Anda di halaman 1dari 26

dr. Fifi Sofiah, Sp.

A(K) --- Pendekatan Diagnostik pRespiratorik pada Anak


- Asma Bronkial
o Definisi
 Asma
 Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperaktivasi saluran respiratori
dengan derajat bervariasi
 Gejala asma
 Batuk
 Mengi
 Sesak napas
 Dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang
 Reversible
 Cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan
 Biasanya timbul jika ada pencetus
 Chronic Recurrent Cough/ Batuk Kronik Berulang (BKB)
 Dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma
 Serangan Asma
 Episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-gejala
batuk, sesak napas, mengi (wheezing), rasa dada tertekan, atau
berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut

o Diagnosis
 Anamnesis
 Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:
o Episodisitas  gejala timbul episodik/ berulang
 Suatu gejala penyakit yang berulang dengan
gejalanya yang sama  batuk dengan variasi
batuknya itu menjelang malam hingga ke pagi hari
o Faktor pencetus  tergantung keluhan yang disampaikan
oleh orang tuanya
 Iritan
 Asap rokok, asap bakaran sampah, asap
obat nyamuk, suhu dingin, udara kering,
makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, perwarna makanan
 Alergen
 Debu, tungau debu rumah, rontokan
hewan, serbuk sari
 Infeksi respiratori akut karena virus
 Aktivitas fisik
 Berlarian, berteriak, menangis, atau
tertawa berlebihan
 Riwayat alergi pada pasien atau riwayat asma dalam keluarga
o Adakah orang tua yang Rhinitis atau urtika?
o Apakah anaknya waktu kecil alergi susu sapi?
 Variabilitas
o Intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan
dalam 24 jam
o Biasanya malam hari lebih berat  nocturnal
 Reversibilitas
o Gejala dapat membaik secara spontan atau pemberian obat
pereda asma
 Kasih bronkodilator (salbutamol)  lihat adakah
tanda reversibilitas
 Dasar utama diagnosis  anamnesis untuk menggali manifestasi
klinis dengan karakteristik yang khas mengarah ke asma

 Pemeriksaan Fisik
 Gejala asma
o Tanpa gejala
o Ada gejala
 Batuk, sesak, wheezing, ekspirasi memanjang
 Tanda alergi
o Dermatitis atopic, rhinitis alergi
o Allergic shiners, geographic tongue
o Lihat kulit kiri-kanannya yang alergi  tanda-tanda alergi

 Pemeriksaan Penunjang
 Uji fungsi paru  paling sering dilakukan di Indonesia
o Spirometri

o Peak Flow Meter

 Uji cukit kulit  Skin prick test


o Eosinofik total darah
o Pemeriksaan IgE spesifik
 Uji inflamasi respiratori
o FeNO  Fractional Exhaked Nitric Oxide
o Eosinofil sputum
 Uji provokasi bronkus
o Exercise
o Metakolin
o Hipertonik salin
 Mencari diagnosis banding:
o Uji tuberculin  TBC  Batuk lama
o Foto sinus paranasalis  Rhinosinusitis  Batuk lama
o Foto toraks
o Uji refluks gastroesofagus
o Uji keringat
o Uji gerakan silia
o Uji defisiensi imun
o CT-scan toraks
o Endoskopi respiratori
 Rinoskopi
 Laringoskopi
 Bronkoskopi
o Kriteria Diagnosis Asma  pada asma usia muda sulit sekali menegakkan diagnsosi
karena tidak bisa dilakukan spirometri
 Gejala
 Wheezing, batuk, sesak napas, dada tertekan, produksi sputum
 Karakteristik
 Biasanya >1 gejala respiratori
 Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring waktu
 Gejala memberat pada malam atau dini hari
 Gejala timbul bila ada pencetus
 Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi  dengan spirometri
 Gambaran obstruksi saluran respiratori
o FEV1 rendah  < 80% nilai prediksi
o FEV1 / FVC ≤ 90%
o Keterangan:
 FEV  Forced Expiratory Volume: Volume dari
udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah
inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum,
diukur pada jangka waktu tertentu. FEV1  1 detik
 FVC  Forced Vital Capacity: Volume total dari
udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah
inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa
minimum
 PEFR  Peak Expiratory Flow Rate: puncak laju
aliran pernapasan, kecepatan ekspirasi maksimal
yang dapat dicapai oleh seseorang (L/menit)
 Uji reversibilitas (Pasca-bronkodilator)
o Peningkatan FEV1 > 12%
 Setelah spirometri 1  nebulisasi  spirometri 2
 Lihat apakah ada perbaikan FEV1 nya > 12%
 Variabilitas
o Perbedaan PEFR harian > 13%
 Uji provokasi
o Penurunan FEV1 > 20% atau PEFR > 15%
o Alur Diagnosis Asma

