Anda di halaman 1dari 40

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU


DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN PADA DEWASA

Oleh:
PUTU LILIANA PRADEVIE
H1A 007 051

Pembimbing:
Dr. Mayuarsih Kartika S.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS NARMADA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan


pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut
sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat
ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5%
merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Masih di
USA, keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang
praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare
akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996). Frekuensi kejadian diare pada negara-
negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara
maju. (Sudoyo,2009)
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2001, diare
menduduki peringkat pertama penyebab kematian anak dengan persentase sebesar 35%
atau sekitar 4 miliar kasus diare akut/tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun
(Soewondo ES, 2002). Di Indonesia sendiri dapat ditemukan sekitar 60 juta penderita
diare setiap tahunnya dimana 70-80% dari penderitanya adalah anak dibawah lima
tahun dengan masih tingginya angka kesakitan yang dilaporkan, yaitu 23,35 per 1000
penduduk pada tahun 1998 meningkat menjadi 26,13 per 1000 penduduk pada tahun
1999. (Profil Kesehatan Indonesia, 2002)
Pada tahun 2008 dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di 15
provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209
orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut utamanya
disebabkan oleh rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk dan perilaku
hidup tidak bersih. (Profil Kesehatan Indonesia, 2008)
Berdasarkan data sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada sepanjang
tahun 2012, kasus diare menduduki peringkat kedelapan dengan jumlah pasien
sebanyak 1203 kasus, diikuti kecelakaan rudapaksa sebanyak 628 kasus. Sedangkan
data jumlah pasien rawat inap di Puskesmas Narmada sepanjang tahun 2011, kasus diare
menduduki peringkat pertama jumlah pasien rawat inap sebanyak 181 kasus, diikuti
tifoid 171 kasus, lalu kasus demam tanpa sebab yang jelas yaitu 96 kasus. Berikut ini,
2
tabel yang menunjukkan jumlah kasus rawat inap selama 1 tahun di Puskesmas
Narmada.

Tabel 1.1. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2010 (Semua Umur)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2010 Jumlah
1. ISPA 8159
2. Penyakit otot dan jaringan sendi 5408
3. Gastritis 3959
4. Demam sebab lain 3203
5. Penyakit Kulit Infeksi 2246
6. Hipertensi 2120
7. Asma 2107
8. Diare 1907
9. Bronkitis 1933
10. Kecelakaan dan Rudapaksa 1242
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

Tabel 1.2. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2011 (rawat inap)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2011 Jumlah
1. Diare 181
2. Tifoid 171
3. Demam karena sebab 96
4. Gastritis 67
5. Disentri 61
6. ISK 41
7. Pneumonia 40
8. Hipertensi 37
9. Asma 36
10. TB paru 20
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

Tabel 1.3. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2011 (Semua Umur)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2011 Jumlah
1. ISPA 5435
2. Penyakit otot dan jaringan sendi 3823
3. Gastritis 2787
4. Demam sebab lain 2155
5. Kecelakaan dan Rudapaksa 1774
6. Hipertensi 1642
7. Penyakit Kulit Infeksi 1432
8. Diare 1279

3
9. Asma 978
10. Penyakit Lain 910
Sumber : Data rekapan P2M Puskesmas Narmada

Tabel 1.4. Sepuluh Penyakit Terbanyak 2012 (Semua Umur)


No Sepuluh Penyakit Terbanyak 2012 Jumlah
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4. Hipertensi 2521
5. Penyakit Kulit Infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit Kulit Alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan rudapaksa 628
Sumber: Data rekapan UGD puskesmas Narmada

Berdasarkan data di atas, jumlah penderita diare tahun 2012 menurun


dibandingkan tahun 2011 dan 2010 dari 1903, menjadi 1279 terakhir 1203. Data ini
didapat dari semua angka kejadian diare yang diolah menjadi sepuluh peringkat
tertinggi penyakit di puskesmas Narmada. Data ini dikumpulkan dari semua pustu,
puskel, balai pengobatan, UGD, rawat inap, dan polindes tanpa memperhatikan usia
apakah masuk dalam kategori dewasa atau anak-anak. Penurunan angka yang didapat
dianalisis dari faktor lingkungan, perilaku, dan fasilitas kesehatan yang didapat.
Lingkungan tempat tinggal sudah mulai diperhatkan, walaupun tidak semua dapat
mengaplikasikan kesehatan lingkungan secara menyeluruh. Fasilitas kesehatan juga
sudah dapat memberikan oralit dan zinc yang menunjang angka penyembuhan diare.
Untuk perilaku, data pencapaian PHBS dari target 58% didapat 33,17% dimana hal ini
masih belum optimal. Akan tetapi, penurunan ini akan tetap diusahakan setiap tahunnya.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab kematian
secara total, penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan sekitar 33% atau sepertiga
dari total kematian seluruh kelompok umur. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat dalam memelihara kesehatan
lingkungan. Masalah kesehatan lingkungan misalnya pembuangan kotoran (tinja),
pembuangan sampah, pembuangan air limbah, penyediaan air bersih berpengaruh

