Anda di halaman 1dari 89

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 8 sebagai tugas
kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga
akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT.
2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Dr. Nyayu Fitriani
4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.
5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Palembang, September 2013

Penulis

2
DAFTAR ISI
Cover......................................................................................... 1
Kata Pengantar ............................................................................................ 2

Daftar Isi ..................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................... 4
BAB II Pembahasan
2.1 Data Tutorial ........................................................................ 5
2.2 Skenario ................................................................................... 5
2.3 Seven Jump Steps
2.3.1 Klarifikasi Istilah ............................................................... 7
2.3.2 Identifikasi Masalah .......................................................... 8
2.3.3 Analisis Masalah ............................................................... 9
2.3.4 Kesimpulan ………………………………………............ 51
2.3.5 Kerangka Konsep............................................................... 52
2.3.6 Sintesis…………………………………………………… 54
Daftar Pustaka……………………………………………………………… 87

SKENARIO A BLOK VIII 3


BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Blok Neuromusculoskeletal adalah blok 8 pada semester 3 dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak
berusia 4 tahun yang mengalami kejang demam berulang.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami
konsep dari skenario ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Nyayu Fitriani
Moderator : Monda Darma
Sekretaris meja : Bunga Rezeki Ananda
Sekretaris papan : Rachmi Arhyun Thama
Waktu : 1. Senin, 23 September 2013
Pukul: 08.00 – 10.00 WIB
2. Rabu, 25 September 2013
Pukul: 08.00 – 10.00 WIB
Peraturan turorial :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat dan pertanyaan yang
relevan.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
4. Dilarang makan dan minum.
5. Saling menghargai pendapat peserta lain dan tetap tenang serta tidak ribut.

2.2 Skenario Kasus


Vicky, anak Laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan keluhan
kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang ± 15 menit, frekuensi kejang 2
kali, interval antar kejang 4 jam , Vicky sadar sebelum dan sesudah kejang.
Kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki tegang lurus, mata mendelik ke
atas. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk
kejang sama seperti kejang sebelumnya. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky

SKENARIO A BLOK VIII 5


panas disertai batuk pilek. Panas makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah
mengalami panas tinggi, Vicky mengalami kejang. Vicky belum pernah kejang
sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat bayi. Vicky lahir spotan ditolong
bidan, lebih bulan, tidak langsung menangis.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kesadaran kompos mentis,
Tanda vital : nadi 120x/menit( isi dan tegangan cukup), frek nafas 28x/menit.
Suhu 39,5ͦC
Keadaan spesifik
Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+), faring :
hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)
Leher : tidak ada kaku kuduk
Thorax : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising jantung (-
), Paru : vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologis
Nn. Craniales : tidak ada kelainan
Fungsi motorik :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
fisiologis
Refleks - - - -
patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

6
Gejala rangsang meningeal : tidak ada

2.3 Klarifikasi Istilah

1. Kejang : gangguan lepas muatan listrik yang berlebihan dari sinkrom


pada sekelompok sel neuron otak . (Dorlan,eds 28)

2. Rinorea : sekresi mucus encer dari hidung. (Dorlan,eds 28)

3. Pupil isokor : kesamaan ukuran pupil kedua mata. (Dorlan,eds 28)

4. Detritus : bahan partikulat yang dihasilkan atau tersisa setelah


pengausan atau disintegrasi substansi atau jaringan. ( Dorlan,eds 28 )

5. Kaku kuduk : kesukaran melakukan fleksi kepala karena adanya spasma


otot-otot leher. (Dorlan,eds 28)

6. Eutoni : tonus otot yang normal. (Dorlan,eds 28)

7. Klonus : serangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter yang


bergantian secara cepat. (Dorlan,eds 28)

8. Tonus : kontraksi otot yang ringan dan terus-menerus,yang pada otot-


otot rangka membantu dalam mempertahankan postur dan pengembalian
darah ke jantung. (Dorlan,eds 28)

9. Refleks fisiologis : Suatu gerakan involunter yang dilakukan oleh


tubuh akibat rangsangan tertentu. (Dorlan,eds 28 )

10. Refleks patologis : Suatu gerakan involunter yang dilakukan oleh tubuh
akibat rangsangan tertentu akibat gangguan fungsi saraf. (Dorlan,eds 28 )

11. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
rektal > 38 derajat celcius disebabkan oleh proses ekstracranial. (Kapita
Selekta Kedokteran )

SKENARIO A BLOK VIII 7


2.4 Identifikasi Masalah

1. Vicky, anak Laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan


keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang ± 15 menit,
frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam , Vicky sadar sebelum
dan sesudah kejang. Kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki tegang
lurus, mata mendelik ke atas.

2. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk
kejang sama seperti kejang sebelumnya.

3. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky panas disertai batuk pilek. Panas
makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi, Vicky
mengalami kejang.

4. Vicky belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat
bayi. Vicky lahir spotan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kesadaran kompos mentis,
28x/menit. Suhu 39,5ͦC
6. Keadaan spesifik
Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),
faring : hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)
Leher : tidak ada kaku kuduk
Thorax : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising
jantung (-), Paru : vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada
7. Status neurologis

8
Nn. Craniales : tidak ada kelainan
Fungsi motorik :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
fisiologis
Refleks - - - -
patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : tidak ada

2.5 Analisis Masalah

1. Vicky, anak Laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan


keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang ± 15 menit,
frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam , Vicky sadar
sebelum dan sesudah kejang. Kejang hampir seluruh badan tangan dan
kaki tegang lurus, mata mendelik ke atas.

a. Sistem apa saja yang terlibat pada kasus ini ?

Jawab :

1. System Saraf :
a) Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
1) Otak
2) Medulla spinalis
2. System Saraf Tepi

SKENARIO A BLOK VIII 9


a) 12 pasang saraf cranialis
b) 31 pasang saraf spinalis
(Neuroanatomi Klinik, 2006)

b. Bagaimana mekanisme dari kejang ?

Jawab :

Kejang adalah manifestasi klinis yang berlangsung secara intermitten


dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik
dan otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan
di neuron otak.

Mekanisme dasar terjadi kejang adalah peningkatan aktivitas listrik


yang berlebihan pada neuron – neuron dan mampu merangsang neuron
lain secara bersama – sama melepaskan muatan listriknya.

Hal tersebut diduga disebabkan :

1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk


melepaskan muatan listrik yang berlebihan

2. Berkurangnya inhibisi GABA

3. Meningkatnya eksitasi sinaptik olrh transmitter asam glutamat


dan aspartat

Gangguan pompa Na-K/Gangguan membran sel → Gangguan


kesimbangan ion → Depolarisasi → Potensial aksi → Pelepasan
neurotransmitter di ujung akson → Reseptor GABA & Asam Glutamat →
Ekstinasi > Inhibisi → Depolarisasi post sinap → Kejang

(sumber : Nia Kania, dr. Sp A, Mkes. Kejang pada anak)

10
c. Bagaimana anatomi dari sistem yang terlibat ?

Jawab :

 Anatomi

 Batang otak terletak di bagian bawah otak berfungsi untuk


sistem kendali tubuh seperti bernapas, denyut jantung, tidur
dan tekanan darah.
 Serebellum merupakan bagian kedua terbesar yang berfungsi
untuk mengkoordinasi pergerakan otot dan mengontrol
keseimbangan.
 Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang berfungsi
untuk berpikir, berbicara, mengingat, menerima sensor dan
pergerakan. serebrum di bagi atas empat bagian yang masing-
masing mempunyai tugas khusus.
 Frontal lobe terletak di belakang kepala berfungsi untuk
berpikir, belajar, emosi dan pergerakan.
 Occipital lobe berfungsi untuk memproses objek atau untuk
penglihatan (17,18)
 Pariental lobe terletak di bagian atas otak yang berfungsi
untuk merasakan sensai pada tubuh seperti sentuhan,
temperatur dan rasa sakit.
 Temporal lobe berfungsi untuk memproses suara yang masuk
dan juga daya ingat.
 Left hemisphere (hemisfer kiri) atau lebih di kenal dengan
otak kiri berfungsi untuk berhitung, analisa dan bahasa.
 Right hemisphere (otak kanan) berfungsi untuk menghailkan
pikiran-pikiran kreatif.