 Apabila tidak bisa di spirometri (tidak bisa dipakai, anak tidak mampu dan
kooperatif)  dicoba dengan bronkodilator  obat salbutamol 3 – 5 hari
dengan dosis sesuai
 Ada perbaikan  Mengarah ke Asma
 Tidak ada perbaikan (masih sesak napas)  kasih steroid sistemik
 Ada perbaikan (bronkodilator + steroid)  Mengarah ke Asma
 Tidak ada perbaikan (bronkodilator + steroid)  Pikirkan diagnosis
lain
o Diagnosis Banding
 Gejala klinis tidak sesuai dengan karakteristik asma sehingga perlu
dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding:
 Inflamasi  infeksi, alergi
o Rinitis, rinosinusitis
o Chronic upper airway cough syndrome
o Infeksi respiratori berulang
o Bronkiolitis
o Aspirasi berulang
o Defisiensi imun
o Tuberkulosis
 Obstruksi mekanis
o Laringomalasia, trakeomalasia
o Hipertrofi timus
o Pembesaran KGB
o Aspirasi benda asing
o Vascular ring, laryngeal web
o Disfungsi pita suara
o Malformasi kongenital saluran respiratori
 Patologi bronkus
o Bronkopulmonari dysplasia
o Bronkiektasis
o Diskinesia silia primer
o Fibrosis kistik
 Kelainan sistem organ lain
o Penyakit refluks gastroesofagus/ GastroEsophageal Reflux
Disease (GERD)
o Penyakit jantung bawaan
o Gangguan neuromuscular
o Batuk psikogen
o Klasifikasi
 Berdasarkan Umur
 Asma bayi – baduta (bawah dua tahun)
 Asma balita
 Asma usia sekolah  5 – 11 tahun
 Asma remaja  12 – 17 tahun
Dalam pedoman ini hanya dibedakan asma anak dan asma balita
 Berdasarkan Fenotip
 Asma tercetus infeksi virus
 Asma tercetus aktivitas  exercise induced asthma
 Asma tercetus allergen
 Asma terkait obesitas
 Asma dengan banyak pencetus  multiple triggered asthma
Dalam pedoman ini klasifikasi berdasarkan fenotip tidak digunakan
untuk kepentingan tatalaksana asma
 Berdasarkan Kekerapan Timbulnya Gejala
 Klasifikasi kekerapan dibuat pada kunjungan-kunjungan awal dan
dibuat berdasarkan anamnesis
 Kekerapan:
o Asma intermiten
 < 6 x/tahun atau jarak antar gejala ≥ 6 minggu
o Asma persisten ringan
 > 1 x/bulan, < 1 x/minggu
 Sering, tiap bulan muncul namun tidak setiap hari
atau seragan asma satu dengan yang lain tidak
berdekatan
o Asma persisten sedang
 > 1x/minggu, namun tidak setiap hari
 Sering muncul namun tidak setiap hari, hampir
setiap minggu
o Asma persisten berat
 Gejala asma terjadi hampir setiap hari
 Dalam pedoman ini, klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dipakai
sebagai dasar penilaian awal pasien
 Keterangan untuk membuat klasifikasi kekerapan:
o Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah
dibuat diagnosis kerja asma & dilakukan tatalaksana umum
(penghidaran pencetus) selama 6 minggu
o Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak
kunjungan awal, tatalaksana dapat dilakukan sesuai
klasifikasi
o Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal
penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang
o Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan,
masukkan ke dalam klasifikasi lebih berat
 Berdasarkan Derajat Beratnya Serangan  Butuh alat ukur saturasi Oksigen
 Asma serangan ringan-sedang
o Bicara dalam kalimat
o Lebih senang duduk daripada berbaring
o Tidak gelisah
o Frekuensi napas 
o Frekuensi nadi 
o Retraksi minimal
o SpO2 (udara kamar)  90 – 95%
o PEF (Peak Expiratory Flow)  50% prediksi atau terbaik
 Asma serangan berat
o Bicara dalam kata
o Duduk bertopang lengan
o Gelisah
o Frekuensi napas 
o Frekuensi nadi 
o Retraksi jelas
o SpO2 (udara kamar)  < 90%
o PEF  < 50% prediksi atau terbaik
 Serangan asma dengan ancaman henti napas
o Mengantuk
o Letargi
o Suara napas tidak terdengar
Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagai dasar
penentuan tatalaksana
 Berdasarkan Derajat Kendali
 Asma terkendali penuh  Well controlled
o Tanpa obat pengendali  pada asma intermiten
o Dengan obat pengendali  pada asma persisten
(ringan/sednag/berat)
 Asma terkendali sebagian  Partly controlled
 Asma tidak terkendali  Uncontrolled
Pada pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai
keberhasilan tatalaksana yang tengah dijalankan dan untuk penentuan
naik jenjang (step-up), pemeliharaan (maintenance) atau turun jenjang
(step-down) tatalaksana yang diberikan
 Berdasarkan Keadaan Saat Ini
 Tanpa gejala
 Ada gejala
 Serangan ringan-sedang
 Serangan berat
 Ancaman gagal napas
o Tahapan Penegakan Diagnosis
 Diagnosis Kerja  Asma
 Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak
 Tatalaksana umum  penghindaran pencetus, pedera, dan
tatalaksana penyakit penyulit
 Diagnosis klasifikasi kekerapan
 Dibuat dalam waktu 6 minggu
 Dapat < 6 minggu bila informasi klinis sudah kuat
 Diagnosis derajat kendali
 Dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka panjang awal
sesuai klasifikasi kekerapan
o Patofisiologi
o Pasien Risiko Tinggi
 Bisa menjadi serangan yang lebih berat secara berat  dari awal langsung
kasih steroid
 Pasien dengan riwayat:
 Serangan asma yang mengancam nyawa
 Intubasi karena serangan asma
 Pneumotoraks dan/ atau pneumomediastinum
 Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama
 Penggunaan steroid sistemik  saat ini atau baru berhenti
 Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit karena asma dalam
setahun terakhir
 Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
 Berkurangnya persepsi tentang sesak napas
 Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial
 Steroid sistemik (oral/parenteral) perlu diberikan pada awal tatalaksana
o Tatalaksana
 Tujuan tatalaksana serangan asma
 Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin
 Mengurangi hipoksemia
 Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
 Mengevaluasi dan memperbarui tatalaksana jangka panjang untuk
mencegah kekambuhan
 Tatalaksana serangan asma di fasilitas pelayanan kesehatan

