Puji syukur selalu kami curahkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan tugas kelompok tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B
Blok 24 EBM & Kedokteran Komunitas”, Tahun 2020.
Terima kasih kami ucapkan kepada tutor yang telah membimbing kami selama proses
tutorial, semua teman kelompok B8 dalam penyelesaian laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan, karena itu kami
mengharapkan masukan pada sidang pleno tutorial yang akan dilaksanakan pada hari jumat
tanggal 15 Mei 2020.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan oleh
semua rekan- rekan mahasiswa angkatan 2017. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita
semua dalam membuka wawasan yang lebih luas khususnya dalam mata kuliah administrasi
kesehatan.
I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................I
Daftar Isi................................................................................................................................II
Skenario.................................................................................................................................1
Klarifikasi Istilah...................................................................................................................3
Identifikasi Masalah...............................................................................................................5
Analisis Masalah....................................................................................................................7
Hipotesis................................................................................................................................138
Kerangka Konsep...................................................................................................................139
Daftar Pustaka........................................................................................................................141
II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang mensyaratkan bahwa disamping adannya IT juga adanya proses
tutorial dan lab skill. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial menelaah scenario
dengan judul EBM & Kedokteran Komunitas (Blok 24). Sebagai wahana pembelajaran
untuk berpikir kritis.
C. Data Tutorial
1. Tutor : dr. Anita Masidin, SpOK
2. Moderator : Astari Rahayu Afifah
3. Sekretaris : Novita Lesyani
Waktu:
1. Senin, 11 Mei 2020
Pukul 10.00 – 12.00 WIB
2. Rabu, 13 Mei 2020
Pukul 10.00 – 12.00 WIB
III
SKENARIO A
Blok 24 (EBM & Kedokteran Komunitas)
Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah
tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan
sampah yang jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi
yang berada dipinggiran Desa serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan
sampah ini belum bisa mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-mana
dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan
walaupun Sebagian masyarakat memiliki membakar sampah jika musim kering. Mayoritas
penduduknya adalah petani, oleh karena itu didalam Desa banyak area persawahan irigasi
yang drainasenya mengarah kesungai. Drainase dari aliran Desa banyak terhambat karena
sampah, sehingga membentuk genangan-genangan air. Selain itu didalam desa terdapat
banyak rawa-rawa.
Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga
belum terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang
menggambarkan kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada
5 orang anak Sekolah Dasar yang di Diagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke
Rumah Sakit. Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi
program terjadi peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu.
dr.Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk melihat jadwal
kegiatan Promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS di
Sekolah Dasar tsb. Dari hasil pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan
promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana,
sampah menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga menghambat saluran
air dan dari hasil pemantauan,banyak jentik-jentik nyamuk di air yang tergenang,
persawahan dan di rumah-rumah penduduk. Dari hasil laboratorium terdapat 3 jenis jentik
nyamuk yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Anopheles. Program Fogging yang
diadakan di dalam Desa belum memiliki jadwal yang jelas, terkadang satu kali atau dua kali
setahun.
1
Melihat permasalahan yang ada, dr Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama, kader
Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah Masyarakat
Desa serta diharapkan akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit Demam berdarah
Dengue di Kecamatan“Mangga” dan membuat program pengolahan sampah dan vector
control untuk masyarakat desa.
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff Dinas Kesehatan
Kabupaten karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan.
Dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan
membuat program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
2
A. KLARIFIKASI ISTILAH
No Istilah Klarifikasi
1. MCK Mandi Cuci Kakus adalah fasilitas umum yang
digunakan bersama oleh beberapa keluarga
untuk keperluan mandi mencuci dan buang air
biasanya dilokasi yang pemukimannya padat
dan ekonominya rendah.
2. Open dumping Sistem pembuangan sampah yang dilakukan
secara terbuka.
3. PHBS Pola Hidup Bersih dan Sehat adalah semua
perilaku kesehatan yang dilakukan karena
kesadaran pribadi sehingga keluarga dan
seluruh anggotanya mampu menolong diri
sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki
peran aktif dalam aktivitas masyarakat
(Kemenkes).
4. DBD Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
virus dengue.
5. Fogging Pengasapan yang dilakukan untuk
pemberantasan nyamuk.
6. Drainase Prasarana yang berfungsi mengalirkan
kelebihan air dari satu tempat ke tempat lain,
7. Promosi kesehatan Upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat agar mereka
dapat menolong diri sendiri dan
mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat.
8. PWS Alat manajemen untuk melakukan pemantauan
3
suatu program disuatu wilayah kerja secara
terus menerus agar dapat dilakukan tindak
lanjut yang cepat dan tepat.
9. Survailance Suatu proses pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan interpretasi data kesehatan secara
sistematis terus-menerus dan penyebar luasan
informasi kepada pihak terkait untuk
melakukan tindakan.
10. Vector control Cara atau metode untuk mengontrol atau
memberantas hewan yang menjadi hospes
patogen penyakit.
11. Survei mawas diri Survei Mawas Diri atau disingkat SMD adalah
kegiatan pengenalan, pengumpulan dan
pengkajian masalah kesehatan yang dilakukan
oleh kader dan tokoh masyarakat setempat
dibawah bimbingan petugas kesehatan atau
perawat di desa (Depkes RI).
4
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air
rumah tangga dan sebagai tempat (MCK).
2. Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan sampah yang jelas, hanya ada satu
open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi yang berada dipinggiran Desa
serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan sampah ini belum bisa
mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-mana dikarenakan
masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan walaupun
Sebagian masyarakat memiliki membakar sampah jika musim kering. Mayoritas
penduduknya adalah petani, oleh karena itu didalam Desa banyak area persawahan
irigasi yang drainasenya mengarah kesungai. Drainase dari aliran Desa banyak
terhambat karena sampah, sehingga membentuk genangan-genangan air. Selain itu
didalam desa terdapat banyak rawa-rawa.
3. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga belum
terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang menggambarkan
kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak
Sekolah Dasar yang di Diagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit.
Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi
peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu.
4. dr.Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk melihat jadwal
kegiatan Promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS
di Sekolah Dasar tsb. Dari hasil pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini
kegiatan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum
terlaksana, sampah menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga
menghambat saluran air dan dari hasil pemantauan,banyak jentik-jentik nyamuk di air
yang tergenang, persawahan dan di rumah-rumah penduduk. Dari hasil laboratorium
terdapat 3 jenis jentik nyamuk yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Anopheles.
Program Fogging yang diadakan di dalam Desa belum memiliki jadwal yang jelas,
5
terkadang satu kali atau dua kali setahun.
5. Melihat permasalahan yang ada, dr Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama,
kader Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah
Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit
Demam berdarah Dengue di Kecamatan“Mangga” dan membuat program pengolahan
sampah dan vector control untuk masyarakat desa.
6. Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff Dinas Kesehatan
Kabupaten karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan. Dr. Desi ingin menurunkan
kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan membuat program-program
kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
6
C. ANALISIS MASALAH
1. dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
4500 jiwa. Di tengah desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air
rumah tangga dan sebagai tempat (MCK).
a. Apa saja tugas dr. Desi sebagai Kepala Puskesmas "Manggis"?
1. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen.
2. Melakukan pemeriksaan dan pengobatan pasien dalam rangka rujukan menerima
menerima konsultasi.
3. Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat.
4. Mengkoordinir pengembangan PKMD.
5. Membina karyawan/karyawati puskesmas dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.
6. Melakukan pengawasan melekat bagi seluruh pelaksanaan kegiatan/program.
7. Mengadakan koordinasi dengan Lintas Sektoral dalam upaya pembangunan
kesehatan diwilayah kerja Puskesmas.
8. Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dan masyarakat dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
9. Menyusun perencanaan kegiatan Puskesmas dengan dibantu oleh staf Puskesmas.
10. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Puskesmas.
11. Melaporkan hasil kegiatan program ke Dinas Kesehatan Kabupaten, baik berupa
laporan rutin maupun khusus.
12. Membina petugas dalam meningkatkan mutu pelayanan.
13. Melakukan supervisi dalam pelaksanaan kegiatan di Puskesmas, Pustu, PKD,
Puskesling, Posyandu dan di masyarakat.
14. Sebagai dokter (fungsional) melaksanakan tugas pelayanan pemeriksaan dan
pengobatan pasien Puskesmas.
b. Apakah dampak dari penggunaan air sungai sebagai sumber air dan sebagai tempat
MCK?
7
Kegiatan MCK di sungai akan menyebabkan terjadinya pencemaran air (yaitu
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya).
Air tercemar mikroba patogen yang digunakan untuk minum, higine dan sanitasi
dapat menyebabkan penyakit menular (water borne disease), seperti diare, penyakit
kulit, thypus, kolera, disentri dan hepatitis (Notoatmodjo,2007).
Air yang tercemar merupakan tempat berkembangnya vektor tertentu, misalnya
lalat dan nyamuk, misalnya Culex sp. yang menyebabkan penyakit filariasis. Selain
itu, jika di sungai tersebut terdapat hewan air yang biasa dikonsumsi, maka
kemungkinan hewan air tersebut sudah terkontaminasi zat-zat beracun sehingga bisa
menyebabkan gangguan saluran cerna bahkan keracunan makanan.
d. Bagaimana standar kualitas air minum dan air sanitasi sesuai dengan permenkes?
Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 dan No. 492 Tahun 2010
tentang persyaratan kualitas air minum
8
Syarat fisik
Syarat bakteriologis
Syarat kimia
Kimiawi (bahan anorganik)
9
Kimiawi (bahan anorganik)
10
Syarat radioaktifitas
Keterangan:
mg= milligram, ml= milliliter, L= liter, Bq= Bequerel, NTU= Nephelometrik
Turbidity Units, TCU = True Colour Units, Logam berat merupakan logam terlarut
e. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan dr. Desi dalam 6 bulan pertama menjabat
sebagai kepala puskesmas?
Dalam Permenkes RI No. 44 tahun 2016 terdapat contoh jadwal aktvitas/langkah
awal kegiatan di puskesmas dalam 3 bulan pertama. Dari tahapan di bawah ini, dapat
diketahui bahwa dr. Desi tidak melaksanakan tugasnya sebagai kepala puskesmas
karena terdapat beberapa tahapan yang seharusnya dilakukan (penyusunan RUK dan
RPK, pelaksanaan SMD dan MMD, dan pelaksanaan lokakarya mini per bulan dan
triwulan) sehingga seharusnya kasus DBD bisa ditanggulangi sebelum terjadi KLB.
11
2. Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan sampah yang jelas, hanya ada satu
open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi yang berada dipinggiran Desa
serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan sampah ini belum bisa
mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-mana dikarenakan
masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan walaupun
Sebagian masyarakat memiliki membakar sampah jika musim kering. Mayoritas
penduduknya adalah petani, oleh karena itu didalam Desa banyak area persawahan
irigasi yang drainasenya mengarah kesungai. Drainase dari aliran Desa banyak
terhambat karena sampah, sehingga membentuk genangan-genangan air. Selain itu
didalam desa terdapat banyak rawa-rawa.
a. Apa saja dampak dari aktivitas membuang sampah sembarangan?
1. Pencemaran air, apabila cairan rembesan sampah masuk ke drainase/sungai
sehingga dapat mengganggu ekosistem perairan
2. Menjadi sumber penyakit, karena menjadi lingkungan yang cocok tempat
beberapa organisme patogen
3. Menimbulkan genangan air (nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak),
apabila membuang sampah disungai yang lama-lama akan dapat menyumbat dari
menyebabkan banjir
4. Menimbulkan bau yang tidak sedap
12
b. Bagaimana upaya penanggulangan pembuangan sampah sembarangan?
