dalam variansi. Misal pengamatan Z1 , Z 2 ,..., Z m sebagai sebuah proses stokastik. Varabel random Z t , Z t ,..., Z t dikatakan stasioner orde ke k jika n fungsi distribusi :
1 2 m
F ( Z t1 , Z t2 ,..., Z tm ) = F ( Z t1+k , Z t
+k
,.., Z tm +k )
Jika kondisi tersebut berlaku untuk m = 1,2,, n, maka dinamakan stasioner kuat. Untuk melihat stasioneritas dapat dilakukan dengan PLOTING TS (MINITAB). Salah satu ciri proses telah stasioner, ditandai dengan hasil PLOTING TS yang grafiknya sejajar dengan sumbu waktu t (biasanya sumbu x, sedang sumbu y merupakan sumbu yang memuat data hasil pengamatan). 3. KONSEP DIFFERENCING Konsep differencing dalam ARW adalah penting, karena berfungsi untuk mengatasi persoalan pemodelan jika terdapat proses yang tidak stasioner dalam mean (terdapat kecenderungan) . Ide dasar Differencing adalah mengurangkan anatara pengamatan Z t dengan pengamatan sebelumnya Z t 1 . Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut: 2 Z t = Z t Z t 1 dan Z t = Z t 2 Z t 1 + Z t 2 dst ( biasanya sampai orde 2 ). Selain itu untuk melakukan differencing dapat digunakan operator BACKSHIFT B Bd Zt = Zt-d - Wt = (1-B)d Zt ( d = 1,2 ).
0 0
10
20
30
40
50
50
100
150
4. KONSEP TRANSFORMASI BOX-COX Konsep ini merupakan konsep yang juga penting dalam ARW, terutama jika proses tidak stasioner dalam varian. Untuk mengatasinya digunakan Transformasi B-C : Z ( ) 1 , dengan 1 < < 1 Z t( ) = t Dalam praktek biasanya data yang belum stasioner dalam varian juga belum stasioner dalam mean, sehingga untuk menstasionerkan diperlukan proses Transformasi data kemudian baru dilakukan proses Differencing. Tepatnya TBCD.
-2 0
50
100
150
Suatu proses Z t yang stasioner, mempunyai E ( Z t ) = ,Var ( Z t ) = konstan (Homoscedesitas) dan Cov ( Z s , Z t ) = st yakni fungsi dari perbedaan waktu |t-s|. Dalam ARW Kovariansi ( Fungsi autokovariansi ) antara Z t dengan pengamatan Z t +k dinyatakan sebagai Cov ( Z t , Z t +k ) = k dan Cov ( Z t , Z t ) = 0 = Var ( Z t ) Sedang Korelasi (fungsi autokorelasi) antara antara Z t dengan pengamatan Z t +k Corr ( Z t , Z t =k ) = k = k dinyatakan sebagai dengan catatan 0 Var ( Z t ) = Var ( Z t +k ) = 0 . Untuk proses stasioner berlaku ketentuan sebagai berikut : ( k ), k = k 1. Var ( Z t ) = 0 , 0 =1 dan ( k ), k = k 2. | k | 0 ; | k |1 dan
2
Sifat-Sifat Variansi : 1. Var (a+bX) = b2Var(X) 2. Var (X + Y ) = Var (X) + Var (Y) + 2 Cov(X,Y) 3. Jika X, Y bebas maka Var (X+Y) = Var (X) + Var (Y) 4. Var (X) = E(X2) (E(X))2 5. Var (X Y) = Var (X) + Var (Y) 2Cov (X,Y) Sifat- Sifat Covariansi : 1. Cov (X,X) = Var (X) 2. Cov (X,Y) = E(XY) E(X)E(Y) 3. Jika X,Y bebas maka Cov (X,Y) = 0 4. Cov(a+bX,c+dY) = bd Cov(X,Y) 5. Cov (X,Y+Z) = Cov(X,Y) + Cov (X,Z) 6. Cov (X,Y) = Cov (Y,X)