SKENARIO A BLOK VIII 11


 (area brodman)
 Lobus Frontalis : Kedutan pada otot tertentu
 Lobus oksipitalis : Halusinasi kilauan cahaya
 Lobus parietalis : Mati rasa atau kesemutan di
bagian tubuh tertentu
 Lobus temporalis : Halusinasi gambaran danperilaku
repetitif yang
komplek, mis jalan berputar-putar
 Lobus temperolis anterior : Gerakan mengunyah
 Lobus temperolis anterior : Halusinasi bau, baik yg
menyenangkan maupun tidak sebelah dalam.

( anatomi fisiologi otak,saifuddin 2007,EGC )

12
d. Bagaimana fisiologi dari sistem yang terlibat ?

Jawab :

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu :


1.Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan hewan.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual dan kecerdasan intelektual atau IQ.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus, yaitu :
 Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
 Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2. Cerebellum (Otak Kecil)

SKENARIO A BLOK VIII 13


Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.

3. Brainstem (Batang Otak)


Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :
 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain)
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
 Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti
detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke
pusat otak bersama dengan formasi reticular

4. Limbic System (Sistem Limbik)


Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik
menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Sistem

14
limbic disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan dan
kejujuran. (Sherwood,2001)
e. Bagaimana histologi dari sistem yang terlibat ?

Jawab :

Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri


dan kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu
semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian
paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea.
Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk
struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik
akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:

1) Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan


terletak tepat di bawah lapisan pia. Terdapat sel
horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson
yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel
piramid, sel stelatte).

2) Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel


saraf kecil segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah
ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di
bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.

3) Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang


berukuran besar (semakin besar dari luar ke dalam).
Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson
mengarah ke substansia alba.

4) Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang


banyak mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal,

SKENARIO A BLOK VIII 15


dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan yang
paling padat.

5) Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling


jarang, banyak mengandung sel-sel piramid besar dan
sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti
adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya
mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.

6) Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan


berbatasan dengan substansia alba, dengan varian sel
yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel
fusiform.

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi


informasi, inisiasi gerakan motorik, dan merupakan pusat
integrasi informasi yang diterima.

Cerebellum

16
1) Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung
terletak di bawah lapisan pia dan sedikit mengandung
sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel stelata, dan
dendrit sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.

2) Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak


sel-sel Purkinje yang besar dan berbentuk seperti botol
dan khas untuk serebelum. Dendritnya bercabang dan
memasuki lapisan molekular, sementara akson
termielinasi menembus substansia alba.

3) Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas


sel-sel kecil dengan 3-6 dendrit naik ke lapisan
molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
pia meter, lapisan araknoid dan durameter.

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta
melekat erat pada otak.

SKENARIO A BLOK VIII 17


b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Runga araknoid
memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung
cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan
penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi
araknoid terhadap piameter di bawahnya.

c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri


dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan
tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal
luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan
berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.
Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke
dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk
membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium
serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural memisahkan
durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla
spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal
luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regia
medulla spinalis. (Junqueira, dkk. 2007)

f. Bagaimana kejang berdasarkan proses terjadinya ?

Jawab :

1. Kelainan intrakranium

a) Meningitis

b) Ensefalitis

c) Infeksi subdural dan epidural

18
d) Abses otak

e) Trauma kepala

f) Stroke dan AVM

g) Cytomegalic inclusion disease

2. Kelainan ekstrakranium

a) Hipoglikemi

b) Defisiensi vitamin B-6

c) Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia,


porfiria

d) Keracunan

(sumber : Nia Kania, dr. Sp. A, Mkes, Kejang pada anak)

g. Bagaimana hubungan usia dengan keluhan ?

Jawab :

Kejang demam banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan rentang


usia 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang mengalami kejang demam dalam
usia <12 bulan mempunyai kesempatan mengalami kejang demam berulang
sebesar 50% , sedangkan anak yang mengalami kejang demam dalm usia >12
bulan akan mengalami kejang demam berulang sebesar 30% tetapi tidak pasti
apakah akan berlanjut menjadi epilepsi.
Pada anak dibawah 5 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion kalium maupun ion natrium

SKENARIO A BLOK VIII 19


akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
dengan bantuan neurotransmitter

(sumber : Nia Kania, dr. Sp. A, Mkes, Kejang pada anak)

h. Apa saja jenis-jenis kejang ?

Klasifikasi Karakteristik

Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di


satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.

 Parsial Sederhana  Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal


unilateral), sensorik (merasakan, membaui,
mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik
(takikardia, brakikardia, takipnu, kemerahan,
rasa tidak enak di epigastrium), psikik
(disfagia, gangguan daya ingat).
 Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.
 Parsial Kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang
menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh:

 Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme


(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah,
menarik-narik baju)
 Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata
 Biasanya berlangsung 1-3 menit
Generalisata Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral

20
dan simetrik; tidak ada aura

 Tonik-Klonik Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;


menggigit lidah; fase pascaiktus

 Absence Sering salah didiagnosis sebagai melamun

 Menatap kosong, kepala sedikit lunglai,


kelopak mata bergetar, atau berkedip secara
cepat; tonus postural tidak hilang
 Berlangsung beberapa detik
 Mioklonik Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat

 Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai


lenyapnya postur tubuh (drop attacks)

 Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan


tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso

 Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,


kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan
dan ekstensi tungkai

 Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi


 Dapat menyebabkan henti napas
(Price & Wilson, 2012. “Patofisiologi” hal 1159)

i. Termasuk jenis kejang apakah yang dialami oleh Vicky ?

Jawab :

Berdasarkan Sylvia, 2006, kejang yang di alami oleh Vicky ini


adalah jenis Kejang Generalisata dalam bentuk kejang Tonik, karena
pada kasus telah dijelaskan bahwa hampir seluruh badan tangan dan

SKENARIO A BLOK VIII 21


kaki Vicky tegang lurus, mata mendelik ke atas. (Price & Wilson,
2012. Patofisiologi)

j. Apa etiologi dari kejang ?

Jawab :

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor


otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan
idiopati (tidak diketahui etiologinya).

Hal yang menyebabkan kejang yaitu demam tinggi, vaksinasi, cedera


kepala, infeksi virus, hidrosefalus & shunt, displasia kortikal fokal, defek waktu
lahir, kesulitan proses persalinan, keracunan, infeksi otak dan sistem saraf pusat,
hipoglikemi, tumor otak, angioma kavernosa dan pesudoepilepsi. ( Dewanto,
2009)

1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan) : Perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra


ventrikular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : Disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom


Smith – Lemli – Opitz.

2. Ekstrakranial

22
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,


ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3. Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

Etiologi Demam

- infeksi - toksemia

- imunisasi - keganasan

- menurunnya imunitas tubuh - pemakaian obat obatan

- dehidrasi - faktor psikogenik

( Dewanto, 2009)

k. Apa makna sebelum dan sesudah kejang vicky masih tetap sadar ?

Jawab :

Maknanya: belum terjadinya kerusakan di Sistem Saraf Pusat


(Otak). Dijelaskan bahwa Kejang Demam itu adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu rektal > 38 derajat celcius disebabkan
oleh proses ekstracranial.

(Sumber : fisiologi Guyton,2007)

l. Apa makna kejang hampIr seluruh badan tangan dan kaki tegak
lurus,mata mendelik keatas ?

SKENARIO A BLOK VIII 23


Jawab :

Kejang yang dialami Vicky merupakan kejang tonik. Pada


kejang ini terdapat peningkatan mendadak tonus otot (menjadi
kaku,kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan
ekstensi tungkai .

 Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi

 Dapat menyebabkan henti nafas

(Patofisiologi.Sylvia A.Prince dan Lorraine M. Wilson.2012)

m. Bagaimana mekanisme mata mendelik keatas ?

Jawab :

Jawab :
Depolarisasi neuron

N.occulomotorius

M. Superior rectus
24
2. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk
kejang sama seperti kejang sebelumnya.

a. Apa penyebab kejang berulang yang dialami Vicky ?