4
terhadap kesehatan terutama tingginya penyakit infeksi saluran pencernaan khususnya
penyakit diare. Faktor lingkungan yang berupa penyediaan air bersih dan jamban
keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan secara perilaku manusia akan
mempermudah terjadinya penularan penyakit. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa
suatu komunitas yang memiliki penyediaan air bersih, melakukan pola hidup bersih, dan
memiliki sarana sanitasi maka derajat kesehatannya akan meningkat pula.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini diantaranya
tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, kualitas air yang dikonsumsi serta fasilitas sanitasi
yang memenuhi syarat khususnya buang air besar, berbagai upaya telah dilakukan untuk
menurunkan angka kejadian diare dengan usaha pencegahan dan pemberantasan seperti
kaporitasi, penyuluhan serta PHBS melalui sumber daya masyarakat namun upaya itu
belum dapat menghasilkan yang optimal. (Depkes RI, 2000)

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air
besar encer lebih dari tiga kali perhari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
disertai lendir dan darah.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organisation global guideline 2005, diare akut didefinisikan
sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari
15 hari.
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non infeksi bila
tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare organik adalah bila
ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare
fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik (Sudoyo,2009).

2.2 Epidemiologi Penyakit Diare


Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-
400 per 1000 penduduk per tahun. Angka Case Fatality Rate (CFR) menurun dari tahun
ke tahun, pada tahun 1975 CFR sebesar 40-50%, tahun 1980-an CFR sebesar 24%.
Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT), tahun 1986 CFR sebesar
15%, tahun 1990 CFR sebesar 12%, dan diharapkan pada tahun 1999 akan menurun
menjadi 9%. Angka kesakitan dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. (Widoyono, 2008).

6
Tabel 2.1 Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Diare (Semua Umur) Tahun 1990-
1999
Angka kesakitan per 1000
Tahun CFR (%)
penduduk
1990 29,79 0,024
1991 25,64 0,027
1992 25,41 0,017
1993 28,77 0,015
1994 26,64 0,019
1995 24,26 0,021
1996 23,57 0,019
1997 26,20 0,012
1998 25,30 0,009
1999 26,13 0,006
Sumber: Widoyono, 2008
Tabel 2.1 menggambarkan penurunan angka kesakitan diare dari 29,79 per 1000
penduduk pada tahun 1990 mencapai angka terendah 23,57 per 1000 penduduk pada
tahun 1996, tetapi meningkat lagi menjadi 26,13 per 1000 penduduk pada tahun 1999.
Demikian pula dengan angka kematian, terjadi penurunan dari 0,024% pada tahun 1990
menjadi 0,006% pada tahun 1999. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan angka
hasil SKRT karena sistem pencatatan dan pelaporan yang masih lemah. (Widoyono,
2008)
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare
menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia,
KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Data KLB diare
dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di Indonesia Tahun 1996-2000
Tahun Penderita Meninggal CFR (%)
1996 6139 161 2,62
1997 17890 184 1,08
1998 11818 275 2,33
1999 5159 76 1,47
2000 5680 109 1,92
Sumber: Widoyono 2008
KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia. Angka kematian
yang jauh lebih tinggi daripada kejadian kasus diare biasa membuat perhatian para ahli
kesehatan masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare secara tepat.
(Widoyono, 2008)

7
Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Narmada, pada tahun 2011
diare merupakan penyakit dengan urutan kedelapan dari sepuluh penyakit terbanyak.
Tabel 2.3 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Narmada Tahun 2012
No Nama Penyakit (semua umur) Jumlah
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4. Hipertensi 2521
5. Penyakit Kulit Infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit Kulit Alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan rudapaksa 628
Sumber: Data rekapan UGD puskesmas Narmada

Berdasarkan data rekapan P2M puskesmas Narmada tahun 2011, angka kejadian
diare pada usia > 5 tahun selama 3 tahun terakhir (2010 s/d 2012) adalah sebanyak
3872 kasus. Dari data ini diketahui bahwa sebenarnya kasus diare ini cenderung
menurun. Pada bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010, kasus diare pada
usia > 5 tahun mencapai 1515 kasus. Angka kejadian tersebut di tahun 2011 menurun
menjadi 1306 kasus. Sedangkan pada tahun 2012, kasus diare turun menjadi 1051
kasus. Selama tiga tahun ini pula tidak terdapat angka kematian akibat diare.