Menambah instensitas sosialisasi kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah
yang baik dan benar tidak hanya sesekali tetapi bisa dilakukan berkali-kali agar
masyarakat menjadi paham bagaimana mengelola sampah yang baik serta lebih sering
lagi mengadakan kerjasama dengan pihak kelurahan, RT dan masyarakat dengan cara
mengadakan gotong royong dan penyuluhan bahwa sampah rumah tangga dapat
bernilai ekonomis apabila dikelola dengan baik.
Perlu adanya pengawasan secara langsung untuk menindak masyarkat yang
diketahui dan tertangkap tangan sedang membuang sampah sembarangan atau
membuang sampah diluar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sehingga
proses pengawasan aktivitas masyarakat membuang sampah lebih efektif dan efisien.
Hendaknya hukuman atau sanksi yang tegas bagi masyarakat yang membuang
sampah sembarangan benar-benar diterapkan dengan maksimal yang tujuannya
memberikan efek jera kepada masyarakat yang membuang sampah tidak sesuai
dengan aturan yang ada.
13
busuk kemungkinan disebabkan karena campuran dari nitrogen, sulfur, dan
fosfor. Bau tersebut tercium karena terbantuk asam sulfur dan amoniak.
3) Perubahan pH dapat asam atau basa. pH yang asam disebabkan dari pegnuraian
zat organik dari sampah, sedangkan pH yang basa dapat disebablanndari
limbah rumah tangga seperti detergen.
Berdasarkan jenisnya, kategori jenis sampah terdiri dari lima jenis, yaitu:
1. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan
berbahaya dan beracun antara lain kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan
obatobatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, dan peralatan elektronik
rumah tangga.
2. Sampah yang mudah terurai antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan,
hewan, dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya
dan/atau mikroorganisme seperti sampah makanan dan serasah.
3. Sampah yang dapat digunakan kembali merupakan sampah yang dapat
dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses pengolahan antara lain kertas kardus,
botol minuman, dan kaleng.
14
4. Sampah yang dapat didaur ulang merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses pengolahan antara lain sisa kain, plastik, kertas, dan
kaca.
5. Sampah lainnya atau residu.
15
7. Sampah industry (Industrial waste)
Sangat padat sebagai hasil buangan industry
16
sampah kantong plastik dengan cara menggantinya dengan keranjang untuk
kegiatan belanja sehari-hari.
c. Reuse yaitu dengan menggunakan kembali sampah yang masih bisa
dimanfaatkan. Contoh: Memanfaatkan sisa makanan atau sayur untuk
makanan ternak, menggunakan botol isi ulang sebagai pot bunga.
d. Recycle yaitu dengan mendaur ulang sampah yang masih bisa di daur ulang.
Contoh: Mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos,sampah plastik
seperti bekas detergen, bungkus kopi, dan lainnya dimanfaatkan kembali
untuk dibuat kerajinan tangan seperti tas, dompet, vas bunga, tempat tisu dan
bentuk kreatif lainnya.
e. Replace yaitu dengan menghimbau kepada warga untuk meminimalisir
sampah kantong plastik dengan cara menggantinya dengan keranjang untuk
kegiatan belanja sehari-hari dan mengganti bahan lainnya untuk sampah
styrofoam karena sampah tersebut tidak dapat terdegradasi secara alami.
17
e. Bagaimana hubungan pekerjaan mayoritas penduduk adalah Petani dengan
Kesehatan lingkungan Kecamatan "Mangga"?
Limbah kelapa sawit dapat mengakibatkan:
1. Kontaminasi Tanah
Tanah yang terkontaminasi disebabkan oleh proses penyemprotan bahan kimia
di perkebunan. Kelebihan zat kimia akan menyebabkan penyerapan kandungan
zat kimia ke dalam tanah. Penggunaan pupuk non organik juga dapat
menyebabkan kontaminasi tanah karena kandungan pupuk yang tidak mudah
terurai.
2. Polusi Air
18
Penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbawa oleh hujan dan
menyerap ke dalam tanah, masuk ke saluran air terdekat, termasuk ke sungai dan
air tanah. Bahan kimia ini akan mempengaruhi sifat kimia dan fisik air tersebut,
seperti pH yang meninggi. Perubahan pH akan berdampak pada organisme lain
yang tidak dapat mentolerir perubahan tersebut.
Ketika kandungan pupuk terbawa oleh air hujan ke badan air, zat-zat tersebut
memicu pertumbuhan ganggang. Bisa berujung pada peledakan jumlah ganggang
di dalam air. Kondisi ini disebut juga eutrofikasi (algae blooming). Situasi ini
tentu mengganggu ekosistem air dan membuat kualitas air tidak baik
dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari .
Resiko pencemaran air juga muncul dari proses pengelolaan limbah cair (palm
oil mill effluent/ POME). Yakni limbah buangan dari proses sterilisasi, dan
kalrifikasi minyak mentah serta proses pencampuran. Pada pengolahan limbah ini
dihasilkan sejumlah besar gas metana dari proses anaerobik.
19
ii. Air tanah, yaitu sumber air bersih yang berasal dari tanah, lokasinya minimal
11 m dari sumber pengotoran air bersih dan pengambilan air tanah dapat
berupa sumur bor, sumur gali
iii. Air hujan
iv. Mata air
4. Kuantitas air untuk kesatuan MCK adalah
i. Minimal 20 liter/orang/hari untuk mandi
ii. Minimal 15 liter/orang/hari untuk cuci
iii. Minimal 10 liter/orang/hari unutk kakus
5. Kualitas air yang dipergunakan harus memenuhi baku mutu air yang berlaku.
3. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga belum
terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang menggambarkan
kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak
Sekolah Dasar yang di Diagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit.
Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi
peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu.
a. Bagaimana penilaian akreditasi puskesmas?
