Anda di halaman 1dari 19

PROGRAM PUSKESMAS

dalam
PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD
Kevin Dyonghar
10 2007 072
_____________________________________________________________________________________________

Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta 2011
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
www.ukrida.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah
kasusnya. Selain itu penyakit DBD merupakan penyakit endemic dan menular, dimana setiap
saat dapat menimbulkan kematian dan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah
yang endemic. Daerah endemic DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke
wilayah lain. Setiap KLB, DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 1

tersebut.
Vector penyakit ini adalah Aedes aegypti, yang berkembang biak di air jernih dan tersebar luas di
rumah-rumah dan tempat-tempat umum di seluruh Indonesia kecuali yang ketinggian lebih dari
1.000 meter diatas permukaan laut. Karena sampai saat ini belum ada obat untuk membunuh
virus Dengue maka pemberantasan penyakit DBD ditekan pada pengendalian vector dan
menyuluhan kepada masyarakat.
Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara massal,
abatisasi massal, dan penggerakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang terus-menerus
oleh masing-masing keluarga. PSN-DBD minimal sekali seminggu secara rutin agar setiap
rumah bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak
pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat. Untuk itu penyuluhan dan eukasi
kepada masyarakan mengenai tanda dan gejala dini sangat penting berperan dalam program
puskesmas mengenai pemberantasan penyakit DBD.
1.2.

Tujuan
o

Mempelajari tentang Program-program puskesmas dalam melakukan

pemberantasan penyakit-penyakit melular yaitu Demam Berdarah Dengue


Mempelajari tentang bagaimana peran Dokter di puskesmas dalam

o
o
o

menjalankan tugasnya sebagai pelayan kesehatan bagi masyarakat


Mempelajari tentang peran dan fungsi Puskesmas bagi masyarakat
Mempelajari tentang Upaya Kesehatan Pokok Puskesmas
Mempelajari tentang bagaimana melakukan pendekatan sistem dalam hal

Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)


Mempelajari tentang bagaimana Pola Transmisi Penyakit sehingga dapat
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit DBD

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 2

BAB II
ISI
Skenario :: Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan DHF masih
didapatkan prevalensi DHF berkisar 18% dengan tingkat CFR 4%. Rata-rata penderita datang
terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke Rumah Sakit. Berdasarkan pemantauan jentik,
didapatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala Puskesmas akan melakukan
revitalisasi program pemberantasan DHF dan ingin didapatkan insidens yang serendahrendahnya dan CFR 0%.
2.1.

KONSEP DASAR PUSKESMAS


A.

Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. 1
1.

Unit Pelaksana Teknis


Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas

berperan

menyelenggarakan

sebagian

dari

tugas

teknis

operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana


tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2.

Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.

3.

Penanggungjawab Penyelenggaraan

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 3

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan


kesehatan

di

wilayah

kabupaten/kota

adalah

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian


upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4.

Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas,
maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masingmasing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

B.

Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan
dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup
4 indikator utama yakni:
a. Lingkungan sehat
b. Perilaku sehat
c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 4

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi


pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat,
yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan
setempat.
C.

Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut
adalah:
1.

Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.


Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan,
yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2.

Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di


wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,
melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian
untuk hidup sehat.

3.

Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan


pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan
pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan
dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 5

4.

Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan


masyarakat berserta lingkungannya.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat
tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan
kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek
lingkungan dari yang bersangkutan.

D.

Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah
mendukung

tercapainya

tujuan

pembangunan

kesehatan

nasional

yakni

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.1,2
E.

Fungsi
1.

Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.


Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan
dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di
wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang
dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.

2.

Pusat pemberdayaan masyarakat.

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 6

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,


keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran,
kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk
hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan
memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan,
keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan
kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3.

Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.


Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab
puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut
adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat
inap.
b.

Pelayanan kesehatan masyarakat


Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 7

keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan


masyarakat lainnya.

2.2.

POLA TRANSMISI PENYAKIT DHF3


Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan Virus Dengue.
Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena
prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya semakin luas. Demam Berdarah Dengue
(DBD), disebut juga dengan istilah Dengue Hemoragic Fever (DHF), pertama kali
dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968. Hingga kini, DBD masih menjadi salah satu
masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya
yang semakin meluas.

