I. PENDAHULUAN
Sasaran Keselamatan Pasien mendorong peningkatan dalam keselamatan pasien yang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menguraikan tentang solusi pemecahan permasalahannya
Untuk menjamin keselamatan pasien yang menjalani prosedur bedah rumah sakit harus
mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien operasi, salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan bisa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien
di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi. Dengan penerapan Surgical Safety Checklist yang meliputi : sign in (sebelum induksi),
time out (sebelum insisi), sign out (sebelum pasien meninggalkan kamar operasi) kesalahan-
kesalahan pada prosedur bedah dapat dicegah.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan
kesehatan termasuk infeksi saluran kemih - terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream
infections) Infeksi pada akses vaskuler pada pasien regular hemodialisa dan pneumonia
(seringkali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Sehingga diperlukan implementasi dari
panduan dan SPO cuci tangan untuk memutus rantai penyebaran infeksi antar petugas pemberi
layanan, petugas ke pasien ,pasien ke pasien lain atau keluarga pasien.
Untuk menurunkan atau mengurangi resiko pasien cidera karena jatuh rumah sakit harus
mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien jatuh baik dengan memenuhi
sarana ,fasilitas untuk mencegah pasien jatuh maupun petugas yang mampu melakukan
asemmen resiko dan jatuh dan mampu melakukan managemen pasien jatuh.
Enam Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
a. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien
b. Sasaran II: Peningkatan komunikasi yang efektif
c. Sasaran III: Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
d. Sasaran lV: Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
e. Sasaran V: Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Sasaran VI: Pengurangan risiko pasien jatuh
Untuk penerapan 6 sasaran keselamatan pasien dibutuhkan sosialisasi dan monitoring,
pemgawasan terhadap kepatuhan pelaksanaannya ke semua petugas di unit maupun instalasi di
Rumah Sakit Elizabeth Situbondo.
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui hasil implementasi 6 sasaran
peselamatan pasien
2. Tujuan Khusus:
- Mengetahui tingkat pencapaian
- Mengidentifikasi kemungkinan penyebab tidak terlaksananya 6 SKP
- Membuat rencana tindak lanjut
- Meningkatkan keselamatan pasien
III. METODE
Metode yang dilakukan adalah pengumpulan data, analisa data dan pelaporan.
III. PELAKSANAAN
1. SKP 1
A. Kegiatan pokok
Melakukan pencatatan kepatuhan petugas terhadap SPO gelang identitas pasien
B. Rincian kegiatan
Kepatuhan petugas terhadap SPO gelang identitas pasien
8 NUMERATOR Jumlah pasien baru yang terpasang gelang identitas pasien dengan
benar(gelang identitas) dalam periode waktu tertentu
9 DENOMINATOR Jumlah pasien baru yang dirawat di IGD dalam periode waktu yang
sama.
10 SUMBER DATA
Kriteria inklusi Kriteria Semua pasien baru yang dirawat di IGD
eksklusi -
11 STANDAR 100 %
C. ANALISA PENCAPAIAN
Tingkat kepatuhan petugas terhadap SPO gelang identitas pasien di rumah sakit dapat
dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati hasil yang diharapkan dan dilakukan
sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku. Indikator mutu sasaran keselamatan pasien
mencerminkan mutu kinerja tim keselamatan pasien rumah sakit sehingga dapat mewjudkan
program peningkatan mutu keselamatan pasien di rumah sakit
Tabel Angka Kepatuhan Petugas Terhadap SPO Gelang Identitas Pasien
Bulan Januari – Maret 2019
Berdasarkan tabel dan grafik kepatuhan petugas terhadap SPO pemasangan gelang
identitas pasien selama bulan Januari – Maret 2019 didapatkan hasil pada bulan Januari 97,4
%, bulan Februari sebanyak 82,5 % dan pada bulan Maret sebanyak 98,1 %. Jumlah pasien
yang terpasang gelang identitas dalam 3 bulan sebanyak 2.285 pasien dari total pasien
sebanyak 2.463 orang dan didapatkan presentase sebesar 92,77 %.