20
Akreditasi adalah penilaian eksternal oleh Komisi Akreditasi terhadap Puskesmas
apakah sesuai dengan standar akreditasi yang ditetapkan. Akreditasi bertujuan menilai
sistem mutu dan sistem pelayanan di Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama lainnya, tetapi juga bertujuan untuk membina fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut dalam upaya berkelanjutan untuk memperbaiki sistem pelayanan
dan kinerja yang berfokus pada kebutuhan masyarakat, keselamatan, dan manajemen
risiko. Hal-hal yang dinilai dalam akreditasi Puskesmas:
1. Penyelenggaraan Administrasi Manajemen
2. Penyelenggaraan Upaya Puskesmas
3. Pelayanan Klinis Dasar
Mekanisme akreditasi:
Akreditasi dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi dengan menggunakan standar
akreditasi. Prinsip penilaian adalah penilaian oleh peer, yaitu peer yang direkrut dan
dipilih oleh Komisi Akreditasi dengan latar belakang mempunyai pengalaman
bekerja sebagai manajer, pengelolah program, dan atau pendidikan minimal D-3
bidang kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan kajian awal
terhadap Puskesmas yang ada di wilayah kerja untuk menentukan kesiapan
Puskesmas yang telah membangun sistem mutu adan sistem pelayanan untuk
dilakukan penilaian oleh Komisi Akreditasi. Berdasarkan hasil kajian tersebut,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengusulkan Puskesmas yang telah siap dinilai
kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk selanjutnya meneruskan kepada Komisi
Akreditasi. Komisi Akreditasi akan menugaskan Koordinator Surveyor untuk
melaksanakan survei akreditasi, menetapkan jadwal penilaian, dan akan
mengirimkan tim surveyor yang terdiri dari tenaga surveior sejumlah 3 orang selama
3 hari untuk melakukan penilaian akreditasi sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, tim surveior akan memberikan rekomendasi
kepada Komisi Akreditasi tentang status akreditasi dari fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang dinilai, melalui koordinator surveior di Provinsi untuk
selanjutnya dibahas oleh Tim Penilai yang ada di Komisi Akreditasi dan ditetapkan
status akreditasi oleh Komisi Akreditasi untuk diterbitkan sertifikat akreditasi.
21
Struktur Standar Akreditasi Pukesmas
Stuktur standar akreditasi Puskesmas terdiri dari 9 Bab, dengan total 802 Elemen
Penilaian, setiap bab akan diuraikan dalam standar, tiap standar akan diuraikan
dalam kriteria, tiap kriteria diuraikan dalam elemen penilaian untuk menilai
pencapaian kriteria tersebut:
Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP) dengan 59 EP
Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP) dengan 121 EP
Bab III. Peningkatan Mutu dan Manajemen Risiko (PMMR) dengan 32 EP
Bab IV. Upaya Puskesmas yang Berorientasi Sasaran (UPBS) dengan 53 EP
Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Puskesmas (KMUP) dengan 101 EP
Bab VI. Sasaran Kinerja dan MDG’s (SKM) dengan 55 EP
Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP) dengan 151 EP
Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK) dengan 172 EP
Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP) dengan 58 EP
Metode Penilaian
Penilaian akreditasi dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian pada tiap
kriteria. Pencapaian terhadap elemen-elemen penilaian pada setiap kriteria diukur
dengan tingkatan sebagai berikut:
1. Terpenuhi: bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10
2. Terpenuhi sebagian: bila pencapaian elemen 20 % - 79 %, dengan nilai 5
3. Tidak terpenuhi: bila pencapaian elemen < 20 %, dengan nilai 0
Penilaian tiap Bab adalah penjumlahan dari nilai tiap elemen penilaian pada
masing-masing kriteria yang ada pada Bab tersebut dibagi jumlah elemen penilaian
Bab tersebut dikalikan 10, kemudian dikalikan dengan 100 %. Misalnya:
Keputusan akreditasi:
22
1. Tidak Terakreditasi: jika pencapaian nilai Bab I, II, dan III kurang dari 75 %dan
Bab IV, V, VI < 60 %, VII, VIII, IX kurang dari 20 %
2. Terakreditasi Dasar: jika pencapaian nilai Bab I, II, dan III ≥ 75 %, dan Bab IV,
V, VI ≥ 60 %, Bab VII, VIII, IX ≥ 20 %
3. Terakreditasi Madya: jika pencapaian nilai Bab I, II, III, IV, V ≥ 75 %, Bab VI,
VII ≥ 60 % VIII, IX ≥ 20 %.
4. Terakreditasi Utama: jika pencapaian nilai Bab I, II, III, IV, V, VI, VII ≥ 75 Bab
VIII, IX ≥ 60 %
5. Terakreditasi Paripurna: jika pencapaian nilai semua Bab ≥ 75 %
Hasil penilaian akreditasi oleh tim surveior dikirim kepada Komisi melalui
koordinator surveior di Provinsi disertai dengan rekomendasi keputusan akreditasi.
23
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
4. Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan
kegiatan operasional lain di Puskesmas.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan dan
tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 17
1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak
pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasiendengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
2. Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
1. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan
yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
2. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
24
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan data
3. Penyajian data
4. Analisis Data
5. Interpretasi/rekomendasi
6. Penyebarluasan informasi
d. Apa saja kriteria KLB dan apakah pada skenario ini termasuk?
Berdasarkan Peraturan menteri Kesehatan RI No 1501/Menkes/Per/X/2010, KLB
adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna
secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Adapun tujuh kriteria KLB yaitu :
(1) dikatakan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut timbulnya
suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu
daerah,
(2) peningkatan kejadian kesakitan terus-meneurs selama 3 kurun waktu dalam jam,
hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
3) peningkatan kesakitan dua kali atau lebih dibandingan dengan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya,
(4) jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya,
(5) rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun meunjukan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kesakitan perbulan
pada tahun sebelumnya,
(6) angka kematian kasus suatu penyakit (CFR) dalam satu kurun waktu menunjukan
kenaikan kenaikan 50 persen atau lebih dibandingkan dengan CFR periode sebelumya
dalam kurun waktu yang sama,
(7) angka proporsi penyakit (proportional rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
25
e. Bagiamana sistem pencatatan dan pelaporan Puskesmas yang baik?