MODUL 3 5. KONSEP FUNGSI AUTOKORELASI Dalam ARW Konsep Fungsi Autokorelasi (ACF) memegang peran penting, khususnya untuk mendeteksi awal sebuah model.dan kestasioneran data. Jika diagram ACF cenderung turun lambat atau turun secara linier maka dapat disimpulkan bahwa data belum stasioner dalam mean. Definisi : Fungsi Autokorelasi adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi (hubungan linier ) antara pengamatan pada waktu t saat sekarang dengan pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya ( t-1, t-2, , t-k ). Nilai Autokorelasi sampel lag k dirumuskan sebagai :
k = rk = corr ( Z t , Z t k ) =
(Z
t =1
n k
Z )( Z t +1 Z )
t
(Z
t =1
Z )2
1 + 2 r j2
j =1 k 1
srk =
6. KONSEP FUNGSI PARSIALAUTOKORELASI Dalam ARW Konsep Fungsi PartialAutokorelasi ( PACF ) memegang peran penting, khususnya untuk mendeteksi awal sebuah model. PACF digunakan untuk mengukur keeratan antara Z t dan Z t k apabila pengaruh dari lag waktu t = 1,2,3,, k-1 dianggap terpisah Definisi : Fungsi Partial Autokorelasi adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial ( hubungan linier secara terpisah ) antara pengamatan pada waktu t saat sekarang dengan pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya ( t-1, t-2, , t-k ). Nilai Partial Autokorelasi sampel lag k dirumuskan sebagai : kk = corr ( Z t , Z t k | Z t 1 , Z t 2 ,..., Z t k +1 Nilai kk dapat ditentukan dari persamaan Yule Walker sbb : j = k1 j 1 + k 2 j 2 + + k ( k 1) j k +1 + kk j k , j = 1,2, , k Atau dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut :
Dengan menggunakan Cramers rule penyelesaian untuk k = 1,2, , berturutturut didapatkan : 11 = 1 , untuk k = 1 1 1 2 2 2 1 22 = 1 = , untuk k = 2 2 1 1 1 1 1 1 sehingga 1
1 kk = k 1 1 1 k 1
k 1
1 2 1 1 k 2 k 3 1 2 1 1 k 2 k 3
k 2 k 3 1 k 2 k 3 1
1 2 k k 1 k 2 1
Secara matematis dapat diformulasikan dalam bentuk formulasi Durbin (1960) sbb :
kk =
k k 1, j k j
1 k 1, j j
j =1 j =1 k 1
skk =
1 n
Misalkan diberikan data hasil penelitian seperti dalam table berikut : t Zt-3 Zt-2 Zt-1 Zt Zt+1 Zt+2 1 * * * 13 8 15 2 * * 13 8 15 4 3 * 13 8 15 4 4 4 13 8 15 4 4 12 5 8 15 4 4 12 11 6 15 4 4 12 11 7 7 4 4 12 11 7 14 8 4 12 11 7 14 12 9 12 11 7 14 12 * 10 11 7 14 12 * * Jumlah Total 40
Zt+3 4 4 12 11 7 14 12 * * *
Z =
Z
t =1
10
= 10
101
1 = r1 =
(Z
t =1
Z )( Z t +1 Z )
t
(Z
t =1
10
Z )2
(13 10)(8 10 + .. + (14 10)(12 10) = 0.188 (13 10) 2 + ................ + (12 10) 2
3 = 0.181 2 == 0.201 dan Dengan cara yang sa,a diperoleh Sedang dengan menggunakan rumus Durbin (1960) PACF untuk k = 1,2 dan 3 dapat dihitung sebagai berikut : 2 = r = r2 r1 = 0.245 =r =r = 0 . 188 22 22 11 11 1 1 r12 `
= r = r r r = 0.234 21 21 11 22 11
=r = 33 33
7. KONSEP WHITE NOISE Dalam ARW White Noise biasanya identik dengan galat (dalam regresi) dan disimbulkan dengan at yang merupakan variable random berdistribusi iid N (0, 2 ) yang tidak saling berkorelasi dengan k = cov(at , at k ) = 0, k 0 . Sedang nilai o = cov(at , at ) = 2 Dari pengertian tersebut WN adalah stasioner dengan sifat-sifat sebagai berikut:
k={
a2 ,k = 0 0 ,k 0
k= {
1 ,k = 0 0 ,k 0
1 ,k = 0 kk 0 ,k 0