Dari beberapa kasus yang dilakukan analisa, alasan petugas kurang patuh terhadap SPO
pemasangan gelang identitas pasien adalah :
- Adanya petugas baru yang belum memahami SPO gelang identitas
- Pasien datang secara bersamaan sehingga petugas tidak sempat memasang gelang
identitas
D. KESIMPULAN
Hasil pencapaian kepatuhan petugas terhadap SPO gelang identitas pasien di Rumah
Sakit Elizabeth Situbondo selama periode Januari - Maret yaitu 92,77%. Presentase ini kurang
sesuai dengan standar dalam indikator standar pelayanan minimum di Rumah Sakit yaitu 100%
dari total jumlah pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu sasaran keselamatan pasien
yang ke 1 di Rumah Sakit Elizabeth Situbondo masih kurang baik.
F. REKOMENDASI
Plan :
Meningkatkan kepatuhan petugas terhadap SPO gelang identitas pasien
Do :
Mendistribusikan SPO gelang identitas pasien ke masing – masing unit
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petugas
Pendekatan kepada petugas untuk menjelaskan tentang maksud dan tujuan SKP 1
Memasukkan kepatuhan petugas terhadap SPO dalam penilaian kinerja profesi
Check :
Monitoring dan evaluasi kepatuhan petugas terhadap SPO gelang identitas pasien di
evaluasi setiap 3 bulan
Action :
Mensosialisasikan ulang SPO gelang identitas
Mengadakan in House training tentang SKP
Memberi penjelasan tentang pentingnya ketepatan identitas pasien dalam
keselamatan pasien rumah sakit
Menilai kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan SPO
PENGUKURAN/
NO ANGKA KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP SPO SBAR
INDIKATOR
1 DIMENSI MUTU Keselamatan Pasien
13 FORMAT
PENCATATAN CHECK LIST ANGKA KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP SPO SBAR
BULAN: UNIT: RUANG:
C. ANALISA PENCAPAIAN
Tingkat kepatuhan perawat terhadap SPO SBAR di rumah sakit dapat dikatakan
berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan
standar dan prosedur yang berlaku. Indikator mutu sasaran keselamatan pasien
mencerminkan mutu kinerja tim keselamatan pasien rumah sakit sehingga dapat mewujudkan
program peningkatan mutu keselamatan pasien di rumah sakit
Tabel Angka Kepatuhan Perawat Terhadap SPO SBAR
Bulan Januari – Maret 2019
Berdasarkan tabel dan grafik kepatuhan perawat terhadap SPO SBAR selama bulan
Januari – Maret 2019 didapatkan hasil pada bulan Januari 86,6 %, bulan Februari sebanyak
89,1 % dan pada bulan Maret sebanyak 93,1 %. Jumlah pelaporan yang menggunakan tehknik
SBAR dalam 3 bulan sebanyak 1.911 kasus dari total kasus sebanyak 2.123 dan didapatkan
prosentase sebesar 90 %.
Dari beberapa kasus yang dilakukan analisa, alasan perawat kurang patuh terhadap SPO
SBAR adalah :
- Adanya perawat baru yang belum memahami SPO SBAR
- Beberapa perawat kurang patuh terhadap pelaksanaan SPO SBAR
D. KESIMPULAN
Hasil pencapaian kepatuhan perawat terhadap SPO SBAR di Rumah Sakit Elizabeth
Situbondo selama periode Januari - Maret yaitu 90 %. Presentase ini belum sesuai dengan
standar dalam indikator standar pelayanan minimum di Rumah Sakit yaitu 100% dari total
jumlah kasus, sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu sasaran keselamatan pasien yang ke 2
di Rumah Sakit Elizabeth Situbondo masih kurang baik.