Dalam pelaksanaan Sistem Pencatatan dan pelaporan Puskesmas perlu diketahui
beberapa batasan tentang istilah yang digunakan untuk mendapatkan kesamaan
pengertian, sehingga pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan benar dan sama.
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas adalah pencatatan dan pelaporan
yang harus dibuat oleh Puskesmas dan direkapitulasi disetiap tingkatan administrasi
dengan waktu tertentu.
g. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak Sekolah Dasar yang di Diagnosa Demam Berdarah
Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit. Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD
15 orang. Dalam penyataan tersebut apakah termasuk dalam KLB dan bagaimana
pelaporannya?
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan
Pasal 16 ayat 2
Pimpinan puskesmas yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus segera melaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-
lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak menerima informasi.
Pasal 17 ayat 2
Pelaporan KLB/Wabah meliputi laporan penetapan, perkembangan dan laporan
penanggulangan KLB/Wabah.
1. Kepala puskesmas yang menerima laporan kewaspadaan harus segera memastikan
adanya KLB. Bila dipastikan telah terjadi KLB, kepala puskesmas harus segera
26
membuat laporan KLB, melaksanakan penyelidikan epidemiologis, dan
penanggulangan KLB.
2. Laporan KLB disampaikan secara lisan dan tertulis. Penyampaian secara lisan
dilakukan dengan tatap muka, melalui telepon, radio, dan alat komunikasi lainnya.
Penyampaian secara tertulis dapat dilakukan dengan surat, faksimili, dan
sebagainya.
3. Laporan KLB puskesmas dikirimkan secara berjenjang kepada Menteri dengan
berpedoman pada format laporan KLB (Formulir W1).
4. Formulir Laporan KLB (Formulir W1) adalah sama untuk puskesmas,
kabupaten/kota dan provinsi, namun dengan kode yang berbeda. Formulir berisi
nama daerah KLB (desa, kecamatan, kabupaten/kota dan nama puskemas), jumlah
penderita dan meninggal pada saat laporan, nama penyakit dan gejala-gejala
umum yang ditemukan diantara penderita, dan langkah-langkah yang sedang
dilakukan. Satu formulir W1 berlaku untuk satu jenis penyakit saja.
Laporan KLB puskesmas (W1Pu) dibuat oleh kepala puskesmas kepada camat
dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Laporan KLB kabupaten/kota (W1Ka)
dibuat oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota kepada bupati/walikota dan kepala
27
dinas kesehatan provinsi. Laporan KLB provinsi (W1Pr) dibuat oleh kepala dinas
kesehatan provinsi kepada gubernur dan Menteri (up. Direktur Jenderal).
h. Apa saja jenis dan teknis pelaksanaan PWS yang sesuai dengan wilayah kerja
puskesmas manggis?
Pelaksanaan PWS KIA di Tingkat Puskesmas
Langkah langkah atau urutan yang dilaksanakan meliputi :
a. Pertemuan reorientasi
1) Pertemuan ini merupakan pertemuan dengan tujuan :
Menyamakan persepsi mengenai PWS KIA
2) Sosialisasi kebijaksanaan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan
PWS KIA
1) Merencanakan Fasilitasi ke Desa
2) Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll Pihak yang terlibat meliputi
3) Bidan di Desa
4) Bidan Koordinator
5) Pengelola Program KIA
6) Kepala Puskesmas
7) Petugas Gizi
8) P2PL
9) Data Operator
10) Farmasi
b. Pertemuan Sosialisasi
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat kecamatan dan desa,
dengan tujuan untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas
sektor dalam PWS KIA dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan. Pihak
yang terlibat meliputi :
1) Puskesmas
2) Camat
3) Kepala Desa
4) Dewan Kelurahan
28
5) LKMD
6) PKK
7) Koramil
8) Polsek
c. Memfasilitasi Bidan di Desa :
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke
lapangan atau pertemuan di Desa. Petugas Puskesmas memfasilitasi Bidan di
Desa dan lintas sector terkait. Materi fasilitasi :
1) Pedoman PWS KIA
2) Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar
3) Kebijaksanaan Program KIA
4) Perencanaan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
d. Implementasi PWS KIA Puskesmas.
Puskesmas melaksanakan kegiatan PWS KIA melalui pengumpulan,
pengolahan, analisis, penelusuran dan pemanfaatan data PWS KIA sesuai dengan
yang diterangkan pada pembahasan sebelumnya. Termasuk dalam implementasi
PWS KIA di Puskesmas adalah pemanfaatan PWS KIA dalam Lokakarya Mini,
Pertemuan Bulanan Kecamatan.
29
4. Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan perundang-
undangan.
5. Tujuan utama akreditasi adalah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja
melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem
manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan klinis, serta penerapan
manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat
akreditasi.
30
b. Memberdayakan kearifan lokal yang ada. Misalnya kearifan lokal masyarakat
di pedesaan yaitu gotong royong.
c. Perbaikan suplai dan penyimpanan air. Air bisa menjadi tempat hidup dan
perkembangbiakan vektor penyakit lain seperti demam berdarah dengue (DBD).
d. Menekan angka pertumbuhan penduduk. Daerah yang terjangkit DBD pada
umumnya adalah kota atau wilayah yang padat penduduk.
e. Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan pemerintah.
Penataan ruang kota yang baik akan meningkatkan status kesehatan masyarakat
setempat. Selain itu sanitasi lingkungan juga harus diperbaiki karena beberapa
hal berikut ini: Perindukkan nyamuk Aedes aegypti yang paling banyak berupa
bak mandi, kemudian diikuti gentong, bak WC, tempayan, ember dan tempat
wudhu. Genangan air dijadikan sebagai breeding place nyamuk Aedes aegypti.