={
Dengan demikian suatu proses dikatakan WN jika mean dan variannya konstan dan saling bebas 8. KONSEP PARSIMONY Prinsip parsimony ini mencari parameter yang minimal tetapi dapat menjelaskan model secara baik (model dengan jumlah parameter yang sedikit). Biasanya prinsip ini digunakan setelah melakukan proses identifikasi model awal secara tentative, kemudian melihat apakah model yang dihasilkan tersebut sudah baik (valid) atau belum. Untuk mendeteksi model valid tidaknya dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut: 1. Uji signifikansi parameter 2. Uji white niose 3. Uji normalitas 4. Uji MSE, IAC, SBC 5. Uji Parsimony
Dari ke delapan konsep tersebut , dapat digunakan untuk pembentukan model ARIMA Box- Jenkins, yakni : Identifikasi Model, Penaksiran parameter, Pemeriksaan Diagnostik dan Peramalan. MODUL 4 MODEL-MODEL ARW STASIONER Macam-Macamnya : A. Autoregressive orde p AR(p) B. Moving Avarage orde q MA(q) C. Autoregressive Moving Avarage orde p dan q ARMA (p,q) Secara umum model ARW dinyatakan sebagai model: ARIMA(p,d,q) yang mempunyai bentuk umum sbb: p ( B )(1 B ) d Z t = q ( B ) at (1 B ) d order diff non season dengan : 2 p p ( B ) = (1 1 B 2 B .... p B ) Polynomial AR(p) q ( B ) = (1 1 B 2 B 2 .... q B q ) Polynomial MA(q) Untuk penyederhanaan model, maka model di atas dapat disajikan : ( Z t = Z t , = 0) dan at ~ N (0, 2 ) , A. Model Autoregressive orde p Bentuk Umum: at = (1 1 B 2 B 2 .... p B p ) Z t at = p ( B) Z t Biasanya dalam praktek model AR hanya terjadi pada lag 1 dan lag 2. Jika p = 1, maka diperoleh AR(1), yang mempunyai persamaan Z t = 1Z t 1 + at (1 1 B ) Z t = at Proses markov dan invertible Supaya Stasioner dan invertible maka nilai parameter | 1 |<1 ACF dan PACF masing-masing adalah :
k={
1 ,k = 0 1k ,k > 0
kk = {01 ,k,k>=11
Dari nilai-nilai ACP dan PACF di atas dapat disimpulkan bahwa pada AR(1) nilai ACF turun secara eksponensial dan nilai PACF hanya muncul pada lag 1 saja (pada lag 1 signifikan berbeda dengan nol) Contoh : (PAKAI SOFT WARE SPLUS) Simulasikan : (1 + 0.8) Z t = at
-2
20
40
60
80
100
120
Series : x
1.0 -0.5 0 ACF 0.0 0.5
10 Lag
15
20
Series : x
0.2 -0.6 0 Partial ACF -0.4 -0.2 0.0
10 Lag
15
20
Simulasikan : (1 0.8) Z t = at
-4
-2
20
40
60
80
100
120
Series : y
1.0 -0.2 0 0.0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10 Lag
15
20
Series : y
0.8 -0.2 0 0.0 Partial ACF 0.2 0.4 0.6
10 Lag
15
20
Supaya Stasioner dan invertible maka akar-akar dari persamaan harus berada diluar lingkaran satuan. Atau dapat ditunjukkan bahwa : nilai-nilai kedua | |< 2 | |< 1
1 2
parameter tersebut adalah sebagai berikut : ACF dan PACF masing-masing adalah :
k = {1 1 k 1 + 2 k 2 ,,kk>=00
Dari nilai-nilai ACP dan PACF di atas dapat disimpulkan bahwa pada AR(2) nilai ACF turun secara eksponensial dan nilai PACF hanya muncul pada lag 1 dan lag 2 saja ( pada lag 1 dan lag 2 signifikan berbeda dengan nol )
2
-2 0
20
40
60
80
100