 Pasien datang  cek saturasi  oksigen  nebulisasi


 Nebulisasi kalau mempan dengan salbutamol saja  ringan-sedang
o Kalau belum ada perbaikan kita pertimbangkan ke arah
berat  berikan nebulisasi + salbutamol + ipratropium
bromida
o Evaluasi apakah perlu pemberian aminofilin drip dan juga
continuous serta nebulisasi yang lebih diperdekat
 Pilihan steroid untuk serangan asma
 Metilprednison
o Sediaan  Tablet 4 mg dan 8 mg
o Dosis  0,5 – 1 mg/kgBB/hari tiap 6 jam
 Prednison
o Sediaan  Tablet 5 mg
o Dosis  0,5 – 1 mg/kgBB/hari tiap 6 jam
 Metilprednisolon suksinat injeksi
o Sediaan  Vial 125 mg dan 500 mg
o Dosis  30 mg dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam
 Hidrokortisonsuksinat injeksi
o Sediaan  Vial 100 mg
o Dosis  4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam
 Deksametason injeksi
o Sediaan  Ampul
o Dosis  0,5 – 1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
deberikan tiap 6 – 8 jam
 Betametason injeksi
o Sediaan  Ampul
o Dosis  0,05 – 0,1 mg/kgBB tiap 6 jam
 Terapi inhalasi
 kebanyakan pakai Nebulisasi

 Pemberian MDI (Metered Dose Inhaler)

o Efektivitas pemberian β2 agonis kerja pendek via


MDI+spacer
 Pemberian β2-agonis kerja pendek via MDI dan
spacer mempunyai efektivitas yang sama dengan
pemberian nebulizer, dengan catatan:
 Pasien tidak dalam serangan asma berat
atau ancaman henti napas
 Pasien bisa menggunakan MDI dengan
spacer
 Sebaiknya menggubakan spacer yang baru
atau sebelumnya dicuci dengan air deterjen
dan dikeringkan di udara kamar
 Bila tidak tersedia spacer, bisa  botol
plastic 500 ml sebagai pengganti spacer
 Berbagai jenis spacer