Grafik 2.1. Jumlah penderita diare tahun 2010 - 2012

Jumlah Penderita Diare >5 tahun 2010 s/d 2012


1600
1400
1200
Jumlah Pasien

1000
800
600
400
200
0
2010 2011 2012

8
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada
Gambaran jumlah kasus diare khusus pada kelompok > 5 tahun selama tiga
tahun terakhir ini mencapai 4267 kasus. Adapun rincian jumlah penderita diare tiap
bulan masing-masing tahun di Puskesmas Narmada digambarkan pada grafik berikut.

Grafik 2.2. Jumlah penderita diare setiap bulan tahun 2011


250
211
200
160 164
150 136 143
133
116
97 100 98
100 85
72

50

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Jumlah pasien diare >5 tahun pada tahun 2010

9
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

Grafik 2.3. Jumlah penderita diare setiap bulan tahun 2011


250 236

200

150 134

97 101 99 103 100


100 90 94 88
85 79

50

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Jumlah pasien diare >5 tahun pada tahun 2011

Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

10
140
119
120 110
107
101
100 90
84 80
78 74
80 70 72
66
60

40

20

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Jumlah pasien diare >5 tahun pada tahun 2012
Grafi
k 2.4. Jumlah penderita diare setiap bulan tahun 2012

Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

2.3 Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Lama waktu diare: akut atao kronik,
2. Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dll, 3. Berat ringan diare: kecil atau
besar, 4. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi dan 5. Penyebab organik
atau tidak: organik atau fungsional. (Sudoyo,2009)

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

11
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit,
virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. (Sudoyo,2009)
Faktor-faktor penyebab diare :
1. Faktor Infeksi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus maupun
parasit. Penyebab lain timbulnya diare akut adalah toksin dan obat, nutrisi enteral
yang diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi fekal (overflow diarrhea) atau
berbagai kondisi lain. Dari penelitian pada tahun1993-1994 terhadap 123 pasien
dewasa yang menderita diare akut, penyebab terbanyak hasil infeksi bakteri E.coli
(38.29%), V.cholerae Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp (14.29%) (Mansjoer,2001).

Diare oleh sebab infeksi Diare oleh sebab non-infeksi

1. Bakteri 1.Defek Anatomi


Shigela, Salmonella, E.colli, Vibrio
cholera, Staphylococcus aureus,  Short Bowel Syndrome
Campilobacter aeromonas  Penyakit Hirchsprung
2. Malabsorbsi
2. Virus
Rotavirus, Norwalk, Norwalk like  Defisiensi disakaridase
agent, Adenovirus  Cholestasis
3.Alergi
3. Parasit
Protozoa : Entamoeba histolytica,  Alergi susu sapi
Giardia lamblia, Balantidium coli, 4.Keracunan makanan
Cacing : Ascaris, Trichiuris trichiura
 Logam berat
Jamur : Candida
 Mushroom
5.Vitamin C terlalu tinggi
6. fruktosa berlebih

2. Faktor Umur
3. Faktor Status Gizi
4. Faktor Lingkungan  sanitasi dasar, sarana air bersih, limbah dan sampah, serta
jamban keluarga
5. Faktor Susunan Makan  yang mempengaruhi angka kejadian diare adalah adanya
antigen, osmolaritas terhadap cairan, malabsorpsi, dan mekanik.

12
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare


karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis


Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak
(Depkes RI, 2011).

13
Gambar 2.1 Peta konsep etiologi diare dari segi IKM

Menurut Mansjoer (2001), diare akibat infeksi ditularkan secara fekal oral. Hal
ini disebabkan makanan atau minuman yang masuk terkontaminasi tinja ditambah
ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang bahkan disajikan tanpa dimasak.
Penularannya adalah melalui transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi, tangan yang
terkontaminasi (Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual.
Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain penetrasi yang
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan di usus serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni yang dapat
menginduksi diare. Patogenesis diare yang disebabkan karena infeksi bakteri terbagi
dua, yaitu :
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada usus halus namun tidak merusak
mukosa. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholera, Enterotoksigenik
E.coli, C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-nonaglutinabel. Secara klinis, diare berupa
cairan dan meninggalkan dubur seara deras dan banyak. Keadaan seperti ini disebut
diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lender dan darah. Bakteri
yang termasuk golongan ini adalah enteroinvasive E.coli, S.paratyphi B,S.
typhimurium, S.enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C.perfingers Tipe C
(Sudoyo,2009).

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut
ini:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada

14
saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak
tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air
dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian
binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke
orang yang yang memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI ekslusif adalah
pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan). Hal ini akan meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-
zat kekebalan terhadap infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasi oleh
kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan
permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makanan yang
merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air besar
(BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung (Widoyono, 2008).