120
Series : z
1.0 -0.2 0.0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10 Lag
15
20
Series : z
Partial ACF
0.0
0.2
0.4
10 Lag
15
20
-3 0
-2
-1
50
100
150
Series : u
1.0 ACF -0.5 0.0 0.5
10 Lag
15
20
Series : u
0.2 -0.6 -0.4 Partial ACF -0.2 0.0
10 Lag
15
20
C 1
Biasanya dalam praktek model MA hanya terjadi pada lag 1 dan lag 2. Jika q = 1,Z maka diperoleh MA(1), yang mempunyai persamaan: t = at 1at 1 (1 1 B ) at = Z t Selalu Stasioner dan invertible Supaya
(1 1 B ) = 0
Stasioner
dan
invertible
maka
akar
polinomial
dari
MA(1):
terletak diluar lingkaran satuan sehingga syarat MA(1) invertible adalah : | 1 |< 1 Secara umum ACF dan PACF model MA(1) merupakan bentuk lain seperti dalam AR(1), yakni ACF muncul pada lag 1 saja, artinya setelah lag 1 nilai mendekati nol (terpotong setelah lag 1 ) sedang nilai PACF nya turun secara eksponensial. ACF dan PACF masing-masing adalah :
k = {1,k1= 0
1+ 12
, k = 1;0 , k > 1
kk = {1 k,k(1=+ 02 )
1 1 2 ( k + 1) 1+ 1
,k > 0
-3 0
-2
-1
50
100
150
Series : x
1.0 -0.2 0.0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10 Lag
15
20
Series : g
-0.2
0.4
10 Lag
15
20
-4 0
-2
50
100
150
Series : k
1.0 -0.4 -0.2 0.0 ACF 0.2 0.4 0.6 0.8
10 Lag
15
20
Series : k
0.1 -0.4 -0.3 Partial ACF -0.2 -0.1 0.0
10 Lag
15
20
Jika q Z = 2, yang =maka a diperoleh a a MA(2), (1 B mempunyai B 2 ) a = persamaan Z Selalu stasioner dan invertible
t t 1 t 1 2 t 2 1 2 t t
terletak diluar lingkaran satuan sehingga syarat MA(1) invertible adalah : | 2 |< 1 2 + 1 < 1 dan 2 1 < 1 dengan : Nilai ACF dan PACF model MA(2) adalah sebagai berikut : 1 (1 2 ) ,k =1 1+12 k 2 ,k = 2; 0 ,k > 2 2 1+12 + 2
={
k 1 k k 1, j k j j =1 = kk k 1 1 k 1, j j j =1
Dari formulasi di atas terlihat bahwa dalam model MA(2), nilai ACF pada lag 1 dan lag 2 signifikan berbeda dari nol (terpotong setelah lag 2). Sedang nilai PACF turun secara eksponensial Contoh: Simulasikan Zt = (1-0.3B-0.5B2)at
-2 0
-1
-0.2
0.0
-0.4
-0.3
0 5
50
5 10 Lag
100
Series : v
Series : v
10 15 20
Lag
15
150
20
Series : v
0.1 -0.4 0 -0.3 Partial ACF -0.2 -0.1 0.0
10
Lag
15
20
-3 0
-2
-1
50
100
150
200
Series : n
1.0 -0.2 0 0.0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
Series : n
0.4 -0.2 0 Partial ACF 0.0 0.2
10
Lag
15
20
C. Model Autoregressive Moving Avarage orde p dan q ARMA (p,q) Bentuk Umum: p ( B) Z t =q ( B )at dengan : 2 p p ( B ) = (1 1 B 2 B .... p B ) Polynomial AR(p)
q ( B ) = (1 1 B 2 B 2 .... q B q ) Polynomial MA(q) Agar proses invertible maka akar-akar polynomial AR(p) berada diluar lingkaran satuan. Demikian juga supaya proses stasioner, maka akar-akar polynomial MA(q) juga harus berada diluar lingkaran satuan. Secara khusus proses ARMA (p,q) dapat dinyatakan dalam model AR maupun model MA dengan orde tak terhingga. p ( B) ARMA AR at = ( B ) Z t = ( B ) Z t q q ( B ) ARMA MA Z t = ( B) at = ( B)at p
ACF Model ARMA (p,q) dapat diuaraikan sebagai berikut : Jika kedua ruas dikalikan dengan Z t k
