Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 24

Oleh
Kelompok G5
Muhammad Rafi A. 04011381721164
Brizka Sunardi 04011381722166
Roza Amalia 04011381722169
Afiya Nabila Shavira 04011381722171
Abdullah Farooqi 04011381722173
Dea Putri Alnurriza 04011381722174
Farah Azizah Putri 04011381722180
Cahaya Dwi Yulika 04011381722183
Tasya Kamila Andiani 04011381722198
Ikhwanafasya H.Nabdakh 04011381722205
Prasetya Dwi Anugrah 04011381722210
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 24” sebagai
tugas kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran agar
laporan tutorial kami yang selanjutnya dapat menjadi lebih baik
kedepannya.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan
terima kasih kepada:
1.Tuhan Yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi
tutorial.
2.dr. Rini Nindela, Sp.S, M.Kes. selaku tutor kelompok G5
3.Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Gamma 2017
4.Teman-teman kelompok G5
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala kepada semua orang
yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita semua. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 11 Mei 2020

ii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Kelompok G5

DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTARISI.................................................................................................
iii

SKENARIO.................................................................................................4
I. Klarifikasi
Istilah........................................................................................6
II. Identifikasi
Masalah..................................................................................7
III. Analisis
Masalah....................................................................................12
IV. Keterbatasan Ilmu
Pengetahuan............................................................40
V. Sintesis
Ilmiah........................................................................................41
VI. Kerangka
Konsep..................................................................................42
VII.
Kesimpulan..........................................................................................67

DAFTARPUSTAKA.................................................................................6
8

iii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
SKENARIO

Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”.


Puskesmas “Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4
Desa, yang total penduduk 4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir
sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah tangga dan sebagai tempat
(MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan sampah yang
jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili setiap desa dengan
lokasi yang berada dipinggiran Desa serta dekat dengan pemukiman warga.
Tempat pembuangan sampah ini belum bisa mewakili seluruh desa sehingga
masih terdapat sampah dimana-mana dikarenakan masyarakatnya
mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan walaupun Sebagian
masyarakat memiliki membakar sampah jika musim kering. Mayoritas
penduduknya adalah petani, oleh karena itu didalam Desa banyak area
persawahan irigasi yang drainasenya mengarah kesungai. Drainase dari
aliran Desa banyak terhambat karena sampah, sehingga membentuk
genangan-genangan air. Selain itu didalam desa terdapat banyak rawa-rawa.
Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum
lengkap sehingga belum terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai
PWS yang lengkap yang menggambarkan kinerja program wilayah kerja
Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak Sekolah Dasar
yang di Diagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit.
Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi
program terjadi peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama
pada tahun lalu. dr.Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staf
Puskesmas untuk melihat jadwal kegiatan Promosi kesehatan dan kesehatan
lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS di Sekolah Dasar tsb. Dari
hasil pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan promosi
kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum
terlaksana, sampah menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan
sehingga menghambat saluran air dan dari hasil pemantauan,banyak jentik-
jentik nyamuk di air yang tergenang, persawahan dan di rumah-rumah

iv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
penduduk. Dari hasil laboratorium terdapat 3 jenis jentik nyamuk yaitu
Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Anopheles. Program Fogging yang
diadakan di dalam Desa belum memiliki jadwal yang jelas, terkadang satu
kali atau dua kali setahun.
Melihat permasalahan yang ada, dr Desi berkoordinasi dengan Pak
Camat, segera mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala
Sekolah, Tokoh agama, kader Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri
dan dilanjutkan dengan Musyawarah Masyarakat Desa serta diharapkan
akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit Demam berdarah Dengue di
Kecamatan“Mangga” dan membuat program pengolahan sampah dan vector
control untuk masyarakat desa.
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff
Dinas Kesehatan Kabupaten karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan.
Dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas
Manggis dengan membuat program-program kegiatan prenvensi terhadap
penyakit DBD.

v
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
I. Klarifikasi Istilah
i. Open dumping: sistem pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka
yang dapat menimbukan gangguan pembauan dan estetika serta menjadi
sumber penularan penyakit
ii. PWS: Pemantauan Wilayah Setempat adalah Suatu alat manajemen untuk
melakukan pemantauan terhadap gizi, lingkungan, penyakit disuatu wilayah
kerja secara terus-menerus agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat
dan tepat
iii. Survei mawas diri: Kegiatan pengenalan, pengumpulan, dan pengkajian
masyarakat kesehatan yang dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat
setempat dibawah bimbingan kepala desa atau kelurahan dan petugas
kesehatan
iv. PHBS: Perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi
sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri
pada bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dalam aktivitas kesehatan
v. Akreditasi: Pengakuan yang diberikan oleh lembaga independent
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri setelah memenuhi
standar akreditasi
vi. Surveilance: Kegiatan pengamatan secara terus-menerus terhadap kondisi
dan masalah kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit melalui
proses pengumpulan data yang sistematis, pengolahan, analisis, interpretasi
data hingga jadi informasi dan penyebaran informasi kepada penyelenggara
program kesehatan dan pemangku kebijakan lainnya

vi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
vii. Fogging: Teknik penyemprotan pestisida atau insektisida kimia dalam
bentuk aerosol yang digunakan untuk membunuh serangga.
viii. Drainase: saluran air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal
ix. Vector control: atau pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah
mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat
dicegah.
x. Promosi kesehatan: upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga
mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri
xi. Kesehatan lingkungan: cabang dari ilmu kesehatan masyarakat yang
mencakup semua aspek alam dan lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan manusia.
xii. Musyawarah masyarakat desa: Pertemuan seluruh warga desa untuk
membahas hasil survei mawas diri dan merencanakan penanggulangan
masalah kesehatan yang diperoleh dari survei mawas diri

II. Identifikasi Masalah


Fakta Ketidaksesuaia Prioritas
n
Dr. Desi baru bertugas Tidak sesuai VVV
6 bulan sebagai Kepala harapan
Puskesmas “Manggis”.
Puskesmas “Manggis”
berada di kecamatan
“Mangga” yang terdiri
dari 4 Desa, yang total
penduduk 4500 jiwa.

vii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Ditengah Desa tersebut
mengalir sungai yang
dipakai sebagai sumber
air rumah tangga dan
sebagai tempat (MCK).
Di desa tersebut belum
terdapat tempat
pembuangan sampah
yang jelas, hanya ada
satu open dumping
yang mewakili setiap
desa dengan lokasi
yang berada
dipinggiran Desa serta
dekat dengan
pemukiman warga.
Tempat pembuangan
sampah ini belum bisa
mewakili seluruh desa
sehingga masih
terdapat sampah
dimana-mana
dikarenakan
masyarakatnya
mempunyai kebiasaan
membuang sampah
sembarangan walaupun
Sebagian masyarakat
memiliki membakar
sampah jika musim
kering. Mayoritas
penduduknya adalah

viii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
petani, oleh karena itu
didalam Desa banyak
area persawahan irigasi
yang drainasenya
mengarah kesungai.
Drainase dari aliran
Desa banyak terhambat
karena sampah,
sehingga membentuk
genangan-genangan air.
Selain itu didalam desa
terdapat banyak rawa-
rawa.
Puskesmas “Manggis” Tidak sesuai VV
mempunyai SDM harapan
Kesehatan yang belum
lengkap sehingga belum
terakreditasi. Puskesmas
ini belum mempunyai
PWS yang lengkap yang
menggambarkan kinerja
program wilayah kerja
Puskesmas “Manggis”
Dalam 7 hari ini ada 5 Tidak sesuai VVVV
orang anak Sekolah harapan
Dasar yang di Diagnosa
Demam Berdarah
Dengue yang dirujuk ke
Rumah Sakit. Bulan
September Tahun lalu
terdiagnosa DBD 15
orang. Dari evaluasi
program terjadi
peningkatan kasus DBD

ix
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
2 kali dibandingkan bulan
sama pada tahun lalu.
dr.Desi mengadakan Tidak sesuai V
pertemuan dengan harapan
seluruh staf Puskesmas
untuk melihat jadwal
kegiatan Promosi
kesehatan dan
kesehatan lingkungan
di wilayah Puskesmas
dan PHBS di Sekolah
Dasar tsb. Dari hasil
pertemuan dengan staf
Puskesmas dalam 3
bulan ini kegiatan
promosi kesehatan
yang berhubungan
dengan kesehatan
lingkungan belum
terlaksana, sampah
menumpuk, dan
banyak sampah yang
masuk selokan
sehingga menghambat
saluran air dan dari
hasil
pemantauan,banyak
jentik-jentik nyamuk di
air yang tergenang,
persawahan dan di
rumah-rumah
penduduk. Dari hasil
laboratorium terdapat 3

x
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
jenis jentik nyamuk
yaitu Aedes aegypti,
Aedes albopictus dan
Anopheles. Program
Fogging yang diadakan
di dalam Desa belum
memiliki jadwal yang
jelas, terkadang satu
kali atau dua kali
setahun.

Melihat permasalahan Tidak sesuai V


yang ada, dr Desi harapan
berkoordinasi dengan
Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan
dengan Kepala Desa,
Pak RT, kepala
Sekolah, Tokoh agama,
kader Kesehatan
mengadakan Survei
Mawas Diri dan
dilanjutkan dengan
Musyawarah
Masyarakat Desa serta
diharapkan akan
menurunkan frekuensi
kejadian penyakit
Demam berdarah
Dengue di
Kecamatan“Mangga”
dan membuat program

xi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
pengolahan sampah
dan vector control
untuk masyarakat
desa.Minggu yang lalu,
Puskesmas “Manggis”
dikunjungi oleh staff
Dinas Kesehatan
Kabupaten karena
kegiatan surveilance
DBD tidak jalan.
Dr. Desi ingin
menurunkan kejadian
DBD di wilayah
Puskesmas Manggis
dengan membuat
program-program
kegiatan prenvensi
terhadap penyakit DBD

Alasan: karena yang pertama adalah yang harus kita tangani terlebih dahulu.

xii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
III. Analisis Masalah
1. Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”.
Puskesmas “Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri
dari 4 Desa, yang total penduduk 4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut
mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah tangga dan
sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat
pembuangan sampah yang jelas, hanya ada satu open dumping yang
mewakili setiap desa dengan lokasi yang berada dipinggiran Desa serta
dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan sampah ini
belum bisa mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah
dimana-mana dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan
membuang sampah sembarangan walaupun Sebagian masyarakat
memiliki membakar sampah jika musim kering. Mayoritas
penduduknya adalah petani, oleh karena itu didalam Desa banyak area
persawahan irigasi yang drainasenya mengarah kesungai. Drainase
dari aliran Desa banyak terhambat karena sampah, sehingga
membentuk genangan-genangan air. Selain itu didalam desa terdapat
banyak rawa-rawa.
a. Apa dampak dari mayoritas penduduknya adalah petani terhadap kesehatan
lingkungan?
Kegiatan pertanian juga dapat menghasilkan limbah yang menjadi
penyebab pencemaran air. Contoh pencemaran air dari limbah pertanian ini
berasal dari pupuk kimia dan pestisida yang digunakan untuk memelihara
tanaman. Tak hanya air permukaan, limbah ini juga menyebabkan pencemaran
air tanah.
b. Apa dampak yang ditimbulkan apabila sungai dijadikan tempat MCK
terhadap kesehatan masyarakat?