Dari desain teori di atas, maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
keadaan sakit atau tidak sakit demam berdarah di wilayah yang telah ditentukan
sebelumnya.
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah sebagai
berikut:
1. Kepadatan penduduk : penduduk yang padat lebih mudah untuk terjadi penularan
demam berdarah.
2. Mobilitas penduduk : memindahkan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 8

3. Kualitas perumahan : jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain,
pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan, kesemuanya akan mempengaruhi
penularan.
4. Pendidikan : akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan
cara pemberantasan yang dilakukan.
5. Perilaku : jika rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap masalah akan
mengurangi resiko penularan penyakit.
6. Golongan umur : akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit.
7. Kerentanan terhadap penyakit : lebih rentan maka akan lebih mudah tertular
penyakit.
Gejala umum DHF, Diagnosis dan Pengobatan di Puskesmas3,4
a. Gejala/tanda :
Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu
Seringkali uluhati terasa nyeri karena perdarahan di lambung
Tampak bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan

pecahnya pembulu darah kapiler di kulit


Untuk membedakannya kulit direnggangkan apabila bintik merah hilang,

bukan tanda DHF.


Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung (mimisan)
Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan

berkeringat. Bila tidak segera ditolong dapat meninggal dunia.


Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan trombositopenia (100.000/m3).
Biasanya baru terjadi pada hari ketiga atau keempat. Pada orang normal 4-10
trombosit/LP (dengan rata-rata 10/LP) menunjukan jumlah trombosit yang
cukup. Rata-rata kurang dari 2-3/LP dianggap rendah (kurang dari 100.000).
Hemokonsentrasi, Ht meningkat 20% atau lebih dari nilai sebelumnya.
Biasanya terjadi pada hari ke-3 atau 4. Contoh waktu pertama kali datang =

30%, nilai Ht pemeriksaan berikutnya =38%


3830
100 =26 nilai Ht meningkat
30
Bila tidak tersedi alat haemotrokit/centrifuge dapat digunakan perhitungan

hemoglobin sahli
b.

Diagnosis

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 9

Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang disertai trombositopenia sudah cukup untuk
mendiagnosis demam berdarah dengue.
c. Pengobatan di Puskesmas
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD
dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi
pada kasus DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.7
Tirah baring selama masih demam
Obat antipiretik atau kompres panas hangat.
Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat
tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau

asidosis.
Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat
demam, anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air

putih, dianjurkan diberikan selama 2 hari.


Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada

saat suhu turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase demam.


Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman

kebutuhan cairan vena.


Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA),
larutan garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
detroksa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi
syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung

1.5.

dekstran)
Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.

PENYAJIAN DATA1
Data evaluasi program dalam hal ini dapat berupa data sekunder yang berasal dari Data
Kependudukan Kelurahan setempat dan Laporan Bulanan Puskesmas Kelurahan setempat
pada periode tertentu

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 10

Berikut merupakan contoh program Puskesmas dalam melakukan pemberantasan


penyakit DBD:
1. MASUKAN
Tenaga
Dokter
Kooedinator P2M dan PKM
Petugas Laboratorium
Petugas Administrasi
Kader aktif
Jumantik
Dana
Dana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh di:
1. APBD
: sebagai contoh, APBD menyediakan anggaran
untuk pengawasan dan monitoring, sarana diagnosis, bahan cetakan,
kegiatan pemecahan masalah di kotamadya.
2. Swadaya Masyarakat : contoh, menyediakan anggaran untuk operasional,

pemeliharaan, pelaksanaan, pencegahan dan penanggulangan DBD


Sarana
Medis
Meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Poliklinik

set

stetoskop,

timbangaan

BB,

thermometer,

tensimeter, senter
b. Alat pemeriksaan hematokrit
c. Alat penyuluhan kesehatan masyarakat
d. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS (kasus DBD di
Rumah Sakit)
e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan antipiretik)
f. Buku petunjuk program DBD
g. Bagan penatalaksanaan kasuk DBD
h. Larvasida
Non-Medis
Meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Gedung puskesmas
b. Ruang tunggu
c. Tuang administrasi
d. Ruang periksa
e. Ruang tindakan
f. Laboratorium
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 11

g. Apotik
h. Perlengkapan administrasi
i. Formulir laporan
Metode
Terdapat metode untuk:
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dari jumlah suspe DBD yang dating ke puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 27hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau
lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan
bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung,
mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan pada Penyuluhan masyarakat meliputi :
a. Penyuluhan Perorangan : terhadap individu yang berobat melalui
konseling
b. Penyuluhan Kelompok

