Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan
dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah
sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau
angan-angan saja. Fakta-fakta diungkap dengan menggunakan data untuk
menunjang perumusan masalah. Perencanaan juga merupakan proses
pemilihan alternatif tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan.
Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu di
masa yang akan datang.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan
untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan
menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan
proaktif.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan hal tersebut merupakan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1 Untuk mewujudkan
hal tersebut, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, dengan pendekatan promotif, preventif, rehabilitatif yang
diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan,
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan. Untuk mendukung upaya kesehatan maka diperlukan
tenaga kesehatan yang bertugas melakukan kegiatan pelayanan kesehatan

1
yang berkualitas sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya.
Bidan adalah salah satu kategori tenaga kesehatan yang dapat berperan serta
dalam upaya mewujudkan pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang
optimal khususnya kesejahteraan ibu dan anak.1
Konsep dasar kebidanan menegaskan keunikan bidan dalam meningkatkan
kesehatan ibu dan keluarga pada usia subur yaitu bekerja sama dengan
perempuan dalam memelihara diri sendiri dan meningkatkan kesehatan bagi
diri dan keluarganya, menghargai martabat manusia dan memperlakukan
perempuan sebagai perempuan seutuhnya sesuai hak asasi, membela dan
memberdayakan kaum perempuan dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang lebih baik, kepekaan terhadap budaya dan bekerja sama dengan
perempuan dan petugas kesehatan untuk mengatasi praktik-praktik budaya
yang merugikan kaum perempuan, memusatkan pada peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit, memandang kehamilan sebagai suatu peristiwa
kehidupan normal .2
Untuk mempercepat penurunan kematian ibu melahirkan, perinatal (bayi
dalam kandungan 7 bulan hingga 7 hari) dan bayi baru lahir, sebuah
pendekatan yang segara diperlukan. Tata kelola klinis dikenal sebagai sebuah
cara untuk mempermudah para penyedia layanan dan manajer di dalam
sistem kesehatan, untuk mengubah budaya perawatan klinis dalam
fasilitas kesehatan dan menjadikan para pekerja kesehatan lebih
bertanggungjawab dalam penyediaan layanan yang berkualitas.2
Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu,
perlu dibakukan dan dikembangkan sistem pelayanan klinis yang minimal
dari variasi proses yang terjadi akibat kurang optimalnya pengukuran,
monitoring, pengendalian, pemeliharaan, serta pendokumentasian terhadap
proses pelayanan klinis maupun manajemen pelayanan, dan tidak berjalannya
perbaikan sistem pelayanan yang berkesinambungan. Variasi proses tersebut
diatasi dengan dibakukannya sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan
klinis yang ditindaklanjuti dengan perbaikan mutu yang berkesinambungan
serta diterapkannya kaidah-kaidah keselamatan pasien.3

2
Untuk menilai apakah sistem pelayanan klinis dan sistem manajemen mutu
di Puskesmas dan Klinik berjalan dengan baik, aman dan minimal dari risiko,
serta selalu dilakukan upaya perbaikan proses pelayanan secara
berkesinambungan dan konsisten, maka perlu dilakukan penilaian akreditasi
terhadap Puskesmas dan Klinik dalam memberikan pelayanan klinis kepada
masyarakat.4

1.2 Tujuan
1. Mengetahui analisis dan aplikasi kebijakan kesehatan di RS/ Puskesmas/
Klinik
2. Pengertian Tata Kelola Klinik Kebidanan
3. Mengetahui Kebijakan dan tata kelola yang dilakukan di Indonesia
4. Mengetahui Prinsip-Prinsip Dasar Tata Kelola yang Baik
5. Mengetahui Tata Kelola Klinik Kebidanan di BPM
6. Memahami Pengembangan Tata Kelola Klinik Kebidanan
7. Menganalisis Klinik kebdianan (contoh dengan analisis SWOT)
8. Mengetahui Akreditasi Klinik kebidanan (Klinik Pratama)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis dan aplikasi kebijakan kesehatan


Analisis kebijakan kesehatan terdiri dari tiga kata yang mengandung arti
atau dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan.
Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti
karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan
yang sebenarnya. Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap
dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil
analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang bermuara kepada
keputusan tentang alternative terbaik.
Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara
bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah), pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran tertentu, contoh: kebijakan kebudayaan adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara
untuk mengembangkan kebudayaan bangs. Kebijakan kependudukan aadalah
konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau
mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam
negaranya.
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan
akal budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan
bertindak apabila menghadapi kesulitan. Kebijaksanaan berkenaan dengan
suatu keputusan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang
berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan,
keadaan gawat dll. Kebijaksanaan selalu mengandung makna melanggar
segala sesuatu yang pernah ditetapkan karena alasan tertentu.
Menurut UU RI No. 23 tahun 1991 tentang kesehatan bahwa kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan

4
setiap orang hidup produktif secara soial dan ekonomi. Pengertian ini
cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu:
kesehatan adalah suatu kaadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental,
kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan.
Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Jadi, analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi
yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik
dalam rangka memecahkan masalah kebijakan kesehatan.
Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah hasil pengembangan dari
analisis kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan
dan kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang kesehatan itulah
akhirnya bidang kajian analisis kebijakan kesehatan muncul. Sebagai suatu
bidang kajian ilmu yang baru, analisis kebijakan kesehatan memiliki peran
dan fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan fungsi itu adalah adanya analisis
kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang fokus pada masalah
yang akan diselesaikan.
Analisis kebijakan kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu.
Satu disiplin kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini
analisis kebijakan kesehatan menggabungkan keduanya yang kemudian
menjadi sub kajian baru dalam khazanah keilmuan. Adanya analisis kebijakan
kesehatan, pemerintah mampu memberikan jenis tindakan kebijakan apakah
yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.
Memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/ keputusan yang
sesuai atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti. Dan analisis kebijakan
kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul kemudian akibat dari
produk kebijakan yang telah diputuskan/ diundangkan.