xiii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Dampaknya berbagai macam yang utama dan yang paling sering ialah Food
Borne Disease atau penyakit yang disebabkan karena mengonsumsi
makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang
mengkontaminasi makanan.(Departemen Pertanian RI).
Apabila sungai dijadikan tempat MCK, maka bisa berisiko menyebabkan
beberapa penyakit seperti penyakit kulit (panu, kudis, gatal-gatal dan kutu
air), diare, dan penyakit lainnya. Selain itu, alat masak dan alat makan yang
dicuci di sungai yang dijadikan MCK juga tidak terjamin kebersihannya
sehingga kedepannya juga berisiko menimbulkan penyakit pada masyarakat.
c. Bagaimana syarat tempat pembuangan sampah yang baik?
Menurut SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat
Pembuangan Akhir Sampah, kelayakan lokasi TPA ditentukan berdasarkan:
1. Kriteria regional digunakan untuk menentukan kelayakan zone meliputi
kondisi geologi, hidrogeologi, kemiringan tanah, jarak dari lapangan
terbang, cagar alam banjir dengan periode 25 tahun.
2. Kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan
meliputi iklim, utilitas, lingkungan biologis, kondisi tanah , demografi, batas
administrasi, kebisingan, bau, estetika.
3. Kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui
dan menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat.
Menurut Azwar (1979) beberapa syarat yang harus terpenuhi pada tempat
pembuangan sampah antara lain :
1. Tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber lain yang dipergunakan
manusia (mandi, mencuci dan sebagainya).
2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.
3. Di tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia, jarak yang dipakai sebagai
pedoman adalah sekitar 2 km dari perumahan penduduk atau sekitar 15 km
dari laut.
d. Bagaimana peran puskesmas dalam melakukan intervensi terhadap
kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan?

xiv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Dengan melakukan penyuluhan, edukasi dan konseling terhadap masyarakat
tentang bahaya dari kebiasaan membuang sampah sembarangan, melakukan
pemberdayaan masyarakat dengan memilih kader, mendampingi masyarakat
dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan misalnya dengan
melakukan gerakan bersih desa
e. Apa saja tugas dari kepala puskesmas?
1) Memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Puskesmas
2) Megusahakan agar fungsi Puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik
3) Membina karyawan
4) Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Puskesmas
5) Koordinasi lintas sektor
f. Bagaimana syarat prasarana drainase yang baik?
1. Memenuhi persyaratan kekuatan struktur dengan analisis sebagai berikut:
- Analisis kestabilan terhadap guling.
- Analisis ketahanan terhadap geser.
- Analisis kapasitas daya dukung tanah pada dasar dinding penahan.
- Analisis tegangan dalam dinding penahan tanah.
2. Memenuhi persyaratan hidrologi yaitu sebagai berikut:
- Data curah hujan minimal 10 tahun terakhir untuk masing- masing stasiun
pengamat hujan yang ada di dalam daerah tersebut.
- Debit banjir rencana sesuai dengan kala ulang yang ditentukan.
- Perhitungan debit saluran dengan menggunakan rational method.
- Perhitungan waduk dan pompa dengan menggunakan hidrograf satuan
untuk daerah perkotaan (for urban areas).
3. Memenuhi persyaratan hidrolika yaitu sebagai berikut:
- Debit saluran memenuhi hukum kontinuitas.
- Perhitungan dimensi saluran menggunakan formula Manning atau Strikler
atau Chezy.
- Saluran sebaiknya terbuka, kecuali dalam kondisi khusus dapat tertutup.
- Aliran saluran sebaiknya gravitasi.

xv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
4. Material yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah di lokasi
pembangunan, sebaiknya menggunakan material dalam negeri, kecuali
dalam kondisi khusus.
5. Dapat dilaksanakan dengan kemampuan yang ada (tenaga, peralatan).
6. Operasi dan pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan mudah.
g. Bagaimana hubungan sampah tergenang dengan kualitas air di desa
tersebut?
Akibat kondisi lingkungan yang kurang baik berupa sanitasi air yang buruk
atau air yang tidak bersih menyebabkan adanya jentik nyamuk pada aliran
sungai yang tidak mengalir atau tersumbat oleh banyaknya sampah sehingga
dapat menimbulkan penyakit DBD
Pencemaran air waterborne disease kolera, hepatitis A, leptospirosis,
cryptosporidiosis, dinoflagellate “red tides”, dan keracunan ikan dan
kerrang akibat bakteri vibrio dan salmonella.
Sampah dapat mengubah sifat air bersih seperti:
1) Perubahan warna akibat sampah organik seperti daun kering yang
mengalami penguraian. Akibat cat dan pewarna lainnya
2) Perubahan bau akibat zat organik dan mikroorganisme
3) Perubahan rasa akibat zat kimia dalam pupuk pertanian
4) Perubahan pH akibat zat basa rumah tangga seperti sabun, deterjen, dan
pembersih lantai

2. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum


lengkap sehingga belum terakreditasi. Puskesmas ini belum
mempunyai PWS yang lengkap yang menggambarkan kinerja program
wilayah kerja Puskesmas “Manggis”
a. Berapa dan apa saja SDM kesehatan yang harusnya dimiliki suatu
puskesmas?
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Pasal 17, SDM kesehatan
yang harusnya dimiliki suatu puskesmas yaitu:
(1) Persyaratan ketenagaan meliputi dokter dan/atau dokter layanan primer.

xvi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
(2) Selain dokter dan/atau dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Puskesmas harus memiliki:
- dokter gigi;
- Tenaga Kesehatan lainnya;dan
- tenaga nonkesehatan.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b paling sedikit terdiri atas:
- perawat;
- bidan;
- tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
- tenaga sanitasi lingkungan;
- nutrisionis;
- tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan
- ahli teknologi laboratorium medik.
(4) Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga kesehatan
lainnya meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, perekam medis dan informasi kesehatan, dan tenaga kesehatan
lain sesuai dengan kebutuhan.
(5) Dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas untuk
memberikan Pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya.
(6) Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas. (7) Dalam hal
jumlah dan jenis dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan
Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah
memenuhi kebutuhan ideal, dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter
gigi, dan Tenaga Kesehatan lainnya dapat diberikan tugas lain

xvii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
b. Bagaimana PWS yang lengkap?
PMK Nomor 97 Tahun 2014
Kelengkapan informasi yang berkaitan dengan variabel epidemiologi dinilai
sangat penting untuk Kewaspadaan dini Kejadian Luar Biasa , karena akan
menentukan Pemantauan Wilayah Setempat(PWS). Pemantauan wilayah
setempat meliputi kegiatan mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan
menginterprestasi data serta menyebarluaskan informasi ke penyelenggara
program dan instansi terkait untuk tindak lanjut. Untuk dapat
memperkirakan tren kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Manggis,
sebaiknya dilakukan kegiatan surveilans terkait penyakit DBD, yang terdiri
dari tahap-tahap berikut:

xviii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
1. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data DBD dapat diperoleh dari kunjungan
penderita yang datang ke puskesmas (pasif) maupun hasil
pemeriksaan langsung ke masyarakat/survey (aktif). Untuk
mendukung proses pengumpulan data biasanya dapat didukung oleh
formulir pencatatan dan pengumpulan data kasus DBD yang lengkap
formulir tersebut antara lain:
- Formulir pasien DBD
- Formulir KLB DBD (W1)
- Laporan mingguan penderita (W2)
- Form penderita bulanan (DP.DBD)
- Formulir laporan penderita bulanan dan program pemberantasan
(K.DBD)
- Formulir pemeriksaan jentik atau pemantauan wilayah setempat
(PJB-1)
- Formulir penyelidikan DBD
- Formulir penanggulangan DBD
2. Pengolahan dan Penyajian Data
Pelaksanaan pengolahan dan penyajian data surveilans DBD biasanya
disesuaikan dengan Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi
Penyakit dari Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tentang pengolahan dan
analisis data dimana kemajuan teknologi komputerisasi dapat
dimanfaatkan dalam proses pengolahan data, terutama untuk
kemudahan menyajikan hasil dan tidak membuat kesalahan selama
proses pengolahan data. Pengolahan data menggunakan program
Microsoft excel dan disajikan berupa tabulasi dan grafik. Kemajuan
teknologi komputerisasi lainnya yang dapat digunakan untuk
pengolahan dan penyajian data adalah program SPSS window, Epi
map/Arcrview GIS, dan Epi info sehingga data dapat diolah dan
disajikan tidak hanya dalam bentuk table dan grafik tetapi juga dalam
bentuk map sehingga mengetahui sebaran data penyakit DBD per

xix
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
wilayah sehingga dapat diketahui daerah rawan DBD selain itu dapat
menerapkan teknik pengolahan dan analisis yang lebih bervariatif.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk : Narasi,
Tabulasi, Grafik dan Peta.
- Narasi : dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu
wilayah kerja, misalnya dalam Laporan PWS yang diserahkan
kepada instansi terkait.
- Tabulasi: dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk
lampiran.
- Grafik: dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan
keadaan antar waktu, antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar
hasil PWS disajikan dalam bentuk grafik.
- Peta: dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan
gambaran geografis.

Contoh Grafik PWS

xx
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Contoh Peta (Map) PWS
3. Analisis dan Interpretasi Data
Pelaksanaan analisis dan interpretasi data surveveilans DBD
disesuaikan dengan panduan praktis surveilans kesehatan di tingat
puskesmas berupa pelaporan kepada dinas kesehatan kota dan juga
menganalisis dan interpretasi untuk rekomendasi lanjut terkait hasil
surveilans DBD. Tujuan akhirnya yaitu dapat membuat rekomendasi
atau saran-saran yang akan perlu dilakukan untuk tindakan
selanjutnya.
- Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar
wilayah terhadap target dan kecenderungan dari waktu ke waktu.
Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui
desa/kelurahan mana yang paling memerlukan perhatian dan
tindak lanjut yang harus dilakukan.

Contoh Analisis Sederhana di Suatu Wilayah

xxi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status
cakupan desa/kelurahan, yaitu :
- Status baik
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target yang
ditetapkan untuk bulan ini, dan mempunyai kecenderungan cakupan
bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu.
- Status kurang
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target bulan ini,
namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun
jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
- Status cukup
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan ini,
namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang
meningkat jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
- Status jelek
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan ini,
dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun
dibandingkan dengan bulan lalu.
- Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variabel tertentu dengan
variabel terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar
variabel yang dimaksud.
Hasil analisis diinterpretasi berdasarkan situasi di suatu wilayah, apakah
angka-angka prevalensi menunjukkan kecenderungan tertentu dengan
dihubungkan dengan data lain, seperti demografi, geografi, gaya
hidup/perilaku, dan pendidikan
4. Penyebarluasan informasi
Kegiatan penyebarluasan informasi ditujukan ke tingkat administrasi yang
lebih tinggi dalam hal ini adalah dinas kesehatan kota sebagai informasi
untuk dapat menentukan kebijakan selanjutnya dari dinas kesehatan dalam
menangani kasus DBD yang ada. Kedua ditunjukan kepada pihak posyandu

xxii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
setempat sebagai pengumpul dan pelapor data dalam bentuk umpan balik
dalalm pertemuan rutin. Ketiga, disebarluaskan kepada instansi lain yang
membutuhkan data tersebut seperti mahasis dan peneliti. Hal ini sesuai
dengan Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tentang mekanisme umpan
balik dan penyebarluasan informasi yang mana mekanismenya harus
menjadi sistem komunikasi yang baik kepada semua sumber laporan
sehingga unit terkait dapat melakukan respon penanggulangan yang cepat
dan tepat .
Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan
/presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab
kepada jenjang struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas
kesehatan kabupaten/kota, dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas
kesehatan provinsi dan Kementerian Kesehatan. Umpan balik diberikan ke
unit jenjang dibawahnya, seperti ke dinkes kabupaten/kota dan dinkes
provinsi.
Disseminasi informasi ditujukan kepada seluruh stakeholder yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat
pada umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan
informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan pengendalian PTM.
b. Bagaimana penilaian akreditasi puskesmas?
Berdasarkan Kemenkes RI pada tahun 2019 merevisi standar akreditasi
puskesmas karena:
- Menjawab tantangan issue global
- Menjawab program prioritas
- Menjawab UHC-JKN
- Menjawab tantangan mutu di FKTP
- Pengembangan ilmu pengetahuan
- Persaingan global
Berdasarkan Permenkes Nomor 27 Tahun 2019 tentang perubahan kedua
atas peraturan Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi

xxiii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri dokter, dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi, terdapat perubahan tentang penilaian
akreditasi puskesmas sehingga teridiri dari 5 Bab, 36 Standar, 127 Kriteria,
dan 499 Elemen Penilaian. Sebelumnya perubahan pertama diatur di
Permenkes Nomor 42 Tahun 2016.
- Bab I. Kepemimpinan Manajemen Puskesmas (KMP) dengan 169
elemen penilaian
- Bab II. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dengan
79 elemen penilaian
- Bab III. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan & Penunjang
(UKPP) dengan 139 elemen penilaian
- Bab IV. Program Prioritas Nasional (PPN) dengan 31 elemen penilaian
- Bab V. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP) dengan 81 elemen
penilaian
Namun berdasarkan Kemenkes RI tentang Standar akreditasi puskesmas
tahun 2020, Standar dan Instrumen Akreditasi Puskesmas mengalami
pengembangan sehingga saat ini standar penilaian akreditasi puskesmas
menjadi 5 Bab, 34 Standar, 82 Kriteria dan 318 Elemen Penilaian.
- Bab I. Kepemimpinan Manajemen Puskesmas (KMP) dengan 83
elemen penilaian
- Bab II. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (Community-
based careI) dengan 104 elemen penilaian
- Bab III. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan &
Penunjang (UKPP) dengan 48 elemen penilaian
- Bab IV. Program Prioritas Nasional (PPN) dengan 38 elemen
penilaian
- Bab V. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP) dengan 41 elemen
penilaian

xxiv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
3.
Dalam 7
hari
ini
ada 5

orang anak Sekolah Dasar yang di Diagnosa Demam Berdarah Dengue yang
dirujuk ke Rumah Sakit. Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15
orang. Dari evaluasi program terjadi peningkatan kasus DBD 2 kali
dibandingkan bulan sama pada tahun lalu.
a. Apa penyebab DBD dapat meningkat di suatu daerah?
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu
- Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
- Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali,
- Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
- Peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus
dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu,
kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi)
virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
b. Apa saja kriteria dari Kejadian Luar Biasa(KLB)?
Permenkes RI No 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Pasal 6
Dikatakan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
- Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.

xxv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
- Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu
dalam jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
- Peningkatan kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu. menurut jenis
penyakitnya.
- Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam
tahun sebelumnya.
- Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun
menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
- Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam satu
kurun waktu menunjukan kenaikan kenaikan 50 persen atau lebih.
- Angka proporsi penyakit (proportional rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
c. Apa saja promosi kesehatan DBD yang dapat dilakukan tenaga kesehatan
pada kasus?
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/MENKES/SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan Puskesmas
1. Pemberdayaan
a. Pemberdayaan Individu
Dilakukan oleh petugas puskesmas terhadap individu-individu yang
datang memanfaatkan pelayanan puskesmas. tujuannya untuk
memperkenalkan perilaku babru kepada individu yang mungkin
mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh individu
tersebut
b. Pemberdayaan keluarga
Dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan kunjungan
rumah terdahap keluarga, yaitu keluarga dari individu pengunjung

xxvi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja
puskesmas.
c. Pemberdayaan masyarakat
Merupakan upaya penggerakan atau pengorganisasian masyarakat.
Pada kasus dapat dilakukan perkenalan 3M Plus untuk melakukan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN):
- Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti
bak mandi, tatakan kulkas, alas/tatakan pot kembang
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak
kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung
air
- Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik
yang sibuang sembarangan
- Menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu,
memakai obat pencegah gigitan nyamuk, menghindari kebiasaan
menggantung pakaian dalam kamar, dll.
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial
yang mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah
penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan
sehat dan berperan aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan.
3. Advokasi
Advokasi merupakan upaya atau proses yang terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(tokoh-tokoh masyarakat informal dan formal) agar masyarakat
lingkungan puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatkan
kesehatan serta menciptakan lingkungan sehat. Pada kasus: pihak
puskesmas dapat mengadvokasi masyarakat dan lintas sektor terkait
dalam pembuatan tempat pembuangan sampah yang layak dan
pengendalian vektor

xxvii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
4. dr.Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk
melihat jadwal kegiatan Promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di
wilayah Puskesmas dan PHBS di Sekolah Dasar tsb. Dari hasil pertemuan
dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan promosi kesehatan yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana, sampah
menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga menghambat
saluran air dan dari hasil pemantauan,banyak jentik-jentik nyamuk di air
yang tergenang, persawahan dan di rumah-rumah penduduk. Dari hasil
laboratorium terdapat 3 jenis jentik nyamuk yaitu Aedes aegypti, Aedes
albopictus dan Anopheles. Program Fogging yang diadakan di dalam Desa
belum memiliki jadwal yang jelas, terkadang satu kali atau dua kali setahun.
a. Apa saja jenis limbah yang dihasilkan dari rumah tangga?
- Limbah padat
Limbah padat atau sampah yang bersumber dari limbah rumah tangga
meliputi:
i. Sampah Organik adalah sampah yang bisa terurai dengan sendirinya karena
bisa membusuk misalnya sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, nasi,dan
sebagainya. Dampak dari pembuangan limbah organik yang mengandung
protein akan menghasilkan bau yang tidak sedap/busuk dan menyebabkan
eutrofikasi atau menjadikan perairan terlalu subur sehingga terjadi ledakan
jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk
fotosintesis.
ii. Sampah Anorganik adalah limbah yang tidak bisa atau sulit diuraikan oleh
proses biologi misalnya plastik, kaca,bersumber dari peralatan rumah
tangga, alumunium, kaleng, dan sebagainya. Akibat dari menumpuknya
limbah seperti ini (plastik, styrofoam, dan lain-lain) selain
menggangupemandangan dapat menjadi polutan pada tanah.
- Limbah cair
Dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci. Limbah cair domestic
(domestic wastewater) yaitu limbah cair yangdihasilkan dari kegiatan rumah
tangga,restoran, penginapan, mall dan lain-

xxviii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
lain.Contoh:airbekascucianpakaianatauperalatan. makan, air bekas mandi,
sisamakanan berwujud cair dan lain-lain
- Kotoran manusia
Limbah ini meliputi tinja dan urine. Keseimbangan ekosistem tanah, air, dan
udara dapat terganggu karena pencemaran ekosistem oleh berbagai jenis
bahan pencemar biologis, kimiawi, maupun fisik yang terdapat pada tinja
dan limbah cair. Oleh karena itu, pembuangan tinja dan limbah cair yang
aman dan saniter, akan mencegah pencemaran lingkungan.
b. Bagaimana prosedur pelaksanaan Fogging?
Prosedur Sebelum Pengasapan
1. Satu hari sebelum pelaksanaan fogging diharapkan ada kegiatan PSN dan
penyuluhan keliling/ledang di wilayah yang akan difogging.
2. Pada hari pelaksanaan sebelum fogging dilaksanakan, hendaknya semua
tempat penampungan air dikosongkan.
3. Tenaga fogging adalah tenaga terlatih dan memakai APD saat pelaksanaan
fogging dan ada Surat Perintah Kerja/Surat Tugas dari Kepala Puskesmas
setempat.
4. Mesin yang dipakai berstandar SNI atau WHO.
5. Insektisida yang digunakan terdaftar di Kemenkes atau Kementerian
Pertanian.
6. Buat larutan insektisida sesuai dengan dosis atau takaran yang benar.
7. Koordinasi dengan pihak desa/Kepala Desa agar warga juga ikut
berpartisipasi dalam kegiatan fogging dengan menunjuk salah satu
pamong/perangkat atau warga sebagai pendamping petugas fogging.
8. Pendamping tersebut mempunyai tugas memastikan bahwa rumah yang
akan difogging :
- Semua makanan dan minuman harus disimpan di tempat yang tertutup
rapat (misal : almari dll)
- Kompor dan lampu (berbahan bakar minyak) yang menyala harus
dimatikan.
- Bahan yang mudah terbakar (premium dan lain-lain) hendaknya
diamankan.

xxix
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
- Binatang piaraan seperti : burung, ayam, kucing, anjing hendaknya
dikeluarkan dari rumah. Untuk ikan/aquarium bisa ditutup rapat.
- Mainan anak-anak hendaknya disimpan di tempat yang aman dari
percikan/semprotan pengasapan.
- Kasur, bantal, sprei hendaknya dilipat.
- Piring, gelas, sendok dll. hendaknya ditutup dengan koran atau penutup
lain.
- Semua jendela ditutup, sedangkan pintu dibuka.
Prosedur Selama Pengasapan
1. Semua penghuni hendaknya di luar rumah.
2. Semua penghuni tidak diperkenankan mengikuti petugas pengasap atau
keluar masuk rumah.
3. Operasional pengasapan/fogging :
- Sasaran fogging: rumah/bangunan dan halaman/perkarangan
sekitarnya
- Waktu operasional: pagi hari atau sore (A.Aegypti) dan malam hari
(Anopheles atau culex)
- Kecepatan gerak fogging: seperti orang berjalan biasa (2-3 km /jam)
- Temperatur/suhu udara ideal: 18°C, Maksimal 28°C
- Fogging di dalam rumah: dimulai dari ruangan yang paling
belakang, jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk
keluar masuk petugas.
- Untuk rumah dua lantai atau lebih, fogging dimulai dari lantai atas.
- Fogging diluar rumah: tabung pengasap harus searah dengan arah
angin, dan petugas berjalan mundur
- Dilaksanakan 2 Siklus dengan Interval 1 minggu.
Prosedur Setelah Pengasapan
1. Menutup pintu depan setelah selesai pengasapan.
2. Menunggu sampai ±1 jam setelah penyemprotan selesai atau asap fogging
sudah habis, penghuni rumah diperbolehkan masuk rumah.

xxx
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
3. Menyapu/membersihkan lantai terutama apabila ada binatang kecil/serangga
yang mati agar dikubur di tanah atau dibuang di tempat sampah yang aman
dari jangkauan binatang piaraan.
4. Membersihkan/mengepel lantai dan kotoran bekas penyemprotan agar
penghuni rumah terhindar dari keracunan.
5. Bila ada makanan/minuman yang terkena semprot harus dibuang.
6. Air di kamar mandi bila terkena obat semprot hendaknya dibuang/dikuras.
c. Apa saja macam-macam PHBS?
- PHBS di Rumah Tangga
Di rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang
dapat menciptakan Rumah Tangga Ber-PHBS, yang mencakup
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif,
menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun,  pengelolaan air minum dan makan di
rumah tangga, menggunakan jamban sehat (Stop Buang Air Besar
Sembarangan/Stop BABS), pengelolaan limbah cair di rumah tangga,
membuang sampah di tempat sampah, memberantas jentik nyamuk,
makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari,
tidak merokok di dalam rumah, dan lain-lain.
- PHBS di Institusi Pendidikan
Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari,
padepokan, dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku
yang dapat menciptakan Institusi Pendidikan Ber-PHBS, yang
mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun,
mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan  jamban
sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak
mengonsumsi napza, tidak meludah sembarang tempat, memberantas
jentik nyamuk, dan lain-lain.
- PHBS di Tempat Kerja
Di tempat kerja (kantor, pabrik, dan lain-lain), sasaran primer harus
mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Tempat Kerja Ber-
PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, mengonsumsi

xxxi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang
sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi napza,
tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain-
lain.
- PHBS di Tempat Umum
Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga,
dan lainlain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat
menciptakan Tempat Umum Ber-PHBS, yang mencakup mencuci
tangan dengan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat,
menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengonsumsi napza, tidak meludah sembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk, dan lain-lain.
- PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, rumah sakit, dan
lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat
menciptakan Tempat Umum Ber-PHBS, yang mencakup mencuci
tangan dengan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat,
menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengonsumsi napza, tidak meludah sembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk, dan lain-lain.
d. Bagaimana PHBS di sekolah dan rumah tangga?
Berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016 tentang
Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, PHBS di sekolah
dan rumah tanggah yaitu:
- PHBS di sekolah 
PHBS di sekolah merupakan kegiatan memberdayakan siswa, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat
untuk menciptakan sekolah sehat. Manfaat PHBS di Sekolah mampu
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses
belajarmengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan
sekolah menjadi sehat. Pelaksanaan PHBS di sekolah yaitu:
a) Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan,