F. REKOMENDASI
Plan :
Meningkatkan kepatuhan perawat terhadap SPO SBAR
Do :
Mendistribusikan SPO SBAR ke masing – masing unit
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petugas
Memasukkan kepatuhan petugas terhadap SPO dalam penilaian kinerja profesi
Check :
Monitoring dan evaluasi kepatuhan perawat terhadap SPO SBAR di evaluasi setiap 3
bulan
Action :
Mensosialisasikan ulang SPO SBAR
Mengadakan in house training komunikasi efektif
Menilai kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan SPO
PENGUKURAN/
NO KEJADIAN TIDAK ADANYA LABEL HIGH ALERT – LASA DI OBAT
INDIKATOR
1. DIMENSIMUTU Keselamatan Pasien
2. TUJUAN Meningkatkan keamanan penggunaan obat High allert dan LASA
8. NUMERATOR Jumlah obat HIGH ALERT – LASA yang tidak terdapat label pada
kurun waktu tertentu
9. DENOMINATOR Jumlah seluruh obat HIGH ALERT – LASA baik yang terdapat label
ataupun tidak berlabel pada kurun waktu yang sama
Kriteria eksklusi
12. STANDAR 0%
Berdasarkan tabel dan grafik kejadian tidak adanya label hight alert - LASA selama bulan
Januari – Maret 2019 didapatkan hasil pada bulan Januari 58,2%, bulan Februari sebanyak
86,7% dan pada bulan Maret sebanyak 86,2%. Jumlah obat yang tidak berlabel hight alert
dalam 3 bulan sebanyak 609 kasus dari total kasus sebanyak 780 dan didapatkan prosentase
sebesar 78,07 %.
Dari beberapa kasus yang dilakukan analisa, adanya kejadian obat tidak berlabel hight
alert adalah :
- Petugas kurang mencukupi
- Beberapa petugas kurang patuh terhadap pelaksanaan SPO pelabelan obat hight alert
D. KESIMPULAN
Hasil pencapaian kejadian tidak adanya label obat hight alert pada obat di Rumah Sakit
Elizabeth Situbondo selama periode Januari - Maret yaitu 78,07 %. Presentase ini belum sesuai
dengan standar dalam indikator standar pelayanan minimum di Rumah Sakit yaitu 0% dari
total jumlah kasus, sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu sasaran keselamatan pasien yang
ke 2 di Rumah Sakit Elizabeth Situbondo masih kurang baik.
F. REKOMENDASI
Plan :
Meningkatkan kepatuhan perawat terhadap SPO pelabelan obat higth alert
Do :
Mendistribusikan SPO SBAR ke masing – masing unit
Memasukkan kepatuhan petugas terhadap SPO dalam penilaian kinerja profesi
Menghitung kebutuhan tenaga apoteker di rumah sakit
Check :
Monitoring dan evaluasi kejadian tidak adanya label obat hight alert - LASA di
evaluasi setiap 3 bulan
Action :
Mensosialisasikan ulang SPO pelabelan obat higth alert
Menilai kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan SPO
Mekakukan rekruitmen apoteker
Berdasarkan tabel dan grafik kepatuhan penandaan lokasi operasi sebelum tindakan
operasi selama bulan Januari – Maret 2019 didapatkan hasil pada bulan Januari 22,9%, bulan
Februari sebanyak 20% dan pada bulan Maret sebanyak 62,8%. Jumlah pasien yang dilakukan
penandaan lokasi operasi sebelum dilakukan pembedahan dalam 3 bulan sebanyak 71 kasus
dari total kasus sebanyak 173 dan didapatkan prosentase sebesar 41,04 %.
Dari beberapa kasus yang dilakukan analisa, tidak dilakukannya penandaan lokasi
operasi sebelum dilakukan operasi karena :
- Dokter DPJP tidak melakukan visite pra bedah satu hari sebelum pasien dioperasi
- Perawat tidak mengingatkan dokter DPJP untuk melaksanakan site marking pada sisi yang
akan dilakukan pembedahan
D. KESIMPULAN
Hasil pencapaian kepatuhan penandaan lokasi operasi sebelum dilakukan operasi di
Rumah Sakit Elizabeth Situbondo selama periode Januari - Maret yaitu 41,01 %. Presentase ini
belum sesuai dengan standar dalam indikator standar pelayanan minimum di Rumah Sakit
yaitu 100% dari total jumlah kasus, sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu sasaran
keselamatan pasien yang ke 4 di Rumah Sakit Elizabeth Situbondo masih kurang baik.