2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari. Pasien dengan diare
akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam
dan tinja yang sering, bisa air, malabsortif, atau berdarah tergantung bakteri patogen
yang spesifik. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi
toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen
bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai

15
beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan
karena toksin yang dihasilkan.

Pemeriksaan Fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur
tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang
penting. Adanya kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan
nyeri tekan merupakan ”clue” bagi penentuan etiologi.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum, dan kreatinin,
pemeriksaan tinja dan pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA)
mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis dan foto x-ray abdomen.
(Sudoyo,2009)

2.6 Penatalaksanaan Diare


Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium
klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter
air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam,

16
½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan
tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra
vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus
diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan
urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi
oral sesegera mungkin. (Khalid, 2004)
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
 BJ plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BJ Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml


0,001
 Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
Tabel 1. Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah (1)
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1)
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg (2)
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit (1)
- kesadaran apatis (1)
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma (2)
- Frekwensi nafas > 30 x/menit (1)
- Facies cholerica (2)
-Voxcholerica (2)
- Turgor kulit menurun (1)
- Washer’s woman’s hand (1)
- Ekstremitas dingin (1)

17
-Sianosis (2)
- Umur 50-60 tahun (-1)
- Umur> 60 tahun (-2)

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter


15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok
diberikan cairan per intravena. (Sudoyo,2009)

Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Obat pilihan yaitu kuinolon (missal
siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen
invasif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas
species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol. Metronidazol 250 mg 3 x/hari selama 7
hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis. (Sudoyo,2009)

Obat Antidiare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala:
a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan
tinktur opium.
b. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan
tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Sudoyo,2009)

18
Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan
mudah dicerna seperti pisang, nasi, kripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena
adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas
dan sekresi usus. (Sudoyo,2009)

2.7 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Terjadinya Diare


Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian
besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air,
untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air
sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-
60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia (Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-
jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar
(Depkes RI, 2000). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah
yang tidak menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan menderita penyakit
diare. Hal ini sejalan dengan penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa
penyediaan air bersih dapat menurunkan risiko diare. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keluarga yang memanfaatkan air bersih dari sumber yang memenuhi syarat
kesehatan angka kejadian diarenya lebih sedikit bila dibandingkan dengan keluarga
yang memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Kusnindar,
1994).

19
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan
air bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan
sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran
seperti septiktank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10
meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.

Jenis tempat pembuangan tinja


Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran
penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut
Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan
adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.

Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang
berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain,
yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,

20
misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang
pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan.
Cara pengolahan sampah antara lain sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar
rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan
akhir (TPA)
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar (Inceneration),
dijadikan pupuk (Composting)

Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene
dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi,
cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut :
(Notoatmodjo, 2003).
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut
tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk
ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Penerangan yang cukup baik siang maupun malam 100-200 lux.
3. Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk
tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka
menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita
penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain.
4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat

21
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup,
pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur,
ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak

Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri
dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan
zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu
akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain
limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus,
media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya
nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap,
sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya,
mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan
kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi
sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air
sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya
bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak
mengganggu (Notoatmodjo, 2003).

2.8 Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia. (Khalid,2004)
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau
air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,

22
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau
atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. (Khalid,2004)
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum
jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan
terkena kotoran ternak. (Khalid,2004)

23
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Alamat : Karang Anyar, Gerimax Indah, Kecamatan Narmada
Pekerjaan : Pegawai Kantor Desa
Agama : Islam
Pendidikan : SKP
Tanggal pemeriksaan : 31 Januari 2013

II. Anamnesis
 Keluhan Utama:
Mencret
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan mencret sejak 1 hari sebelum ke puskesmas (30/1).
Mencret ± 3 kali dalam 1 hari, mulai sejak rabu malam dengan konsistensi cair,
ampas (-), warna kekuningan, lendir (+), darah (-). Pasien sempat meminum
diapet, akan tetapi keluhan tidak membaik. Keluhan demam atau menggigil
disangkal pasien. Perut terasa mules, mual (+), muntah (-). Pasien mengeluhkan
badan terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun sejak menderita mencret.
BAK sejak kemarin sebanyak 1x, dengan kualitas dan kuantitas seperti biasa.
Beberapa hari sebelumnya pasien sempat makan durian, alpukat, dan buah naga
yang dibawa oleh keponakannya.
Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 1 minggu disertai suara parau.
Tenggorokan terasa gatal, nyeri tenggorokan disangkal pasien.

 Riwayat Sosial dan Lingkungan:


o Pasien tinggal dengan keponakan beserta suaminya dan anak
keponakannya; anaknya sendiri (2 orang) dan ibunya.