xxxii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
b) Mengkonsumsi jajanan sehat,
c) Menggunakan jamban bersih dan sehat
d) Olahraga yang teratur
e) Memberantas jentik nyamuk
f) Tidak merokok di lingkungan sekolah
g) Membuang sampah pada tempatnya, dan
h) Melakukan kerja bakti bersama warga lingkungan sekolah untuk
menciptakan lingkungan yang sehat.
- PHBS di rumah tangga
Menerapkan PHBS di rumah tangga tentu akan menciptakan keluarga
sehat dan mampu meminimalisir masalah kesehatan. Manfaat PHBS di
rumah tangga antara lain, setiap anggota keluarga mampu meningkatkan
kesejahteraan dan tidak mudah terkena penyakit, rumah tangga sehat
mampu meningkatkan produktifitas anggota rumah tangga dan manfaat
phbs rumah tangga selanjutnya adalah anggota keluarga terbiasa untuk
menerapkan pola hidup sehat dan anak dpt tumbuh sehat dan tercukupi
gizi. Pelaksanaan PHBS di rumah tangga yaitu:
a) Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan yang mendapat pertolongan dari pihak tenaga kesehatan baik
itu dokter, bidan ataupun paramedis memiliki standar dalam penggunaan
peralatan yang bersih, steril dan juga aman. Langkah tersebut dapat
mencegah infeksi dan bahaya lain yang beresiko bagi keselamatan ibu
dan bayi yang dilahirkan.
b) Pemberian ASI eksklusif
Kesadaran mengenai pentingnya ASI bagi anak di usia 0 hingga 6 bulan
menjadi bagian penting dari indikator keberhasilan praktek perilaku
hidup bersih dan sehat pada tingkat rumah tangga.
c) Menimbang bayi dan balita secara berkala
Praktek tersebut dapat memudahkan pemantauan pertumbuhan bayi.
Penimbangan dapat dilakukan di Posyandu sejak bayi berusia 1 bulan
hingga 5 tahun. Posyandu dapat menjadi tempat memantau pertumbuhan

xxxiii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
anak dan menyediakan kelengkapan imunisasi. Penimbangan secara
teratur juga dapat memudahkan deteksi dini kasus gizi buruk.
d) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
Praktek ini merupakan langkah yang berkaitan dengan kebersihan diri
sekaligus langkah pencegahan penularan berbagai jenis penyakit berkat
tangan yang bersih dan bebas dari kuman.
e) Menggunakan air bersih
Air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk menjalani hidup sehat.
f) Menggunakan jamban sehat
Jamban merupakan infrastruktur sanitasi penting yang berkaitan dengan
unit pembuangan kotoran dan air untuk keperluan pembersihan.
g) Memberantas jentik nyamuk
Nyamuk merupakan vektor berbagai jenis penyakit dan memutus siklus
hidup makhluk tersebut menjadi bagian penting dalam pencegahan
berbagai penyakit.
h) Konsumsi buah dan sayur
Buah dan sayur dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral serta
serat yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh optimal dan sehat.
i) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan olahraga ataupun aktivitas bekerja
yang melibatkan gerakan dan keluarnya tenaga.
j) Tidak merokok di dalam rumah
Perokok aktif dapat menjadi sumber berbagai penyakit dan masalah
kesehatan bagi perokok pasif. Berhenti merokok atau setidaknya tidak
merokok di dalam rumah dapat menghindarkan keluarga dari berbagai
masalah kesehatan.
e. Bagaimana peran puskesmas dalam pengendalian vektor?
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta
Pengendaliannya, Pemantauan dan evaluasi digunakan untuk
menjaga/menilai angka baku mutu dan penyelenggaraan pengendalian
Vektor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemerintah Pusat,

xxxiv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melakukan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan Pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit secara berjenjang mulai dari kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Pemantauan dan evaluasi dilakukan
terhadap aspek teknis dan manajemen yang meliputi:
- Kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Pemantauan dan evaluasi kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit dilakukan untuk mengetahui apakah angka kepadatan sudah sesuai
dengan angka baku mutu. Pemantauan dan evaluasi kepadatan Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit dilakukan secara rutin, minimal sebulan sekali
dilakukan oleh petugas Puskemas, dan dilaporkan secara berjenjang ke
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, selanjutnya ke dinas kesehatan
daerah provinsi, selanjutnya ke direktorat di lingkungan Kementerian
Kesehatan yang membidangi pencegahan dan pengendalian penyakit tular
vektor.
- Tempat Perkembangbiakan
Pemantauan dan evaluasi tempat perkembangbiakan Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit bertujuan untuk mengetahui habitat positif dan habitat
potensial untuk perkembangbiakan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit. Pemantauan dan evaluasi ini meliputi keberadaan habitat, jenis
habitat, letak habitat, luasan habitat, keberadaan hewan predator dan
karakteristik habitat lainnya. Pemantauan dan evaluasi tempat habitat
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dilakukan secara rutin, minimal
sebulan sekali dilakukan oleh petugas Puskemas, dan dilaporkan secara
berjenjang ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, selanjutnya ke dinas
kesehatan daerah provinsi, selanjutnya ke direktorat di lingkungan
Kementerian Kesehatan yang membidangi pencegahan dan pengendalian
penyakit tular vektor.
- Kondisi fisik, biologi, kimia, dan lingkungan
Pemantauan dan evaluasi kondisi fisik lingkungan meliputi suhu,
kelembaban relatif, curah hujan, dan kondisi fisik lainnya. Kondisi biologi
lingkungan meliputi keberadaan hewan predator, vegetasi, dan kondisi

xxxv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
lingkungan biologi lainnya. Pemantauan dan evaluasi kondisi fisik, biologi
dan kimia lingkungan dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali
dilakukan oleh petugas Puskemas, dan dilaporkan secara berjenjang ke
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, selanjutnya ke dinas kesehatan
daerah provinsi, selanjutnya ke direktorat di lingkungan Kementerian
Kesehatan yang membidangi pencegahan dan pengendalian penyakit tular
vektor.
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan Metode
Fisik, Biologi, Kimia, dan Pengelolaan Lingkungan.
1) Pengendalian metode fisik
Beberapa metode pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
dengan metode fisik antara lain sebagai berikut.
a) Mengubah salinitas dan/atau derajat keasaman (pH) air
b) Pemasangan perangkap
c) Penggunaan raket listrik
d) Penggunaan kawat kasa
e) Penggunaan lampu kuning
2) Pengendalian metode biologi
Pengendalian metode biologi dilakukan dengan menggunakan pemangsa
dari vektor seperti penggunaan jenis ikan pemangsa larva nyamuk yaitu ikan
gabus dan ikan kepala timah. Selain itu juga dapat memanfaatkan tanaman
pengusir/anti nyamuk.
3) Pengendalian metode kimia
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit melalui metode kimia
dengan menggunakan insektida untuk membunuh vektor atau repellent
untuk mencegah vektor menghisap darah.
4) Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan lingkungan meliputi modifikasi lingkungan (permanen) dan
manipulasi lingkungan (temporer).
Modifikasi lingkungan atau pengelolaan lingkungan bersifat permanen
dilakukan dengan penimbunan habitat perkembangbiakan, mendaur ulang
habitat potensial, menutup retakan dan celah bangunan, membuat kontruksi

xxxvi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
bangunan anti tikus (rat proof), pengaliran air (drainase), pengelolaan
sampah yang memenuhi syarat kesehatan, peniadaan sarang tikus, dan
penanaman mangrove pada daerah pantai.
Manipulasi lingkungan atau pengelolaan lingkungan bersifat sementara
(temporer) dilakukan dengan pengangkatan lumut, serta pengurasan
penyimpanan air bersih secara rutin dan berkala.
f. Bagaimana kriteria sumber air yang layak untuk kebutuhan sehari-hari?
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media Air untuk Keperluan Higiene
Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang dapat berupa
parameter wajib dan parameter tambahan.
Tabel di bawah berisi daftar parameter wajib untuk parameter fisik dalam
standar baku mutu kesehatan lingkungan yang harus diperiksa untuk
keperluan higiene sanitasi.

Tabel di bawah berisi daftar parameter wajib untuk parameter biologi dalam
standar baku mutu kesehatan lingkungan yang harus diperiksa untuk
keperluan higiene sanitasi yang meliputi total coliform dan escherichia coli
dengan satuan/unit colony forming unit dalam 100 ml sampel air

Tabel di
bawah berisi daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk keperluan

xxxvii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10 parameter
tambahan. Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota dan otoritas pelabuhan/bandar udara.

5. Melihat Permasalahan yang ada, dr Desi berkoordinasi dengan Pak Camat,


segera mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala
Sekolah, Tokoh agama, kader Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri
dan dilanjutkan dengan Musyawarah Masyarakat Desa serta diharapkan
akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit Demam berdarah Dengue di
Kecamatan“Mangga” dan membuat program pengolahan sampah dan
vector control untuk masyarakat desa.Minggu yang lalu, Puskesmas
“Manggis” dikunjungi oleh staff Dinas Kesehatan Kabupaten karena
kegiatan surveilance DBD tidak jalan. Dr. Desi ingin menurunkan kejadian

xxxviii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan membuat program-program
kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD
a. Bagaimana cara melakukan survei mawas diri?
Survey Mawas Diri (SMD)
Persiapan SMD
Menyusun daftar pertanyaan, Menyusun lembar observasi untuk meng-
observasi rumah, halaman dan lingkungan, Menentukan kriteria responden,
termasuk cakupan wilayah dan jumlah Kepala Keluarga (KK).
Pelaksanaan SMD
Melakukan interview atau wawancara terhadap responden, dan melakukan
pengamatan terhadap rumah dan lingkungan.
Tindak Lanjut SMD
Meninjau kembali Pelaksanaan Survei Mawas Diri; merangkum, mengolah
dan menganalisa data yang telah dikumpulkan; dan menyusun laporan SMD
sebagai bahan untuk pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Pengolahan Data SMD
- Masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat;
- Menentukan Prioritas Masalah dan
- Kesediaan masyarakat untuk ikut serta dalam menentukan pemecahan
masalah.
- Penyajian data SMD: Tekstular, tabular, dan grafikal
- Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
Pelaksanaan MMD
Hasil Survey Mawas Diri (SMD) dibahas bersama dengan perwakilan warga
desa dan masyarakat untuk dilakukan kegiatan perumusan dan penentuan
prioritas masalah dalam sebuah Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Forum pertemuan perwakilan warga desa untuk membahas hasil Survei
Mawas Diri (SMD) dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan
yang diperoleh dari hasil SMD serta menyusun perencanaan kegiatan
puskesmas agar sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat.

xxxix
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
b. Bagaimana pengelolaan dan pengolahan sampah yang benar?
Pengelolaan Sampah. Pengelolaan sampah sangat diperlukan mengingat
dampak buruknya bagi kesehatan dan lingkungan. Sampah menjadi tempat
berkembangbiaknya organism penyebab dan pembawa penyakit. Upaya
pertama dalam pengelolaan sampah secara terpada adalah pemilahan yang
dilakukan mulai dari sumber penghasil sampah, baik dari rumah tangga,
pasar, industri, fasilitas umum, daerah komersial dan sumber lainnya.
Sampah organik dipisah dengan sampah anorganik. Sampah yang telah
dipilah dapat didaur ulang di tempat sumber sampah atau dapat dibawa atau
dijual untuk dilakukan proses daur ulang di industry daur ulang. Sampah
tersebut dapat pula dipakai ulang sebelum diangkut ke TPS atau dibuat
kompos untuk digunakan di lokasi sumber sampah. Sampah dari sumber
sampah juga dapat dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
terdekat setelah melalui proses pemilahan. Di TPS sampah dikumpulkan
dan dipilah kembali dan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sampah tersebut juga dapat didaur ulang di industry daur ulang. Pemilahan
sampah dapat pula dilakukan di TPA. Sebagian sampah dapat didaur ulang
dan dibuat
kompos
yang
dapat
dijual ke

konsumen. Sisanya atau residu dari proses tersebut dapat ditimbun dengan
menggunakan metode sanitary landfill. Hasil dari sanitary landfill adalah
abu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat batako dan
sebagai bahan campuran kompos.