 Tindak lanjut tatalaksana serangan asma di fasilitas pelayanan kesehatan


 Obat yang dibawakan pulang:
o β2-agonis kerja pendek (salbutamol)  sangat dianjurkan
pemberian inhalasi
o Steroid oral  3 – 5 hari tanpa tappering-off
 Pasien dengan asma persisten  obat pengendali/ Controller
o Pasien dengan obat pengendali sebelumnya (+)  evaluasi
dan sesuaikan ulang dosisnya
 Obat dalam bentuk inhaler, pastikan teknik pemakaian sudah tepat
 Kontrol ulang  3 – 5 hari
 Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari
 Oksigen tetap diberikan
 Setelah 2x nebulisasi dalam 1 jam dengan respons parsial di UGD 
teruskan dengan nebulisasi β2-agonis + ipratropium bromide setiap
2 jam
 Berikan steroid sistemik oral
 Jika dalam 12 jam klinis tetap baik  pasien dipulangkan dan
dibekali obat
 Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
 Aminofilin IV
 Tatalaksana di Ruang Rawat Intensif
 Ancaman henti napas
o Obat Asma
 β2-agonis kerja pendek
 Gejala asma ringan-sedang  memberikan respon yang cepat
terhadap inhalasi β2-agonis kerja pendek
 Salbutamol, terbutalin, prokaterol
 Inhalasi diberikan lewat MDI dengan/tanpa spacer ATAU Nebulizer
 Dosis  sesuai beratnya serangan dan respon pasien
 Ipratropium bromide
 Kombinasi β2-agonis kerja pendek dan ipratropium bromide
(antikolinergik) pada serangan asma ringan-sedang hingga berat
 Menurunkan risiko rawat inap dan memperbaiki PEF dan FEV1
dibandingkan β2-agonis saja
 Terbukti  efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus
parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran napas
 Steroid sistemik
 Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan
dan mencegah kekambuhan
 Direkomendasikan untuk diberikan pada semua jenis serangan 
Evidence A
 Efektivitas per oral = intravena
 Pemberian maksimal 1x salam 1 bulan  menghindari Efek Samping
 Pada saat penulisan resep tambahkan keterangan  do not iter
 Aminofilin IV
 Pada serangan asma berat atau dengan ancaman henti napas yang
tidak berespon terhadap dosis maksimal inhalasi β2-agonis dan
steroid sistemik
 Rentang keamanan aminofilin sempit dan efek samping yang sering
adalah  mual, muntah, takikardi dan agitasi (gelisah)
 Toksisitas yang berat dapat menyebabkan  aritmia, hipotensi dan
kejang
 Adrenalin
 Obat-obatan lain (-)  adrenalin
 Epinefrin (adrenalin) IM  terapi tambahan pada asma yang
berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema
 Dosis  10 μ/kg (0,01 ml/kg adrenalin 1:1000), maksimal 500 μ (0,5
ml)) secara IM
 Magnesium sulfat
 Alternatif  bila pengobatan standar tidak ada perbaikan
 MgSO4 20% dan 40%
 Cara  Bolus, bolus diulang, drip kontinu, dan inhalasi
 Dosis yang dianjurkan  20 – 100 mg/kgBB, maksimal 2 gram
selama 2 menit
 Drip kontinu  dilarutkan dalam larutan Dekstrosa 5% atau larutan
salin dengan pengenceran 60 mg/ml, diberikan dengan kecepatan
10 – 20 mg/kgBB/jam
 Steroid inhalasi
 Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi  1600 – 2400 μg budesonide
 Dapat untuk serangan asma
 Perlu diperhatikan untuk memberi dalam dosis tinggi  karena
steroid nebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat untuk mengatasi
serangan asma
 Harap diperhatikan:
o Pemberiannya terbatas pada pasien yang memiliki
kontraindikasi terhadap steroid sistemik
 Mukolitik
 Tidak boleh diberikan pada serangan asma berat
 Dapat diberikan pada serangan asma ringa-sedang
 Berhati-hati:
o Pada anak dengan refleks batuk yang tidak optimal
o Pada usia < 2 tahun
 Obat yang dihindari
 Ambroksol  dapat mengencerkan namun tidak bisa mengeluarkan
 Anti-histamin  akan menjadi sekret yang lengket  mukus tidak
bisa dikeluarkan
o Take Home Messages
 Tatalaksana serangan asma dapat dilakukan dengan sarana yang
tersedia di layanan terbatas
 Pengenalan dini serangan asma dan identifikasi pasien risiko tinggi
sangat penting dalam tatalaksana serangan asma
 Pasien dengan asma serangan berat dan serangan asma mengancam
henti napas segera rujuk (dengan tatalaksana pra rujukan) ke Rumah
Sakit