2.1.1 Perumusan Masalah Kebijakan


Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang
belum terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui

5
tindakan publik. Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan
kebutuhan apa yang dipandang paling panting. Staf puskesmas yang
kuat orientasi materialnya (gaji tidak memenuhi kebutuhan), cenderung
memandang aspek imbalan dari puskesmas sebagai masalah mandasar
dari pada orang yang punya komitmen pada kualitas pelayanan
kesehatan. Menurut Dunn beberapa karakteristik masalah pokok dari
masalah kebijakan, adalah:
a. Interdepensi (saling tergantung) adalah kebijakan suatu bidang
(energi) seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya
(pelayanan kesehatan). Kondisi ini menunjukkan adanya sistem
masalah. Sistem masalah ini membutuhkan pendekatan holistik, satu
masalah dengan yang lain tidak dapat di pisahkan dan diukur
sendirian.
b. Subjektif adalah kondisi eksternal yang menimbulkan masalah
diindentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh:
Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini
menimbulkan penafsiran yang beragam (gangguan kesehatan,
lingkungan, iklim, dan lain-lain). Muncul situasi problematis, bukan
problem itu sendiri.
c. Artifisial adalah pada saat diperlukan perubahan situasi problematis,
sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.
d. Dinamis adalah masalah dan pemecahannya berada pada suasana
perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat
memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan
masalah lanjutan.
e. Tidak terduga adalah masalah yang muncul di luar jangkauan
kebijakan dan sistem masalah kebijakan.

2.1.2 Merencanakan Kebijakan Kesehatan


Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus
diperhatikan. Menurut Azwar (1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bagian dari sistem administrasi

6
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan
pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi
secara keseluruhan. Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya
merupakan salah satu dari fungsi administrasi yang amat penting.
Pekerjaan administrasi yang tidak didukung oleh perencanaan, bukan
merupakan pekerjaan administrasi yang baik.
b. Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus-
menerus dan berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya
sekali bukanlah perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang
berkelanjutan antara perencanaan dengan berbagai fungsi
administrasi lain yang dikenal. Disebutkan perencanaan penting
untuk pelaksanaan, yang apabila hasilnya telah dinilai, dilanjutkan
lagi dengan perencanaan. Demikian seterusnya sehingga terbentuk
suatu spiral yang tidak mengenal titik akhir.
c. Berorientasi pada masa depan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa
depan. Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila
dapat dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak
hanya pada saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang.
d. Mampu menyelesaikan masalah
Suatu perencanaan yang baik adalah yamg mampu menyelesaikan
berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi.
Penyelesaian masalah dan ataupun tantangan yang dimaksudkan
disini tentu harus disesuaikan dengan kemampuan. Dalam arti
penyelesaian masalah dan ataupun tantangan tersebut dilakukan
secara bertahap, yang harus tercermin pada pentahapan perencanaan
yang akan dilakukan.
e. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkandi sini biasanya
dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan

7
uraian secara garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian
lebih spesifik.
f. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola,
dalam arti bersifat wajar, logis, objektif, jelas, runtun, fleksibel serta
telah disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun
tidak logis serta tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan
sumber daya bukanlah perencanaan yang baik.

2.1.3 Dasar-dasar membuat kebijakan kesehatan

Memahami dasar-dasar pembangunan kesehatan pada hakekatnya


merupakan upaya mewujudkan nilai kebenaran dan aturan pokok
sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak dalam pembangunan
kesehatan. Nilai tersebut merupakan landasan dalam menghayati isu
strategis, melaksanakan visi, dan misi sebagai petunjuk pokok
pelaksanaan pembangunan kesehatan secara nasional sebagaimana
tercantum dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia
Sehat, yang meliputi: perikemanusiaan, adil dan merata, pemberdayaan
dan kemandirian, pengutamaan dan manfaat.

2.1.4 Isu Strategis Pembangunan Kesehatan#

Banyak masalah kesehatan dapat dideteksi dan diatasi secara dini di


tingkat paling bawah. Jumlah dan mutu tenaga kesehatan belum
memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan pembiayaan kesehatan belum
terfokus dan sinkron. Hasil sarana kesehatan bisa dijadikan pendapatan
daerah. Masyarakat miskin belum sepenuhnya terjangkau dalam
pelayanan kesehatan. Beban ganda penyakit dapat menimbulkan
masalah lainnya secara fisik, mental dan sosial.

2.1.5 Visi Strategis Pembangunan Kesehatan


Dengan memperhatikan isu strategis pembangunan kesehatan
tersebut dan juga dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah,

8
serta berbagai kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan maka
ditetapkan visi pembangunan kesehatan oleh Departemen Kesehatan
yaitu masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat.
Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi di
mana masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu untuk
mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang
dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang
disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat
bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk
hidup sehat.

2.1.6 Misi Strategis Pembangunan Kesehatan


Visi pembangunan kesehatan tersebut kemudian diimplementasikan
melalui misi pembangunan kesehatan, yakni membuat rakyat sehat.
Misi kesehatan ini kemudian dijalankan dengan mengembangkan nilai-
nilai dasar dalam pelayanan kesehatan yaitu berpihak pada rakyat,
bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi,
transparansi dan akuntabilitas.

2.1.7 Kebijakan kesehatan di Indonesia


a. Isu strategis adalah pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu belum optimal. Sistem perencanaan dan
penganggaran departemen kesehatan belum optimal. Standar dan
pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang
memadai. Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan
pembangunan kesehatan masih terbatas.
b. Strategi kesehatan di Indonesia
1) Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
2) Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
3) Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang
kesehatan.
4) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

9
5) Melaksanakan jejaring pembangunan kesehatan.