xl
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Pengolahan Sampah. Setelah sampah terkumpul, agar dapat dimanfaatkan
kembali sehingga dapat mengurangi tumpukan sampah serta memperoleh
nilai ekonomi dari sampah, maka sampah dapat diolah lebih lanjut.
- Pengolahan sampah organik. Sampah organik dapay dimanfaatkan
secara langsung, tanpa melalui proses tertentu, untuk pakan ternak,
khususnya ikan. Sampah organik juga dapat diproses untuk berbagai
keperluan diantaranya adalah pakan ternah dan kompos.
- Pengolahan sampah anorganik. Sampah anorganik biasanya berupa
botol, kertas, kaleng, dll. Sifatnya sukar diurai oleh m.o. sehingga akan
bertahan lama menjadi sampah. Sampah plastik bisa bertahan sampai
ratusa tahun, sehingga dampaknya akan sangat lama. Untuk mengatasi
masalah sampah anorganik, dapat menerapkan 3R, yaitu:
a) Reduce (Mengurangi penggunaan)
b) Reuse (Menggunakan ulang)
c) Recycle (Daur ulang)
c. Bagaimana hubungan antara pengolahan sampah dengan kejadian penyakit
DBD?
Pengolahan sampah yang tidak baik dan atau tidak dijalankan dapat
menyebabkan adanya penumpukan sampah yang dimana penumpukan
tersebut dapat menjadi tempat untuk nyamuk berkembang biak dan tumbuh
sehingga dapat menyebabkan peningkatan penyakit DBD.
d. Apa saja contoh program-program kegiatan prevensi terhadap penyakit
DBD yang dapat dilakukan pada kasus?
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Dengan melakukan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan yang
dilakukan dalam bentuk:

xli
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
- Konseling

- Inspeksi kesehatan lingkungan

xlii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
a) pengamatan fisik media lingkungan, seperti air, udara,
tanah,pangan,sarana dan bangunan, dan vektor dan binatang
pembawa penyakit
b) pengukuran media lingkungan di tempat;
c) uji laboratorium; dan/atau
d) analisis risiko kesehatan lingkungan
- Intervensi kesehatan lingkungan, dapat berupa:
a) komunikasi, informasi, dan edukasi, serta
penggerakan/pemberdayaan masyarakat
pada kasus: edukasi tentang hal-hal yang dapat terjadi
akibat pembuangan smpah sembarangan, bisa dilakukan
pelatihan masyarakat untuk 3M (menutupm menguras, dan
mengubur), pembuatan sarana sanitasi dan sarana
pengendalian vektor, gerakan bersih desa.
b) Perbaikan dan pembangunan sarana;
pada kasus: pembuatan tempat pembuangan sampah yang
layak dan memenuhi syarat, pembuatan sarana air bersih
yang tertutup
c) pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau rekayasa
lingkungan.
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media
lingkungan atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan
agen penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia
serta gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit.
Pada kasus: menanam tanaman anti nyamuk, pemberian
bubuk larvasida pada tempat pembuangan air yang tidak
tertutup
e. Bagaimana rancangan promosi kesehatan pada kasus?
Dapat dilakukan 5 level of preventions dalam mencegah DBD
1. Promosi Kesehatan (health promotion)
Tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan pada saat masyarakat
atau individu masih dalam keadaan sehat. Seseorang tersebut diberi

xliii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
penjelasan tentang kesehatan dan pencegahan penyakit agar seseorang
atau individu tersebut tidak terserang penyakit. Tujuan dari promosi
kesehatan (health promotion) ini adalah memberikan pembinaan atau
penyuluhan kepada masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang
sehat dari penyakit, seperti selalu membersihkan lingkungan.
Penyuluhan dapat melalui berbagai macam media guna untuk
mempromosikan edukasi tentang DBD.
2. Perlindungan khusus melalui imunisasi (specific protection)
Merupakan suatu tindakan pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap ancaman agen penyakit atau pembawa penyakit tertentu.
Tujuan dari specific protection ini adalah sebagai perlindungan khusus
terhadap ancaman seperti penyakit. Tindakan atau upaya pencegahan
penyakit berdasarkan specific protection ini adalah Abatisasi, Fogging,
3M, pengendalian vektor, pemeriksaan jentik berkala dan sanitasi yang
higienis.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment)
Tujuan utama dari tindakan ini adalah:
a. Mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan
penyakit menular.
b. Mengobati dan menghentikan proses penyakit.
c. Menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi
dan cacat.
Contohnya: Tes Lab untuk mengetahui nilai kimia darah, rawat inap
dan pemberian obat awal.
4. Membatasi kecacatan (disability limitation)
Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha early diagnosis and prompt
treatment yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar
penderita sembuh kembali dan tidak cacat (tidak terjadi komplikasi).
Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan tersebut tidak
bertambah berat dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini dipertahankan
semaksimal mungkin.

xliv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
5. Pemulihan (rehabilitation)
Pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal
secara fisik, mental dan sosial.
Hipotesis: Terdapat kejadian luar biasa(klb) yaitu DBD di kecamatan mangga akibat
kesehatan lingkungan yang kurang baik oleh karena itu diperlukan kerjasama berbagai
sektor untuk membuat program kegiatan pencegahan dan penanggulangan dbd

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan


No How I will
Pokok Bahasan What I know What I don’t know
. know
1. PHBS  Definisi  Indikator Diktat,
 Jenis  Program jurnal,
buku
2. DBD  Definisi  Epidemiologi

xlv
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
 Jenis
3. Puskesmas  Definisi  Tindakan
 Jenis  Promosi

V. Sintesis Ilmiah
1. PHBS
PHBS merupakan kependekan dari Pola Hidup Bersih dan Sehat.
Sedangkan pengertian PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan

xlvi
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
karena kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu
menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dalam
aktivitas masyarakat. Perilaku hidup bersih sehat pada dasarnya merupakan
sebuah upaya untuk menularkan pengalaman mengenai pola hidup sehat melalui
individu, kelompok ataupun masyarakat luas dengan jalur – jalur komunikasi
sebagai media berbagi informasi. Ada berbagai informasi yang dapat dibagikan
seperti materi edukasi guna menambah pengetahuan serta meningkatkan sikap
dan perilaku terkait cara hidup yang bersih dan sehat.
Terdapat langkah – langkah berupa edukasi melalui pendekatan pemuka
atau pimpinan masyarakat, pembinaan suasana dan juga pemberdayaan
masyarakat dengan tujuan kemampuan mengenal dan tahu masalah kesehatan
yang ada di sekitar; terutama pada tingkatan rumah tangga sebagai awal untuk
memperbaiki pola dan gaya hidup agar lebih sehat.
Tujuan utama dari gerakan PHBS adalah meningkatkan kualitas
kesehatan melalui proses penyadartahuan yang menjadi awal dari kontribusi
individu – individu dalam menjalani perilaku kehidupan sehari – hari yang
bersih dan sehat. Manfaat PHBS yang paling utama adalah terciptanya
masyarakat yang sadar kesehatan dan memiliki bekal pengetahuan dan
kesadaran untuk menjalani perilaku hidup yang menjaga kebersihan dan
memenuhi standar kesehatan.
Tatanan PHBS melibatkan beberapa elemen yang merupakan bagian dari
tempat beraktivitas dalam kehidupan sehari – hari. Berikut ini 5 tatanan PBHS
yang dapat menjadi simpul – simpul untuk memulai proses penyadartahuan
tentang perilaku hidup bersih sehat :

- PHBS di Rumah tangga


- PHBS di Sekolah
- PHBS di Tempat kerja
- PHBS di Sarana kesehatan
- PHBS di Tempat umum

Manfaat PHBS

xlvii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Manfaat PHBS secara umum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk mau menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut agar masyarakat
bisa mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan. Selain itu, dengan
menerapkan PHBS masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan
meningkatkan kualitas hidup.
a. Manfaat PHBS di sekolah

PHBS di sekolah merupakan kegiatan memberdayakan siswa,guru dan


masyarakat lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat
untuk menciptakan sekolah sehat. Manfaat PHBS di Sekolah mampu
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses belajar
mengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan sekolah
menjadi sehat.

b. Manfaat PHBS di rumah tangga


Menerapkan PHBS di rumah tangga tentu akan menciptakan keluarga sehat
dan mampu meminimalisir masalah kesehatan. Manfaat PHBS di Rumah
tangga antara lain, setiap anggota keluarga mampu meningkatkan
kesejahteraan dan tidak mudah terkena penyakit, rumah tangga sehat
mampu meningkatkan produktifitas anggota rumah tangga dan manfaat
phbs rumah tangga selanjutnya adalah anggota keluarga terbiasa untuk
menerapkan pola hidup sehat dan anak dpt tumbuh sehat dan tercukupi gizi
c. Manfaat PHBS di tempat kerja
PHBS di Tempat kerja adalah kegiatan untuk memberdayakan para pekerja
agar tahu dan mau untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dan
berperan dalam menciptakan tempat kerja yang sehat. manfaat PHBS di
tempat kerja yaitu para pekerja mampu meningkatkan kesehatannya dan
tidak mudah sakit, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan citra
tempat kerja yang positif .
d. Manfaat PHBS di masyarakat
Manfaat PHBS di masyarakat adalah masyarakat mampu menciptakan
lingkungan yang sehat, mencegah penyebaran penyakit, masyarakat

xlviii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
memanfaatkan pelayanan fasilitas kesehatan dan mampu mengembangkan
kesehatan yang bersumber dari masyarakat.

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Untuk mewujudkan PHBS di setiap tatanan masyarakat, diperlukan pengelolaan
manajemen program PHBS sebagai berikut:

Gambar 4. Alur program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

A. Pengkajian

Tujuan pengkajian adalah untuk mempelajari, menganalisis dan


merumuskan masalah perilaku yang berkaitan dengan PHBS. Kegiatan
pengkajian meliputi pengkajian PHBS secara kuantitatif, pengkajian PHBS
secara kualitatif dan pengkajian sumber daya (dana, sarana dan tenaga).
a) Pengkajian PHBS secara kuantitatif yaitu dengan cara pengumpulan data
sekunder selanjutnya dibuat simpulan hasil analisis data sekunder, data
tersebut diolah dan dianalisis sehingga dapat dibuat pemetaan nilai IPKS
(Indeks Potensi Keluarga Sehat) sehingga semua masalah PHBS dapat
diintervensi dengan tepat dan terarah selain itu juga dapat ditentukan

xlix 30 x 7 = 210 rumah tangga


Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
( 30 kluster, 7 rumah tangga; kluster disetarakan dengan desa atau kelurahan)
prioritas utama. Adapaun besar pengambilan sampel PHBS sederhana
rekomendasi WHO:

b) Pengkajian PHBS secara kualitatif

Setelah ditentukan prioritas masalah perilaku, selanjutnya dilakukan


pengkajian kualitatif. Tujuannya untuk memperoleh informasi yang lebih
mendalam tentang kebiasaan, kepercayaan, sikap, norma, budaya
perilaku masyarakat yang tidak terungkap dalam kajian kuantitatif
PHBS.