: Melalui diskusi, ceramah, penyuluhan

melalui poster.
4. Surveilan kasus DBD
Angka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik disbanding
dengan jumlah rumah yang diperiksa
5. Surveilans vector
Pengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang diperiksa
jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
6. Pemberantasan vector
a. Abatisasi
: pemberian bubuk abate pada tempat penampungan
air yang tidak bias dikuras
b. Kegiatan 3 M : dengan Badan Gerakan 3M yang perwujudannya
melalui Jumat bersih selama 30 menit setiap satu minggu sekali.
Dilakukan dengan pengawasan kader. Menguras, menutup, dan
mengubur tempat pertumbuhan jentik.
c. Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan
2. PROSES1,5
Perencanaan
Ada perencanaan tertulis mengenai:

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 12

Penemuan penderita tersangka DBD

: dilihat dari jumlah pasien

suspect DBD yang datang ke puskesmas


Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD,
seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu
badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah
pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang,
kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah
atau BAB darah, tes Torniquet positif.
Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik
Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala
Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan

Fogging focus
Pencatatan dan Pelaporan
Pengorganisasian
Terdapat strukur organisasi tertulis dan pemberian tugas yang jelas dalam

melaksanakan tugasnya.
Pelaksanaan
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 27hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 OC sampai 40OC atau
lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan
bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung,
mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
4. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per tahun)
5. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per
tahun)
6. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan
Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah

Pengawasan dan Pengendalian


Melalui pencatatan dan pelaporan yang dilakukan

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 13

Bulanan
Triwulanan
Tahunan

3. KELUARAN
Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD
yang datang ke puskesmas
Contoh : 128 orang/tahun
Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti
mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 OC
sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit
direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan
hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.
Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang
nyamuk)
Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan
melalui jalur-jalur informasi yang ada:
a. Penyuluhan Kelompok:
PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid
sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.
b. Penyuluhan Perorangan
Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu
Kepada penderita/keluarganya di puskesmas
Kunjungan rumah oleh kader/ petugas puskesmas
c. Penyuluhan melalui media massa : TV, radio, dll .
Surveilans kasus DBD
: hasil Angka Bebas Jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat
atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu
dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya
jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuranukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah:

House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan
atau pupa. HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 14

Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva

atau pupa. CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%


Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah
yang diperiksa. BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100
rumah

Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka


Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak

ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.


ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100%
Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Merupakan salah satu indicator keberhasilan program
pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai
tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M
menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD.
Rata-rata ABJ yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi
masyarakat dalam mencegah DBD di lingkunagnnya masing-

masing belum optimal.


Contoh : 3x/ tahun dengan cakupan ABJ 96,07%
Surveilans vector
: melalui Pengamatan Jentik Berkala
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang
dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100
rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik
dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu
wilayah.
Pemberantasan vector
:
Perlindungan perseorangan, yaitu memberikan anjuran untuk mencegah gigitan
nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam
rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang
dapat dibeli di took-toko seperti baygon, dll.5-7
a. Menggunakan insektisida
Abatisasi : adalah menaburkan bubuk abate ke dalam penampung air
untuk membunuh larva dan nyamuk. Cara melakukan abatisasi : untuk 10
liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate. Bila tidak ada alat untuk
Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit
DBD
Page 15

menakar gunakan sendok makan. Satu sendo makan peres ( diratakan


atasnya) berisi 10 gram abate, selanjutnya tinggal membagi atau
menambah sesuai jumlah air.dalam takaran yang dianjurkan seperti di atas,
aman bagi manusia dan tidak akan menimbulkan keracunan. Penaburan
abate perlu di ulang selama 3 bulan.7
Fogging dengan malathion atau fonitrothion. Melakukan pengasapan saja
tidak cukup, karena penyemprotan hanya mematikan nyamuk dewasa.
b. Tanpa insektisida
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melaksanakan penyuluhan
3M:
Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
Menguburkan,
mengumpulkan,
memanfaatkan

atau

menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air


hujan seperti kaleng bekas, plastic bekas dan lain-lain.
Selain itu ditambah dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M Plus,
seperti :

Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lain

seminggu sekali
Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan lain-

lain, misalnya dengan tanah.


Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air
seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempattempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan,

kebun, pemakaman, rumah kosong, dan lain-lain.


Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk
Pasang kawat kasa di rumah
Pencahayaan dan ventilasi memadai
Jangan biarkan menggantuk pakian di rumah
Tidur menggunakan kelambu
Gunakan obat nyamuk untuk mencegah gigtan nyamuk.

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 16

Pencatatan dan Pelaporan: kalau seandainya terjadi wabah


a. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita
demam berdarah dengue menggunakan formulir:
W 1/ laporan KLB (wabah)
W 2/ laporan mingguan wabah
SP2TP :
LB 1 / laporan bulanan data kesakitan
LB 2 /laporan bulanan data kematian
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3 / Laporan
bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP)
b. Penderita demam berdarah / suspect demam berdarah perlu diambil specimen
darahnya (akut ataupun konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen
dikirim bersama-sama de Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas
KEsehatan Dati II setempat.

2. LINGKUNGAN
Lingkungan Fisik:
Jarak dengan pemukiman penduduk (dekat/jauh)
Transportasi (mudah/sukar)
Jarak dengan fasilitas umum
Lingkungan Non-Fisik
1. Mata Pencaharian penduduk (terbanyak)
2. Tingkat pendidikan
3. UMPAN BALIK
Adanya pencatatan dan Pelaporan
Sesuai dengan waktu yang ditetapkan
Masukan dalam program pemberantasan DBD selanjutnya
Rapat kerja (berapa kali / tahun)
Antara kepala puskesmas dengan Pelaksana Unit untuk
1. Membahas laporan kegiatan bulanan
2. Evaluasi program yang telah dilakukan
4. DAMPAK
LANGSUNG
: apakah terjadi penurunan angka morbiditas dan

mortalitas kasus DBD


TIDAK LANGSUNG

: apakah terjadi peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 17

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan tujuan dari Puskesmas yaitu mendukung tercapainya pembangunan kesehatan
nasional maka Puskesmas memegang peranan penting dalam suksesnya program pemberantasan
penyakit menular (P2M) yang merupakan salah satu Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas.
Pada Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, penting
bagi para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan menbandingkan antara
cakupan dengan target yang telah ditetapkan. Pemberantasan DBD dibandingkan dengan target
variable yang dinilai: jumlah penderita DBD, pemeriksaan jentik berkala, kegiatan penyuluhan
DBD, pemberantasan vector yaitu: kegiatan fogging, abatisasi dan gerakan 3M/ gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Untuk itu masyarakat harus mempunyai pengetahuan
dan sikap yang baik tentang penyakit DBD dan PSN DBD.
Tujuan dari program penelitian puskesmas ini untuk mengetahui pelaksanaan PSN DBD
sehingga dapat diketahui permasalahan yang ada untuk dapat meningkatkan ABJ dan untuk
menurunkan angka kesakitan DBD.1,4-7

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 18

DAFTAR PUSTAKA

1. Ryan YS. Evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas


Tomang Periode Oktober 2007 sampai dengan September 2008. Kepaniteraan Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jakatra
2008.
2. Kebijakan

Dasar

Puskesmas.

Diunduh

dari

http://dinkes-

sulsel.go.id/new/images/pdf/buku/kebijakan%20dasar%20puskesmas.pdf. 12 Juli 2012.


3. Thomas S. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Edisi
3. Jakarta; Departemen Kesehatan 2007.
4. Widoyono. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga.2008.
5. Hadisantoso. Modul Latihan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN DBD). Cetakan IV. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Jakarta.1998.
6. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan. 2001.
7. Karmila. Peran Keluarga dan Petugas Puskesmas terhadap Penanggulangan penyait
Demam

Berdarah

Dengue.

Diunduh

dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6972/1/09E01773.pdf. 12 Juli 2011.

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit


DBD
Page 19

Anda mungkin juga menyukai