2. Specific protection
a. Abatisasi
b. Fogging focus
c. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
d. Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
e. Pencegahan gigitan nyamuk
f. Pengendalian vektor
3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment
Deteksi dini yakni deteksi virus (antigen) secara dini dengan metode
antigen capture (NS1 atau non-structural protein 1) untuk mendeteksi adanya
virus dalam tubuh. Deteksi dini dilakukan dengan mendirikan Pos-pos DBD
disetiap RW, atau Kelurahan.
Beberapa metode lain untuk melakukan pencegahan pada tahap Early
Diagnosis dan Prompt Treatment antara lain sebagai berikut:
a. Pelacakan penderita
b. Penemuan dan pertolongan penderita
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengobatan penderita demam berdarah
4. Disability Limitation
31
Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan
gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit. Pembatasan
kecacatan dapat dilakukan dengan pengobatan dan perawatan.
5. Rehabilitation
a. Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik
semaksimal-maksimalnya
b. Rehabilitasi mental
c. Rehabilitasi sosial vokasional
d. Rehabilitasi aesthesis
32
4. dr. Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk melihat jadwal
kegiatan Promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS
di Sekolah Dasar tsb. Dari hasil pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini
kegiatan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum
terlaksana, sampah menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga
menghambat saluran air dan dari hasil pemantauan,banyak jentik-jentik nyamuk di air
yang tergenang, persawahan dan di rumah-rumah penduduk. Dari hasil laboratorium
terdapat 3 jenis jentik nyamuk yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Anopheles.
33
Program Fogging yang diadakan di dalam Desa belum memiliki jadwal yang jelas,
terkadang satu kali atau dua kali setahun.
a. Bagaimana cara melakukan promosi kesehatan terhadap masalah kesehatan dan
kesehatan lingkungan di Kecamatan Mangga?
1. Pengenalan Kondisi Wilayah
2. Identifikasi Masalah Kesehatan
3. Survai Mawas Diri
4. Musyawarah Desa atau Kelurahan
5. Perencanaan Partisipatif
6. Pelaksanaan Kegiatan
7. Pembinaan Kelestarian
34
3. Memperkuat gerrakan masyarakat (community action), yaitu memberikan
dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya dalam mengendalikan
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.
4. Mengembangkan kemampuan individu (personal skills), yaitu menguayakan agar
setiap individu masyarakat tahu, mau dan mampu membuat keputusan yang
efektif dalam upaya memelihara, meningkatkan, serta mewujudkan kesehatannya,
melalui pemberian informasi, serta pendidikan dan pelaksanaan yang memadai.
5. Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services), yaitu
mengubah pola pikir serta sistem pelayanan kesehatan masyarakat agar lebih
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan aspek
kuratif dan rehabilitatif. Di Indonesia, strategi pokok tersebut kemudian
diformulasikan kembali ke dalam kalimat (1) gerakan pemberdayaan (G), yang
didukung oleh (2) bina suasana (B), dan (3) advokasi (A), serta dilandasi oleh
semangat (4) kemitraan.
35
1. Pembilang (X): Jumlah kasus baru penyakit tertentu disuatu wilayah dalam
periode waktu tertentu.
2. Penyebut (Y): Populasi yang beresiko terkena penyakit pada wilayah dan periode
waktu yang sama.
3. Konstanta (K): 10, 100, 1000, 100.000
Angka Prevalensi (Prevalence Rate/ PR)
1. Pembilang (X): Jumlah kasus lama dan baru penyakit ttt di wilayah ttt pada
periode ttt.
2. Penyebut (Y): Jumlah penduduk beresiko di wilayah ttt pada periode ttt.
3. Konstanta (K): 10, 100, 1000, 100.000
Penyelidikan epidemiologi DBD memantau kasus penyakit DBD, hasil lab,
vektor dan lingkungan dengan faktor risiko epidemi DBD.
36
1. Descriptive
a. Populations (Correlational studies)
b. Individual: Case report, Case series, Cross sectional studies
Epidemiologi deskriptif akan menjawab 4 pertanyaan berikut:
a. What, yaitu apa masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan berapa
besarnya masalah kesehatan masyarakat, maka jawabannya akan mengukur
masalah kesehatan.
b. Who, yaitu siapa yang terkena masalah kesehatan masyarakat adalah
masyarakat. Tentunya yang terkena masalah kesehatan masyarakat adalah
masyarakat atau sekelompok manusia (man) yang menjadi host penyakit.
Man yang akan dibahas adalah karakteristiknya, meliputi jenis kelamin,
37
usia, paritas, agama, ras, genetika, tingkat pendidikan, penghasilan, jenis
pekerjaan, jumlah keluarga,dll.
c. Where, yaitu dimana masyarakat yang terkena masalah kesehatan.
Jawabannya adalah menjelaskan tempat (place) dengan karakteristik tempat
tinggal, batas geografis, desa-kota, batas administrative, dll.
d. When, yaitu kapan masyarakat terkena masalah kesehatan. Jawabannya
adalah menjelaskan waktu (time) dengan karakteristik periode penyakit atau
gangguan kesehatan jangka penmdek (ukurannya detik, menit, jam, hari,
minggu) jangka panjang (bulan, tahun) periode musiman, dll.
2. Analytic studies
a. Observational
a. Case control
b. Cohort: Retrospective, Prospective
b. Interventional/Experimental: Randomized controlled trial, Field trial,
Clinical trial
Epidemiologi analitik bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor, baik fisik,
biologis, sosial, kultural, dan perilaku, yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit, disebut determinan penyakit. Determinan penyakit meliputi faktor
risiko dan kausa (etiologi) penyakit. Hasil studi epidemiologi analitik
memberikan basis rasional untuk melakukan program pencegahan. Jika
faktor etiologi (kausa) penyakit dan cara mengurangi atau mengeliminasi
faktor-faktor itu diketahui, maka dapat dibuat program pencegahan dan
pengendalian penyakit dan kematian karena penyakit tersebut.
e. Apa saja kegiatan promosi kesehatan yang harus dilakukan oleh puskesmas?