c) Pengkajian sumber daya (dana, tenaga dan sarana)Pengkajian sumber


daya dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program PHBS.
B. Perencanaan
Penyusunan rencana kegiatan PHBS berguna untuk menentukan tujuan dan
strategi komunikasi PHBS. Adapun langkah-langkah perencanaan yaitu
menentukan tujuan dan menentukan jenis kegiatan intervensi.
C. Pemantauan
Pemantauan dilakukan untuk mengetahui program PHBS telah berjalan dan
memberikan hasil atau dampak seperti yang diharapkan, maka perlu
dilakukan pemantauan.
Waktu pemantauan dapat dilakukan secara berkala atau pada pertemuan
bulanan, topik bahasannya adalah kegiatan yang telah dan akan
dilaksanakan dikaitkan dengan jadwal kegiatan yang telah disepakati
bersama. Selanjutnya kendala-kendala yang muncul perlu dibahas dan dicari
solusinya.
Cara pemantauan dapat dilaksanakan dengan melakukan kunjungan
lapangan ke tiap tatanan atau dengan melihat buku kegiatan/ laporan
kegiatan intervensi penyuluhan PHBS.
D. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan Formulir atau Kartu PHBS yang
telah dirancang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 19 Waktu
penilaian dapat dilakukan pada setiap tahun atau setiap dua tahun. Caranya
dengan membandingkan data dasar PHBS dibandingkan dengan data PHBS
hasil evaluasi selanjutnya menilai kecenderungan masing-masing indikator
apakah mengalami peningkatan atau penurunan, mengkaji penyebab
masalah dan melakukan pemecahannya, kemudian merencanakan intervensi
berdasarkan data hasil evaluasi PHBS.
Cara melakukan penilaian melalui :
a) Pengkajian ulang tentang PHBS.

l
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
b) Menganalisis data PHBS oleh kader/ koordinator PHBS

Pembinaan PHBS di rumah tangga diawali dengan pengumpulan data oleh


kader dengan cara menyiapkan tenaga pengumpul data, disarankan
menggunakan kader desa/ kelurahan yang telah dilatih PHBS di rumah
tangga dengan menggunakan Formulir atau Kartu PHBS sesuai jumlah
rumah tangga yang ada.

Sebelum dilakukan pengumpulan data, kader diberi penjelasan singkat


tentang cara pengumpulan PHBS di rumah tangga. Kader desa/ kelurahan
yang telah dilatih PHBS di rumah tangga, mengumpulkan data Rumah
Tangga ber-PHBS berdasarkan 10 indikator yang dikelompokkan menjadi
kesehatan ibu dan anak (KIA) dan gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup,
usaha kesejahteraan masyarakat dengan 10 indikator pusat yaitu persalinan
oleh tenaga kesehatan, ASI eksklusif, gizi, air bersih, jamban, kepadatan
hunian, lantai rumah, aktifitas fisik, tidak merokok dan JPK.

2. DBD
A. Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga
ditularkan oleh Aedes albopictus, yang ditandai dengan : Demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari,
manifestasi perdarahan,termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah
trombosit ≤ 100.000/µl),hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%),
disertai dengan atau tanpa perbesaran hati. (Depkes RI, 2005)
B. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia antara lain :

1. Status Pendidikan
Keluarga dengan tingkat pendidikan rendah biasanya sulit untuk menerima
arahan dalam pemenuhan gizi dan sulit diyakinkan mengenai pentingnya
pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain seperti
pencegahan penyakit menular.
2. Kepadatan Penghuni Rumah
Apabila di suatu rumah ada nyamuk penular DBD yaitu Aedes aegypti

li
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
maka akan menularkan penyakit DBD pada semua orang yang tinggal di rumah
tersebut atau di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk yaitu
100 meter dan orang yang berkunjung ke rumah tersebut.
3. Umur
DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi tidak menutup
kemungkinan orang dewasa tertular penyakit DBD. Dalam dekade terakhir ini
terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok usia dewasa.
Penularan Virus Dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di
tempat yang padat penduduk seperti di perkotaan dan pedesaan pinggir kota.
Oleh karena itu, penyakit DBD lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan

lii
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:

1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).


2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe Virus Dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain :
a. Sekolah yang disebabkan karena siswa sekolah berasal dari berbagai
wilayah serta siswa sekolah merupakan kelompok umur yang paling
susceptible terserang DBD.
b. Rumah sakit atau puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
c. Tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran dan tempat
ibadah.
3. Pemukiman baru di pinggir kota karena di lokasi ini penduduknya berasal dari
berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau
carier yang membawa Virus Dengue yang berlainan dari masing-masing
daerah asal.

C. Manifestasi Klinis

Gejala Demam Berdarah Dengue sebagai berikut :


1. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 – 7 hari.

2. Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus
berlangsung 2 – 7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik
lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.
3. Tanda-tanda perdarahan

Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa
uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih.
Manifestasi perdarahan yaitu petekie, purpura, ekimosis, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, melena dan hematuri.
Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji
Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan

53
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji
Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian
besar penderita DBD. Namun, uji Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada
penyakit virus lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (Typhus
abdominalis) dan lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10
atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) di lengan bawah
bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti).
4. Pembesaran hati:
a. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit.
b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.

c. Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.

5. Renjatan (syok)

Sebab renjatan yaitu karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke


daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang terganggu. Tanda-tanda renjatan
sebagai berikut:
a. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki.
b. Penderita menjadi gelisah.

c. Sianosis di sekitar mulut.

d. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.

e. Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.


6. Trombositopeni

a. Jumlah trombosit (≤ 100.000) biasanya ditemukan diantara hari ke 3 – 7


sakit.
b. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal atau menurun.
c. Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila
normal maka diulang tiap`hari sampai suhu turun.

54
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
7. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarakan hemokonsentrasi


selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya
perembesan plasma sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara
berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20%,
mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh
penggantian cairan atau perdarahan.
8. Gejala klinik lain

Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang.
Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan
kesadaran sehingga sering didiagnosis sebagai ensefalitis. Keluhan sakit perut
yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan
renjatan.

D. Upaya Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue6


1. Pencegahan.
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat umum
dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN-DBD). PSN-DBD merupakan keseluruhan kegiatan
masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai
pemantauan hasil- hasilnya secara terus-menerus. Gerakan PSN-DBD
merupakan bagian terpenting dari seluruh upaya pemberantasan penyakit
DBD. Kegiatan PSN-DBD dapat dilakukan dengan melakukan 3 M, yaitu:
1.Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
2.Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3.Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik, dan lain-lain.

55
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Departemen Kesehatan Republik Indonesia juga mencanangkan 3 M plus
yaitu 3 M ditambah dengan :
1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-
tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.
3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-
lain misalnya dengan tanah.
4) Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air
seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain
yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman,
rumha- rumah kosong dan lain-lain.
5) Melakukan larvasidasi yaitu membubuhkan bubuk pembunuh
jentik (abate/lainnya). Misalnya, di tempat-tempat yang sulit dikuras atau
di daerah yang sulit air. Lavarsidasi bila menggunakan abate disebut
abatisasi. Takaran melakukan larvasidasi dengan menggunakan bubuk
abate 1 G adalah untuk 100 liter cukup dengan 10 gram bubuk abate 1 G
dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan,
satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram abate 1
G. Selanjuntya, tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan
banyaknya air yang akan diabatisasi. Takaran tidak perlu benar-benar
tepat.
6) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan
air.
7) Memasang kawat kasa di rumah.
8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
9) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar.
10)Tidur menggunakan kelambu.
11)Memakai obat nyamuk yang dapat mencegah dari gigitan nyamuk.
Pemantauan hasil PSN-DBD dipantau secara berkala oleh Kelompok
Kerja Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (POKJA DBD)
Desa/Kelurahan, Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) tingkat kecamatan dan POKJANAL
DBD tingkat Kabupaten/Kota:

56
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
1. Pemantauan oleh POKJA DBD Desa/Kelurahan.
Pemantauan dilaksanakan dengan pemeriksaan jentik oleh kader tingkat
Desa/Kelurahan yaitu oleh jumantik (Juru Pemantau Jentik). Langkah-
langkah pemeriksaan jentik oleh jumantik, sebagai berikut :12
A. Persiapan12
a.Pemetaan dan pengumpulan data penduduk, rumah/bangunan dan
lingkungan oleh puskesmas.
b.Pertemuan/pendekatan :
a) Pendekatan lintas sektor di tingkat desa (RW, RT, swasta, LSM,
kelompok potensial lain dan tokoh masyarakat (Toma) dan tokoh agama
(Toga).
b) Pertemuan tingkat kelurahan/desa yang dihadiri oleh Ketua RW, RT,
swasta, LSM, kelompok potensial lain dan tokoh masyarakat dan tokoh
agama.
c) Pertemuan Tingkat RT yang dihadiri oleh warga setempat.
Pada pertemuan tersebut disampaikan tentang perlunya dilaksanakan
pemberantasan intensif jentik tersebut dan rencana pelaksanaannya.
c.Tentukan rumah/keluarga yang akan dikunjungi/diperiksa dengan cara :
a) Misalnya di suatu desa/kelurahan terdiri dari 10 RW, 100 RT, dengan
3000 rumah/bangunan, 10 RT per RW dan 30 rumah/bangunan per RT.
b) Pemeriksaan dilakukan secara berurutan yang dimulai dari RT 1 sampai
dengan RT yang ke-100, misalnya hari pertama pemeriksaan di 4 RT (RT
1 sampai RT 4), hari ke-2 di RT 5 sampai RT 8, demikian seterusnya
sampai sehingga dalam 25 hari kerja sudah mencakup seluruh RT yang
ada.
c) Pemeriksaan cukup dilakukan pada 10 rumah/bangunan di masing-
masing RT. Untuk menentukan 10 rumah/bangunan mana yang akan
dikunjungi/diperiksa diantara 30 rmah/bangunan yang ada di suatu RT
(misalnya RT 1), maka mulailah dari rumah/bangunan pertama
(rumah/bangunan ke-1), selanjutnya ke-4, ke-7, dan seterusnya (selang 3
rumah/bangunan).

57
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
d) Untuk kunjungan bulan berikutnya (putaran ke-2) di RT yang sama,
mulailah dari rumah/bangunan ke-2, selanjutnya ke-5, ke-8, ke-11 dan
seterusnya.
e) Untuk kunjungan bulan berikutnya lagi (putaran ke-3), mulai dari
rumah/bangunan ke-3, selanjutnya ke-6, ke-9, ke-12 dan seterusnya.
f) Setelah seluruh rumah/bangunan dikunjungi, maka mulai lagi dari
rumah ke-1 dan seterusnya seperti di atas.
g) Pada hari yang sama, lakukan cara yang sama seperti pada RT 1, di 3
RT lainnya (RT 2sampai dengan RT 4).
h) Demikian seterusnya untuk RT lainnya.

