Anda di halaman 1dari 5

AGENCY THEORY DAN MANAJEMEN LABA

A. AGENCY THEORY
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka
dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada
pemegang saham.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency
relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another
person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some
decision making authority to the agent”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka
diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham
perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang
hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan
pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan
menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk
melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero
agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh
manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan
langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui
program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus
kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama
perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai
investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen
lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi
konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider
ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c)
meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi
(institutional holdings).
Hipotesis Pasar Efisien
Teori eficiency market pertama kali ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Bachelier pada tahun 1900 yang ingin mengetahui apakah harga saham berfluktuasi secara acak
atau tidak. Pada tahun 1905 Pearson memperkenalkan pola random-walk, namun pada saat itu
dikenal sebagai konsep drunkardwalk. Sayangnya, penelitian Bachelier dan
konsep drunkardwalk milik Pearson diabaikan dan tidak ada studi lebih lanjut sampai tahun
1930-an. Pada tahun 1953, Kendall pertama kalinya menggunakan dan memperkenalkan
istilah random-walk dalam literatur keuangan (Yalcin,2010). Fama kemudian membahas
beberapa bukti empiris yang mendukung teori random-walk dalam disertasi doktornya dan
mempelopori munculnya teori EMH (Efficiency Market Hypotesis) pada tahun 1970. Teori
EMH yang diperkenalkan Fama menjadi teori yang cukup populer dan banyak dijadikan
sebagai dasar dalam berbagai penelitian mengenai anomali pasar belakangan ini.
Tandelilin (2010:219) mendefinisikan konsep pasar efisien sebagai berikut: “Konsep
pasar yang efisien lebih ditekankan pada aspek informasi, artinya pasar yang efisien adalah
pasar dimana harga sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang
tersedia.”
Dari berbagai definisi yang ada, konsep pasar efisien sangat berhubungan dengan
ketersediaan informasi. Pasar dikatakan efisien apabila nilai sekuritas setiap waktu
mencerminkan semua informasi yang tersedia, yang mengakibatkan harga suatu sekuritas
berada pada tingkat keseimbangannya. Harga keseimbangan suatu sekuritas mengakibatkan
tidak akan adanya kesempatan yang diperoleh investor untuk mendapatkan return yang
abnormal dari selisih harga sekuitas saham.
Hartono (2013:569) memberikan beberapa ciri-ciri dari pasar efisien sebagai berikut:
 Investor adalah penerima harga (price takers), yang berarti bahwa sebagai pelaku
pasar, investor seorang diri tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu sekuritas.
 Informasi tersedia luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan
harga untuk memperoleh informasi tersebut murah.
 Informasi dihasilkan secara acak (random) dan tiap-tiap pengumuman informasi
sifatnya random satu dengan yang lainnya sehingga investor tidak dapat
memprediksi kapan emiten akan mengumumkan informasi yang baru.
 Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dan cepat,
sehingga harga sekuritas berubah dengan semestinya mencerminkan informasi
tersebut untuk mencapai keseimbangan yang baru.
Hartono (2013:571) juga memberikan beberapa ciri-ciri dari pasar yang tidak efisien
yaitu jika kondisi-kondisi berikut terjadi:
a) Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga dari
sekuritas.
b) Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara
pelaku pasar yang satu dengan yang lainnya terhadap suatu informasi.
c) Informasi yang disebarkan dapat diprediksi dengan baik oleh sebagian dari pelaku-
pelaku.
d) Investor adalah individual-individual yang lugas (naive investor) dan tidak
canggih.
Fama (1970) dalam Hartono (2013:548) membagi efisiensi pasar kedalam tiga bentuk
utama yaitu :
1) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk yang lemah adalah apabila harga-harga dari
saham atau sekuritas mencerminkan secara penuh (fully reflect) informasi masa
lalu.
2) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)
Pasar dapat dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas saham secara
penuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available
information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan.
3) Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)
Pasar dapat dikatakan efisien dalam bentuk yang kuat apabila harga-harga sekuritas
saham secara penuh mencerminkan seluruh informasi yang tersedia termasuk
informasi yang sangat rahasia sekalipun. Jika pasar efisien dalam bentuk ini
memang ada, maka individual investor atau grup dari investor yang mendapatkan
keuntungan yang tidak normal (abnormal return).
Ketiga bentuk pasar efisien tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain berupa tingkat
kumulatif. Hubungannya yaitu bahwa pasar efisien bentuk kuat berarti mencakup juga pasar
efisien bentuk semi kuat, dan pasar efisien bentuk semi kuat mencakup juga pasar efisien
bentuk lemah. Namun tidak berlaku sebaliknya, pasar efisien bentuk lemah tidak harus berarti
pasar efisien bentuk semi kuat. Hal ini dapat digambarkan dengan diagram berikut.