2.2 Pengertian Tata Kelola Klinik Kebidanan


Clinical governance atau tata kelola klinis merupakan upaya perbaikan
mutu pelayanan klinis di pelayanan kesehatan. Tata kelola klinis adalah suatu
sistem yang menjamin organisasi pemberi pelayanan kesehatan bertanggung
jawab untuk terus menerus melakukan perbaikan mutu pelayanannya dan
menjamin memberikan pelayanan dengan standar yang tinggi dengan
menciptakan lingkungan di mana pelayanan prima akan berkembang.5
Kementerian Kesehatan Indonesia sedang berupaya mengurangi tingkat
kematian ibu dan bayi. Untuk mendukung upaya ini, Program EMAS
(Expanding Maternal and Neonatal Survival) yang didanai oleh Badan
Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for
Internasional Development) telah menyusun sebuah strategi untuk
memperkuat tata kelola klinis Rumah Sakit, Puskesmas dan Bidan Praktik
Mandiri (BPM), untuk memudahkan para penyedia layanan dan manajer di
dalam sistem kesehatan, untuk mengubah budaya pelayanan klinis dan untuk
membuat para pekerja kesehatan lebih bertanggung jawab dalam penyediaan
layanan yang berkualitas5
Tata kelola klinis adalah suatu sistem yang menjamin organisasi pemberi
pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk terus-menerus melakukan
perbaikan mutu pelayanannya dan menjamin memberikan pelayanan dengan
standar yang tinggi dengan menciptakan lingkungan dimana pelayanan prima
akan berkembang.5
Departemen Kesehatan Australia Barat mendefinisikannya sebagai
pendekatan sistematis dan terintegrasi untuk menjamin dan menilai tanggung
jawab dan tanggung gugat klinis melalui peningkatan mutu dan keselamatan
yang membawa hasil outcome klinis yang optimal.5

10
2.3 Kebijakan dan tata kelola yang dilakukan pemerintah di Indonesia
a. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang baru
ditetapkan pada 17 Oktober 2014 lalu mengatur tenaga kesehatan termasuk
dokter, apoteker, psikolog, bidan, perawat dan lainnya bahwa SIP (Surat
Izin Praktik) hanya di satu tempat. Tepatnya di Pasal 46 Ayat 5.
b. Undang-Undang yang melandasi pelayanan kebidanan
1) UU no. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga
kesehatan.
2) KEPMENKES RI no.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang registrasi
dan praktik bidan.
3) KEPMENKES RI no.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar
profesi bidan.
4) PERMENKES RI no.028/MENKES/SK/V/2017 tentang izin dan
penyelenggaraan praktek bidan.
5) KEPMENKES938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar asuhan
kebidanan.6

2.4 Prinsip-Prinsip Dasar Tata Kelola yang baik


Secara umum ada lima prinsip dasar yang terkandung dalam good corporate
governance atau tata kelola yang baik menurut Daniri (2005). Kelima prinsip
tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan
kesetaraan/kewajaran. Namun dalam Permendagri No. 61 tahun 2007, prinsip
yang dituntut untuk dilaksanakan hanya empat prinsip yang pertama. Secara
lebih rinci prinsip-prinsip dasar dalam tata kelola yang baik adalah sebagai
berikut:
1. Transparansi (Transparancy) ; yaitu keterbukaan informasi baik dalam
proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan. Efek terpenting dari
dilaksanakannya prinsip transparansi ini adalah terhindarnya benturan
kepentingan (conflict of interest berbagai pihak dalam manajemen.
2. Akuntabilitas (Accountability); yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ lembaga sehingga pengelolaan lembaga dapat

11
terlaksana dengan baik. Dengan terlaksananya prinsip ini, lembaga akan
terhindar dari konflik atau benturan kepentingan peran.
3. Responsibilitas (Responsibility); yaitu kesesuaian atau kepatuhan di dalam
pengelolaan lembaga terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan masalah
pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup,
kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian dan persaingan yang
sehat.
4. Independensi (Independency); yaitu suatu keadaan dimana lembaga
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness); yang secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku

2.5 Tata Kelola di Klinik Kebidanan


a. Manajemen Operasional
Manajemen operasional perlu diperhatikan untuk memastikan
pelayanan kebidanan dapat dilaksanakan dengan biaya efisien, tepat
waktu, aman, dan kualitas pelayanan baik untuk menjamin kepuasan
klien/pelanggan.8 Pengelolaan yang efisien terhadap sarana dan
perlengkapan pelayanan mulai dari pencatatan, monitoring penggunaan,
perencanaan pengadaan, pembelian, penerimaan, penyimpanan,
pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap kelancaran operasional
pelayanan. Oleh karenanya pada setiap titik pengelolaan perlu dilakukan
secara sistematis dan terencana.8
Keberhasilan organisasi mencapai tujuan didukung oleh pengelolaan
faktor-faktor antara lain Man, Money, Machine, Methode dan Material.

12
Pengelolaan yang seimbang dan baik dari kelima factor tersebut akan
memberikan kepuasan kepada klien baik klien internal maupun eksternal.
1) Persyaratan Pendirian Bidan Praktek Mandiri8
a) Menjadi anggota IBI
b) Permohonan Surat Ijin Praktek Bidan selaku Swasta Perorangan,
disertai dengan STR
c) Surat Keterangan Kepala Puskesmas Wilayah Setempat Praktek
d) Surat Pernyataan tidak sedang dalam sanksi profesi/ hukum
e) Surat Keterangan Ketua Ranting IBI Wilayah
f) Persiapan peralatan medis dan medis usaha praktek bidan secara
perorangan dengan pelayanan pemeriksaan pertolongan persalinan
dan perawatan.
g) Membuat Surat Perjanjian sanggup mematuhi perjanjian yang
tertulis.
h) Bidan dalam menjalankan praktek harus :

(1) Memiliki tempat dan ruangan praktek yang memenuhi


persyaratan kesehatan.
(2) Menyediakan tempat tidur untuk persalinan minimal 1 dan
maksimal 5 tempat tidur.
(3) Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan
melaksanakan prosedur tetap (protap) yang berlaku.
(4) Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peralatan
yang berlaku.
(5) Mencantumkan izin praktek bidannya atau foto copy
prakteknya diruang praktek, atau tempat yang mudah dilihat.
(6) Memperkerjakan tenaga bidan yang lain, yang memiliki SIPB
untuk membantu tugas pelayanannya
(7) Mempunyai peralatan minimal sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan peralatan harus tersedia ditempat prakteknya.
(8) Peralatan yang wajib dimilki dalam menjalankan praktek
bidan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.