Jawab :

Kejang yang dialami vicky dapat terjadi kembali karena ada beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kejang yang berulang antara lain :

- Usia < 15 bulan saat kejang pertama


- Riwayat kejang dalam keluarga
- Kejang terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure

SKENARIO A BLOK VIII 25


Selain itu, kejang yang terjadi berulang juga dapat dikarenakan adanya
faktor pencetus lain yaitu peningkatan suhu, dimana peningkatan suhu itu dapat
mempengaruhi peningkatan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan
Oksigen 20% (jika suhu tubuh naik 1o). Akibatnya terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari
Ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi lepasnya
muatan listrik. (Soetomenggolo, Taslims. 2000)

3. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky panas disertai batuk pilek. Panas
makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi,
Vicky mengalami kejang.

a. Apa hubungan panas,batuk dan pilek dengan kejang ?

Jawab :

Batuk dan pilek itu tanda infeksi dan merupakan respon fisiologis
tubuh..

Virus/ bakteri masuk kedalam tubuh manusia  pirogen


eksogen baik berupa toksik / yang lainnya menstimulasi sel leukosit
(monosit, limfosit, Neutrofil)  leukosit akan mengeluarkan pirogen
endogen (IL – 1, IL – 6, TNF alfa, IFN)  pirogen endogen
merangsang pembentukan prostaglandin  meningkatnya pusat
termoregulasi hipotalamus  demam

Karena demamnya T = 39,5*C terjadi kejang

(Sumber : fisiologi Guyton,2007)

b. Bagaimana mekanisme kejang demam ?

26
Jawab :

Ispa(terjadi infeksi mikroba masuk ke dalam tubuh)

Demam

Pirogen endogen

Mengganggu termoregulator

kenaikan suhu tubuh

metabolisme basal meningkat

kebutuhan akan glukosa dan O2 meningkat

perubahan keseimbangan membran sel neuron ( Na+, K+ ATP)


neurotransmitter tidak seimbang (depolarisasi)

eksitasi ˃ inhibisi

pelepasan GABA menurun

Kejang

c. Apa yang menyebabkan panas makin lama makin tinggi ?

Jawab :

SKENARIO A BLOK VIII 27


Hipertermia akibat Kegagalan termoregulasi terjadi ketika tubuh
menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari pada mengeluarkan
panas.

Infeksi/peradangan  + makrofag (pelepasan) pirogen endogen +


prostaglandin  peningkatan titik patokan hipotalamus  inisiasi”respon
dingin”peningkatan produksi panas;penurunan pengeluaran
panaspeningkatan suhuh tubuh ke titik patokan baru=demam.

infeksi  Miko Organisme mengeluarkan toksin (pirogen eksogen) 


tubuh mengaktifkan makrofag dan sel NK  memproduksi interferon tipe 1
(α, β dan γ) untuk membunuh virus, namun virus secara terus menerus
bereplikasi dalam tubuh  produksi interferon meningkat  panas terus
menerus. (sherrwod hal.717 edisi 6 :)

d. Mengapa setelah panas tinggi selama 3 jam Vicky baru mengalami


kejang ?

Jawab :

Karena pada saat demam metabolisme basal akan meningkat


sekitar 10-20% dan juga kebutuhan oksigen kan meningkat
menyebabkan perubahan neurologis pada membran sel saraf yang
memnyebabkan difusi membran sel yaitu k dan na, dimana akan
mengeluarkan neurotrasmitter yang berfungsi untuk kontraksi, apabila
neurotransmiter tidak terkendali akan menyebabkan kontraksi trus
menerus(kejang). (Soetomenggolo, Taslims. 2000)

e. Apa saja jenis-jenis kejang demam ?

Jawab :

28
1. Kejang demam sederhana ( harus semua kriteria)

 Berlangsung singkat

 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <15


menit

 Bangkitan kejang tonik, tonik – klonik tanpa gerakan fokal

 Tidak berulang dalam waktu 24 jam

(Sumber : IDAI 2004)

2. Kejang demam komplek ( salah satu saja bisa dikatakan KDK)

 Kejang berlangsung lama >15 menit

 Kejang fokal / parsial satu sisi, atau kejang umum


didahului dengan kejang parsial

 Kejang berulang 2x/ lebih dalam 24 jam, anak sadar


kembali diantara bangkitan kejang

(Sumber : IDAI 2004)

3. Kejang demam berulang

Diagnosisnya :
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
(Soetomenggolo, 1995)

4. Vicky belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat
bayi. Vicky lahir spotan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
a. Apa makna riwayat kejang dalam keluarga ?

SKENARIO A BLOK VIII 29


Jawab :

Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu


apabila ada keluarga dekat (orangtua atau saudara) yang ketika
kecil mengalami kejang demam maka kemungkinan untuk
mengalami kejang demam meningkat.

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung


berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila
satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami
kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%.

Riwayat kejang keluarga yang kuat pada saudara kandung


dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik. (Behrman,
2000)

b. Apa makna dari Vicky belum pernah kejang sebelumnya ?

Jawab :

Berarti Vicky mengalami kejang akibat terinfeksi virus atau


bakteri, bukan dari adanya kerusakan dari susunan sistem saraf pusat
dengan ditemukannya infeksi pada saluran pernafasan atas.

Kejang pertama pada usia 4 tahun, pada saat ini rentan terjadi
kejang karena jaras motorik belum matur dan adanya factor predopsisi.
Pada penegakan diagnosis meningitis dan infeksi saluran kemih harus
disingkirkan. (Hull, 2005)

c. Apakah ada hubungan riwayat kelahiran dengan kejang ?

30
Jawab :

Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu


merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses
penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan
menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi lahir postmatur
adalah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik.
Dan berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian kejang demam.

Post mature (lahir lebih bulan )  asfiksia  hipoksia dan


iskemik  terjadi lesi di hipocampus, rusaknya faktor inhibisi dan
meningkatnya fungsi neuron eksitasi (ACH)  mudah kejang bila ada
rangsangan seperti demam.

(dr. Tjipta, bahtera Faktor genetik sebagai faktor resiko kejang


demam berulang dari )

5. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : nadi 120x/menit( isi dan tegangan cukup), frek nafas
28x/menit. Suhu 39,5ͦC
a. Apa intepretasi dan mekanisme pada pemeriksaan fisik tanda vital ?

Jawab :

Denyut nadi: 120x/menit  Dalam batas normal


Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak

UMUR Laju (denyut/ menit)

Istirahat (bangun) Istirahat (tidur) Aktif/ demam

Baru lahir 100 – 180 80 – 60 Sampai 220

SKENARIO A BLOK VIII 31


1 minggu – 3 bulan 100 – 220 80 – 200 Sampai 220

3 bulan – 2 tahun 80 – 150 70 – 120 Sampai 200

2 tahun – 10 tahun 70 – 140 60 – 90 Sampai 200

>10 tahun 70 – 110 50 – 90 Sampai 200

Respiration rate : 32x per menit  Dalam batas normal

UMUR RENTANG RATA-RATA WAKTU


TIDUR

Neonatus 30-60 35

1 bulan – 1 tahun 30-60 30

1 tahun – 2 tahun 25-50 25

3 tahun – 4 tahun 20-30 22

5 tahun – 9 tahun 15-30 18

10 tahun atau lebih 15-30 15

 Suhu Tubuh : Febris


 Normal: 360 C - 37,50 C
 hypopirexia/hypopermia : < 360 C

 Demam : 37,50 C – 380 C

 Febris : 380 C – 400 C

 Hypertermia : > 400 C
Mekanisme Febris :
Agen infeksi toksin dan mediator inflamasi => monosit/makrofag

32
sel-sel endotel dan jenis sel-sel lain sebagai pertahanan utama =>
sitokin-sitokin pirogenik (IL1, TNF, IL6, IFN) => Hipotalamus
anterior => Peningkatan PGE2 => peningkatan titik termoregulasi
yang sudah ditentukan => aksi antipiretik => peningkatan
konservasi panas => peningkatan produksi panas => demam

6. Keadaan spesifik

Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),
faring : hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)
a. Apa intepretasi dan mekanisme pada keadaan spesifik ?