1. Integrasi Promosi Kesehatan dalam Program Kesehatan Ibu dan Anak yang
difokuskan pada pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2. Integrasi Promosi Kesehatan dalam Program Gizi Masyarakat yang difokuskan
pada balita diberi ASI Eksklusif.
3. Integrasi Promosi Kesehatan dalam Program Lingkungan Sehat yang difokuskan
pada kemudahan akses terhadap air bersih dan jamban secara berkesinambungan,
38
lantai rumah bukan dari tanah (kedap air), kesesuaian luas lantai dengan jumlah
penghuni rumah.
4. Integrasi Promosi Kesehatan dalam Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
yang difokuskan pada kepesertaan masyarakat dalam jaminan pemeliharaan
kesehatan.
5. Integrasi Promosi Kesehatan dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular yang difokuskan pada konsumsi buah dan sayur,
melakukan aktivitas fisik, dan tidak merokok.
39
4. PHBS di Sarana kesehatan
5. PHBS di Tempat umum
40
1. Kepmenkes No.581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue
2. Kepmenkes No 92 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
3. Kepmendagri No 31- VI Tahun 1994 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL
DBD) Tim Pembina LKMD Tingkat Pusat
Sebelum dilakukan tindakan fogging, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Persyaratan Administratif, antara lain:
a. Terdapat penderita Positif DBD
b. Terdapat Kematian Akibat DBD
c. Harus dilaksanakan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan memeriksa
jentik dengan rdius 100 meter dari rumah penderita ( kurang lebih 20 rumah /
bangunan secara acak )
d. Ditemukan lebih dari 3 orang tersangka DBD
e. Ditemukan Jentik > 5% atau ABJ < 95%
2. Persyaratan Teknis
a. Tersedianya Alat Mesin Fogg / ULV (Ultra Low Volume)
b. Pelaksana Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten dan tenaga Lain yang telah
dilatih
c. Lokasi meliputi seluruh wilayah terjangkit dengan radius 200 meter dari
penderita
d. Sasaran Fogging rumah dan Tempat-tempat Umum
e. Dosis Insektisida sesuai dosis
f. Cara Fogging / ULV dilaksanakan 2 Siklus dengan Interval 1 minggu
Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Fogging untuk 1 Siklus kurang lebih 3
jam, Sedangkan prosedur pelayanan fogging mengikuti tahapan sebagai berikut:
a. Penderita DBD
41
b. Penyelidikan Epidemiologi (PE), merupakan pencarian penderita atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik dilokasi tempat tinggal
penderita dan rumah bangunan lainnya dengan radius 100 m ( kurang lebih 20
rumah/bangunan secara acak )
c. Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan / atau > 3 orang tersangka
DBD, dan ditemukan jentik ( > 5 % )
Hasil akhir pelaksanaan Fogging yang diterima oleh masyarakat berupa
terbebasnya dari gigitan nyamuk dewasa penyebab demam berdarah dengue sehingga
mengurangi penularan DBD dan tidak meluas ke wilayah lainnya
Kompetensi petugas fogging
a. Jumlah Petugas yang dibutuhkan pada pelaksanaan Fogging sedikitnya 5
Orang yang meliputi 1 orang Supervisor dan 4 orang petugas Fogging
b. Petugas pelaksana harus sudah mengikuti Pelatihan / on the job trining
Operasional Mesin Fogg yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten / Propinsi
c. Klasifikasi Pendidikan Petugas Pelaksana Fogging minimal SD/Sederajat.
Sarana Dan Prasarana Fogging
Sarana dan prasarana fogging antara lain:
a. 1 buah kendaraan roda 4 untuk mengangkut petugas, alat, bahan ke lokasi
b. 1 buah megaphone untuk menyampaikan pesan-pesan pada masyarakat
c. 1 set perlengkapan operasional yang terdiri dari : Baju lengan panjang ( katle
pack ); Masker pelindung,; Topi lapangan; Sarung tangan; Sepatu Lapangan
d. Insektisida untuk 2 siklus fogging
e. 1 Set bahan pembantu operasional yang terdiri dari : 3 Buah jerigen 20 lt
untuk solar yang digunakan hari itu; 2 buah jerigen 5 lt untuk cadangan
premum; 1 buah jrigen 2 lt untuk cadangn insektisida; 8 buah baterai untuk 2
unit mesin fogging; 2 buah corong besar bersaring; 2 buah corong kecil
bersaring; 4 lembar kain lap
Selain hal diatas, harus dicantumkan pula informasi fogging dan pelayanan
pengaduan masyarakat. Juga ada kepastian jaminan pelayanan misalnya jika fogging
42
yang dilaksanakan tidak sesuai dengan standar akan dilakukan fogging ulang atau
pengembalian dana.
Ketentuan fogging:
a. Dilakukan jika terdapat penularan kasus DBD di suatu wilayah
b. Dilakukan pada area radius minimal 200 meter
c. Dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu
d. Fogging hany membunuh nymuk dewasa
e. Hanya dilakukan setelah berkoordinasi dengan puskesmas setempat
f. Mesin fogging dalam kondisi baik
g. Dilakukan dengan tenaga ang terlatih
h. Dosis insektisida sesuai ketentuan
i. Bahaya insektisida: keracunan, gagal ginjal, kanker kulit, dll.
5. Melihat permasalahan yang ada, dr. Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama,
kader Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah
Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit
Demam berdarah Dengue di Kecamatan“Mangga” dan membuat program pengolahan
sampah dan vector control untuk masyarakat desa.
a. Apa saja yang dibahas pada pertemuan yang dilakukan dr desy pada identifikasi
masalah?