13
2) Selain itu harus memenuhi persyaratan bangunan yang meliputi8 :
a) Papan nama
(1) Untuk membedakan setiap identitas maka setiap bentuk pelayan
medik dasar swasta harus mempunyai nama tertentu, yang
dapat diambil dari nama yang berjasa dibidang kesehatan,
atau yang telah meninggal atau nama lain yang sesuai dengan
fungsinya.
(2) Ukuran papan nama seluas 1 x 1,5 meter.
(3) Tulisan blok warna hitam, dan dasarnya warna putih.
(4) Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas
mudah terbaca oleh masyarakat.

b) Tata ruang8
(1) Setiap ruang periksa minimal memiliki diameter 2 x 3 meter.
(2) Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai ruang
priksa, ruang adsministrasi/kegiatan lain sesuai kebutuhan,
ruang tunggu, dan kamar mandi/WC masing-masing 1 buah.
(3) Semua ruangan mempunyai ventilasi dan
penerangan/pencahayaan.

c) Lokasi
(1) Mempunyai lokasi tersendiri yang telah disetujui oleh
pemerintah daerah setempat (tata kota), tidak berbaur dengan
kegiatan umum lainnya seperti pusat perbelanjaan, tempat
hiburan dan sejenisnya.
(2) Tidak dekat dengan lokasi bentuk pelayanan sejenisnya dan juga
agar sesuai fungsi sosialnya yang salah satu fungsinya adalah
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
(3) Hak dan Guna Pakai
d) Mempunyai surat kepemilikan (Surat hak milik/ surat hak guna
pakai)
e) Mempunyai surat hak guna (surat kontrak bangunan) minimal 2.

14
3) Kelengkapan Administrasi, Peralatan, Sarana dan Prasarana BPM8
a) Administrasi
b) Memiliki papan nama bidan praktek swasta
c) Mempunyai SIPB dan masih berlaku
d) Ada visi dan misi
e) Ada falsafah
f) Memiliki buku standar pelayanan kebidanan
g) Ada buku pelayanan KB
h) Ada buku standar pelayanan kebidanan neonatal
i) Ada buku register pasien
j) Ada format catatan medik : (Kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir, keluarga berencana, bayi, rujukan, surat kelahiran, surat
kematian, partograf, informed consent).
k) Peralatan dan Obat-Obatan
l) Sarana Dan Prasarana Asuhan Rooming-In / Rawat Gabung: Media
Penyuluhan Kesehatan (Poster, leaflet, booklet, majalah bidan, dll)
4) Tujuan manajemen operasional dan logistik adalah untuk memastikan
bahwa:
a) Konsumen mendapatkan pelayanan secara akurat, tepat, cepat,
konsisten dan dengan kualitas yang baik.
b) Pelayanan diberikan dengan biaya yang paling efisien.
c) Konsumen puas dengan pelayanan yang diberikan. 8

b. Tata Kelola Logistik BPM


1) Implementasi manajemen logistic pada klinik bidan praktik swasta
Jenis-jenis peralatan dan perlengkapan pelayanan Untuk melaksanakan
praktek bidan terdapat sejumlah persyaratan minimal peralatan dan
perlengkapan pelayanan kebidanan yang diatur melalui peraturan
pemerintah, Untuk melaksanakan praktik bidan terdapat sejumlah
persaratan minimal danperlengkapan pelayanan kebidanan yang diatur

15
melalui peraturan pemerintah. Perlengkapan pelayanan kebidanan yang
di atur melalui peraturan pemerintah,yang mencakup:
a) Peralatan (steril dan tidak steril)
b) Bahan habis pakai
c) Obat-obatan
d) Formulir dan kelengkapan adsministrasi.9
2) Fungsi Perencanaan
Perencanaan dapat dibagi ke dalam periode-periode sebagai berikut:
a) Rencana jangka panjang (Long range)
b) Rencana jangka menengah (Mid range)
c) Rencana jangka pendek (Short range)
Periodisasi dalam suatu perencanaan sekaligus merupakan usaha
penentuan skala perioritas secara menyeluruh dan berguna untuk usaha
tindak lanjut yang terperinci. Melalui fungsi perencanaan dan
penentuan kebutuhan ini akan menghasilkan antara lain:
a) Rencana Pembelian
b) Rencana Rehabilitasi
c) Rencana Dislokasi
d) Rencana Sewa
e) Rencana Pembuatan9
3) Fungsi Pengadaan
Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembelian tetapi
didasarkan dengan pilihan, berbagai alternatif yang paling tepat dan
efisien untuk kepentingan organisasi. Cara–cara yang dapat dilakukan
untuk menjalankan fungsi pengadaan adalah:
a) Pembelian
b) Penyewaan
c) Peminjaman
d) Pemberian (hibah)
e) Penukaran
f) Pembuatan
g) Perbaikan9

16
4) Fungsi Penyimpanan
Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi
penyimpanan adalah:
a) Pemilihan lokasi
Aksesibilitas, utilitas, komunikasi, bebas banjir, mampu menampung
barang yang disimpan, keamanan dan sirkulasi udara yang baik.
b) Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan). Jenis dan
bentuk barang dapat digolongkan ke dalam:
(1) Barang biasa: Kendaraan, mobil ambulance, alat-alat berat,
brankar, kursi roda dll.
(2) Barang khusus: Obat-obatan, alat-alat medis dll.
(3) Pengaturan ruang
c) Bentuk-bentuk tempat penyimpanan, rencana penyimpanan,
penggunaan ruang secara efisien dan pengawasan ruangan.
(1) Prosedur/sistem penyimpanan
Formulir-formulir transaksi, kartu-kartu catatan, kartu-kartu
pemeriksaan, cara pengambilan barang, pengawetan dll.
(2) Penggunaan alat bantu
(3) Pengamanan dan keselamatan
d) Pencegahan terhadap api, pencurian, tindakan pencegahan terhadap
kecelakan, gangguan terhadap penyimpanan dan tindakan
keamanan.9

5) Fungsi Penyaluran (Distribusi)


Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk
mengelola pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya .
Faktor yang mempengaruhi penyaluran barang antara lain:

a) Proses Administrasi
b) Proses penyampaian berita (data-data informasi)
c) Proses pengeluaran fisik barang
d) Proses angkutan
e) Proses pembongkaran dan pemuatan

17
f) Pelaksanaan rencana-rencana yang telah ditentukan
Ketelitian dan disiplin yang ketat dalam menangani masalah
penyaluran merupakan unsur yang sangat penting untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.9