Jawab :

 Hidung : Rinorea (+/+) Rhinositis

 Faring : Hiperemis Faringitis Akut

 Tonsil : T1/T1 ada,tapi normal.

 Detritus (+) Tonsil mengalami radang

Jadi, dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa Vicky mengalami


Rhinofaringitis.

7. Status neurologis
Nn. Craniales : tidak ada kelainan
Fungsi motorik :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

SKENARIO A BLOK VIII 33


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
fisiologis
Refleks - - - -
patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : tidak ada

a. apa saja jenis-jenis dan fungsi dari Nn.Craniales ?

Jawab :

34
(Sherwood, Lauralee. 2001)

b. bagaimana cara pemeriksaan status neurologi ?

Jawab :

SKENARIO A BLOK VIII 35


1. Fungsi Cerebral

Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan


dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :

• Refleks membuka mata (E)

4 : Membuka secara spontan

3 : Membuka dengan rangsangan suara

2 : Membuka dengan rangsangan nyeri

1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)

5 : Orientasi baik

4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.

3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik

2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang

1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)

6 : Melakukan perintah dengan benar

5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan


benar

4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi

36
3 : Hanya dapat melakukan fleksi

2 : Hanya dapat melakukan ekstensi

1 : Tidak ada gerakan

2. Fungsi nervus cranialis

Cara pemeriksaan nervus cranialis :

a) N.I : Olfaktorius (daya penciuman) : Pasiem memejamkan


mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,
tembakau, alkohol,dll)

b) N.II : Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card,


funduscope, dan periksa lapang pandang

c) N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas,


kontriksi pupil, gerakan otot mata): Tes putaran bola mata,
menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan
inspeksi kelopak mata.

d) N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):


sama seperti N.III

e) N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah,


lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan
mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi
nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu
dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh
permukaan kornea dengan kapas

f) N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti


N.III

SKENARIO A BLOK VIII 37


g) N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3
anterior lidah ): senyum, bersiul, mengerutkan dahi,
mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan
tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula
dengan garam

h) N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan


keseimbangan ) : test Webber dan Rinne

i) N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):


membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)

j) N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh


pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh
mengucap “ah…!”

k) N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan


sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan otot
trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan
tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi
dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh
pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh
pasien melawan tahan.

l) N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh


menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh
pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan
perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

3. Fungsi motorik

a. Otot

38
 Ukuran : atropi / hipertropi

 Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan

 Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.

 Derajat kekuatan motorik :

5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas

4 : Ada gerakan tapi tidak penuh

3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi

2 :Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan


gravitasi bumi.

1 : Hanya ada kontraksi

0 : tidak ada kontraksi sama sekali

b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorik

 Test : Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak, Getar, sikap,Tekan,


Refered pain.

5. Refleks

a. Refleks superficial

• Refleks dinding perut :

SKENARIO A BLOK VIII 39


 Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra
umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke
medial

 Respon : kontraksi dinding perut

• Refleks cremaster

 Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas


ke bawah

 Respon : elevasi testes ipsilateral

• Refleks gluteal

 Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal

 Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum

a) Refleks Biceps (BPR)

 Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan


pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku.

 Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b) Refleks Triceps (TPR)

 Cara : ketukan pada tendon otot triceps,


posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi

 Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi


siku

40
c) Refleks Periosto radialis

 Cara : ketukan pada periosteum ujung


distal os radial, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasi

 Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku


dan supinasi krena kontraksi
m.brachiradialis

d) Refleks Periostoulnaris

 Cara : ketukan pada periosteum prosesus


styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi
dan antara pronasi supinasi.

 Respon : pronasi tangan akibat kontraksi


m.pronator quadratus

e) Refleks Patela (KPR)

 Cara : ketukan pada tendon patella

 Respon : plantar fleksi kaki karena


kontraksi m.quadrisep femoris

f) Refleks Achilles (APR)

 Cara : ketukan pada tendon achille

 Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi


m.gastroenemius

g) Refleks Klonus lutut

 Cara : pegang dan dorong os patella ke arah


distal

SKENARIO A BLOK VIII 41


 Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep
femoris selama stimulus berlangsung

h) Refleks Klonus kaki

 Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal,


posisi tungkai fleksi di sendi lutut.

 Respon : kontraksi reflektorik otot betis


selama stimulus berlangsung

8. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini ?

Jawab :

 Cara menegakkan diagnosis

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis


kejang demam antara lain:

1) Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung


diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

a) Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama


kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval
pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

b) Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang


demam, seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang
disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai
suhu dibawah 39° C.

c) Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang


demam berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam

42
pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang
segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal,
riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa
kejang demam akomlpeks

2) Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam


adalah:

a) Suhu tubuh mencapai 39°C

b) Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

c) Kepala anak sering terlemar ke atas, mata mendelik, tungkai


dan lengan mulai kaku, baian tubuh anak menjadi
berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang

d) Kulit pucat dan mungkin menjadi biru

e) Serangan terjadi bebrapa menit setelah anak itu sadar

3) Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik


neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks,
dijumpai kelainan fisik neurologis berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan
EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang
tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic,
walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan
gambaran EEG abnormal; EEG juga tidak dapat digunakan untuk
menduga terjadinya epilepsy dikemudian hari.

(Soetomenggolo, Taslims. 2000)

9. Apa different diagnosis pada kasus ini ?

SKENARIO A BLOK VIII 43


Jawab :

Kejang Demam Meningitis Ensefalitis Tetanus Epilepsi Kasus

Azura

KDS KDK

Kejang + + + + + + +

Frekuen Tidak Berulang berulang berulang Kejang bila Tidak


si berulang (> 2x) dirangsang berulang
kejang
dalam
24 jam

Durasi < 15 > 15 menit > 1 jam 20 menit


kejang menit

Demam + + + + + - +

Kesadar Kompos Kompos ↓ ↓ sadar ↓ Kompos


an mentis mentis mentis

Riwayat + + - - - + +
Keluarg
a

Kaku - - + + + - -
kuduk

UUB normal normal cembung normal normal normal normal

LCS normal normal Keruh Jernih jernih Jernih Normal,


jernih

44
Pandy - - + + - -
test

Jumlah normal ↑ ↑ Sedikit/- normal normal normal


sel
dalam
LCS

Pancara Biasa biasa ↑ ↑ - Biasa Biasa


n LCS

Kesan dari hasil pemeriksaan terhadap pasien ini:

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada pemeriksaan penunjang berupa
anamnesis, dan pemeriksaan fisik dapat terlihat indikasi ke arah kejang demam.
Dengan menyingkirkan:

- meningitis  karena tidak adanya kaku kuduk

- ensepalofitis  tidak dipilih karena lama kejang biasanya > 1 jam, dan ukuran
UUB membesar

- tetanus  karena pada tetanus akan terjadi kejang apabila ada rangsangan
tertentu dan pada saat kejang, penderita dalam keadaan sadar.

- epilepsi  karena umumnya epilepsi tidak disertai demam

sehingga kemungkinan yang terjadi pada vicky merupakan kejadian kejang demam,
dan tergolong kejang demam kompleks karena kejadian/frekuensi kejang terjadi 2x
24 jam.

10. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?

Jawab :

SKENARIO A BLOK VIII 45


a. pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi


sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah)
(Berber & Benin, 1981).

b. pemeriksaan radiologi

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin
dan hanya dikerjakan atas indikasi (Berber & Benin, 1981).

c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil,
klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan
ketentuan sebagai berikut:

- bayi < 12 bulan : diharuskan

- bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

- bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi
(Baumer JH, 2004).

d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau


memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam,
oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak
khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau
kejang demam fokal) (IKA FK UNAIR, 2006)

46
11. Apa working diagnosis pada kasus ?