Z t = .... +p Z t p + at .... 1Z t 1 + 1a t 1 q at q
E ( Z t Z t k ) = E ( Z t k ( p Z t p + at .... 1Z t 1 +.... + 1a t 1 q at q ))
k = 1 k 1 + .... + p k p + E ( Z t k (a t 1a t 1 .... q at q ))
Karena adalah :
E ( Z t k ( a t .... 1a t 1 q at q )) = 0
k = 1 k 1 + .... + p k p , k q + 1
k q +1
Sedang nilai PACFnya untuk model ARMA secara umum seperti diformulasikan dalam Durbin (1960). Dalam praktek biasanya yang sering dijumpai adalah model ARMA (1,1), model ARMA(1,2), model ARMA(2,1) dan model ARMA (2,2). Untuk memudahkan langkah awal dalam identifikasi model-model ARW yang stasioner, dapat digunakan pedoman dalam tabel berikut : Contoh : Simulasikan model (1+0.7B)Zt = (1-0.5B)at
-4 0
-2
50
100
150
200
Series : b
1.0 -0.5 ACF 0.0 0.5
10
Lag
15
20
Series : b
-0.8 0
-0.6
0.0
10
Lag
15
20
TABEL KHUSUS UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ARW Model ACF PACF Turun secara eksponensial menuju Terpotong setelah lag p AR(p) nol sejalan dengan bertambahnya k (cut off after lag p ) (Dies down ) Terpotong setelah lag q Turun secara eksponensial MA(q) (cut off after lag q) menuju nol sejalan dengan bertambahnya k Turun secara eksponensial menuju Turun secara eksponensial ARMA(p,q nol sejalan dengan bertambahnya k sejalan dengan bertambahnya k ) BEBERAPA PROGRAM SIMULASI PAKAI SPLUS 2000 Arima.sim(n, model=list(ar=,ma=)) - ARMA (1,1) Arima.sim(n, model=list(ar=, ndiff=, ma=)) ARIMA (1,1,1) Arima.sim(n,model=list(ar=c(s,t,ma=u,v))) ARMA (2,2) PROGRAM MINITAB / SPSS: Pada umumnya untuk menjalankan program MINITAB / SPSS, minimal sudah tersedia data minimal 50 data. Sebab jika data kurang dari 50, maka hasil output belum menunjukkan hasil yang maksimal.
MODUL 6 MODEL ARW NON STASIONER Secara umum model ARWNS dinyatakan sebagai model : ARIMA(p,d,q) yang mempunyai bentuk umum sbb : p ( B )(1 B ) d Z t = q ( B ) a t (1 B ) d order diff non season dengan: p 2 p ( B ) = (1 1 B 2 B .... p B ) Polynomial AR(p) q q ( B ) = (1 1 B 2 B 2 .... q B ) Polynomial MA(q) Order ARWNS dalam realita maksimum 2 baik diff, order AR maupun order q. Macam-Macam Ketakstasioneran : a). Non stasioner dalam mean b). Non stasioner dalam varian Jika suatu proses tidak stasioner dalam varian, biasanya proses tersebut juga tidak stasioner dalam mean, tetapi tidak sebaliknya. Ciri data tidak stasioner dalam mean antara lain pola diagramnya terdapat adanya trend naik dan atau turun. Untuk menstasionerkan selalu digunakan operator differencing ( d=1,2 ). Jika struktur pola data terdapat indikasi ketidakstasioneran dalam varian, maka untuk menstasionerkan dapat digunakan pendekatan Transformasi Box-Cox. Macam-Macam ARWNS dalam Mean maupun Varians: ARIMA (p,d,q), FARIMA ( -1 < d < 1 ) ARI (p,d) IMA(d,q) Random Walk ( Model AR dengan nilai parameter sama dengan satu ) ARCH, CHARMA GARCH, FIGARCH, IGARCH, EGARCH, DAR, DMA DARMA, dan lain-lain== Perkembangan TS tidak pernah berakhir Contoh: Simulasi Model ARIMA(1,1,0) TSPLOT: (1-0.8B)(1-B)Zt = at