2.6 Tata Kelola Sumber Daya Manusia di BPM9


a. Bidan dalam prakteknya memperkerjakan tenaga bidan yang lain, yang
memiliki SIPB untuk membantu tugas pelayanannya.#
b. Dalam menjalankan tugas bidan harus serta mempertahankan dan
meningkatkan keterampilan profesinya antara lain dengan :
1) Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan atau saling tukar
informasi dengan sesama bidan.
2) Mengikuti kegiatan- kegiatan akademis dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya, baik yang diselenggarakan pemerintah
maupun oleh organisasi profesi.9
ICM percaya bahwa tugas setiap bidan agar tetap aman saat ini perlu
dilakukan pelatihan dan pengembangan. Oleh karena itu, melanjutkan
pendidikan harus wajib untuk semua bidan. Sesuai dengan diatas bahwa
ICM:10

1) Mengakui dan mendukung beberapa pendidikan kebidanan yang


menghasilkan berbagai program pendidikan, berdasarkan Standar
Global ICM untuk berbagai program pendidikan dan terakreditasi.
2) Mengakui dan mengharuskan bidan pendidik saat ini harus menguasai
teori dan praktek klinis sesuai dengan standar rekomendasi ICM dan
WHO.
3) Mengakui bahwa peran penting pendidikan berkelanjutan sangat
dibutuhkan untuk keselamatan praktik kebidanan.
4) Mendesak asosiasi anggota untuk terus menerus mengupdate
pendidikan sesuai dengan amanat untuk kemajuan pengetahuan dan
praktik kebidanan sebagaimana tercantum dalam Kode Etik
Internasional.

18
5) Mengakui bahwa, untuk memperkuat dan memajukan peran bidan,
sistem pengembangan profesional harus diatur dan dilaksanakan.
Pada Policy DirectiveClinical Governance for Midwifery Models of
Care bahwa model asuhan kebidanan memerlukan orientasi dan induksi
Program yang didokumentasikan. ACM (Australian Confederation
Midwifery) telah mengembangkan alat penilaian diri bagi bidan untuk
menilai kebutuhan pengembangan profesional mereka sendiri dalam hal
peningkatan keterampilan, pengetahuan dan pengalaman bidan
“pengembangan sumber daya praktek: Sebuah alat penilaian diri untuk
bidan”. Alat ini bukan alat penilaian kinerja atau penilaian kompetensi,
Ini adalah penilaian pribadi untuk bidan praktek dalam mengembangkan
kompetensi. Untuk informasi lebih lanjut.
ACM juga telah mengembangkan program pengembangan profesional
berkelanjutan bagi bidan. Kerangka komprehensif ini dapat digunakan
dengan proses Perencanaan Kinerja dan Ulasan Queensland Kesehatan
untuk merencanakan melanjutkan pengembangan profesional untuk
bidan. Minimal bidan harus telah menyelesaikan pelatihan darurat
obstetri seperti Bersalin Manajemen Krisis (MaCRM) atau Advanced Life
Support Obstetri, dan Program Resusitasi Neonatal (NRP). Pelatihan ini
harus dilakukan setidaknya sekali setiap tiga tahun.10
Pola pengembangan profesional berkelanjutan telah dikembangkan
atau dirumuskan sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan pendidikan
berkelanjutan bidan mengacu pada peningkatan kualitas bidan sesuai
dengan kebutuhan pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan meliputi
aspek klinik dan non klinik.Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor; 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar
Profesi Bidan, salah satu komponen didalamnya berisi mengenai standar
pendidikan bidan berkelanjutan.10

2.6.1 Risk Management (Manajemen Risiko)


Dalam bidang kesehatan manajemen risiko klinis (MRK) banyak
diterapkan di Inggris dan Australia. Di Inggris MRK merupakan bagian

19
dari Clinical Governance dalam rangka peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. MRK adalah salah satu fundamen yang harus
dilaksanakan oleh unit-unit pemberi asuhan untuk menghasilkan
layanan bermutu.10
Risk manajement (manajemen risiko) didefinisikan sebagai suatu
kegiatan klinis dan administrative dalam rangka untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menurunkan risiko cedera bagi pasien, tenaga
kesehatan, dan pengunjung serta risiko kerugian bagi organisasi
pelayanan itu sendiri. Jadi secara ringkas manajemen risiko adalah
suatu usaha untuk mengelola risiko klinis agar pasien mendapatkan
pelayanan yang bermutu dan aman.10
Pada Policy Directive Clinical Governance for Midwifery Models of
Care bahwa standar dan petunjuk komunikasi yang konsisten antara
bidan dan praktisi medis lainnya yang diperlukan dalam layanan utama.
Ada juga yang harus menjadi jalur komunikasi didokumentasikan
ketika konsultasi diperlukan antara layanan, yang mencakup metode
pencatatan konsultasi tersebut (yaitu bidan dalam pelayanan primer ke
rumah sakit rujukan). Selain itu, protocol didokumentasikan yang
berada di tempat untuk merujuk dari ke layanan tingkat yang lebih
tinggi jika diperlukan. Termasuk sistem terdokumentasi untuk
pengiriman informasi yang efektif antara penyedia layanan dan fasilitas
perawatan yang dipahami dengan baik-baik dalam merujuk dan fasilitas
rujukan. Strategi manajemen risiko juga harus mematuhi Kebijakan
Kesehatan Terpadu Manajemen Risiko.10
Setiap membuat keputusan, kita memutuskan untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Keduanya membawa
konsekuensi risiko. Tetapi kemungkinan terdapat pertanyaan apakah
bedanya risiko dan ketidakpastian. memberikan definisi bahwa risiko
merupakan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat
ketidakpastiaanya terukur secara kuantitatif. Sedangkan ketidakpastian
sering diartikan dengan keadaan dimana ada beberapa kemungkinan
kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda.