Jawab :

Kejang Demam Kompleks

12. Apa etiologi pada kasus ini ?

Jawab :

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi
saluran kemih ( Soetomenggolo,2000).
 Tiga faktor utama yang berperan
a. Faktor Demam : infeksi saluran nafas, infeksi pencernaan,
infeksi sal kemih, raseola infatum, dan pasca
imunisasi
b. Umur : kejang demam 6 bulan – 6 tahun, kejang
demam 5-6 bulan kemunngkinan terjadinya
sistem saraf pusat
c. Gen : berperan dalam kejang demam, sekitar 7,5%
kejang demam keluarga risiko meningkat 5% bila
orang tua menderita dengan penurunan dominan,
ressessive, poligenic

13. Apa epidemiologi pada kasus ini ?

Jawab :

SKENARIO A BLOK VIII 47


Menurut The American Academy of Pediatric, Kejang demam terjadi
pada anak berusia dalam usia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Lebih
dari 90% penderita kejang terjadi di bawah usia 5 tahun. Terbanyak bangkitan
kejang terjadi pada usia antara 6 bulan hingga 22 bulan. Insiden demam
tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.

14. Apa manifestasi klinis pada kasus ini ?

Jawab :

No Klinis KD sederhana KD kompleks


1 Durasi <15 menit ±15 menit
2 Tipe kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang dalam satu episode 1x >1x
4 Defisit neurologis - ±
5 Riwayat keluarga kejang ± ±
demam
6 Riwayat keluarga tanpa kejang ± ±
demam
7 Abnormalitas neurologis ± ±
sebelumnya
(Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, L.E., 2005)

15. Bagaimana patofisiologi working diagnosis pada kasus ini ?

Jawab :

Demam  metabolisme meningkat  rusaknya GABA dan peningkatan


Asam Glutamat  mobilisasi ion Na+ meningkat  depolarisasi membran
terganggu  merangsang neurotransmiter untuk merangsang retikulum
sarkoplasma mengeluarkan Ca2+  kontraksi yang lama  kejang
(USU,2012 )

48
16. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini ?

Jawab :

Diberikan segera pada saat kejang terjadi

1) Oksigenisasi

Diberi larutan diazepam per rectal, Diazepam rektal sangat efektif, dan
dapatdiberikan di rumah, Dosis 0,3-0,5mg/kg

Untuk memudahkan:

5 mg untuk BB < 10 kg

10 mg untuk BB > 10 kg

2) Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi


risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Dosis Parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kg/kali


diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

3) Antikonvulsan

Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8

jam pada suhu >38,50 C.

SKENARIO A BLOK VIII 49


Jika kejang berulang, Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (
Deliana , 2002)

17. Apa saja komplikasi pada kasus ini ?

Jawab :

Kompilkasi menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:


kerusakan sel otak.

 Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari


15 menit dan bersifat unilateral
 Kelumpuhan
 Epilepsy
 Hemi paresis
(Taslim S. Soetomenggolo,2000)

18. Apa prognosis pada kasus ini ?

Jawab :

 Dubia et bonam : jika ditangani dengan baik, dapat sembuh

 Dubia et malam : apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam


dapat berkembang jadi

 Kejang demam berulang

 Epilepsi

 Kelainan motorik

 Gangguan mental dan belajar

50
 kematian

19. Apa KDU pada kasus ini ?

Jawab :

Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

(Konsil Kedokteran Indonesia. 2006)

20. Apa pandangan islam pada kasus ini ?

Jawab :

‫( إن الحمى من فيح جهنم فأبردوها بالماء ) رواه البخاري‬

”Sesungguhnya penyakit demam (panas) adalah berasal dari panas neraka


jahanam. Karena itu dinginkanlah (kompres) dengan air.” (HR. Imam al-
Bukhari rahimahullah)

‫( ال تسبها فإنها تنقى الذنوب كما تنقى النار خبث الحديد ) رواه مسلم‬

”Jangalah engkau mencelanya (demam), karena sesungguhnya ia


membersikan dosa sebagaimana api membersikan kotoran dari besi." (HR.
Muslim)

SKENARIO A BLOK VIII 51


Telah terbukti bahwa ketika seseorang menderita demam dengan suhu panas
yang sangat tinggi hingga sampai 41 derajat Celcius, dan itu yang telah
disifati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai luapan
(hembusan) dari neraka Jahanam, hal itu dapat menyebabkan gejolak dan
penurunan kondisi rubuh, kemudian koma dan terkadang dapat menyebabkan
kematian.

2.6 Kesimpulan

Vicky anak laki-laki 4 tahun mengalami kejang demam


komplek,dikarenakan riwayat keluarga,rhinofaringitis dan postmatur.

2.7 Kerangka Konsep

Rhinofaringitis

Demam
(T=39,5ͦC
)

Kejang demam
kompleks

52
Factor risiko

Anak lahir Riwayat


postmatur keluarga
Rhinofaringi (first degree
Asfiksia relative )
tis
Rhinofaringi
hipoksia
tis
Rhinofaringi Punya factor
tis
Lesi
risiko 2-3X
dihipocampus,r terjadi
usaknya factor bangkit
inhibisi dan kejang
meningkatnya demam
fungsi
2.8 Learning Issue
neuroneksitasi
No Pokok What I What I don’t I have to prove How will I
Bahasan know know learn
1. Anatomi & Anatomi & Anatomi otak - Text book
Histolgi Otak Histologi Otak - Internet
2. Kejang Demam Pengertian Etiologi, Penatalaksanaan - Text book
Epidemiologi, - Internet
Patofisiologi, DD,
Diagnosis,
Penatalaksanaan,
Komplikasi,

SKENARIO A BLOK VIII 53


Prognosis
3. Kejang Pengertian Macam-Macam, Mekanisme - Text book
Mekanisme, - Internet
Penyebab
4. Demam Pengertian Macam-Macam, Mekanisme - Text book
Mekanisme, - Internet
Penyebab
5. Paracetamol Pengertian Farmakodinamik Farmakodinamik - Text book
& Farmakokinetik - Internet

BAB III
SINTESIS

Kejang Demam
3.1 Etiologi dan batasan
Kejang Demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal >38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial (biasanya
didahului oleh infeksi bakteri atau virus). Kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah

54
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidaktermasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam
sering disebabkan oleh :
 infeksi saluran pernafasan atas,
 otitis media,
 pneumonia,
 gastroenteritis, dan
 infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Penyebab lain kejang disertai demam
adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik,
amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-
elektrolit.

3.2 Gejala Klinis dan Tipe-tipe kejang demam


Gejala klinis yang terjadi pada penderita kejang demam yaitu :
 Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secaratiba-tiba)
 Kejang tonik-klonik atau grand mal
 Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
padaanak-anak yang mengalami kejang demam)
 Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanyaberlangsung selama 10-20 detik)
 Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama
biasanyaberlangsung 1-2 menit

SKENARIO A BLOK VIII 55


 Lidah atau pipinya tergigit
 Gigi atau rahangnya terkatup rapat
 Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya)
 Gangguan pernafasan
 Apneu (henti nafas)
 Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang biasanya:

 Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1
jamatau lebih.
 Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala.
 Mengantuk
 Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
 Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka
kemungkinanterjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:


1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
• Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
• Kejang umum tonik dan atau klonik
• Umumnya berhenti sendiri
• Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
• Kejang lama > 15 menit
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

56
Secara singkat jenis-jenis kejang ialah sbb;

Klasifikasi Karakteristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, focus di satu
bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain
Parsial sederhana - Dapat bersifat motorik (bener, kelonjotan), sensorik
(iya,matanya mendelik keatas), autonomic (gangguan
yang terjadi pada saraf autonom misalnya kencing),
psikik.
- Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit (colek lebih
dari 1 menit)
Parsial kompleks Dimulai dari kejang parsial sederhana, berkembang menjadi
perubahan kesadaran yang disertai oleh :
- Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
- Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata
- Biasanya berlangsung selama 1-3 menit
Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan
simetris.
Tonik – klonik Spasme tonik-klonok otot, inkontinensia urin, menggigit
lidah, fase pascaiktus
Absence Sering salah didiagnosa sebagai melamun
- Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural
tidak hilang
- Berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa
otot atau tungkai
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh

SKENARIO A BLOK VIII 57


Klonik Gerakan menyentak, repetitife, tajam, lambat, dan tunggal
atau multiple di tangan, tungkai atau torso
Tonik Peningkatan mendadak tonus otot, wajah dan tubuh bagian
atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai
- Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
- Dapat menyebabkan henti nafas

3.3 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan


suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat di permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan
patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

58
Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8-37,2)0C
dalam rentang waktu tertentu. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang
paling sering terjadi pada anak dengan penyebab berupa infeksi dan noninfeksi.
Paling sering penyebabnya adalah infeksi, dalam hal ini adalah infeksi saluran nafas
disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-anak.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10 celsius akan mengakibatkan
kenaikan metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui
membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke sel-
sel tetangganya melalui bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Tergantung dari ambang
kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380
C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 400 C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang

3.4 Diagnosis banding

 meningitis : kejangberulang, tingkat kesdaran somnolen, GRM (+)


 encephalitis : tingkat kesdaran stupor
 tetanus : kejang berulang, ada gangguan kesadaran
 epilepsi : tidak diawali dengan demam

SKENARIO A BLOK VIII 59


3.5 Cara diagnosis

Penegakan diagnosa kejang demam dapat diperoleh melalui beberapa langkah


yakni anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari
laboratorium dan pencitraan jika diperlukan.
 Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung
pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber lain (aloanamnesis)
misalnya wali atau pengantar (Iskandar W dkk, 1991). Dalam anamnesa khususnya
pada penyakit anak dapat digali data – data yang berhubungan dengan kejang
demam meliputi:
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur
penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada
anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun .(Iskandar W dkk, 1991)
b. Riwayat Penyakit
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun
cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat
pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat
yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya
reaksi alergi terhadap obat (Iskandar W dkk, 1991).
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan
kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama
demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten,
intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang
menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran

60
menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi
perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari
anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam
itu sendiri (Iskandar W dkk, 1991).
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi;
apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang;
apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah
pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang
pertama); apakah terjadi kejang ulangan
dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara
teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal.
Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan,
kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga
penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan
apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan
apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang
dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone) (Iskandar
W dkk, 1991).
c. Riwayat Kehamilan Ibu
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan
ibu selama hamil (Iskandar W dkk, 1991).
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang
menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan
bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa
kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan
mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat
persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya

SKENARIO A BLOK VIII 61


asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan
dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam (Iskandar W dkk,
1991).
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari
kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat
diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan
pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada
anak balita perlu ditanyakan perkembangan
motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa (Iskandar W dkk, 1991).
f. Riwayat Imunisasi
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal
yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi
(Iskandar W dkk, 1991).
g. Riwayat Makanan
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya (Iskandar W dkk, 1991).
h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami
kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami penyakit saraf
sebelumnya (Iskandar W dkk, 1991).
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya
(ayah, ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat
familial penderita (Iskandar W dkk, 1991).
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi
kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda –
tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu

62
tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada).
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari
ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada
pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang
berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan
salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab
bias infeksi maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada
pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari
adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada
infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya
proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan
dengan pucat, panas, atau perdarahan.
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah
kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien
dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik,
umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu
diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku
kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas;
pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan
neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti
berikut :
1) Usahakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,
henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,
dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventikular.

SKENARIO A BLOK VIII 63


Skala Glasgow Coma Scale pada anak-anak
Eyes Opening

Score >1 Year <1 year

4 Spontaneously Spontaneously

3 To verbal command To shout

2 To pain To pain

1 No response No response

Best Motor Response

Score >1 Year <1 Year

6 Obeys Obeys

5 Localizes pain Localizes pain

4 Flexion-withdrawal Flexion-withdrawal

3 Flexion-abnormal Flexion-abnormal
(decorticate rigidity) (decerebrate rigidity)

2 Extension (decerebrate Extension (decorticate


rigidity) rigidity)

1 No response No response

Best Verbal Response

Score >5 years 2–5 Years 0–23 Months

5 Oriented and converses Appropriate words and Smiles, coos appropriately


phrases

4 Disoriented and Inappropriate words Cries, consolable


converses

64
3 Inappropriate words Persistent cries and/or Persistent, inappropriate
screams crying and/or screaming

2 Incomprehensible Grunts Grunts, agitated/restless


sounds

1 No response No response No response

Total: 3–15

3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran
menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel
enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang
berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terdiri dari:
a. pemeriksaan laboratorium

SKENARIO A BLOK VIII 65


Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber
infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah) (Berber & Benin,
1981).
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula
dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap
terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara
berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,
amonia dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia.
Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan
supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi
terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah
pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan
untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang
tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan
diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.

66
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih
besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
f) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi
positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.

b. pemeriksaan radiologi
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan
hanya dikerjakan atas indikasi (Berber & Benin, 1981).
c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis
meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
- bayi < 12 bulan : diharuskan
- bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
- bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi (Baumer JH,
2004).

d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)


Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh
sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas
(misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang
demam fokal) (IKA FK UNAIR, 2006)

SKENARIO A BLOK VIII 67


Selain anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang perlu pula
dilakukan pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis.
 Rangsang Selaput Otak (Iritasi Meningeal)
Bila selaput otak meradang (misalnya pada meningitis) atau di rongga
subarachnoid terdapat benda asing (misalnya darah, seperti pada perdarahan
subarachnoid), maka hal ini dapat merangsang selaput otak, dan terjadilah iritasi
meningeal atau rangsang selaput otak. Manifestasi subjektif dari keadaan ini ialah
keluhan yang dapat berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia dan hiperakusis.
Gejala lain yang dapat dijumpai ialah: sikap tungkai yang cenderung mengambil
posisi fleksi, dan opistotonus, yaitu kepala dikedikkan ke belakang dan punggung
melengkung ke belakang, sehingga pasien berada dalam keadaan ekstensi karena
terakngsangnya otot-otot ekstensor kuduk dan punggung. Opistotonus ini lebih sering
kita jumpai pada bayi dan anak yang menderita meningitis, misalnya meningitits
tuberkulosa.
Selain itu, rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala,
diantaranya kaku duduk, tanda Lasegue, Kernig, Brudzinski I (Brudzinski’s neck
sign), dan Brudzinski II (Brudzinksi’s contralateral leg sign).

 Kaku Kuduk (nuchal (neck) rigidity)


Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang
selaput otak. Kita jarang mendiagnosis meningitis tanpa adanya gejala ini. Untuk
memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan hal berikut: Tangan pemeriksa ditempatkan
di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi)
dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang
berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. Pada

68
keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.

Pada pasien yang pingsan (koma) kadang-kadang kaku kuduk menghilang


atau berkurang. Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan
kesadaran yang menurun, sebaiknya penekukan kepala dilakukan sewaktu pernafasan
pasien dalam keadaan ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi,
biasanya (pada keadaan normal)kita juga mendapatkan sedikit tahanan, dan hal ini
dapat mengakibatkan salah tafsir.

Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh miositis
otot kuduk, abses retrofaringeal, atau arthritis di servikal. Pada kaku kuduk oleh
rangsang selaput otak, tahanan didapatkan bila kita menekukkan kepala, sedangkan
bila kepala di rotasi, biasanya dapat dilakukan dengan mudah, dan umumnya tahanan
tidak bertambah. Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan.

Hal ini mungkin tidak demikian pada kelainan lain tersebut di atas. Untuk
menilai adanya tahanan saat rotasi kepala, letakkan tangan anda pada dahi pasien
kemudian secara lembut dan perlahan-lahan anda putar kepalanya dari satu sisi ke sisi
lainnya, dan nilai tahanannya. Pada iritasi meningeal, pemutaran kepala dapat
dilakukan dengan mudah dan tahanan tidak bertambah. Untuk menilai keadaan
ekstensi kepala, angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dengan mudah jatuh ke
belakang. Pada keadaan iritasi selaput otak, tes rotasi kepala dan hiperekstensi kepala
biasanya tidak terganggu, sedangkan pada kelainan lain (misalnya miositis otot
kuduk, arthritis servikalis, tetanus, penyakit Parkinson) biasanya terganggu. Selain
itu, tanda Kernig positif pada rangsang selaput otak, namun tidak demikian pada
kelainan tersebut di atas.