24
o Rumah tinggal pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu
sekaligus sebagai ruang keluarga, 1 dapur, 1 WC. Luas rumah pasien ± 9x11
meter, rumah pasien memiliki pekarangan yang cukup luas, jarak rumah
pasien dengan rumah tetangga tidak terlalu dekat. Sinar matahari dapat masuk
dengan baik ke dalam rumah pasien, namun tidak sampai ke kamar pasien.
Terdapat cukup jendela dan ventilasi pada ruang keluarga sehingga sinar
matahari yang masuk cukup. Pada kedua kamar pasien gelat dan sering
ditutupi oleh korden dan tidak terdapat ventilasi. Lantai rumah terbuat dari
semen, dinding rumah berupa tembok, atap rumah terbuat dari kayu yang
telah berlubang pada beberapa bagiannya.
o Sumber air minum berasal dari air sumur, air minum selalu direbus.
Sumur tersebut merupakan sumur galian yang dalam hingga permukaan
airnya sekitar 5 meter. Letak sumur berdekatan dengan rumah pasien, sumur
pertama di luar rumah berjarak ± 2 meter, sumur kedua berjarak ± 10 meter.
Letak sumur dan kamar mandi berdekatan. Kamar mandi menggunakan bak
sebagai penampung air, jamban, dan ember di dalamnya. Lantai kamar mandi
terbuat dari semen, begitu juga dinding bak terbuat dari semen dilapisi
keramik pada bagian dalamnya. Tembok kamar mandi terbuat dari semen
plester. Kamar mandi ini digunakan oleh tetangga sekitar, yakni sekitar 3
rumah di sekelilingnya menggunakan kamar mandi yang sama.
o Untuk mencuci piring dan alat dapur biasanya digunakan air sumur
tersebut.
o Pendapatan keluarga berasal dari pasien dan keponakannya masing-
masing bekerja sebagai pegawai kantor desa sekaligus kader pendamping di
polindes dan posyandu serta sebagai pedagang buah di pasar. Penghasilan per
hari berkisar antara Rp.100.000 – Rp. 200.000 perharinya.
IKHTISAR = Pasien Ibu A, 45 th
KELUARGA
= Laki-laki

= Perempuan

= Hubungan pernikahan

= Hubungan Keturunan
25 = tinggal serumah
 Riwayat penyakit dahulu:
Menurut pengakuan pasien, pernah mengalami mencret sebelumnya. Sekitar 1,5
bulan yang lalu, pasien mengalami muntaber (disentri) selama 2 hari. Pasien
mengalami muntah, BAB sering bolak balik kamar mandi dengan frekuensi
sekitar 10 kali terutama saat malam hari. BAB pasien saat itu bercampur lendir
dan darah. Saat itu pasien hanya meminum pil berwarna hijau dan putih yang
diberikan dari perawat puskesmas dan keluhan membaik. Menurut pasien saat
itu pasien sering memakan buah rambutan, manggis, durian, alpukat, dan
nangka. Pasien menyangkal mengonsumsi air yang tidak direbus. Terkadang
pasien juga mengaku pernah BAB di kali beberapa kali.
 Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:
Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien.
 Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan lainnya dan untuk keluhannya, pasien hanya mengonsumsi diapet,
akan tetapi keluhan tidak membaik.
 Riwayat alergi
- Makanan : tidak ada
- Obat : tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran/ GCS : compos mentis/ E4V5M6
2. Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 104 x/menit, regular, isi tegangan cukup
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,2 0C

26
Pemeriksaan fisik umum
1. Kepala-leher
Kepala : simetris, deformitas (-)
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, mata cowong -/-
Wajah : sianosis (-), flushing (-)
Telinga : deformitas (-)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : sianosis bibir (-), stomatitis (-), mukosa bibir basah
Leher : pembesaran KGB (-), Tekanan vena jugularis : meninggi (-)
2. Toraks-kardiovaskuler
Inspeksi : kelainan bentuk (-), Tarikan sela iga (retraksi subcostal) (-), simetris
Auskultasi : Jantung: S1 S2 tunggal, teratur, Murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, ronki-/-, Wheezing : -/-
3. Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, turgor normal, nyeri tekan (+) pada epigastrium, hepar dan lien
tidak teraba.
4. Uro-genital
Tidak dievaluasi
5. Anal-perianal
Tidak dievaluasi
6. Ekstermitas atas-aksilla
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+), pembesaran KGB aksila (-)/(-)
7. Ekstremitas bawah
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


(-)
V. Diagnosis:

27
Diare akut tanpa dehidrasi
VI. Rencana Tindak Lanjut
1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang dihadapi pasien
Injeksi Ranitidin 1A/8 jam
Injeksi Scopamin 1A/8 jam
Amoxicillin tab 500 mg 3x1
Dekstrometorphan syrup 3x Cth 1
Oralit
2. Tujuan terapi
Meringankan gejala dan mengeradikasi bakteri
Edukasi : Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan makan dan
minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan membiasakan
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menjaga kebersihan kuku.
Kebiasaan BAB di kali dikurangi karena akan mengotori kali dan
mempermudah terjadinya diare.
Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien diberikan
penjelasan mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci tangan yang
efektif, terutama sekali setelah BAB dan BAK, dan sebelum menyiapkan
makanan atau makan.