- TB
o Topik
 Aspek Praktis
 Diagnosis
 Tatalaksana
 TB Preventive Treatment (TPT)
o Definisi
 Gejala khas pada TB:
 Batuk lama > 2 minggu yang tidak membaik setelah pengobatan
 Demam lama yang tidak ditemukan etiologinya
 Penurunan BB/ BB tidak naik-naik, badan kurus, kadang anak
dantang dengan gizi buruk
 Malaise
 Paling sering pada anak yang lebih muda  < 5 tahun
 Kebanyakan kasus terjadi dalam 2 tahun pertama setelah terpapar/
terinfeksi
 Umumnya dalam 1 tahun
 Kasus yang paling banyak pada anak  TB paru
 Kebanyakan sputum smear (-) atau smear not done
 Sputum smear positif  Biasanya pada anak yang lebih tua
 TB ekstraparu  sering terjadi dan tipenya tergantung dengan umur
o Epidemiologi
 Indonesia  Peringkat ke-2 TB
o Tahapan TB pada anak
 Setelah kontak dengan pasien TBC  anak awalnya hanya terpapar/
Exposure (ada kontak TB), lihat apakah anak sudah terinfeksi/ Infection atau
belum (dibuktikan dengan Mantoux Tuberculin Skin Test/ TST)
 Positif  sudah ada kuman TB (bisa aktif atau dormant)  evaluasi
gejala klinis dan mencari temuan bakteri di dalam badannya (periksa
dahak, dsb)
 Pasien aktif TB/ Active TB  didapatkan gejala sakit ditemukan
 Batuk lama, demam lama, Penurunan BB, ada gejala
organ yang terlibat selain paru (spondylitis, dsb)
 Mencari bukti infeksi (uji tuberkulin/test mantoux/
test IGRA (Interferon Gamma Release Assays)
 Mencari bakteri dengan cara pemeriksaan dahak /
pemeriksaan prosedur induksi sputum untuk
mengeluarkan dahak
 Exposed  Terpajan
 Asimptomatik
 TST atau IGRA (-)
 Chest X-Ray normal
 Temuan Bakteri (-)
 Infection (Latent TB infection/LTBI)  Infeksi
 Asimptomatik
 TST atau IGRA (+)
 Chest X-Ray normal
 Temuan Bakteri (-)
 Active TB  Sakit
 Simptomatik
 TST atau IGRA (+/-)
 Chest X-Ray (+) pada TB
 Temuan Bakteri (+/-)
o Diagnosis
 Aspek praktis dalam mendiagnosis TB Anak
 Konfirmasi adanya TB bakteri
 Tanda klinis TB
 TST/IGRA (+) atau ada kontak dekat dengan pasien TB terkonfirmasi
 X-ray thorax curiga TB
 Rekomendasi pendekatan dalam mendiagnosis TB Anak
 Riwayat
o Gejala TB
o Riwayat kontak pada kasus TB terkonfirmasi atau TB dewasa
 Pemeriksaan klinis
o Status nutrisi
o Tanda TB ekstraparu
o Tuberculin Skin Test (TST/ Test Mantoux) atau IGRA
o Chest X-Ray (AP/ dekstra lateral)
o Bakteri yang terkonfirmasi  apabila memungkinkan
o Pemeriksaan yang relevan pada kecurigaan TB Paru atau TB
Ekstraparu
o Test HIV
 Riwayat kontak erat dengan pasien TB Paru Dewasa
 Tanyakan hal-hal berikut:
o Seberapa erat kontaknya dengan sumber penularan?
o BTA/TCM sumber penularan  positif/negatif?
 Status dahaknya pada Tes Cepat Molekuler/TCM,
apakah terdeteksi:
 Sedikit
 Sedang
 Banyak
o Di laboratorium RSMH ada
mesinnya  Gene expert  dari
dahaknya itu akan di evaluasi
apakah ada terdeteksi DNA MTB 
 Dilihat berapa banyak
 kalau positif  dilihat
apakah ada rifampisin yang
resisten
o Kapan kontak terjadi?
 Sakit TB biasanya berkembang dalam 2 tahun
setelah kontak
 Jika sumber penularan tidak dapat diidentifikasi  selalu tanyakan
apakah ada yang batuk lama
o Jika iya  anjurkan orang tersebut untuk pelacakan TB
 Gejala Klinis (Sistemik-Lokal)
 Tergantung Faktor:
o Kuman  Jumlah & Virulensi
o Penjamu  Usia, Kompetensi imun & Kerentanan pada awal
infeksi
o Serta interaksi keduanya
 Tuberkulosis Ekstra Paru
o TB Tulang/sendi
o TB Kelenjar/ Skrofula
o TB Pleura
o Skrofuloderma
o TB Kutis
o TB Meningitis
o TB Abdomen
o TB sistem Retikuloendotelial
 Hati
 Sumsum Tulang
 Lien
o TB Ginjal
o TB Jantung