0 0
20
40
60
80
50
100
150
200
250
PLOT ACF
Series : y
1.0 0.0 0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
PLOT PACF
Series : y
1.0 0.0 0 0.2 Partial ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
-6 0
-4
-2
50
100
150
200
250
PLOT ACF
Series : z
1.0 0.0 0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
PLOT PACF
Series : z
0.6 0.0 0 Partial ACF 0.2 0.4
10
Lag
15
20
50
100
150
200
250
PLOT ACF
Series : t
1.0 0.0 0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
PLOT PACF
Series : t
1.0 0.0 0 0.2 Partial ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
Jika model nonstasioner (1-0.8b)(1-b)zt = at dinyatakan sebagai model stasioner, maka wt = (1-b)zt sehingga model menjadi : (1-0.8b)wt = at ==== model AR(1) TSPLOT Wt
-4 0
-2
50
100
150
200
250
ACFPLOT Wt
Series : u
1.0 0.0 0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
PACFPLOT Wt
Series : u
0.8 0.0 0 0.2 Partial ACF 0.4 0.6
10
Lag
15
20
TSPLOT
-5 0
10
50
100
150
200
250
ACFPLOT
Series : n
1.0 0.0 0 0.2 ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
PACFPLOT
Series : n
1.0 0.0 0 0.2 Partial ACF 0.4 0.6 0.8
10
Lag
15
20
Secara umum jika proses ditengarahi tidak stasioner baik dalam mean maupun dalam varians, maka untuk membuat proses menjadi stasioner dapat dilakukan beberapa cara, antara lain : Lakukan transformasi Box-Cox untuk statabilisasi varians Lakukan differencing untuk stabilisasi mean Plot TS, ACF dan PACF, dst sampai diperoleh sebuah model yang valid sesuai asumsi pembuatan model terbaik Lakukan peramalan data ke depan.
MODUL 7 ESTIMASI PARAMETER Dalam analisis statistik estimasi parameter merupakan bagian dari inferensi statistik, yang berfungsi untuk menaksir besaran parameter populasi yang biasanya tidak diketahui . Untuk menaksir biasanya digunakan besaran statistik yang bersifat tidak bias dan mempunyai variansi yang minimum serta bersifat konsisten. Dalam ARW estimasi parameter adalah mutlak, karena untuk kontribusi pembentukan model yang baik syaratnya adalah parameter model harus signifikan, artinya nilai probabilitas estimatornya kurang dari 5% ( P value < 5 % ). Atau t hitungnya lebih besar dari t tabel ( th > ttabel ) METODE ESTIMASI : a. Metode Moment b. Metode Least Square c. Metode Maximum Likelihood d. Dan lain-lain METODE MOMENT (MM) : Metode Paling Sederhana Prinsip MM adalah menyamakan Momen Sampel dengan Momen Populasi --
=Z =
Zt n
dan
k = rk = k
Z t k
k = 1 k 1 + .... + p k p + E ( Z t k ( a t )
E ( Z t Z t k ) = E ( Z t k (1Z t 1 + .... + p Z t p +a t )
Karena E ( Z t k ( a t ) = 0 maka nilai autokovariansinya adalah : k = 1 k 1 + .... + p k p Sehingga nilai ACF model ARMA (P,0) adalah :
k = 1 k 1 + .... + p k p
Jika persamaan ini disederhanakan untuk k = 1,2,3,...,p maka diperoleh persamaan Yule Walker sebagai berikut : 1 = 1 o + 2 1 + .... + p p 1
2 = 1 1 + .2 o + ... + p p 2
p = 1 p 1 + .2 p 2 ... + p o
