Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 8 sebagai tugas
kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT.
2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Dr. Nyayu Fitriani
4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.
5. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover......................................................................................... 1
Kata Pengantar ............................................................................................ 2
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................... 4
BAB II Pembahasan
2.1 Data Tutorial ........................................................................ 5
2.2 Skenario ................................................................................... 5
2.3 Seven Jump Steps
2.3.1 Klarifikasi Istilah ............................................................... 7
2.3.2 Identifikasi Masalah .......................................................... 8
2.3.3 Analisis Masalah ............................................................... 9
2.3.4 Kesimpulan ………………………………………............ 51
2.3.5 Kerangka Konsep............................................................... 52
2.3.6 Sintesis…………………………………………………… 54
Daftar Pustaka……………………………………………………………… 87
1. 1 Latar Belakang
Blok Neuromusculoskeletal adalah blok 8 pada semester 3 dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak
berusia 4 tahun yang mengalami kejang demam berulang.
4
BAB II
PEMBAHASAN
6
Gejala rangsang meningeal : tidak ada
10. Refleks patologis : Suatu gerakan involunter yang dilakukan oleh tubuh
akibat rangsangan tertentu akibat gangguan fungsi saraf. (Dorlan,eds 28 )
11. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
rektal > 38 derajat celcius disebabkan oleh proses ekstracranial. (Kapita
Selekta Kedokteran )
2. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk
kejang sama seperti kejang sebelumnya.
3. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky panas disertai batuk pilek. Panas
makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi, Vicky
mengalami kejang.
4. Vicky belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat
bayi. Vicky lahir spotan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kesadaran kompos mentis,
28x/menit. Suhu 39,5ͦC
6. Keadaan spesifik
Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),
faring : hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)
Leher : tidak ada kaku kuduk
Thorax : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising
jantung (-), Paru : vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada
7. Status neurologis
8
Nn. Craniales : tidak ada kelainan
Fungsi motorik :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
fisiologis
Refleks - - - -
patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : tidak ada
Jawab :
1. System Saraf :
a) Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
1) Otak
2) Medulla spinalis
2. System Saraf Tepi
Jawab :
10
c. Bagaimana anatomi dari sistem yang terlibat ?
Jawab :
Anatomi
12
d. Bagaimana fisiologi dari sistem yang terlibat ?
Jawab :
14
limbic disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan dan
kejujuran. (Sherwood,2001)
e. Bagaimana histologi dari sistem yang terlibat ?
Jawab :
Cerebellum
16
1) Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung
terletak di bawah lapisan pia dan sedikit mengandung
sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel stelata, dan
dendrit sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta
melekat erat pada otak.
Jawab :
1. Kelainan intrakranium
a) Meningitis
b) Ensefalitis
18
d) Abses otak
e) Trauma kepala
2. Kelainan ekstrakranium
a) Hipoglikemi
d) Keracunan
Jawab :
Klasifikasi Karakteristik
20
dan simetrik; tidak ada aura
Jawab :
Jawab :
1. Intrakranial
2. Ekstrakranial
22
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K)
3. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
Etiologi Demam
- infeksi - toksemia
- imunisasi - keganasan
( Dewanto, 2009)
k. Apa makna sebelum dan sesudah kejang vicky masih tetap sadar ?
Jawab :
l. Apa makna kejang hampIr seluruh badan tangan dan kaki tegak
lurus,mata mendelik keatas ?
Jawab :
Jawab :
Depolarisasi neuron
N.occulomotorius
M. Superior rectus
24
2. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk
kejang sama seperti kejang sebelumnya.
Jawab :
Kejang yang dialami vicky dapat terjadi kembali karena ada beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kejang yang berulang antara lain :
3. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky panas disertai batuk pilek. Panas
makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi,
Vicky mengalami kejang.
Jawab :
Batuk dan pilek itu tanda infeksi dan merupakan respon fisiologis
tubuh..
26
Jawab :
Demam
Pirogen endogen
Mengganggu termoregulator
eksitasi ˃ inhibisi
Kejang
Jawab :
Jawab :
Jawab :
28
1. Kejang demam sederhana ( harus semua kriteria)
Berlangsung singkat
Diagnosisnya :
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
(Soetomenggolo, 1995)
4. Vicky belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat
bayi. Vicky lahir spotan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
a. Apa makna riwayat kejang dalam keluarga ?