20
Tetapi tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu sendiri tidak
diketahui secara kuantitatif.
Ketidakpastian dan risiko biasanya dijelaskan dalam kemungkinan-
kemungkinan, namun demikian pada ketidakpastian seberapa besar
suatu kemungkinan belum dapat diketahui secara pasti, karena masing-
masing kemungkinan tidak memiliki data, sedangkan risiko memiliki
data tentang berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi.
Kadang-kadang risiko dianalisis dan dikelola secara sadar, akan
tetapi kadang-kadang diabaikan dan tidak disadari akibatnya. Tanpa
diidentifikasi, dianalisis, dan dikelola maka risiko dapat merugikan baik
individu, organisasi, ataupun perusahaan jasa maupun manufaktur.
Implementasi manajemen risiko diperlukan dalam aspek kehidupan
manusia, termasuk didalamnya manajemen risiko pelayanan
kesehatan.10
Pelayanan dalam bidang kesehatan dapat dikategorikan sebagai
pelayanan yang berisiko. Ada beberapa kelompok yang dapat
mengalami risiko, yaitu pasien, tenaga kesehatan (dokter, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya), serta institusi pemberi pelayanan.
Manajemen risiko pada umumnya meliputi tiga komponen:10
a. Risk identification and loss prevention. Identifikasi risiko dan
mencegah suatu kerugian. Kegiatan yang dilakukan pada identifikasi
risiko dan pencegahan kehilangan ini adalah melakukan identifikasi
risiko yang dapat menimbulkan kerugian dan
memperbaiki/membenahi situasi atau masalah yang dapat
meningkatkan kerugian atau insiden yang berpotensi merugikan
pasien, petugas kesehatan, karyawan, dan pengelola BPM.
b. Loss reduction. Dalam aktivitas Loss reduction, langkah yang
diambil melakukan tindakan setelah terjadi insident, dengan tujuan
untuk menimalkan kerugian (mitigasi) yang mengenai pasien,
karyawan, ataupun bidan.
c. Risk financing. Kegiatan yang dilakukan dalam Risk
Financing adalah untuk menjamin bahwa organisasi (BPM)

21
memiliki sumber finansil yang mencukupi untuk menaggulangi
ancaman kerugian yang mungkin dapat terjadi, salah satu upaya
yang dilakukan misalnya mewajibkan bidan untuk mengikuti
pelatihan, asuransi gugatan mal praktik, atau melanjutkan
pendidikan10
d. Continuing Professional Development (Melanjutkan Pengembangan
Profesional)
Kebidanan adalah profesi yang unik yang dalam tugasnya
memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku serta
kompetensi bersama dan pengetahuan dengan disiplin kesehatan
lainnya. Sebagian besar pengetahuan dan kompetensi didasarkan
pada bukti yang dihasilkan dari penelitian dilakukan oleh bidan dan
lain-lain. Oleh karena itu, kebidanan memerlukan pengetahuan dan
kompetensi yang konsisten ditinjau dan direvisi berdasarkan temuan
dari studi kualitas baru dan tinggi. Banyak negara saat ini keurang
memberikan peluang bagi bidan untuk melanjutkan pengembangan
kebidanan pendidikan lanjut.10
e. Competency Measurement (Penilaian Kompetensi)
Competency measurement menurut ICM (International
Confederation Midwives) bahwa:
1) Mengakui dan mengharuskan kompetensi untuk praktek
kebidanan, berdasarkan pada ICM Essential Competencies for
Basic Midwifery Practice (2010), didefinisikan secara lokal,
sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga dan area dunia di
mana bidan berlatih.
2) Mendukung dan membutuhkan bahwa kompetensi penting untuk
praktik kebidanan termasuk dalam desain dan implementasi
kurikulum kebidanan.
3) Mengamanatkan bahwa kurikulum memberikan kesempatan bagi
semua peserta didik untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan perilaku professional untuk memungkinkan

22
bidan dapat berlatih dalam melaksanakan perannya sesuai
kesepakatan dalam ICM Definition of the Midwife (2011).
4) Pada panduan Policy DirectiveClinical Governance for
Midwifery Models of Care Bidan membutuhkan bukti
kompetensi kebidanan di:
a) Perbaikan perineum dan pemeriksaan spekulum,
b) Kanulasi IV dan venipuncture,
c) Resusitasi neonatal,
d) Resusitasi maternal,
e) Pengelolaan distosia bahu, postpartumS/pendarahan
antepartum, pra eklampsia /eklampsia, prolaps tali pusat dan
presentasi sungsang tidak terdiagnosis.
f) Pemantauan janin intrapartum termasuk indikasi untuk
penggunaan dan interpretasi cardiotcograph yang (CTG)
g) Area tambahan kompetensi dapat diperoleh oleh bidan
sebagai identifikasi dan dinegosiasikan secara lokal.
Kerangka kerja untuk bidan yang bekerja di model
kebidanan dikelola oleh keperawatan.4
f. Collaborative Care (Perawatan Kolaborasi)10
Kolaborasi Interprofessional memastikan klien menjadi pusat perhatian
dalam memberikan asuhan. Klien mendapat apa yang Dia butuhkan dari
sistem perawatan kesehatan - perawatan yang tepat pada waktu yang
tepat dari penyedia yang tepat. Bidan berkolaborasi dengan rekan
perawatan kesehatan tentang perawatan klien individu, kebijakan
masyarakat dan rumah sakit, dan strategi tingkat provinsi dan
perencanaan.
Peran merupakan tingkah laku yang digarapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dalam suatu system

2.7 Pengembangan Tata Kelola Klinik Kebidanan


Pengembangan merupakan suatu strategi terencana dalam mewujudkan
perubahan. Perubahan tersebut harus mempunyai sasaran yang jelas dan

23
didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat mengenai permasalahan yang
dihadapi . Pengembangan harus strategis untuk merubah nilai-nilai daripada
manusia dan juga struktur organisasi sehingga organisasi itu adaptif dengan
lingkungannya.
Pengembangan organisasi menurut Fred Luthan adalah pendekatan
modern dalam manajemen terhadap perubahan dan perkembangan organisasi
dari sudut Sumber Daya Manusia.
Pengembangan klinik kebidanan dapat dilakukan dengan melakukan
monitoring dan evaluasi, Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun
2006, disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati
secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau
kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi
yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam
mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan
tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal
atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula. Tujuan
Monitoring untuk mengamati/mengetahui perkembangan dan kemajuan,
identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya/upaya pemecahannya.