tidak diketahui, maka, diganti Karena secara teoritis nilai-nilai 1 , 2 , 3 ...., p atau nilai sampelnya r nilai taksirannya yakni 1, r 2, r 3 ...., rp Selanjutnya jika persamaan Yule Walker diselesaikan maka diperoleh nialai taksirannnya sebagai berikut : =r Untuk AR(1) : 1 1 r ( 1 r2 r12 = 1 r2 ) = Untuk AR(2) : 1 1 r12 dan 2 1 r12 ESTIMASI PARAMETER MODEL MA Zt = at .... 1a t 1 q at q Jika kedua ruas dikalikan dengan Z t k dan diambil nilai ekspektasinya diperoleh : E ( Z t Z t k ) = E ( Z t k ( a t .... 1a t 1 q at q ))
E ( Z t Z t k ) = E (( a t .... .... 1a t 1 q at q )( a t k 1a t k 1 q at k q ))
1, 2, 3 ...., p
Jika diselesaikan maka diperoleh k =E (( a t .... .... 1a t 1 q at q )( a t k 1a t k 1 q at k q )) Nilai ini bergantung dari k, sel;anjutnya jika k = 0, maka akan diperoleh : 2 2 0 = E ((a t at ) +12 E ( a t 1 a t 1 ) +2 E ( a t 2 a t 2 ) +q E ( a t q a t q ). atau: 2 2 2 2 2 2 2 2 0 =a + 12 a + 22 a + q2 a atau 0 = a (1 + 1 + 2 + q ) ( Varian proses MA ) Dengan cara yang sama jika k = 1 diperoleh :
2 2 2 2 1 = 1 a + 1 2 a + 2 3 a + ..... +q1q a
Dengan memperhatikan struktur di atas, maka secara umum dapat diformulasikan sebagai berikut :
2 2 2 2 k = k a + 1 k +1 a + 2 k +2 a + ..... + q k q a
k =
2 2 2 2 k a + 1 k +1 a + 2 k +2 a + ..... + qkq a
1 =
1 1 4r12 1 = 2r1
Dengan cara yang sama taksiran untuk MA(2) adalah sebagai berikut : 1 1 2 2 1 = 2 = = Metode iteratif Nraps 2 2 dan (1 + 1 + 2 ) (1 + 12 + 22 ) k =E (( a t .... .... 1a t 1 q at q )( a t k 1a t k 1 q at k q ))
ESTIMASI PARAMETER MODEL ARMA Seperti model AR dan MA di atas estimasi model ARMA mempunyai cara yang sama sebagai berikut: Z t = .... +p Z t p + at .... 1Z t 1 + 1a t 1 q at q Jika kedua ruas dikalikan dengan Z t k dan diambil nilai ekspektasinya diperoleh : E ( Z t Z t k ) = E ( Z t k ( p Z t p + at .... 1Z t 1 +.... + 1a t 1 q at q ))
k = 1 k 1 + .... + p k p + E ( Z t k (a t 1a t 1 .... q at q ))
Karena adalah :
E ( Z t k ( a t .... 1a t 1 q at q )) = 0
k = 1 k 1 + .... + p k p , k > q
Jika k < q maka galat sebelumnya dan Zt-k akan berkorelasi dan aotukovariansinya dipengaruhi oleh bagian proses MA. Secara khusus untuk ARMA (1,1) estimasinya adalah sebagai berikut : k = 1 k 1 + .... + p k p + E ( Z t k (a t 1a t 1 .... q at q )) Jika k = 0, maka diperoleh : 2 2 0 = 11 + a 1 (1 1 ) a \ -------------------(1) Jika k = 1, maka diperoleh : 2 1 = 1 0 1 a ----------------------------------(2) Jika persamaan (1) dan (2) disederhanakan, maka diperoleh : 2 2 (1 + 12 211 ) a {(1 11 )(1 1 )} a 0 = = dan 1 1 12 1 12 Dengan demikian Fungsi Autokorelasi untuk lag 1 dan lag 2 adalah :
1 =
Sehingga diperoleh nilai taksiran untuk ARMA (1,1) adalah : r ==> = r2 kemudian nilai-nilai ini disubtitusikan kedalam r2 = 1 1 1 r1 dapat ditentukan dengan mudah. Persamaan *) sehingga nilai 1 Proses ini dapar diperluas untuk model ARMA(p.q) namun dengan proses metode iteratif Newton Raphson (NR).