Jawab :
Kejang pertama pada usia 4 tahun, pada saat ini rentan terjadi
kejang karena jaras motorik belum matur dan adanya factor predopsisi.
Pada penegakan diagnosis meningitis dan infeksi saluran kemih harus
disingkirkan. (Hull, 2005)
30
Jawab :
5. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : nadi 120x/menit( isi dan tegangan cukup), frek nafas
28x/menit. Suhu 39,5ͦC
a. Apa intepretasi dan mekanisme pada pemeriksaan fisik tanda vital ?
Jawab :
Neonatus 30-60 35
32
sel-sel endotel dan jenis sel-sel lain sebagai pertahanan utama =>
sitokin-sitokin pirogenik (IL1, TNF, IL6, IFN) => Hipotalamus
anterior => Peningkatan PGE2 => peningkatan titik termoregulasi
yang sudah ditentukan => aksi antipiretik => peningkatan
konservasi panas => peningkatan produksi panas => demam
6. Keadaan spesifik
Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),
faring : hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)
a. Apa intepretasi dan mekanisme pada keadaan spesifik ?
Jawab :
7. Status neurologis
Nn. Craniales : tidak ada kelainan
Fungsi motorik :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Jawab :
34
(Sherwood, Lauralee. 2001)
Jawab :
5 : Orientasi baik
36
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
3. Fungsi motorik
a. Otot
38
Ukuran : atropi / hipertropi
4. Fungsi sensorik
5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks cremaster
• Refleks gluteal
40
c) Refleks Periosto radialis
d) Refleks Periostoulnaris
Jawab :
42
pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang
segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal,
riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa
kejang demam akomlpeks
Azura
KDS KDK
Kejang + + + + + + +
Demam + + + + + - +
Riwayat + + - - - + +
Keluarg
a
Kaku - - + + + - -
kuduk
44
Pandy - - + + - -
test
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada pemeriksaan penunjang berupa
anamnesis, dan pemeriksaan fisik dapat terlihat indikasi ke arah kejang demam.
Dengan menyingkirkan:
- ensepalofitis tidak dipilih karena lama kejang biasanya > 1 jam, dan ukuran
UUB membesar
- tetanus karena pada tetanus akan terjadi kejang apabila ada rangsangan
tertentu dan pada saat kejang, penderita dalam keadaan sadar.
sehingga kemungkinan yang terjadi pada vicky merupakan kejadian kejang demam,
dan tergolong kejang demam kompleks karena kejadian/frekuensi kejang terjadi 2x
24 jam.
Jawab :
b. pemeriksaan radiologi
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin
dan hanya dikerjakan atas indikasi (Berber & Benin, 1981).
- bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi
(Baumer JH, 2004).
46
11. Apa working diagnosis pada kasus ?
Jawab :
Jawab :
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi
saluran kemih ( Soetomenggolo,2000).
Tiga faktor utama yang berperan
a. Faktor Demam : infeksi saluran nafas, infeksi pencernaan,
infeksi sal kemih, raseola infatum, dan pasca
imunisasi
b. Umur : kejang demam 6 bulan – 6 tahun, kejang
demam 5-6 bulan kemunngkinan terjadinya
sistem saraf pusat
c. Gen : berperan dalam kejang demam, sekitar 7,5%
kejang demam keluarga risiko meningkat 5% bila
orang tua menderita dengan penurunan dominan,
ressessive, poligenic
Jawab :
Jawab :
Jawab :
48
16. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini ?
Jawab :
1) Oksigenisasi
Diberi larutan diazepam per rectal, Diazepam rektal sangat efektif, dan
dapatdiberikan di rumah, Dosis 0,3-0,5mg/kg
Untuk memudahkan:
5 mg untuk BB < 10 kg
10 mg untuk BB > 10 kg
2) Antipiretik
3) Antikonvulsan
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
Jawab :
Jawab :
Epilepsi
Kelainan motorik
50
kematian
Jawab :
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
Jawab :
( ال تسبها فإنها تنقى الذنوب كما تنقى النار خبث الحديد ) رواه مسلم
2.6 Kesimpulan
Rhinofaringitis
Demam
(T=39,5ͦC
)
Kejang demam
kompleks
52
Factor risiko
BAB III
SINTESIS
Kejang Demam
3.1 Etiologi dan batasan
Kejang Demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal >38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial (biasanya
didahului oleh infeksi bakteri atau virus). Kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah
54
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidaktermasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam
sering disebabkan oleh :
infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media,
pneumonia,
gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Penyebab lain kejang disertai demam
adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik,
amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-
elektrolit.
Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1
jamatau lebih.
Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala.
Mengantuk
Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka
kemungkinanterjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.
56
Secara singkat jenis-jenis kejang ialah sbb;
Klasifikasi Karakteristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, focus di satu
bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain
Parsial sederhana - Dapat bersifat motorik (bener, kelonjotan), sensorik
(iya,matanya mendelik keatas), autonomic (gangguan
yang terjadi pada saraf autonom misalnya kencing),
psikik.
- Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit (colek lebih
dari 1 menit)
Parsial kompleks Dimulai dari kejang parsial sederhana, berkembang menjadi
perubahan kesadaran yang disertai oleh :
- Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
- Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata
- Biasanya berlangsung selama 1-3 menit
Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan
simetris.
Tonik – klonik Spasme tonik-klonok otot, inkontinensia urin, menggigit
lidah, fase pascaiktus
Absence Sering salah didiagnosa sebagai melamun
- Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural
tidak hilang
- Berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa
otot atau tungkai
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh
3.3 Patofisiologi
58
Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8-37,2)0C
dalam rentang waktu tertentu. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang
paling sering terjadi pada anak dengan penyebab berupa infeksi dan noninfeksi.
Paling sering penyebabnya adalah infeksi, dalam hal ini adalah infeksi saluran nafas
disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-anak.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10 celsius akan mengakibatkan
kenaikan metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui
membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke sel-
sel tetangganya melalui bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Tergantung dari ambang
kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380
C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 400 C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang
60
menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi
perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari
anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam
itu sendiri (Iskandar W dkk, 1991).
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi;
apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang;
apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah
pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang
pertama); apakah terjadi kejang ulangan
dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara
teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal.
Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan,
kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga
penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan
apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan
apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang
dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone) (Iskandar
W dkk, 1991).
c. Riwayat Kehamilan Ibu
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan
ibu selama hamil (Iskandar W dkk, 1991).
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang
menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan
bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa
kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan
mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat
persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya
62
tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada).
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari
ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada
pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang
berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan
salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab
bias infeksi maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada
pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari
adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada
infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya
proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan
dengan pucat, panas, atau perdarahan.
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah
kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien
dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik,
umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu
diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku
kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas;
pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan
neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti
berikut :
1) Usahakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,
henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,
dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventikular.
4 Spontaneously Spontaneously
2 To pain To pain
1 No response No response
6 Obeys Obeys
4 Flexion-withdrawal Flexion-withdrawal
3 Flexion-abnormal Flexion-abnormal
(decorticate rigidity) (decerebrate rigidity)
1 No response No response
64
3 Inappropriate words Persistent cries and/or Persistent, inappropriate
screams crying and/or screaming
Total: 3–15
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran
menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel
enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang
berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terdiri dari:
a. pemeriksaan laboratorium
66
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih
besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
f) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi
positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
b. pemeriksaan radiologi
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan
hanya dikerjakan atas indikasi (Berber & Benin, 1981).
c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis
meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
- bayi < 12 bulan : diharuskan
- bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
- bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi (Baumer JH,
2004).
68
keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh miositis
otot kuduk, abses retrofaringeal, atau arthritis di servikal. Pada kaku kuduk oleh
rangsang selaput otak, tahanan didapatkan bila kita menekukkan kepala, sedangkan
bila kepala di rotasi, biasanya dapat dilakukan dengan mudah, dan umumnya tahanan
tidak bertambah. Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan.