F. REKOMENDASI
Plan :
Meningkatkan kepatuhan SPO penandaan lokasi operasi sebelum operasi
Do :
Membuat kebijakan visite pra bedah sebelum dilakukan operasi
Melakukan cek ulang di ruang premedikasi untuk penandaan lokasi operasi
Mengingatkan DPJP untuk melakukan penandaan operasi ( sesuai kebijakan
penandaan maksimal bias dilakukan di ruang premedikasi sebelum dilakukan
idnuksi
Melakukan sosialisasi ulang tentang pandan dan SPO terkait dg prosedur tersebut
kepada DPJP
Melakukan Analisa kebutuhan tenaga dan alat observasi di ruang premedikasi unit
kamar operasi dan sterilisasi
Check :
Monitoring dan evaluasi penandaan lokasi sebelum operasi pada pasien dan form
penandaan lokasi operasi di evaluasi setiap 3 bulan
Action :
Koordinasi dengan komite medik untuk memberikan dukungan secara aktif terkait
kepatuhan SPO yang telah dibuat
Melengkapi kebutuhan tenaga dan membuat kebijakan visite prabedah
4. DASAR PEMIKIRAN Cuci tangan adalah salah satu prosedur yang paling penting dalam
mencegah infeksi nosokomial. Tangan adalah 'instrumen' yang
digunakan untuk menyentuh pasien, memegang alat, perabot
rumah sakit dan juga untuk keperluan pribadi.
Ignaz Semmelweis adalah orang pertama yang menunjukkan
pentingnya penularan infeksi melalui tangan. Ketika ia menjadi staf
dokter di rumah sakit di Vienna pada tahun 1840-an ia
memperhatikan bahwa cuci tangan ternyata dapat mencegah
penularan infeksi. Sejak itu, ditunjang dengan penelitian, cuci
tangan jadi komponen paling penting dalam pencegahan infeksi
dan MRSA. 6 langkah cuci tangan dapat membersihkan 4 sisi dan 1
ujung dari tangan.
5. FREKUENSI Bulanan
PENGUMPULAN
DATA
6. METODOLOGI Survey
PENGUMPULAN
DATA
8. NUMERATOR Jumlah perawat rawat inap yang melakukan cuci tangan 5 momen
pada periode waktu tertentu
9. DENOMINATOR Jumlah semua perawat rawat inap yang diobservasi pada periode
waktu yang sama
10. SUMBERDATA
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi Semua petugas wajib melakukan cuci tangan sesuai 6 langkah
No Profesi petugas
Berdasarkan tabel dan grafik kepatuhan five moment oleh perawat rawat inap selama
bulan Januari – Maret 2019 didapatkan hasil pada bulan Januari 85,71%, bulan Februari
sebanyak 84,4% dan pada bulan Maret sebanyak 89,2%. Jumlah perawat rawat inap yang
patuh terhadap five moment dalam 3 bulan sebanyak 659 kasus dari total kasus sebanyak 775
dan didapatkan prosentase sebesar 85,03 %.
Dari beberapa kasus yang dilakukan analisa, ketidak patuhan perawat rawat inap
terhadap five moment karena :
- Adanya tenaga perawat baru
- Beberapa petugas kurang patuh terhadap pelaksanaan SPO five moment cuci tangan
D. KESIMPULAN
Hasil pencapaian kepatuhan five moment perawat rawat inap di Rumah Sakit Elizabeth
Situbondo selama periode Januari - Maret yaitu 85,03 %. Presentase ini belum sesuai dengan
standar dalam indikator standar pelayanan minimum di Rumah Sakit yaitu 100% dari total
jumlah perawat, sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu sasaran keselamatan pasien yang ke
5 di Rumah Sakit Elizabeth Situbondo masih kurang baik.
