dalam
PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD
Kevin Dyonghar
10 2007 072
_____________________________________________________________________________________________
Jakarta 2011
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
www.ukrida.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah
kasusnya. Selain itu penyakit DBD merupakan penyakit endemic dan menular, dimana setiap
saat dapat menimbulkan kematian dan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah
yang endemic. Daerah endemic DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke
wilayah lain. Setiap KLB, DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 1
tersebut.
Vector penyakit ini adalah Aedes aegypti, yang berkembang biak di air jernih dan tersebar luas di
rumah-rumah dan tempat-tempat umum di seluruh Indonesia kecuali yang ketinggian lebih dari
1.000 meter diatas permukaan laut. Karena sampai saat ini belum ada obat untuk membunuh
virus Dengue maka pemberantasan penyakit DBD ditekan pada pengendalian vector dan
menyuluhan kepada masyarakat.
Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara massal,
abatisasi massal, dan penggerakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang terus-menerus
oleh masing-masing keluarga. PSN-DBD minimal sekali seminggu secara rutin agar setiap
rumah bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak
pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat. Untuk itu penyuluhan dan eukasi
kepada masyarakan mengenai tanda dan gejala dini sangat penting berperan dalam program
puskesmas mengenai pemberantasan penyakit DBD.
1.2.
Tujuan
o
o
o
o
BAB II
ISI
Skenario :: Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan DHF masih
didapatkan prevalensi DHF berkisar 18% dengan tingkat CFR 4%. Rata-rata penderita datang
terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke Rumah Sakit. Berdasarkan pemantauan jentik,
didapatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala Puskesmas akan melakukan
revitalisasi program pemberantasan DHF dan ingin didapatkan insidens yang serendahrendahnya dan CFR 0%.
2.1.
Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. 1
1.
berperan
menyelenggarakan
sebagian
dari
tugas
teknis
Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
3.
Penanggungjawab Penyelenggaraan
di
wilayah
kabupaten/kota
adalah
Dinas
Kesehatan
Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas,
maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masingmasing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
B.
Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan
dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup
4 indikator utama yakni:
a. Lingkungan sehat
b. Perilaku sehat
c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut
adalah:
1.
2.
3.
4.
D.
Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah
mendukung
tercapainya
tujuan
pembangunan
kesehatan
nasional
yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.1,2
E.
Fungsi
1.
2.
2.2.
Dari desain teori di atas, maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
keadaan sakit atau tidak sakit demam berdarah di wilayah yang telah ditentukan
sebelumnya.
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah sebagai
berikut:
1. Kepadatan penduduk : penduduk yang padat lebih mudah untuk terjadi penularan
demam berdarah.
2. Mobilitas penduduk : memindahkan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 8
3. Kualitas perumahan : jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain,
pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan, kesemuanya akan mempengaruhi
penularan.
4. Pendidikan : akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan
cara pemberantasan yang dilakukan.
5. Perilaku : jika rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap masalah akan
mengurangi resiko penularan penyakit.
6. Golongan umur : akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit.
7. Kerentanan terhadap penyakit : lebih rentan maka akan lebih mudah tertular
penyakit.
Gejala umum DHF, Diagnosis dan Pengobatan di Puskesmas3,4
a. Gejala/tanda :
Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu
Seringkali uluhati terasa nyeri karena perdarahan di lambung
Tampak bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan
hemoglobin sahli
b.
Diagnosis
Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang disertai trombositopenia sudah cukup untuk
mendiagnosis demam berdarah dengue.
c. Pengobatan di Puskesmas
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD
dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi
pada kasus DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.7
Tirah baring selama masih demam
Obat antipiretik atau kompres panas hangat.
Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat
tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau
asidosis.
Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat
demam, anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air
1.5.
dekstran)
Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.
PENYAJIAN DATA1
Data evaluasi program dalam hal ini dapat berupa data sekunder yang berasal dari Data
Kependudukan Kelurahan setempat dan Laporan Bulanan Puskesmas Kelurahan setempat
pada periode tertentu
set
stetoskop,
timbangaan
BB,
thermometer,
tensimeter, senter
b. Alat pemeriksaan hematokrit
c. Alat penyuluhan kesehatan masyarakat
d. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS (kasus DBD di
Rumah Sakit)
e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan antipiretik)
f. Buku petunjuk program DBD
g. Bagan penatalaksanaan kasuk DBD
h. Larvasida
Non-Medis
Meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Gedung puskesmas
b. Ruang tunggu
c. Tuang administrasi
d. Ruang periksa
e. Ruang tindakan
f. Laboratorium
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 11
g. Apotik
h. Perlengkapan administrasi
i. Formulir laporan
Metode
Terdapat metode untuk:
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dari jumlah suspe DBD yang dating ke puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 27hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau
lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan
bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung,
mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan pada Penyuluhan masyarakat meliputi :
a. Penyuluhan Perorangan : terhadap individu yang berobat melalui
konseling
b. Penyuluhan Kelompok
melalui poster.