Pintu depan rumah pasien, lantai terbuat 28 Jalan di samping kanan rumah pasien
dari semen, PLN sudah masuk menuju kamar mandi dan sumur. Jalan
terbuat dari paping blok.
Halaman depan rumah pasien, dibatasi Berugak depan rumah pasien dijadikan
semen dan dibawahnya tanah. tempat berkumpul tetangga dan pasien.

Ruang tamu sekaligus ruang keluarga; Kamar tidur pasien; tidak dilalui oleh sinar
lantai dari semen, atap kayu. dan tidak ada ventilasi kamar

Dapur sekaligus ruang makan. Pasien. Meja tempat perabotan makan; lantai
Menggunakan kompor gas semen, berbatasan dengan kamar tidur

29
Halaman samping kiri; pekarangan dengan Sumur dan kamar mandi tempat pasien
tanah yang cukup lapang mandi; juga digunakan tetangganya

Bagian dalam kamar mandi; bak dari Dalam kamar mandi terdapat jamban dan
semen dan keramik. Lantai dari semen ember penampung air

Sisi dalam sumur dilihat dari permukaan


;Kedalaman sumur sekitar 5 meter Digunakan sebagai sumber air mandi,
mencuci baju dan perabotan
30
Pintu jalan keluar dari rumah pasien Penyaluran air (irigasi) dari sumur dan
tembus bagian samping kanan menuju kamar mandi, dibuat agar tidak banjir saat
sumur dan kamar mandi. hujan

Lingkungan di sekitar sumur dan kamar mandi. Tempat


meletakkan kayu bakar dan menjemur.

31
DENAH RUMAH NY. A

Keterangan :
l

U a a. Berugak
b. Teras Depan
c. Ruang Keluarga
d. Kamar Tidur 1
e. Kamar Tidur 2
f. Dapur
b g. Kamar Mandi + Jamban
j h. Sumur
c i. Tempat kayu bakar
d k j. Gang Jalan rumah
k. Pekarangan samping
rumah
l. Got besar
m. : Daun Pintu
g
h : Daun Jendela

f e

32
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN

PERILAKU BIOLOGIS

Pasien umur 45 tahun masuk


Pasien sering makan
dalam kriteria mendekati lansia
buah yang beralkohol LINGKUNGAN
dimana kinerja system imun
dan lemak tinggi seperti
perlahan menurun
alpukat, durian,
rambutan, dan manggis Pasien tinggal di daerah
yang banyak air dan
dekat got dimana
Pasien terkadang lupa tetangga dan anak-anak
mencuci tangan sebelum disana terkadang BAB
makan DIARE dan BAK di kali atau
got tersebut
Perabotan yang dicuci
dari air sumur yang
kurang bersih, apalagi Musim Penghujan :
letak sumur dekat kamar  Lalat tumbuh dan
mandi PELAYANAN menghinggapi
KESEHATAN makanan
Makanan di dalam  Air kali keruh, kotor,
rumah tidak ditutup Kurangnya penyuluhan mengenai
bercampur sampah
sehingga mudah alur penularan diare serta
dihinggapi lalat pentingnya PHBS

Walaupun sudah
memiliki jamban, pasien
masih sering BAB di kali

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah perempuan berumur 45 tahun dengan keluhan
utamanya adalah mencret. Mencret dengan frekuensi 3x/hari, dengan konsistensi cair
dengan lendir dan tidak ada darah yang berlangsung sejak 1 hari sebelum ke puskesmas.
Berdasarkan keadaan tersebut, pasien di diagnosis awal dengan diare akut. Diare
didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali
sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja menjadi cair dengan atau tanpa darah.
Dikatakan diare akut karena munculnya mendadak dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 15 hari.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya
tanda-tanda dehidrasi pada pasien ini, keadaan umum pasien sedang, mata cekung tidak
ada, mukosa mulut terlihat basah, tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 104
x/menit, kuat angkat, isi cukup, pernapasan dalam batas normal, suhu tubuh normal
yaitu 36,2ºC, pemeriksaan turgor kulit kembali normal. Dari pemeriksaan abdomen juga
didapatkan peristaltik usus meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis diare akut
tanpa dehidrasi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan feses lengkap (FL) pada
kasus ini tidak perlu dilakukan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
mengarahkan bahwa diare ini bersifat akut dan berdasarkan literatur menunjukkan diare
akut infektif. Hal ini didukung oleh adanya keluhan yang khas yaitu nausea, muntah,
nyeri abdomen, demam dan tinja yang cair disertai adanya lendir.
ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting untuk
mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit. Di Indonesia telah dibuat
ORS yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat
dihidrat 2,9 g serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet, dimana setiap
sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif transport Na dan air melalui
dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus halus meningkat 25 kali. Penggunaan
ORS dengan formula WHO yang dilaksanankan dengan benar, dapat mengatasi
dehidrasi akibat semua jenis diare pada semua kelompok umur.