Hal ini mungkin tidak demikian pada kelainan lain tersebut di atas. Untuk
menilai adanya tahanan saat rotasi kepala, letakkan tangan anda pada dahi pasien
kemudian secara lembut dan perlahan-lahan anda putar kepalanya dari satu sisi ke sisi
lainnya, dan nilai tahanannya. Pada iritasi meningeal, pemutaran kepala dapat
dilakukan dengan mudah dan tahanan tidak bertambah. Untuk menilai keadaan
ekstensi kepala, angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dengan mudah jatuh ke
belakang. Pada keadaan iritasi selaput otak, tes rotasi kepala dan hiperekstensi kepala
biasanya tidak terganggu, sedangkan pada kelainan lain (misalnya miositis otot
kuduk, arthritis servikalis, tetanus, penyakit Parkinson) biasanya terganggu. Selain
itu, tanda Kernig positif pada rangsang selaput otak, namun tidak demikian pada
kelainan tersebut di atas.
Tanda Lasegue
Untuk pemeriksaan ini dilakukan hal berikut: Pasien yang sedang berbaring
diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus,
dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus
Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbarng difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90˚. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini
sampai sudut 135˚, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda Kernig positif.
Tanda Kernig positif terjadi pada kelainan rangsang selaput otak, dan iritasi akar
lumbosakral atau pleksusnya. Pada meningitis biasanya positif bilateral, sedangkan
pada HNP-lumbal dapat unilateral.
70
Sebagaimana halnya pada tanda Brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu
apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.
3.6 Tatalaksana
Symptomatif
Penanganan pada saat kejang
Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/KgBB/dosis
IV
(perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan
dosis yang sama 20 menit kemudian.
Causatif
Antibiotika atau antiviral diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
Suportif
72
Temperatur yang rendah saat kejang
Semakin rendah suhu pada saat penderita mengalami kejang maka
kemungkinan timbulnya kejang berulang akan semakin besar.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam
dapat
berkembang menjadi :
• Epilepsi
• Kelainan motorik
Dokter mampu memutuskan dan menangani problem itu secara mandiri dan
tuntas.
1. System Saraf :
b) Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
1) Otak
Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke
dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi
fungsional, dan perkembangan evolusi. Pengelompokan tersebut
adalah :
a. Diensefalon
1. Hipotalamus
2. Talamus
b. Serebrum
1. Nukleus Basal, berperan dalam efek inhibisi
Menghambat tonus otot diseluruh tubuh ( tonus
otot yang sesuai biasanya dipertahankan oleh
keseimbangan oleh masukan inhibitorik dan
eksitatorik ke neuron2 yang mempersarafi otot
rangka)
74
Memilih dan mempertahankan aktivitas motorik
bertujuan sememntara menekan polagerakan
yang tidak berguna atau tidak diinginkan
Membantu memantau dan mengkoordinasi
kontraksi-kontraksi menetap yang lambat,
teruma kontraksi yang berhubungan dengan
postur dan penunjang.
Diperankan oleh kerja sama antara Talamus, Nukleus Basal, dan Korteks
Serebrum.
76
2) Medulla spinalis
3. Tractus vestibulospinalis
Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus
78
ini mempunyai hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur.
Serabut saraf mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari
gabungan sel-sel yang disebut nucleus vestibularis.
4. Tractus rubrospinalis
Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis,
serabutnya dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk
berakhir di sekitar sel-sel cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol
aksi otot dan merupakan bagian utama dari sistem extrapyramidal.
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
80
otot bercorak dan menyebabkan otot ini berkontraksi dinamakan
serabut motoris. Sel asalnya terletak pada cornu anterius medulla
spinalis. Radix posterior terdiri atas berkas serabut-serabut saraf
yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan
serabut afferens. Karena serabut ini berkaitan dengan
penghantran informasi tentang substansi raba, nyeri, suhu dan vibrasi
maka disebut serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu
pembesaran pada radix posterior yang disebut ganglion radix
posterior.
82
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain)
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti
detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke
pusat otak bersama dengan formasi reticular
84
sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti
adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya
mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.
Cerebellum
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
86
darah serta jaringan penghubung serta selaput yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di
bawahnya.
Deliana,M. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62
Guyton, AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC
88
Kamus saku kedokteran Dorland/ alih bahasa, Poppy Kumala; copy
editor edisi bahasa Indonesia, Dyah Nuswantari. – Ed.28 –
Jakarta:EGC, 1998.
Staf Pengajar IKA FKUI, 1985, Kejang Demam dalam : Ilmu Kesehatan
Anak, Jilid II : hal; 883-885, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI,
Jakarta.
Tata Laksana Kejang Demam pada Anak , Melda Deliana Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62