Definisi Evaluasi menurut OECD, disebutkan bahwa Evaluasi merupakan


proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program.
Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang seobyektif dan sesistematik mungkin
terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang
telah diselesaikan. Hal-hal yang harus dievaluasi yaitu proyek, program,
kebijakan, organisasi, sector, tematik, dan bantuan Negara.
Dalam kaitannya dengan monitoring Moh. Rifai menjelaskan fungsinya
sebagai berikut:4
1.Evaluasi sebagai pengukur kemajuan;
2.Evaluasi sebagai alat perencanaan;
3.Evaluasi sebagai alat perbaikan

2.6 Analisis SWOT untuk Pengembangan Klinik Kebidanan

24
Contoh analisis Swot di Klinik Kebidanan Tiara Medika11
Strength Weakness
1.Memiliki fasilitas 1.Status yang tidak
laboratorium sekuat Rumah Sakit
2.Memiliki kualitas 2.Tidak memiliki sistem
sumber daya manusia e-Marketing
yang sangat memadai 3.Kuantitas dokter dan
3.Sudah menggunakan perawat yang minim
teknologi yang modern 4.Berada di lokasi yang
4.Memiliki lini jasa yang tidak strategis
sangat lengkap
Opportunity S1, O4 W2, O1
1.Kebutuhan masyarakat Klinik Tiara Medika Klinik Tiara Medika
akan klinik yang selalu memiliki fasilitas belum memiliki sistem e-
tinggi. laboratorium di sisi lain marketing disisi lain
2.Kekuatan tawar segmen yang luas dan Kebutuhan masyarakat
menawar pemasok bahan harga murah membuat akan klinik selalu tinggi
baku dan alat kesehatan perusahaan disarankan dapat dimanfaatkan
3.Sulitnya pesaing baru menjalankan promosi di dengan membuat sistem
untuk masuk membuka pasar saat ini. pemasaran untuk promosi
bisnis klinik secara besar-besaran.
4.Segmen pasar yang S4, O1
sangat luas dan tidak Klinik Tiara Medika W4, O4
terbatas karena harganya memiliki jasa yang Perusahaan memiliki
yang murah lengkap. Dengan kelemahan dalam lokasi
kebutuhan masyarakat yang tidak strategis.
yang tinggi akan jasa Melihat dari segmen
kesehatan maka pasar yang sangat luas
perusahaan dapat karena harga yang murah,
melakukan promosi perusahaan dapat
secara luas agar pangsa menjalankan alternatif
pasar semakin luas. promosi dengan media

25
web.
Threat S1, T1 W2, T2
1.Ancaman jasa Memiliki fasilitas Klinik Tiara Medika
substitusi laboratorium namun tidak memiliki sistem e-
2.Isu malpraktek yang disisi lain, jasa substitusi Marketing dan dengan isu
sangat tinggi seperti rumah sakit malpraktek yang sangat
3.Klinik tidak mampu membuat perusahaan tinggi membuat Klinik
menangani penyakit- harus menjalankan Tiara Medika dapat
penyakit yang terlalu pengembangan produk. memperkuat citra dengan
berat membuat sistem website.
4.Keinginan dari pegawai S4, T3
(dokter) untuk bekerja Memiliki lini jasa yang W4, T1
pada kelas yang lebih sangat lengkap dengan Klinik Tiara Medika
tinggi (rumah sakit) adanya ketidakmampuan berada di lokasi yang
klinik dalam menangani tidak strategis dengan
penyakit-penyakit yang ancaman jasa substitusi
terlalu berat membuat yang ada maka Klinik
Klinik Tiara Medika Tiara Medika dapat
dapat menjalankan melakukan strategi
strategi pengembangan pengembangan pasar.
produk

TACTICS
Dengan adanya analisis diatas maka dapat ditetapkan strategi E-marketing
berdasarkan butir-butir yang terdapat pada setiap analisis internal dan eksternal
klinik kebidanan. Strategi E-Marketing dapat ditetapkan melalui prinsip 7P seperti
berikut ini :
a. Product atau service
Pada segi produk atau jasa yang akan dijual melalui media online
dengan media offline tidak ada perbedaan yang berarti. Perbedaan hanya
didapatkan melalui penggunaan sistem E-Marketing yang memudahkan

26
calon pasien atau pasien mendapatkan informasi yang jelas mengenai
Klinik Tiara Medika, jadwal praktek dokter, layanan yang dimiliki, lokasi-
lokasi klinik, contact person, dan layanan pengaduan pasien berupa saran
dan kritik yang akan dikunjungi serta informasi promo-promo yang
dimiliki Klinik Tiara Medika, dan juga informasi yang berguna seputar
kesehatan.
b. Price
Penetapan harga yang dimiliki Klinik Tiara Medika adalah harga
terjangkau untuk harga jasa pengobatan dan obat. Hal ini dilakukan
perusahaan karena target pasar Klinik Tiara Medika adalah menengah ke
bawah. Jadi, dengan uang atau biaya sedikit yang dikeluarkan tetap bisa
mendapatkan layanan kesehatan yang maksimal, yang diberikan Klinik
Tiara Medika.
c. Promotion
Website e-marketing yang dimiliki nanti, tentu saja promosi akan
menjadi terpusat, semua di update melalui website, kemudian dilanjutkan
ke media promosi lainnya. Segala berita yang ada di web akan
dicantumkan pula pada facebook dan tweeter dengan sesuai kebutuhan.
Hal ini menyebabkan promosi Tiara Medika akan terintergrasi satu sama
lain.
d. Place
Dengan website e-marketing, informasi yang dibutuhkan oleh user
dapat diakses di mana saja tanpa batasan tempat. Pelayanan yang diberikan
menjadi lebih maksimal karena calon pasien atau pasien dapat langsung
mengakses website melalui media yang dimiliki, baik smartphone, tablet,
dan laptop.
e. People
People atau staff merupakan komponen yang perlu diperhatikan,
karena kualitas pelayanan dari staff pada suatu perusahaan membentuk
kesan baik atau buruknya perusahaan di mata customer, dalam hal ini
calon pasien atau pasien. Dengan adanya website E-Marketing, tentunya
Tiara Medika juga harus mempertimbangkan pelatihan dan perekrutan