B. Melakukan kunjungan rumah.


a.Buatlah rencana kapan masing-masing rumah/keluarga akan dikunjungi
misalnya untuk jangka waktu 1 bulan.
b.Pilihlah waktu yang tepat untuk berkunjung (pada saat keluarga sedang
santai).
c.Mulailah pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya
menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan
keadaan anak atau anggota keluarga lain.
d.Selanjutnya menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya
dengan penyakit demam berdarah, misalnya adanya anak tetangga yang
sakit demam berdarah atau adanya kegiatan di desa/kelurahan/RW tentang
usaha pemberantasan demam berdarah dengue atau berita di surat
kabar/majalah/televisi/radio tentang penyakit DBD.
e.Membicarakan tentang penyakit demam berdarah, cara penularan, dan
lain-lain, serta memberikan penjelasan tentang hal-hal yang ditanyakan
tuan rumah. Gunakan gambar-gambar atau alat peraga untuk lebih
memperjelas.
f. Mengajak untuk bersama-sama memeriksa tempat penampungan air dan
barang-barang yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk baik
di dalam maupun di luar rumah/bangunan. Cara-cara memeriksa jentik,
yaitu :

58
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
a) Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat
penampungan air lainnya.
b) Jika tidak tampak, tunggu ± 0,5-1 menit, jika ada jentik akan muncul ke
permukaan air untuk bernapas.
c) Di tempat yang gelap gunakan senter.
d) Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik,
ban bekas, dan lain-lain.
e) Jika ditemukan jentik, maka kepada tuan rumah/pengelola bangunan
diberi penjelasan tentang cara yang dapat menjadi tempat berkembang
biak nyamuk baik di dalam ataupun di luar rumah.
f) Jika tidak ditemukan jentik, maka kepada tuan rumah disampaikan
pujian dan memberikan saran untuk terus menjaga agar selalu bebas jentik
dan tetap menjaga kebersihan rumah/bangunan dan lingkungannya.
C. Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan
a.Tulislah nama desa/kelurahan yang akan dilakukan pemeriksaan jentik.
b.Tulislah nama keluarga/pengelola (petugas kebersihan) banguanan dan
alamatnya pada kolom yang tersedia.
c.Bila ditemukan jentik tulislah tanda (+), dan apabila tidak ditemukan
tulislah tanda (-) di kolom yang tersedia pada formulir JPJ 1.
d.Tulislah hal-hal yang perlu diterangkan pada kelompok keterangan
seperti rumah/kavling kosong, penampungan air hujan, dan lain-lain.
e.Satu lembar formulir di isi untuk kurang lebih 30 KK.
f. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik berupa angka bebas jentik (ABJ) ke
puskesmas sebulan sekali. ABJ dicatat pada kolom JPJ 2.
Angka Bebas Jentik (ABJ) : Jumlah rumah tanpa jentik X 100%
Jumlah rumah yang diperiksa
2. Pemantauan oleh POKJANAL DBD tingkat Kecamatan.
a. Pemantauan Jentik Berkala dilakukan oleh petugas Puskesmas atau
tenaga terlatih dengan memeriksa 100 rumah sampel per Desa/Kelurahan,
Sekolah dan Tempat Umum, setiap 3 bulan (Januari, April, Juli, dan
Oktober).

59
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
b. Angka Bebas Jentik (ABJ) tiap Desa/Kelurahan disajikan dalam forum
PWS DBD dan Daftar Sekolah dan Tempat Umum yang ditemukan jentik
disampaikan pada pertemuan bulanan di tingkat kecamatan yang dihadiri
oleh para Kepala Desa/Kelurahan dan anggota Pokjanal DBD.
c. Tiga Desa/Kelurahan yang paling rendah ABJ nya dilakukan “Sweeping
PSN DBD” yaitu kerja bakti PSN DBD diikuti dengan PJB ulangan.

3. Pemantauan oleh POKJANAL DBD tingkat Kabupaten/Kota.


a. PJB dilakukan oleh petugas Dinkes Kabupaten/Kota di tempat tumum
tertentu, setiap 3 bulan.
b. ABJ rumah (rata-rata ABJ Desa/Kelurahan) dan ABJ sekolah per
kecamaatan disajikan dalam form PWS DBD serta Daftar Tempat Umum
yang ditemukan jentik, disampaikan pada pertemuan lintas sektor
(pertemuan berkala Pokjanal DBD) setiap 3 bulan.

4. Pemantauan oleh POKJANAL DBD tingkat Provinsi.


ABJ rumah (rata-rata Desa/Kelurahan), ABJ sekolah dan ABJ Tempat
Umum disajikan dalam form PWS DBD dan disampaikan pada pertemuan
lintas sektor (pertemuan berkala Pokjanal DBD) setiap 3 bulan.

5. Pemantauan oleh POKJANAL DBD tingkat pusat.


ABJ rumah (rata-rata ABJ Desa/Kelurahan), ABJ sekolah dan ABJ Tempat
Umum, disajikan dalam form PWS DBD dan disampaikan pada pertemuan
lintas sektor (pertemuan berkala Pokjanal DBD) setiap 3 bulan.

2. Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan.

Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam


berdarah dengue dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat
dengan cara sebagai berikut :

a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam


berdarah dengue memberikan pertolongan pertama (memberi minum

60
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
banyak, kompres dingin dan obat penurun panas yang tidak mengandung
asam salsilat) dan dianjurkan segera memeriksakan kepada dokter atau
unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosis dan
pengobatan/perawatan sesuai dengan keaadaan penderita dan wajib
melaporkan kepada puskesmas.
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada Lurah/Kepala
Desa melalui Kader, Ketua RT/RW.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW yang mengetahui adanya penderita
tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada puskesmas atau melalui
Lurah/Kepala Desa.
e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya
kepada puskesmas.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit.

3. Pengamatan Penyakit Dan Penyelidikan Epidemiologi.

a. Pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan


atau menerima laporan penderita tersangka untuk :
a) Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur
sehingga kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin.
b) Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue.
b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu
oleh masyarakat. Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan
penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan
rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter,
serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran
penyakit lebih lanjut. Ini artinya, penyelidikan epidemiologi merupakan
kegiatan pecarian penderita panas atau yang 1 minggu yang lalu
menderita panas dan pemeriksaan jentik di rumah kasus DBD dan 20
rumah lain disekitarnya. Tujuan dilakukan penyelidikan epidemiologi

61
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
adalah untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit, mengetahui
apakah di lokasi itu terjadi keadaan yang menjurus kepada Kejadian Luar
Biasa (KLB) dan merupakan langkah untuk membatasi penyebaran
penyakit. Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas puskesmas
segera setelah mendapat informasi tentang adanya kasus DBD yang
dirawat di rumah sakit atau puskesmas. Cara pelaksanaan penyelidikan
epidemiologi, sebagai berikut:
a) Pemberitahuan kepada ketua RT/RW.
b) Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Desa membantu
petugas kesehatan dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka
dan mendampingi petugas kesehatan dalam pelaksanaan penyelidikan
epidemiologi.
c) Pemeriksaan jentik (bila ditemukan jentik diberikan penyuluhan).
d) Melakukan wawancara : menanyakan ada/tidaknya penderita panas
(bila ditemukan penderita yang sakit panas saat itu dan belum berobat,
dianjurkan untuk periksa ke dokter/puskesmas.
e) Pengisian formulir penyelidikan epidemiologi (PE).
f) Penyampaian lisan hasil dan tindak lanjut pemeriksaan jentik kepada
Ketua RT/RW. Jika kesimpulan formulir PE “ya”, maka disampaikan
kepada Ketua RT/RW bahwa lokasi tersebut akan dilakukan fogging
dan Ketua RT/RW diminta menggerakan warga untuk melakukan
PSN, sebelum dilakukan fogging. Jika kesimpulan PE “tidak”, maka
kepada Ketua RT/Rw diberika penjelasan bahwa kesimpulan hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa kemungkinan menjalarnya penyakit
DBD sangat kecil. Meskipun demikian, Ketua Rt/RW diminta untuk
melaksanakan PSN/Kebersihan lingkungan untuk mencegah
kemungkinan penjalaran penyakit. Selanjutnya, perlu disampaikan
pula bahwa penularan penyakit demam berdarah dapat terjadi dimana-
mana.
c. Kepala puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan jika
adanya Kejadian Luar Biasa kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.6

62
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
4. Penanggulangan Seperlunya.

a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu


oleh masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit.
b. Jenis kegiatan yagn dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan
epidemiologi sebagai berikut :
a) Apabila :
1) ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya
atau
2) ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan
ditemukan jentik. dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus
dengan interval 1 minggu) disertai penyuluhan di rumah
penderita/tersangka dan sekitarnya dalam radius 200 meter dan
sekolah yang bersangkutan bila penderita/tersangka adalah anak
sekolah.

b) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan


insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di
seluruh wilayah yang terjangkit.
c) Bila tidak ditemukan keadaan diatas, dilakukan penyuluhan di RT/RW
yang bersangkutan.

c. Tugas dan peran petugas kesehatan dan sektor terkait serta masyarakat
dalam penanggulangan seperlunya :
a) Camat dan Lurah yang menerima laporan rencana penanggulangan
seperlunya, memerintahkan warga setempat melalui ketua RW untuk
melaksanakan PSN dan membantu kelancaran pelaksanaan
penanggulangan seperlunya.
b) Petugas kesehatan atau tenaga terlatih melakukan penyemprotan
insektisida 2 siklus dengan interval 1 minggu dan memberikan
penyuluhan kepada masyarakat.

63
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
c) Ketua RT dibantu pemuka masyarakat dan Kader menyampaikan
informasi tentang rencana penanggulangan seperlunya dan membantu
pelaksanaan penyuluhan.
d) Ketua RT dan Kader mendampingi petugas kesehatan dalam
pelaksanaan penyemprotan.
e) Keluarga melakukan PSN secara serentak dan mengikuti petunjuk-
petunjuk dalam pelaksanaan penanggulangan seperlunya.

5. Penanggulangan Lain.

a. Penanggulangan lain dilakukan di desa/kelurahan rawan oleh petugas


kesehatan dibantu masyarakat untuk mencegah terjadinya Kejadian Luar
Biasa dan membatasi penyebaran penyakit ke wilayah lain.
b. Jenis kegiatan penanggulangan lain disesuaikan dengan stratifikasi
daerah rawan (berdasarkan besarnya masalah penyakit demam berdarah
dengue), sebagai berikut :
a) Desa/Kelurahan rawan I (endemis)
yaitu desa/kelurahan yang dalam 3 tahun terakhir, setiap tahun terjangkit
penyakit demam berdarah dengue. Kegiatan penanggulangannya meliputi :
1) Penyemprotan masal
2) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat umum
3) Penyuluhan kepada masyarakat
b) Desa/Kelurahan rawan II (sporadis)

yaitu desa/kelurahan yang dalam 3 tahun terakhir terjangkit penyakit


demam berdarah dengue tetapi tidak setiap tahun. Kegiatan
penanggulangannya meliputi :
1) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat umum.
2) Penyuluhan kepada masyarakat.
c) Desa/Kelurahan rawan III (potensial)
yaitu desa/kelurahan yang dalam 3 tahun yang terakhir tidak pernah terjangkit
penyakit demam berdarah dengue, tetapi penduduknya padat, mempunyai
hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah

64
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
lain dan persentase rumah yang ditemukan jentik lebih dari 5%.
Kegiatannya penanggulangannya meliputi :
1) Pemeriksaan jentik berkala di tempat umum.
2) Penyuluhan kepada masyarakat.
c. Tugas dan peran petugas kesehatan dan sektor lain serta masyarakat
dalam penanggulangan lain sebagai berikut :
a) Penyemprotan masal :
1) Petugas kesehatan atau tenaga terlatih melakukan penyemprotan
insektisida 2 siklus dengna interval seminggu, sebelum musim
penularan, di sebagian atau seluruh wilayah desa.
2) Camat, Lurah/Kepala Desa, Ketua RT/RW, Kepala Dusun, Pemuka
Masyarakat, Kader dan Keluarga membantu kelancaran
pelaksanaan penanggulangan seperlunya.
b) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat umum.

6. Penyuluhan Kepada Masyarakat.

a. Penyuluhan dilakukan agar masyarakat berpartisipasi aktif dalam


pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.
b. Penyuluhan dilaksanakan :
a) Oleh petugas/pejabat kesehatan dan sektor lain serta warga
masyarakat yang mempunyai pengetahuan tentang penyakit demam
berdarah dengue pada berbagai kesempatan.
b) Melalui berbagai jalur informasi dan komunikasi kepada masyarakat.
c) Secara intensif sebelum musim penularan penyakit demam berdarah
dengue terutama di daerah rawan.
c. Peran petugas/pejabat kesehatan dan sektor lain serta masyarakat dalam
penyuluhan sebagai berikut :
a) Keluarga mengikuti/menghadiri kegiatan penyuluhan.
b) Kader/tenaga pemeriksa jentik lain melakukan penyuluhan kepada
keluarga pada waktu kunjungan rumah.
c) Petugas kesehatan melakukan penyuluhan kepada penderita/tersangka
dan keluarganya pada waktu melakukan pemeriksaan atau perawatan

dan kunjungan rumah, serta pada berbagai pertemuan kelompok


masyarakat dan pertemuan dinas.
d) Juru penerangan (Jupen) melakukan penyuluhan pada berbagai

65
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
kesempatan dalam tugasnya memberikan penerangan kepada
masyarakat.
e) Guru melakukan penyuluhan kepada murid melalui pelajaran intra
maupun ekstra-kurikuler.
f) Warga masyarakat, ketua RT/RW, tokoh masyarakat formal
maupun informal yang mempunyai pengetahuan tentang penyakit
DBD dapat melakukan penyuluhan pada berbagai kesempatan
pertemuan.
g) Pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat melakukan penyuluhan
kepada masyarakat pada berbagai kesempatan melalui media masa
seperti tv, radio, majalah, surat kabara dan lain-lain.
h) Pejabat/petugas yang terkait dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat memberikan fasilitasi bagi terselenggaranya
penyuluhan kepada masyarakat.