34
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus
yang normal termasuk kemampun menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien.
Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare ialah faktor
perilaku dan lingkungan. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien dan amak-anaknya
terkadang BAB di kali. Selain itu, ibu pasien tidak mengajarkan pada anaknya serta
tidak membiasakan dirinya mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah
buang air. Selain itu kebiasaan pasien sendiri adalah makan tidak teratur dan kebiasaan
masyarakat sering makan pedas-pedas serta ketan yang bisa menyebabkan diare.
Musim terjadinya penyakit diare ini umumnya terjadi di saat musim penghujan,
dimana lalat mulai banyak tumbuh dan menghinggapi kotoran bergantian dengan
menghinggapi makanan membawa kontaminan dari orang yang sebelumnya terinfeksi
bakteri atau virus. Hal ini memudahkan penularan penyakit dari satu orang ke orang
lainnya. Selain itu, diketahui juga muncul saat musim buah, akibat pasien yang terlalu
makan buah-buahan yang menyebabkan panas dalam serta buah-buahan yang
dikonsumsi kurang bersih dicuci, atau kalaupun dicuci, salah metode pencuciannya.
Untuk itu, selain menatalaksanai pasien dengan terapi sesuai tatalaksana diare
tanpa dehidrasi, keluarga pasien juga diberi informasi mengenai cara penularan diare
melalui perilaku mereka yang salah selama ini serta cara mencegahnya muncul lagi
dikemudian hari.
Dari pengamatan yang dilakukan selama tiga tahun terakhir, tampak angka
kejadian diare secara keseluruhan berkurang. Hal ini mungkin disebabkan karena
kesadaran orang mengenai cara penularan serta cara mencegah penularan diare semakin
baik. Namun, angka kejadian diare ini menunjukkan peningkatan di bulan tertentu dalan
suatu tahun. Bulan-bulan ini adalah saat musim penghujan tiba, dimana lalat sebagai
vektor kuman mulai banyak tumbuh dan mengkontaminasi makanan dan minuman di
sekeliling kita, oleh karenanya, sangat penting bagi kita untuk waspada dengan jalan
menjaga perilaku hidup bersih dan sehat untuk meminimalisir resiko tertular diare.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat

35
yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial
ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya diare adalah faktor prilaku,
lingkungan serta pelayanan kesehatan. Diare menjadi masalah di mayarakat disebabkan
oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor Lingkungan
 Sosio-ekonomi menengah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang menengah.
Walaupun dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasien terkadang tidak
memikirkan kualitas makanan yang dipilih. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
budaya setempat yang hanya mencuci dengan air yang menggenang, kemudian
tidak memakai sabun khusus, terkadang hanya terkena air dianggap sudah bersih.
Dari segi pengetahuan cukup baik sebab masing-masing orang butuh perhatian
dan usaha yang lebih untuk memperhatikan bagaimana pencegahan diare tersebut.
 Lalat
Lalat adalah salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit, hal
ini berkaitan dengan tempat pasien beraktivitas sehari-hari, yang dapat
menyebarkan penyakit. Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana
kulit tubuh dan kaki-kaki lalat yang kotor merupakan tempat menempelnya
mikrorganisme penyakit yang kemudian hinggap pada makanan sehingga
makanan tersebut menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian lalat dengan cermat. Pengelolaan sampah cukup baik karena
dibuang pada tempatnya, namun ada saja beberapa orang yang masih membuang
sampah di sungai. Kemudian musim hujan dan musim buah bisa mendatangkan
lalat yang tidak diperhatikan oleh pasien.
2. Perilaku
 Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan, sebelum
mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada pasien masih kurang,
pasien tetap melakukan rutinitas cuci tangan, namun pasien tidak menggunakan
sabun. Hal ini dapat memudahkan penyebaran penyakit. Budaya cuci tangan yang

36
benar adalah kegiatan terpenting. Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien,
penyaji makanan, atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh
anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urin atau dubur harus dicuci dengan
sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan untuk memutuskan rute transmisi
penyakit
 Pengolah makanan dan minuman yang tidak higienis
Pengolaham makanan dan minuman yang tidak higienis berperan dalam penularan
diare misalnya makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air
minum yang tidak dimasak. Sumber air minum pasien ini adalah sumur dimana
air untuk diminum dan memasak selalu dimasak. Sedangkan jarak minimal septik
tank dengan sumur adalah 10 meter.
3. Pelayanan Kesehatan
 Kurangnya data surveillance diare yang menunjukkan orang yang terserang/
kelompok populasi yang terkena diare serta informasi tempat dan waktu kejadian
diare di masyarakat sehingga para pengambil keputusan di bidang kesehatan dapat
menetapkan cara penanganan yang tepat dan dapat menelaah efikasi cara yang
telah dan akan diterapkan.