27
dokter, perawat, dan karyawan yang memenuhi spesifikasi dan dapat
mengoperasikan sistem proses bisnis online. Karyawan ini yang nantinya
akan ditempatkan khusus untuk menjadi customer service online,
pemeliharaan website, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan tidak
memenuhinya standar dan kebutuhan staff yang ada pada saat ini untuk
menjalankan aktifitas online dan offline secara bersamaan di Tiara Medika.
f. Process
Website E-Marketing yang ada nantinya, diharapkan dapat
ditunjang dengan dokter, perawat, dan staff yang berkualitas, ahli di
bidangnya dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya calon pasien atau pasien memperoleh
pengalaman yang positif melalui pelayanan dokter, perawat, staff dan
sistem intergrasi antara offline dan online. Tetapi booking dokter tidak
akan dilakukan melalui website Klinik Tiara Medika, dikarenakan pasien
yang merasa lebih praktis untuk booking dokter melalui telepon yang
tertera pada website.
g. Physical Evidence
Physical Evidence merupakan segala sesuatu yang dapat dilihat
secara fisik oleh customer, dalam hal ini calon pasien atau pasien berkaitan
dengan Klinik Tiara Medika, dapat digunakan sebagai media untuk
membantu menyampaikan penilaian, dan menarik minat mereka terhadap
Klinik Tiara Medika.11

2.7 Akreditasi Klinik Kebidanan

Untuk menilai apakah sistem pelayanan klinis yang menjamin mutu


dan keselamatan pasien di Puskesmas, Klinik, dan PrakTek Mandiri
berjalan dengan baik, aman dan minimal dari risiko, serta selalu dilakukan
upaya perbaikan proses pelayanan secara berkesinambungan dan
konsisten, maka perlu dilakukan penilaian akreditasi terhadap Puskesmas,
Klinik, dan PrakTek Mandiri dalam memberikan pelayanan klinis kepada
masyarakat.12

28
Akreditasi adalah Pengakuan yang diberikan oleh lembaga
Independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh menteri setelah
memenuhi standar Akreditasi (Pasal 1Permenkes No 46/2015)
Tujuan utama akreditasi adalah untuk pembinaan peningkatan mutu
dan kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan dalam
penyelenggaraan pelayanan klinis, serta penerapan manajemen risiko, dan
bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi.
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPK, “Praktik kedokteran adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam
melaksanakan upaya kesehatan”.
Tempat praktik dokter disebut sebagai sarana pelayanan kesehatan.
Sarana pelayanan kesehatan tersebut diantaranya : Praktek
Perorangan/Mandiri, Klinik, Puskesmas, Balai kesehatan masyarakat,
Rumah Sakit.
Praktik perorangan/praktik mandiri adalah praktik swasta yang
dilakukan oleh dokter, baik umum maupun spesialis.
Regulasi tentang kewajiban Akreditasi tertera pada Permenkes No 46
Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat
Praktek Mandiri Dokter, Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi,
Permenkes No 9 Tahun 2014 tentang Klinik dan Permenkes No 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas
a. Pasal 3 Permenkes No 46 Tahun 2015, berbunyi :
1. Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktek mandiri dokter,
tempat praktek mandiri dokter gigi WAJIB TERAKREDITASI
2. Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pratama sebagaimana
dimaksud pada pasal (1) dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali
3. Akreditasi tempat praktek dokter mandiri dan tempat praktik
dokter gigi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setiap 5 (lima) tahun
Pasal 38 Permenkes No 9 Tahun 2014 tentang KLINIK berbunyi :
1. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Klinik, dilakukan
akreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali.

29
2. Setiap Klinik yang telah memperoleh izin operasional dan telah
beroperasi paling sedikit 2 (dua) tahun wajib mengajukan
permohonan akreditasi.
3. Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
lembaga independen pelaksana akreditasi yang membidangi
fasilitas pelayanan kesehatan.12
dari penjelasan diatas maka Akreditasi adalah kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap Klinik, Puskesmas, dan Praktik Mandiri tanpa melihat
apakah Klinik atau Praktik Mandiri itu bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.

BAB III
RANGKUMAN

Clinical governance atau tata kelola klinis merupakan upaya perbaikan


mutu pelayanan klinis di pelayanan kesehatan. Tata kelola klinis adalah
suatu sistem yang menjamin organisasi pemberi pelayanan kesehatan
bertanggung jawab untuk terus menerus melakukan perbaikan mutu
pelayanannya dan menjamin memberikan pelayanan dengan standar yang
tinggi dengan menciptakan lingkungan di mana pelayanan prima akan
berkembang. Tata Kelola di Klinik Kebidanan meliputi Manajemen
Operasional, manajemen SDM, Manajemen Logistik dan Manajemen
Resiko. Untuk dapat melakukan pengembangan klinik kebidanan perlu
dilakukan monitoring, evaluasi dan analisis untuk perbaikan mutu klinik
kebidanan.
Untuk menilai apakah sistem pelayanan klinis yang menjamin mutu
dan keselamatan pasien di Puskesmas, Klinik, dan PrakTek Mandiri berjalan
dengan baik, aman dan minimal dari risiko, serta selalu dilakukan upaya
perbaikan proses pelayanan secara berkesinambungan dan konsisten, maka
perlu dilakukan penilaian akreditasi terhadap Puskesmas, Klinik, dan

30
PrakTek Mandiri Dokter dalam memberikan pelayanan klinis kepada
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2014. Pusat


Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan SDM Kesehatan. Kementrian Kesehatan. 2014
2. Imamah, S.N. 2012. Asuhan Kebidanan suspect karsinoma uteri.
http://Imamah03.blogdetik.com//diakses tanggal September 28nd, 2018.
3. Ambarwati, Eniretna. Tugas dan Tanggungjawab Bidan di Komunitas. 2010.
4. Hasibuan, Malayu S.P.,. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara,.
Jakarta.2011
5. Hartati K, Djasri H, Utarini A. Implementasi Tata Kelola Klinis Oleh Komite
Medikdi Rumah Sakit Umum Daerah Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volime 17. Maret 2014. 51-59
6. Muhammad Sadi. Etika dan Hukum Kesehatan.Kencana. 2010.
7. Nora Nurcholis. Peran Bidan sebagai Manager. Academiaedu. 2016
8. Sursilah, ilah. Standarlisasi lahan praktek Bidan. Yogyakarta: The Publish.
2010
9. Azita N.A, Bidan Praktek Mandiri. Academiedu. 2017

31
10. Policy Directive For Clinical Governance For Midwifery Model. Bidan
enggar. http://bidanenggar.blogspot.com/2018/02/policy-directive-for-
clinical.html. Diakses tanggal 28 November 2018 pukul 22.05 WIB.
11. Camillo DR. Perancangan Strategi E-Marketing Pada Klinik Tiara
Medika.Bina Nusantara. 2015.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun 2014.
Tentang. Klinik

32

Anda mungkin juga menyukai