 Tanda Lasegue
Untuk pemeriksaan ini dilakukan hal berikut: Pasien yang sedang berbaring
diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus,
dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus

SKENARIO A BLOK VIII 69


selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal, kita dapat
mencapai sudut 70˚ sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa
sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70˚, maka disebut tanda Lasegue positif.
Namun demikian, bila pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60˚.
Tanda Lasegue positif dijumpai pada kelainan berikut: rangsang selaput otak, isialgia,
dan iritasi pleksus lumbosakral (misalnya hernia nucleus pulposus lumbalis).

 Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbarng difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90˚. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini
sampai sudut 135˚, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda Kernig positif.
Tanda Kernig positif terjadi pada kelainan rangsang selaput otak, dan iritasi akar
lumbosakral atau pleksusnya. Pada meningitis biasanya positif bilateral, sedangkan
pada HNP-lumbal dapat unilateral.

 Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)


Untuk memeriksa tanda ini dilakukan hal berikut: dengan tangan yang
ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala
sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda
Brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.
Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh.

 Tanda Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)


Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian
panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila
tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tanda Brudzinski II positif.

70
Sebagaimana halnya pada tanda Brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu
apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.

3.6 Tatalaksana

 Symptomatif
 Penanganan pada saat kejang
Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/KgBB/dosis
IV
(perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan
dosis yang sama 20 menit kemudian.

 Turunkan demam : Anti piretika Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO


atau Ibuprofen 5 – 10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4
kali per hari.
Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air
biasa.

 Causatif
Antibiotika atau antiviral diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.

 Suportif

 Bebaskan jalan nafas.


 Pemberian oksigen.
 Menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan
keseimbangan tekanan darah.
 Preventif

SKENARIO A BLOK VIII 71


 Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana
dengan
Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak
menderita penyakit yang disertai demam.
 Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam
Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.
 Edukasi pada orang tua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian orang tuaberanggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya:

 Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis


baik
 Memberitahukan cara penanganan kejang
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.

3.7 Prognosis dan Komplikasi

Prognosis dapat ditegakkan berdasarkan :

 Riwayat kejang demam dalam keluarga


Jika ada faktor genetik pada penderita kejang demam kemungkinan terjadinya
kejang demam berulang akan semakin buruk.

 Usia kurang dari 12 bulan


Anak yang mengalami kejang pada usia kurang dari 12 bulan memiliki
kemungkinan yang lebih besar mengalami kejang demam berulang.

72
 Temperatur yang rendah saat kejang
Semakin rendah suhu pada saat penderita mengalami kejang maka
kemungkinan timbulnya kejang berulang akan semakin besar.

 Cepatnya kejang setelah demam


Semakin cepat waktu pada saat terjadinya kejang demam, maka kemungkinan
timbulnya kejang berulng akan semakin besar.

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam
dapat
berkembang menjadi :

• Kejang demam berulang

• Epilepsi

• Kelainan motorik

• Gangguan mental dan belajar

3.8 Kompetensi Dokter Umum

Kompetensi dokter umum dalam kasus colek yaitu :

 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan klinik dan


pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan
laboratorium sederhana).

 Dokter mampu memutuskan dan menangani problem itu secara mandiri dan
tuntas.

SKENARIO A BLOK VIII 73


 Merujuk pasien ke dokter ahli jika tidak mampu menangani / tindakan yang
akan dilakukan sudah diluar batasan kompetensi dokter umum.

3.9 Anatomi otak

1. System Saraf :
b) Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
1) Otak
Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke
dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi
fungsional, dan perkembangan evolusi. Pengelompokan tersebut
adalah :

a) Batang Otak, bagian ini mengontrol banyak proses untuk


mempertahankan hidup (fungsi vegetatif), misal bernapas,
sirkulasi, dan pencernaan.

b) Serebelum, pemeliharaan posisi tubuh dalam ruangyang


sesuai dan kordinasi bawah sadar aktivitas motorik (gerakan)

c) Otak Depan (forebrain)

a. Diensefalon
1. Hipotalamus
2. Talamus
b. Serebrum
1. Nukleus Basal, berperan dalam efek inhibisi
 Menghambat tonus otot diseluruh tubuh ( tonus
otot yang sesuai biasanya dipertahankan oleh
keseimbangan oleh masukan inhibitorik dan
eksitatorik ke neuron2 yang mempersarafi otot
rangka)

74
 Memilih dan mempertahankan aktivitas motorik
bertujuan sememntara menekan polagerakan
yang tidak berguna atau tidak diinginkan
 Membantu memantau dan mengkoordinasi
kontraksi-kontraksi menetap yang lambat,
teruma kontraksi yang berhubungan dengan
postur dan penunjang.

2. Korteks Serebrum, berperan penting dalam sebagian


besar fungsi tercanggih saraf, misal inisiasi volunteer
gerakan , persepsi sensorik akhir, berpikir sadar,
bahasa, sifat kepribadian, dan factor-faktor yang
berhubungan dengan intelektual.

SKENARIO A BLOK VIII 75


Kontrol Gerak :

Diperankan oleh kerja sama antara Talamus, Nukleus Basal, dan Korteks
Serebrum.

Talamus secara positif meperkuata aktivitas motorik volunteer yang dimulai


oleh korteks serebrum. Nukleus Basal memodulasi aktivitas motorik volunter
yang mengeluarkan efek inhibisi pada thalamus dam menghambat neuron-
neuron batang otak yang mempengaruhi neuron motorik yang mempersarafi
otot rangka.

76
2) Medulla spinalis

Merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen


occipitalis magnum melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan
beakhir pada conus medullaris setinggi V.Lumbalis I. Kemudian hanya
berupa serabut-serabut saraf yang disebut caudal aquina. Medulla spinalis
ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat
lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung
serat-serat saraf (white matter) dan bagian tengahnya berwarna
gelap (grey matter) yang mengandung sel-sel body dan bentuknya
seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini keluar masuk serabut saraf
sebanyak 31 pasang yang melalui foramen intervertebralis.
Sebagaimana otak medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput meningen
dan mengandung cairan otak.

Pada medulla spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga


columna alba. Pada tractus asendens terdiri atas tiga tractus yaitu:

1) Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis


Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medulla ke thalamus.
Serabutnya dimulai pada collumna posterior substantia grisea dari sisi
berseberangan dan melintas diatas commisura alba anterior sebelum naik
pada columna alba anterior.

1. Tractus spinothalamicus lateralis


Membawa impuls sakit dan temperatur ke thalamus. Serabutnya
bergabung pada medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus
anterior untuk membentuk lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel
yang terletak pada cornu posterior subatantia grisea sisi
seberangannya dan terutama berjalan naik pada columna lateralis.

SKENARIO A BLOK VIII 77


2. Tractus spinothalamicus anterior posterior atau ventralis
dorsalis
Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu
koordinasi otot (aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan
tekanan. Serabut-serabut saraf mulai keluar pada cornu posterius dari sisi
yang sama dan berjalan menuju columna alba lateralis.

Tractus desendens terdiri atas:

1. t r a c t u s c o r t i c o s p i n a l i s a t a u cerebrospinalis anterior atau


ventralis atau disebut juga tractus pyramidalis direk
Tersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari
cortex cerebri. Medulla terletak didekat fissura antero -media dan
berhubungan dengan kontrol voluntaris dari otot skeletal. Tractus
menjadi lebih kecil ketika berjalan naik dan hampir hilang pada regio
thoracis media karena pada ketinggian ini sebagian besar serabut
pembentuknya sudah menyeberang ke sisi berlawanan untuk
berakhir dengan cara membentuk sinaps di sekitar cornu anterior
dari neuron motoris inferior. Beberapa serabut yang masih tersisa
akan berakhir pada columna anterior substantia grisea pada sisi
chorda yang sama.

2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverse


Mengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot
volunter. Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melint ang
diatas atau bergabung dengan tract us s i si seberangn ya pada
medulla.