Kuman penyebab penyakit diare, keluar dari tubuh penderita bersama tinja atau
muntahan dan menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi oleh bibit penyakitnya. Pengotoran (kontaminasi) ini dapat terjadi
karena:
1. Makanan / minuman dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah misalnya
sayur
2. Makanan / alat-alat makan dihinggapi lalat yang memindahkan bibit penyakitnya
(vektor)
3. Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
4. Makanan / alat makan disediakan oleh orang yang mengandung bibit penyakitnya
terutama carrier.

Pada pasien ini tempat memasak cukup lumayan higienis. Namun penyimpanan
alat-alat makan kurang baik, karena ada beberapa alat makan yang disimpan di bawah

37
lantai. Penyimpanan makanan kurang baik, karena sisa makanan tidak ditutup dengan
penutup makanan sehingga dihinggapi lalat.
Pada kasus ini, pasien mengkonsumsi air sumur yang dimasak terlebih dahulu.
Akan tetapi, letak air sumur bersebelahan dari jamban umum.
Pasien mengaku selalu mencuci tangan sesudah buang air besar namun jarang
menggunakan sabun. Begitu pula pada saat sebelum makan, pasien mencuci tangan
namun jarang menggunakan sabun.
Pada kasus ini, keluarga pasien memakai jamban jongkok umum. Lantai dan
dinding jamban terlihat cukup bersih dan bagian ditutup dengan triplek. Walaupun
begitu, pada saat BAB pasien dan keluarga sering BAB di kali karena dianggap lebih
nyaman dan mudah. Kali terletak beberapa meter dari rumah.
Rumah pasien belum memenuhi kriteria rumah sehat dimana rumah tinggal
pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus sebagai ruang keluarga, 1
dapur. Luas rumah pasien ± 9x11 meter, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga
cukup jauh, dengan pekarangan yang cukup luas. Sinar matahari yang masuk cukup
namun tidak mencapai masing-masing kamar. Pada kamar juga tidak terdapat ventilasi,
walaupun terdapat jendela tetapi jarang dibuka. Selain itu, terdapat beberapa jendela dan
ventilasi pada ruang keluarga dan kamar tidur sehingga sinar matahari yang masuk
cukup. Lantai rumah terbuat dari semen yang sudah hilang pada beberapa bagian,
dinding rumah berupa tembok dan atap rumah terbuat dari genteng. Luas lantai
bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai
bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Rumah pasien yang
berukuran 9x11 m2 dihuni oleh 7 orang anggota keluarga.

38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Diare merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah di Puskesmas
Narmada terlihat pada tahun 2012, diare menduduki peringkat kesembilan dari
sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada, dengan jumlah total penderita
sebanyak 1051 orang.
2. Munculnya diare pada pasien ini disebabkan oleh perilaku hidup bersih dan sehat
yang berupa mencuci tangan, sarana air bersih dan matang, serta pengelolaan sampah
yang kurang sehingga masih perlu dibina.

Saran
1. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar
lebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) V
2. Mendorong keluarga untuk mengoptimalkan fasilitas jamban keluarga.
3. Mencuci tangan serta makanan dengan air mengalir dan dengan sabun secara
benar agar kotoran yang menempel ikut terbuang bersama air.
4. Memakan makanan yang bergizi, tidak berlebihan dan buah-buahan yang bersih
agar terhindar dari diare.
5. Menganjurkan agar tidak terlalu banyak makan buah-buahan yang terlalu asam
karena iritatif terhadap lambung
6. Mendorong keluarga untuk mengupayakan selalu tersedianya air masak di dalam
keluarganya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
Depkes, R.I., 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Hendarwanto. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Soewondo ES. 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam
Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University
Press.
Sosroamidjojo, 1981, Diare dan Profil Lingkungan, Jakarta : Dian Rakyat.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing.
Tim Penyusun, 2012, Profil Kesehatan Puskesmas Narmada Tahun 2012. Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Barat
Tim Penyusun, 2012, Laporan Tahunan Puskesmas Narmada Tahun 2012. Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

40

Anda mungkin juga menyukai