F. REKOMENDASI
Plan :
Meningkatkan kepatuhan perawat terhadap SPO five moment cuci tangan
Do :
Mendistribusikan SPO SBAR ke masing – masing unit
Memasukkan kepatuhan petugas terhadap SPO dalam penilaian kinerja profesi
Menghitung kebutuhan tenaga apoteker di rumah sakit
Check :
Monitoring dan evaluasi kejadian tidak adanya label obat hight alert - LASA di
evaluasi setiap 3 bulan
Action :
Mensosialisasikan ulang SPO pelabelan obat higth alert
Menilai kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan SPO
F. SKP 6 kejadian tidak terpasangnya stiker fall risk
pada gelang pasien
G. Kegiatan pokok
Melakukan pencatatan kejadian tidak terpasangnya stiker fall risk pada gelang pasien
H. Rincian kegiatan
3. DEFINISI Stiker kuning adalah suatu penanda yang diberikan kepada pasien
OPERASIONAL yang rawat inap yang didapatkan dari hasil pengkajian risiko jatuh
dengan diberikan stiker penanda warna kuning
4. DASAR PEMIKIRAN Perawat bertanggung jawab dalam mengidentifikasi pasien yang
berisiko jatuh dan membuat suatu rencana perawatan untuk
meminimalkan resiko. Salah satu upaya untuk mengurangi
resiko pasien jatuh adalah pemasangan penanda risiko jatuh
berwarna kuning sebagai tanda perhatian/alert terhadap orang
yang memakai penanda warna kuning. Pasien yang jatuh akan
dapat menimbulkan cedera, perlukaan bahkan dapat menjadi
kejadian sentinel
5. FREKUENSI Bulanan
PENGUMPULAN Pasien Pasien
Tanggal Nama dipasang
DATA No
berisiko
Ket
jatuh gelang
Survey Survey Pasien NoRM
6. METODOLOGI kuning
(ya/Tidak)
PENGUMPULAN (ya/tidak)
DATA
7. PERIODE ANALISA Tri wulan
8. NUMERATOR Jumlah pasien yang terpasang stiker kuning pada periode waktu
tertentu
11. STANDAR 0%
12. PJ PENGUMPUL DATA Ka IGD, Ka Unit Rawat Inap, Ka Unit Rawat Jalan,Ka Unit ICU, Kepala
Unit Kebidanan dan Kandungan, Kepala Unit Hemodialisa
14 FORMATPENCATATA CHECK LIST KEJADIAN TIDAK TERPASANGNYA GELANG
N PENANDA`RISIKO JATUH(KUNING)
Persentase kejadian tidak terpasangnya stiker fall risk pada gelang pasien
Bulan Januari – Maret 2019
Berdasarkan tabel dan grafik diatas kejadian tidak terpasangnya stiker fall risk pada
gelang pasien selama bulan Januari – Maret 2019 didapatkan hasil pada bulan Januari
16,3%, bulan Februari sebanyak 13,3% dan pada bulan Maret sebanyak 24,9%. Jumlah
gelang pasien yang tidak berstiker fall risk dalam 3 bulan sebanyak 263 kasus dari total
kasus sebanyak 1.511 dan didapatkan prosentase sebesar 17,4 %.
Dari beberapa kasus yang dilakukan analisa, adanya kejadian gelang pasien tidak
berstiker fall risk karena:
- Petugas kurang patuh terhadap SPO
- Beberapa perawat baru dan belum memahami sepenuhnya SPO
D. KESIMPULAN
Hasil pencapaian kejadian tidak terpasangnya stiker fall risk pada gelang pasien di
Rumah Sakit Elizabeth Situbondo selama periode Januari - Maret yaitu 17,4 %.
Presentase ini belum sesuai dengan standar dalam indikator standar pelayanan
minimum di Rumah Sakit yaitu 0% dari total jumlah kasus, sehingga dapat disimpulkan
bahwa mutu sasaran keselamatan pasien yang ke 6 di Rumah Sakit Elizabeth Situbondo
masih kurang baik.
F. REKOMENDASI
Plan :
Meningkatkan kepatuhan perawat terhadap SPO pelabelan obat higth alert
Do :
Mendistribusikan SPO SBAR ke masing – masing unit
Memasukkan kepatuhan petugas terhadap SPO dalam penilaian kinerja
profesi
Meningkatkan penngetahuan dan ketrampilan perawat dalam menilai pasien
risiko jatuh
Check :
Monitoring dan evaluasi kejadian tidak terpasangnya stiker fall risk pada gelang
pasien di evaluasi setiap 3 bulan
Action :
Mensosialisasikan ulang SPO pelabelan obat higth alert
Menilai kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan SPO
Melakukan sosialisasi tentang cara menilai pasien risiko jatuh