3. Puskesmas
A. Definisi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebutPuskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayahkerjanya.Pelayanan
Kesehatan Puskesmas yang selanjutnya disebut dengan Pelayanan Kesehatan
adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada masyarakat, mencakup
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, dan pelaporan yang dituangkan
dalam suatusistem.

B. Tujuan
Puskesmas yang baik dan benar oleh seluruh Puskesmas di Indonesia, maka
tujuan akhir pembangunan jangka panjang bidang kesehatan yaitu masyarakat
Indonesia yang sehat mandiri secara berkeadilan, dipastikan akan dapat
diwujudkan.
C. Tugas
66
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP
tingkat pertama diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai
UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan
tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain
kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat
setempat (local specific). Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas
tersebut, Puskesmas harus melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif
dan efisien.
D. Persyaratan pendirian Puskesmas
Berdasarkan Permenkes No. 75 tahun 2014, BAB III, pasal 9, persyaratan
didirikannya puskesmas harus memenuhi syarat-syarat:
1) Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.
2) Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu)
Puskesmas.
3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas.
4) Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.
5) Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan:
a) geografis;
b) aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c) kontur tanah;
d) fasilitas parkir;
e) fasilitas keamanan;
f) ketersediaan utilitas publik;
g) pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h) kondisi lainnya.
6) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian Puskesmas
harus memperhatikan ketentuan teknis pembangunan bangunan gedung negara.

67
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
E. Kemampuan penyelenggaraan
Kemampuan penyelenggaraan terbagi menjadi puskesmas rawat inap dan
puskesmas non rawat inap. Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi
tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. Puskesmas non rawat inap adalah
puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali
pertolongan persalinan normal.
F. Penilaian Kinerja Puskesmas
Berdasarkan PMK No. 44 tahun 2016, Penilaian Kinerja Puskesmas adalah suatu
proses yang obyektif dan sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan
menggunakan informasi untuk menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan
Puskesmas disediakan, serta sasaran yang dicapai sebagai penilaian hasil
kerja/prestasi Puskesmas. Penilaian Kinerja Puskesmas dilaksanakan oleh
Puskesmas dan kemudian hasil penilaiannya akan diverifikasi oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota.
G. Pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas
1) Di tingkat Puskesmas:
a) Kepala Puskesmas membentuk tim kecil Puskesmas untuk melakukan kompilasi
hasil pencapaian.
b) Masing-masing penanggung jawab kegiatan melakukan pengumpulan data
pencapaian, dengan memperhitungkan cakupan hasil (output) kegiatan dan mutu
bila hal tersebut memungkinkan.
c) Hasil kegiatan yang diperhitungkan adalah hasil kegiatan pada periode waktu
tertentu. Penetapan periode waktu penilaian ini dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota bersama Puskesmas. Sebagai contoh periode waktu penilaian
adalah bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
d) Data untuk menghitung hasil kegiatan diperoleh dari Sistem Informasi Puskesmas,
yang mencakup pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya;
survei lapangan; laporan lintas sektor terkait; dan laporan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
e) Penanggung jawab kegiatan melakukan analisis terhadap hasil yang telah dicapai
dibandingkan dengan target yang ditetapkan, identifikasi kendala/hambatan,

68
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
mencari penyebab dan latar belakangnya, mengenali faktor-faktor pendukung dan
penghambat.
f) Bersama-sama tim kecil Puskesmas, menyusun rencana pemecahannya dengan
mempertimbangkan kecenderungan timbulnya masalah (ancaman) ataupun
kecenderungan untuk perbaikan (peluang).
g) Dari hasil analisa dan tindak lanjut rencana pemecahannya, dijadikan dasar dalam
penyusunan Rencana Usulan Kegiatan untuk tahun (n+2). n adalah tahun berjalan.
h) Hasil perhitungan, analisis data dan usulan rencana pemecahannya disampaikan
ke dinas kesehatan kabupaten/kota yang selanjutnya akan diberi umpan balik oleh
dinas kesehatan.
2) Di tingkat kabupaten/kota:
a) Menerima rujukan/konsultasi dari Puskesmas dalam melakukan perhitungan hasil
kegiatan, menganalisis data dan membuat pemecahan masalah.
b) Memantau dan melakukan pembinaan secara integrasi lintas program sepanjang
tahun pelaksanaan kegiatan Puskesmas berdasarkan urutan prioritas masalah.
c) Melakukan verifikasi hasil penilaian kinerja Puskesmas dan menetapkan
kelompok peringkat kinerja Puskesmas.
d) Melakukan verifikasi analisis data dan pemecahan masalah yang telah dibuat
Puskesmas dan mendampingi Puskesmas dalam pembuatan rencana usulan
kegiatan.
e) Mengirim umpan balik ke Puskesmas dalam bentuk penetapan kelompok tingkat
kinerja Puskesmas.
f) Penetapan target dan dukungan sumber daya masingmasing Puskesmas
berdasarkan evaluasi hasil kinerja Puskesmas dan rencana usulan kegiatan tahun
depan.
H. Jaringan Pelayanan Puskesmas
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh
jaringan pelayanan yaitu:
1) Puskesmas Pembantu
a) Puskesmas Pembantu merupakan jaringan pelayanan Puskesmas yang
memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah
kerja Puskesmas. Puskesmas Pembantu merupakan bagian integral Puskesmas,
yang harus dibina secara berkala oleh Puskesmas.
b) Tujuan Puskesmas Pembantu adalah untuk meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah kerjanya.

69
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
c) Fungsi Puskesmas Pembantu adalah untuk menunjang dan membantu
melaksanakan kegiatan yang dilakukan Puskesmas, di wilayah kerjanya.
d) Puskesmas Pembantu didirikan dengan perbandingan 1 (satu) Puskesmas
Pembantu untuk melayani 2 (dua) sampai 3 (tiga) desa/kelurahan. Dalam kondisi
tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk,
aksebilitas dan ketersediaan sumber daya dapat didirikan Puskesmas Pembantu
pada setiap desa/kelurahan. Kondisi tertentu ditetapkan oleh dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota.
e) Peran Puskesmas Pembantu
- Meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan dasar di wilayah kerja
Puskesmas.
- Mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan terutama UKM.
- Mendukung pelaksanaan kegiatan Posyandu, Imunisasi, KIA-KB, penyuluhan
kesehatan, surveilans, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain. Dalam hal
dibutuhkan pelayanan persalinan normal di Puskesmas pembantu, harus
terpenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan dan
ketenagaan sesuai standar pelayanan persalinan.
- Mendukung pelayanan rujukan.
- Mendukung pelayanan promotif dan preventif
- Penanggung jawab Puskesmas Pembantu adalah seorang Tenaga Kesehatan,
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan atas usulan Kepala Puskesmas.
- Tenaga minimal di Puskesmas Pembantu terdiri dari 1 (satu) orang perawat dan
1 (satu) orang bidan.
- Pendirian Puskesmas Pembantu harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan dan ketenagaan.
- Bangunan, prasarana dan peralatan kesehatan di Puskesmas Pembantu harus
dilakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala agar tetap
laik fungsi.
2) Puskesmas Keliling
a) Puskesmas Keliling merupakan jaringan pelayanan Puskesmas yang sifatnya
bergerak (mobile), untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan bagi
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang belum terjangkau oleh pelayanan
dalam gedung Puskesmas. Puskesmas Keliling dilaksanakan secara berkala sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan dengan memperhatikan siklus kebutuhan
pelayanan.

70
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
b) Tujuan dari Puskesmas Keliling adalah untuk meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama masyarakat di daerah
terpencil/sangat terpencil dan terisolasi baik di darat maupun di pulau-pulau kecil
serta untuk menyediakan sarana transportasi dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan.
c) Fungsi dari Puskesmas Keliling adalah sebagai:
- sarana transportasi petugas;
- sarana transportasi logistik;
- sarana pelayanan kesehatan; dan
- sarana pendukung promosi kesehatan.
d) Peran Puskesmas Keliling:
- Meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan dasar di wilayah kerja
Puskesmas.
- Mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah yang jauh dan sulit.
- Mendukung pelaksanaan kegiatan luar gedung seperti Posyandu, Imunisasi,
KIA-KB, penyuluhan kesehatan, surveilans, pemberdayaan masyarakat,
pelayanan kesehatan jiwa masyarakat dan lain-lain. d. Mendukung pelayanan
rujukan. e. Mendukung pelayanan promotif dan preventif.
3) Praktik bidan desa
Praktik bidan desa merupakan tempat pelaksanaan rangkaian kegiatan pelayanan
kebidanan oleh bidan yang ditugaskan di satu desa atau kelurahan dalam wilayah
kerja Puskesmas.
Penempatan bidan di desa utamanya adalah dalam upaya percepatan peningkatan
kesehatan ibu dan anak, disamping itu juga untuk peningkatan status kesehatan
masyarakat. Wilayah kerja bidan di desa meliputi 1 (satu) wilayah desa, dan dapat
diperbantukan pada desa yang tidak ada bidan, sesuai dengan penugasan kepala
Puskesmas. Tugas bidan desa, sesuai kewenangannya, yaitu:
a) Pelayanan kesehatan ibu;
b) Pelayanan kesehatan anak;
c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana;
d) Pelayanan promotif, preventif dan pemberdayaan masyarakat;
e) Pelayanan kesehatan prioritas lainnya yang di tugas oleh kepala Puskesmas.
Dalam memberilan pelayanan kesehatan, tempat praktik bidan dilengkapi
dengan sumber daya manusia, sarana, prasarana, peralatan serta obat dan
bahan habis pakai yang mengacu pada peraturan terkait penyelenggaraan
praktik bidan. Dalam hal dibutuhkan pelayanan persalinan normal di Praktik
71
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
Bidan Desa, harus terpenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
peralatan kesehatan dan ketenagaan sesuai standar pelayanan persalinan

VI. Kerangka Konsep

72
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
VII. Kesimpulan
Dalam menurunkan angka kejadian DBD di Puskesmas Manggis Kecamatan
Mangga diperlukan kerjasama berbagai sektor dengan membuat program
promosi kesehatan dan pelayanan kesehatan lingkungan berupa pengelolaan

73
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
sampah dan pengendalian vector DBD berdasarkan hasil SMD dan MMD
serta mengoptimalkan kembali kegiatan surveillance.

74
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes, R. I. (2011). Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Konli, S. (2014). Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Desa Gunawan
Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2(1),
1925-1936

L. Mutftika dkk, 2012. Survei Jentik sebagai Deteksi Dini Penyebaran Demam Berdarah
Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat dan Berkelanjutan. FKM Universitas
Diponegoro.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 Tentang


Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45


TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SURVEILANS
KESEHATAN
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Volume 2 Kemenkes RI tahun 2010.
RENCANA AKSI KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT 2015-2019.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2016 TentangPedomanManajemenPuskesmas. SekretariatKabinet RI.
Jakarta.
Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. SekretariatKabinet RI. Jakarta.

75
Skenario B Blok 24 – Kelompok G5

Anda mungkin juga menyukai