 Pemeriksaan Fisik
 Tanda utama  Suhu & Frekuensi napas
 Tanda distres respirasi
 Pembesaran kelenjar limfonodi cervical
 Kelainan pada organ lain
 Perkusi dan Auskultasi  biasanya normal
o Pada TB Paru berat atau efusi pleura TB  bisa ditemukan
kelainan
 Pemeriksaan Penunjang
 TST/ Tes Mantoux atau IGRA
o TST Positif:
 Diameter indurasi ≥ 10 mm
 Imunokompromais  Diameter indurasi ≥ 5 mm

o IGRA
 Bukti infeksi TB  sama dengan Tes Mantoux
 Pengambilan sampel darah di laboratorium
sebanyak 3 – 4 ml
 Hasil dari laboratorium:
 Positif
 Indeterminate
 Negatif
 Foto Toraks
o Foto toraks Antero-Posterior (AP)
 Dapat dilakukan Lateral Kanan apabila dibutuhkan
o Gambaran radiologis yang sugestif TB di antaranya:
 Pembesaran KGB hilus  sering

 Konsolidasi
 Milier

 Kavitas

 Efusi pleura
 Atelektasis
 Kalsifikasi
 Pemeriksaan Histopatologi  Patologi Anatomi
o Gambaran granuloma dengan nerkosis perkijuan di
tengahnya
o Gambaran sel datia langhans dan/atau kuman TB
 Pemeriksaan Bakteriologis TB
o Pada TB Anak
 Pemeriksaan Bakteriologis
 Pemeriksaan Sputum
 Terutama pada:
o Anak > 5 tahun
o HIV (+)
o Gambaran kelainan paru luas
 Cara mendapatkan sputum
 Berdahak
 Induksi sputum
 Bilas lambung
 TB Ekstra Paru
 Aspirasi KGB
 Cairan serebrospinal
o Mikroskopis BTA sputum  10 – 15% (+) dari anak sakit TB

o Tes Cepat Molekuler (TCM)  TB: < 2 jam


 Deteksi MTB dan ada/tidak resistensi rifampisin

o Pemeriksaan biakan (baku emas)  Kultur MTB


 Media padat/cair  30% (+) dari anak sakit TB
 Serta uji kepekaan obat

 Alur Diagnosis TB Anak


 TB pada anak tidak persis dengan dewasa
o Anak sakit  bergejala batuk >2 minggu, demam lama, BB
tidak naik/bermasalah, malaise  setelah ditatalaksana
tidak ada perbaikan  curiga TB
o Dewasa  sputum pada batuk lama
o Anak  sulit mengambil sampel sputum sehingga mencari
alternative untuk menegakkan diagnosis
 Apabila didapatkan sputum  hasil sputum positif
 TB anak Klinis  Langsung kasih pengobatan
RHZE (Rifampisin, Isoniazid, Pyrazinamid,
Etambutol)
 Apabila sulit mendapatkan sampel sputum 
lakukan peme riksaan tambahan lain (Test
Mantoux/ TST dan Rontgen)