3. Tractus vestibulospinalis
Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus

78
ini mempunyai hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur.
Serabut saraf mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari
gabungan sel-sel yang disebut nucleus vestibularis.

4. Tractus rubrospinalis
Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis,
serabutnya dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk
berakhir di sekitar sel-sel cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol
aksi otot dan merupakan bagian utama dari sistem extrapyramidal.

Tractus motoris dan sensoris merupakan tractus yang paling


penting di dalam otak dan medulla spinalis dan mempunyai
hubungan yang erat untuk gerakan motoris voluntaris, sensasi rasa
sakit, temperatur dan sentuhan dari organ-organ indera pada kulit dan
impuls propioseptif dari otot dan sendi.

Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris


berasal dari cortex motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun
melalui capsula interna pada genu dan duapertiga anterior limbus
posterior.

Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron


motorik yang melayani otot -otot pada truncus termasuk
mm.intercostalis dan abdominalis. Semua neuron yang
menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei motorii di dalam batang
otak dan medulla spinalis dapat disebut sebagai neuron motor atas (upper
motor neuron). Impuls-impuls motorik ini dapat disalurkan melalui jalur-
jalur saraf yang termasuk dalam susunan pyramidal dan susunan
ekstrapyramidal oleh karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron yang
membentuk jalur desendens pyramidal (tractus corticobulbaris
dan corticospinalis) dan ekstrapyramidal (tractus reticulospinalis dan
rubrospinalis) dapat disebut sebagai neuron motor atas sedangkan

SKENARIO A BLOK VIII 79


neuron-neuron motorik di dalam nuclei motorii di dalam batang otak dan
medulla spinalis dapat disebut neuron motor bawah (lower motor neuron).

2. Sistem Saraf Tepi


- 12 pasang saraf cranialis
Neuroanatomi Nervi Craniales

1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.

- 31 pasang saraf spinalis


31 pasang saraf spinal yang meninggalkan medulla spinalis
melalui foramina intervertebralis pada columna vertebralis
dimana mereka ditemukan 8 saraf cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5
sacral dan 1 coccegeal.

Masing-masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla


spinalis oleh 2 radix, radix anterior clan radix posterior. Radix
anterior terdiri atas berkas serabut saraf yang membawa impuls
saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf seperti ini
dinamakan serabut saraf efferens. Serabut efferens yang menuju ke

80
otot bercorak dan menyebabkan otot ini berkontraksi dinamakan
serabut motoris. Sel asalnya terletak pada cornu anterius medulla
spinalis. Radix posterior terdiri atas berkas serabut-serabut saraf
yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan
serabut afferens. Karena serabut ini berkaitan dengan
penghantran informasi tentang substansi raba, nyeri, suhu dan vibrasi
maka disebut serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu
pembesaran pada radix posterior yang disebut ganglion radix
posterior.

Pada setiap foramen intervertebralis radix anterior dan


posterior bersatu menjadi saraf spinalis. Di sini serabut motoris
dan sensoris bercampur menjadi satu sehingga saraf spinal
dibentuk oleh campuran serabut motoris dan sensoris. Waktu
keluar dari foramen saraf spinalis dibagi menjadi ramus ventralis
yang besar dan ramus dorsalis yang lebih kecil. Ramus
dorsalis berjalan ke posterior mengelilingi columna vertebralis
untuk mempersarafi otot-otot dan kulit punggung. Ramus ventralis
terus berjalan ke anterior untuk mempersarafi otot-otot dan kulit
sekitar dinding anterolateral tubuh dan semua otot dan
kulit ekstremitas. Dengan kata lain setiap saraf spinal memiliki pola
sebaran yang biasa disebut bersifat meruas atau sesuai dermatom.
Suatu dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi serabut
sensorik dari satu akar dorsal melalui cabang dorsal dan ventral
saraf spinal.

Pada pangkal ekstremitas rami ventralis satu sama


lainnya bersatu membentuk plexus saraf yang rumit. Pada
pangkal lengan atas terdapat plexus cervicalis dan brachialis dan
pada pangkal tungkai atas terdapat plexus lumbalis dan sacralis.

SKENARIO A BLOK VIII 81


3.10. Fisiologi otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu :


1) Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan hewan.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual dan kecerdasan intelektual atau IQ.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus, yaitu :
 Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
 Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2) Cerebellum (Otak Kecil)
Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.

82
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :
 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain)
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
 Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti
detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke
pusat otak bersama dengan formasi reticular

4) Limbic System (Sistem Limbik)


Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik
menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Sistem
limbic disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan dan
kejujuran. (Sherwood,2001)

SKENARIO A BLOK VIII 83


3.11. Histologi otak

Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri


dan kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu
semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian
paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea.
Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk
struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik
akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:

1) Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan


terletak tepat di bawah lapisan pia. Terdapat sel
horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson
yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel
piramid, sel stelatte).

2) Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel


saraf kecil segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah
ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di
bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.

3) Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang


berukuran besar (semakin besar dari luar ke dalam).
Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson
mengarah ke substansia alba.

4) Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang


banyak mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal,
dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan yang
paling padat.

5) Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling


jarang, banyak mengandung sel-sel piramid besar dan

84
sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti
adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya
mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.

6) Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan


berbatasan dengan substansia alba, dengan varian sel
yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel
fusiform.

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi


informasi, inisiasi gerakan motorik, dan merupakan pusat
integrasi informasi yang diterima.

Cerebellum

1) Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung


terletak di bawah lapisan pia dan sedikit
mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak
bermielin, sel stelata, dan dendrit sel Purkinje dari
lapisan di bawahnya.

SKENARIO A BLOK VIII 85


2) Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner,
banyak sel-sel Purkinje yang besar dan berbentuk
seperti botol dan khas untuk serebelum. Dendritnya
bercabang dan memasuki lapisan molekular,
sementara akson termielinasi menembus substansia
alba.

3) Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun


atas sel-sel kecil dengan 3-6 dendrit naik ke lapisan
molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
pia meter, lapisan araknoid dan durameter.

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis,


serta melekat erat pada otak.

b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter


dan mengandung sedikit pembuluh darah. Runga
araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter
dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh

86
darah serta jaringan penghubung serta selaput yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di
bawahnya.

c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan


terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus
bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi
spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter
melekat di permukaan dalam kranium dan berperan
sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.
Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam
sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di
arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks
serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma.
Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid
pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural
adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla
spinalis. (Junqueira, dkk. 2007)

SKENARIO A BLOK VIII 87


DAFTAR PUSTAKA

Anatomi fisiologi sistem saraf,pdf. 2012. http://staff.unila.ac.id diakses


pada 23 September 2013

Behrman, Kliegman, Arvin.2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15


Vol.3 . Jakarta : EGC.

Deliana,M. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62

Departemen Kesehatan. 2011. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di


RS . Jakarta

Dewanto,G , dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana


Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.

Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton, AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC

Hull, D, Johnston, D.I. 2005. Dasar-dasar Pediatri edisi 3. Jakarta :EGC.

Ilmu kesehatan anak.FK USU/Rs.H.Adam Malik Medan.Kejang


demam.Pdf.2012

Junqueira, dkk. 2007. Histologi Dasar. Jakarta : EGC

88
Kamus saku kedokteran Dorland/ alih bahasa, Poppy Kumala; copy
editor edisi bahasa Indonesia, Dyah Nuswantari. – Ed.28 –
Jakarta:EGC, 1998.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta


: KKI
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC

Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC


Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta;
EGC
Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta :
Dian Rakyat
Snell R. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 5 th ed.
Jakarta: EGC.
Soetomenggolo, Taslims. 2000. Buku Ajar NEUROLOGI ANAK.
Cetakan ke-2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, L.E., (2005), Febrile Seizures,


Australian Family Physician, Vol.34 No 12 :1021-1025

Staf Pengajar IKA FKUI, 1985, Kejang Demam dalam : Ilmu Kesehatan
Anak, Jilid II : hal; 883-885, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI,
Jakarta.
Tata Laksana Kejang Demam pada Anak , Melda Deliana Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62

SKENARIO A BLOK VIII 89


90

Anda mungkin juga menyukai