B. MANAJEMEN LABA
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi
keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan
karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba
tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi
lebih condong dikaitkan denganpemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh
manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP.
Pihak-pihak yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen
laba merupakan pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai laba
untuk mengevaluasi return dan resiko portofolionya (Ashari dkk, 1994 dalam Assih, 2004).
 Faktor-faktor pendorong manajemen laba
Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang melatarbelakangi
terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:
1. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu
bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar
berdasarkan laba lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan
laba yang dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung
memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994
dalam Rahmawati dkk, (2006). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam
pandangan pihak eksternal.
3. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut
memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan
laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan
sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu :
 Kebijakan Akuntansi
Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan
oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal dari waktu yang
ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
 Pendapatan
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
 Biaya
Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi
atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).
Teknik Manajemen Laba
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba pada laporan keuangan
yaitu:
1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara ini merupakan cara manajer untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap
estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan
lain-lain.
2) Mengubah metode akuntansi
Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh:
mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda
depresiasi garis lurus.
3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan
Beberapa orang menyebutkan rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan
operasional. Contoh: rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat
atau menundapengeluaran untuk penelitian sampai perioda akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda akuntansi berikutnya,
mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain.
Disclosure
Menurut Suwardjono (2005:578), pengungkapan secara konseptual merupakan bagian
integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir
dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen
keuangan. Menurut Hendriksen (1982:203) dalam Mira (2004:14), pengungkapan (disclosure)
adalah penyajian informasi yang diperlukan dalam laporan keuangan untuk mencapai operasi
optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan informasi keuangan dan informasi relevan
lainnya dalam laporan tahunan suatu perusahaan merupakan aspek penting akuntansi keuangan
(Khomsiyah, 2003). Informasi tersebut berguna bagi investor, kreditor, calon investor yang
potensial dan pemakai lain terutama dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi
yang disampaikan harus relevan, tepat waktu, dan bernilai. Berdasarkan pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengungkapan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh
perusahaan untuk mengungkapkan kinerja perusahaannya melalui laporan tahunan.
Laporan tahunan digunakan oleh investor untuk mengambil keputusan untuk menilai
perusahaan mana yang memiliki prospek yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Pengungkapan diukur dengan menggunakan indeks disclosure yang dianjurkan oleh PSAK
serta SK Bapepam No.- Kep-06/PM/2000 yang menyatakan bahwa skoring indeks disclosure
adalah sebagai berikut:
a. Pemberian skor untuk setiap pengungkapan dilakukan secara dikotomis. Item yang
diungkapkan diberi nilai 1 dan apabila tidak diungkapkan maka diberi 0. Pemberian
skor ini tidak ada pembobotan atas item pengungkapan.
b. Skor yang diperoleh tiap perusahaan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total.
c. Pengukuran indeks pengungkapan tiap perusahaan dilakukan dengan membagi skor
total setiap perusahaan dengan skor total yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
https://datakata.wordpress.com/2015/10/18/teori-eficiency-market-hipotesis-emh/
http://sendarusgiana.blogspot.com/2014/12/teori-keagenan-manajemen-laba-teori.html
Adriani. 2013. Pengaruh Tingkat Disclosure, Manajemen Laba, Asimetris Informasi Terhadap
Biaya Modal (Skripsi). Padang (ID): Universitas Negeri Padang.

Anda mungkin juga menyukai