 Skor ≥ 6  TB Anak klinis


 Skor < 6
o kontak pasen TB (+) / Uji Tuberkulin
(+)  TB anak klinis
o kontak pasien TB (-) / Uji Tuberkulin
(-)  Observasi 2 minggu (beri
pengobatan)
 Gejala menetap  TB anak
klinis
 Gejala menghilang  Bukan
TB
 Apabila tidak ada akses rontgen dan test mantoux
 Ada kontak pasien TB (+)  TB anak klinis
 Tidak ada kontak TB  Observasi 2 minggu
(Beri pengobatan)
o Gejala menetap  TB anak klinis
o Gejala menghilang  Bukan TB
o Tatalaksana
 Pengawas Menelan Obat (PMO) terbaik  Orang Tua
 OAT (Obat Anti Tuberkulosis) anak  Gratis dari pemerintah
 Bentuk bulat larut air
 Tujuan utama pemberian OAT
 Menyembuhkan pasien TB
 Mencegah kematian akibat TB/ efek jangka panjangnya
 Mencegah TB relaps
 Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
 Mennurunkan transmisi TB
 Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal
mungkin
 Mencegah reservasi sumber infeksi di masa mendatang
 Hal penting
 OAT diberikan dalam paduan obat, tidak monoterapi
 Pengobatan diberikan setiap hari
 Pemberian gizi adekuat
 Mencari penyakit penyerta, jika ada  tatalaksana bersamaan
 Terapi pengobatan
 Anak sakit TB
 Dengan bakteriologis positif
o Ditambah Etambutol  2 bulan
o Pemeriksaan ulang BTA  follow up
 Obat yang digunakan pada TB Anak
 KDT (Kombinasi Dosis Tetap) / FDC (Fixed-Dose Combination)
o Untuk mempermudah & meningkatkan keteraturan minum
obat
 Paduan obat  paket KDT/ FDC
 1 paket  1 pasien untuk 1 masa pengobatan
o Paket KDT untuk anak berisi:
 RHZ  Rifampisin(R) 75 mg , Isoniazid (H) 50 mg,
Pyrazinamid (Z) 150 mg
 Paket OAT fase awal/ intensif
 2 bulan
 Larut air atau dapat ditelan langsung
dengan rasa manis

 RH  Rifampisin 75 mg, Isoniazid 50 mg


 Paket OAT fase lanjutan
 4 bulan
 Larut air atau dapat ditelan langsung
dengan rasa Manis

 Obat TB terpisah/ lepasan


o Pada kasus KDT tidak dapat diberikan
 Hal yang diperhatikan pada pemberian OAT KDT/ FDC Anak
 Bayi < 5 kg  OAT terpisah (Tidak KDT)  diRujuk ke Rumah Sakit
 Apabila BB naik  Dosis disesuaikan
 Anak obesitas  Dosis KDT sesuai BB ideal (umur)
 OAT KDT  harus diberikan utuh (tidak boleh diberlah/ digerus)
 Cara minum:
o Ditelan utuh
o Dikunyah/ dikulum (chewable)
o Dimasukkan air dalam sendik (dispersible)
 Saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
 Obat TB lini pertama dan rekomendasi dosis pada anak
 Tambahan Obat-obatan  Pada kondisi tertentu
 Kortikosteroid
o TB meningitis, seumbatan jalan napas akibat TB kelenjar
(endobronkial TB), perikarditis TB, TB milier dengan
gangguan napas yang berat, efusi pleura, TB abdomen
dengan asites
 Vitamin B6
o Diberikan pada anak dengan gizi buruk
 Paduan & lama pemberian OAT Anak
 Fase intensif  2 HRZ; Fase lanjutan  4 HR
o TB klinis
o TB kelenjar
o Efusi Pleura TB
 Fase intensif  2 HRZE; Fase lanjutan  4 HR
o TB Terkonfirmasi Bakteriologis
o TB Paru & kerusakan luas
o TB paru ekstraparu (Selain TB meningitis & TB Tulang/Sendi)
 Fase intensif  2 HRZE; Fase lanjutan  10 HR
o TB Tulang/ Sendi
o TB Milier
o TB Meningitis
 Dosis OAT KDT pada TB Anak
 Dosis sesuai BB (Fase intensif & lanjutan)  setiap hari

o 5 – 7 kg  1 tablet
o 8 – 11 kg  2 tablet
o 12 – 16 kg  3 tablet
o 17 – 22 kg  4 tablet
o 23 – 30 kg  5 tablet
o > 30 kg (Fase intensif)  OAT dewasa
 Keterangan:
o KDT Anak  Dispersible Tablet