4. Surveilan kasus DBD
Angka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik disbanding
dengan jumlah rumah yang diperiksa
5. Surveilans vector
Pengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang diperiksa
jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
6. Pemberantasan vector
a. Abatisasi
: pemberian bubuk abate pada tempat penampungan
air yang tidak bias dikuras
b. Kegiatan 3 M : dengan Badan Gerakan 3M yang perwujudannya
melalui Jumat bersih selama 30 menit setiap satu minggu sekali.
Dilakukan dengan pengawasan kader. Menguras, menutup, dan
mengubur tempat pertumbuhan jentik.
c. Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan
2. PROSES1,5
Perencanaan
Ada perencanaan tertulis mengenai:
Fogging focus
Pencatatan dan Pelaporan
Pengorganisasian
Terdapat strukur organisasi tertulis dan pemberian tugas yang jelas dalam
melaksanakan tugasnya.
Pelaksanaan
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 27hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 OC sampai 40OC atau
lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan
bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung,
mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
4. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per tahun)
5. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per
tahun)
6. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan
Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah
Bulanan
Triwulanan
Tahunan
3. KELUARAN
Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD
yang datang ke puskesmas
Contoh : 128 orang/tahun
Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti
mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 OC
sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit
direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan
hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang
nyamuk)
Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan
melalui jalur-jalur informasi yang ada:
a. Penyuluhan Kelompok:
PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid
sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.
b. Penyuluhan Perorangan
Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu
Kepada penderita/keluarganya di puskesmas
Kunjungan rumah oleh kader/ petugas puskesmas
c. Penyuluhan melalui media massa : TV, radio, dll .
Surveilans kasus DBD
: hasil Angka Bebas Jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat
atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu
dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya
jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuranukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah:
House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan
atau pupa. HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%
atau
seminggu sekali
Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan lain-
2. LINGKUNGAN
Lingkungan Fisik:
Jarak dengan pemukiman penduduk (dekat/jauh)
Transportasi (mudah/sukar)
Jarak dengan fasilitas umum
Lingkungan Non-Fisik
1. Mata Pencaharian penduduk (terbanyak)
2. Tingkat pendidikan
3. UMPAN BALIK
Adanya pencatatan dan Pelaporan
Sesuai dengan waktu yang ditetapkan
Masukan dalam program pemberantasan DBD selanjutnya
Rapat kerja (berapa kali / tahun)
Antara kepala puskesmas dengan Pelaksana Unit untuk
1. Membahas laporan kegiatan bulanan
2. Evaluasi program yang telah dilakukan
4. DAMPAK
LANGSUNG
: apakah terjadi penurunan angka morbiditas dan
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan tujuan dari Puskesmas yaitu mendukung tercapainya pembangunan kesehatan
nasional maka Puskesmas memegang peranan penting dalam suksesnya program pemberantasan
penyakit menular (P2M) yang merupakan salah satu Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas.
Pada Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, penting
bagi para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan menbandingkan antara
cakupan dengan target yang telah ditetapkan. Pemberantasan DBD dibandingkan dengan target
variable yang dinilai: jumlah penderita DBD, pemeriksaan jentik berkala, kegiatan penyuluhan
DBD, pemberantasan vector yaitu: kegiatan fogging, abatisasi dan gerakan 3M/ gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Untuk itu masyarakat harus mempunyai pengetahuan
dan sikap yang baik tentang penyakit DBD dan PSN DBD.
Tujuan dari program penelitian puskesmas ini untuk mengetahui pelaksanaan PSN DBD
sehingga dapat diketahui permasalahan yang ada untuk dapat meningkatkan ABJ dan untuk
menurunkan angka kesakitan DBD.1,4-7
DAFTAR PUSTAKA
Dasar
Puskesmas.
Diunduh
dari
http://dinkes-
Berdarah
Dengue.
Diunduh
dari