o KDT Dewasa  Kaplet


 Evaluasi Pengobatan
 Yang perlu dimonitor selama pengobatan
o Fase intensif  setiap 2 minggu
o Fase lanjutan  setiap 1 bulan
 Kepatuhan minum obat
 Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB
merupakan penyebab kegagalan terapi
o Jika anak menunjukkan gejala TB:
 Anak tidak minum obat > 2
minggu di fase intensif
ATAU > 2 bulan di fase
lanjutan  beri pengobatan
kembali mulai dari awal
 Anak tidak minum obat < 2
minggu di fase int dinensif
ATAU < 2 bulan di fase
lanjutan  lanjutkan sisa
pengobatan sempai selesai
 Pada pasien dengan pengobatan yang tidak
teratur  tisiko terjadinya TB resisten obat
akan meningkat
 Toleransi & respon terhadap terapi
 Efek samping obat
 Pada pasien TB anak dengan bakteriologis (+)
o Pemeriksaan sputum ulang (BTA) pada akhir bulan ke-2, ke-
5, dan ke-6
 Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian OAT
o Ketaatan?
o Dosis?  disesuaikan dengan kenaikan BB
o Resistensi?
o Penyakit penyerta?
o Bukan TB?
o Hasil Pengobatan TB
 Sembuh
 Pengobatan lengkap
 Gagal
 Meninggal
 Putus berobat (lost to follow-up)
 Tidak dievaluasi
o Edukasi
 BCG
 Investigasi Kontak  TPT
 Kelompok Risiko yang merupakan Prioritas Sasaran Pemberian TPT
o Orang Dengan HIV/AIDS  ODHA
o Kontak serumah dengan pasien TB paru yang terkonfirmasi
bakteriologis:
 Anak usia < 5 tahun
 Anak usia 5 – 14 tahun
 Remaja & dewasa  usia > 15 tahun
o Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
 Pasien imunokompromais lainnya:
 Pasien yang menjalani pengobatan kanker
 Pasien yang mendapatkan dialysis
 Pasien yang mendapatkan kortikosteroid
jangka panjang
 Pasien yang sedang persiapan transplantasi
organ
 Warga Binaan Permasyarakatan (WBP), petugas
kesehatan, sekolah berasrama, barak militer,
pengguna narkoba suntik
 Etika Batuk
 Jaga Kebersihan
o Sumber Bacaan Pengobatan Pencegahan (PP INH) = TB Preventive Tratment (TPT)
 Rekomndasi Infeksi Laten TB, UKK Respirologi
 Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), Kemenkes
 WHO Operational Handbook an tuberculosis, Module 1 Prevention TPT

o Algoritma Pemeriksaan ILTB dan Pemberian TPT pada individu berisiko


 Pilihan Paduan TPT
 3 HP, 3 HR, 6 H
 PMO terbaik  Orang Tua
 Sasaran:

o Kontak serumah usia < 2 tahun


 3HR  diutamakan, apabila tidak ada, baru pilih 6H
 6H
o Kontak serumah usia 2 – 4 tahun
 3 HP
o Kontak serumah usia ≥ 5 tahun
 3 HP
o ODHA usia < 2 tahun
 3HR  diutamakan, apabila tidak ada, baru pilih 6H
 6H
o ODHA usia ≥ 2 tahun
 3 HP
 Untuk ODHA yang mendapatkan jenis Anti
Retroviral seperti yang memiliki intraksi dengan
rifampisin, kehamilan, ibu menyusui dan malaria
berat  kontraindikasi untuk panduan berbasis
rifampisin seperti 3HP atau 3 HR  alternative lain
dapat menggunakan panduan 6H
o Kelompok risiko lainnya
 3 HP
 Karakteristik Paduan TPT pada Orang dengan ILTB

 Obat baru  Rifapentin


 Rifamisin merupakan kelompok antibiotik yang secara khusus efektif
melawan Mycobacteria, karena itu digunakan dalam tatalaksana TB,
lepra, dan Mycobacterium avium complex (MAC) infection
 Kelompok Rifamisisn termasuk obat rifamisin klasik serta
turunannya (derivat)
o Rifampisin, Rifabitin, dan Rifapentin

 Hasil Akhir pemberian TPT


 Apabila diberikan dengan baik, kita bisa mencegah TB pada seorang
anak yang kontak dengan pasien TB Paru Dewasa
o Pengobatan Lengkap
o Putus Obat
o Gagal
o Meninggal
o Kesimpulan
 TB (baik itu TB paru maupun TB ekstra paru) merupakan penyebab penyakit
utama dan kematian pada anak-anak pada negara endemik TB
 Anak-anak dapat dievaluasi dengan presentasi mengarah ke TB berupa
gejala atau tanda kecurigaan TB (temuan kasus pasif) atau hasil dari
investigasi adanya kontak dengan pasien TB (temuan kasus aktif), dengan
bantuan pemeriksaan terutama temuan bakteriologis
 TPT (6H/3RH/3HP) sangat penting dalam memberikan kesehatan balita pada
balita yang berkontak dekat dengan pasien TB paru aktif, atau pada anak
dengan kondisi imunosupresif sehingga dapat mencegah TB

Anda mungkin juga menyukai