Survei mawas diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan untuk
mengetahui:
1. Masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan urutan prioritas penanganannya;
2. Faktor penyebab masalah kesehatan, termasuk perilaku berisiko, non-
perilaku/lingkungan, dan kebijakan yang ada di masyarakat; dan
3. Potensi yang dimiliki desa/kelurahan untuk mengatasi masalah kesehatan
termasuk keberadaan UKBM.
43
Dengan adanya SMD dan MMD diharapkan masyarakat menjadi sadar tentang
masalah kasus DBD karena masyarakat sendiri yang melakukan pengumpulan fakta
dan data sehingga masyarakat lebih tahu tentang besarnya masalah DBD apabila tidak
dilakukan tindakan preventif dengan segera. SMD dan MMD juga bertujuan
memberdayakan sumber daya yang dimiliki desa agar dapat melaksanakan program
pencegahan DBD secara cepat dan efisien karena langsung dilakukan oleh
masyarakat sendiri sehingga akan lebih mudah mengomunikasikan kepada
masyarakat melalui tokoh masyarakat dan orang-orang yang berperan dalam
masyarakat tersebut dimana mereka sudah mengetahui kultur dan kebiasaan
masyarakat yang menjadi sasaran program penurunan kasus DBD misalnya dengan
3M, fogging, dan beberapa hal lainnya yang merupakan tindakan preventif terhadap
penyakit DBD.
44
mudah menerima apa yang dijelaskan oleh tokoh panutannya. Peran tokoh
masyarakat seperti Ketua RT atau RW lebih banyak pada kebersihan lingkungan
secara umum seperti kebersihan taman, pinggir jalan dan selokan, jadi tidak fokus
pada masalah kesehatan.
Pelaksanaan SMD
Melakukan interview atau wawancara terhadap responden, dan melakukan
pengamatan terhadap rumah dan lingkungan.
45
Meninjau kembali Pelaksanaan Survei Mawas Diri; merangkum, mengolah dan
menganalisa data yang telah dikumpulkan; dan menyusun laporan SMD sebagai
bahan untuk pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
46
3. Penyajian hasil SMD;
4. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan
masalah kesehatan dan hasil SMD dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari
petugas kesehatan di desa/bidan di desa;
5. Menggali dan menemu-kenali potensi yang ada di masyarakat untuk
memecahkan masalah yang dihadapi;
6. Penyusunan rencana kerja penanggulangan masalah kesehatan yang dipimpin
oleh kepala desa/lurah;
7. Kesimpulan hasil MMD berupa penegasan tentang rencana kerja oleh Kepala
Desa/Lurah;
8. Penutup.
47
6. Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff Dinas Kesehatan
Kabupaten karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan. Dr. Desi ingin menurunkan
kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan membuat program-program
kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
a. Apa saja program kegiatan prevensi terhadap kejadian DBD?
1. Mengupayakan pembufayaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3 M Plus
secara berkelanjutan sepanjang tahun dan mewujudkaan terlaksananya Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik
2. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD di
setiap tingkat administrasi dan melakukan revitalisasi Pokjanal DBD yang sudah
ada dengan dukungan APBD
3. Upaya promosi kesehatan dilakukan di semua sektor, termasuk pembentukan Juru
Pembasmi Jentik (Jumantik) pada anak usia sekolah dan pramuka
4. Penemuan dini kasus DBD dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment) yang merupalan bagian dari tata laksana kasus di fasilitas pelayanan
tingkat pertama dan lanjutan (Puskesmas dan Rumah Sakit)
5. Pelatihan tatalaksana kasus untuk dokter dan tenaga kesehatan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
6. Penyediaan logistik tata laksana kasus DBD berupa rapid diagnostic test (RDT)
dan reagen untuk diagnosis serotype virus DBD
7. Pelaksanaan surveilans kasus DBD untuk memantau dinamika kejadian penyakit
DBD di Indonesia sehingga kemungkinan terjadinya KLB DBD dapat diantisipasi
dan dicegah sejak dini
8. Pelaksanaan surveilans vektor Aedes spp. untuk memantau dinamika vektor.
Dengan demikian, peningkatan populasi Aedes spp.dapat diantisipasi dan dicegah.
(Kemenkes RI, 2016)
PSN 3M PLUS
1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering
menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum dan tempat
penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan air juga harus
48
digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel erat
pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba, kegiatan ini harus
dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di
tempat kering selama 6 bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air
seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan
mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat lingkungan semakin
kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur
ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang
barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
demam berdarah.
Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan
seperti berikut:
1. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
2. Menggunakan obat anti nyamuk
3. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
4. Gotong Royong membersihkan lingkungan
5. Periksa tempat-tempat penampungan air
6. Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup
7. Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras
8. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
9. Menanam tanaman pengusir nyamuk
(Kemenkes RI, 2016)
49
Penyebut (Y): Populasi yang beresiko terkena penyakit pada wilayah dan periode
waktu yang sama
Konstanta (K) = 10, 100, 1000, 100.000
2. Angka Prevalensi (Prevalence Rate/PR)
Pembilang (X): Jumlah kasus lama dan baru penyakit ttt di wilayah ttt pada
periode ttt
Penyebut (Y): Jumlah penduduk beresiko di wilayah ttt pada periode ttt
Konstanta (K): 10, 100, 1000, 100.000
50
Cara menghitung insiden dan prevalensi rate suatu penyakit yaitu sebagai berikut:
1. Insidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan penduduk selama periode waktu tertentu.
51
dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut
variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor
risiko tertentu. Setiap variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran
epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi). Pengolahan data yang baik
akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau masalah kesehatan.
Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang informatif, dan
menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang
disajikan.
3. Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan
tujuan surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode epidemiologi
deskriptif dilakukan untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau
masalah kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu,
tempat dan orang. Sedangkan analisis dengan metode epidemiologi analitik
dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variable yang dapat mempengaruhi
peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk mempermudah
melakukan analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat menggunakan alat
bantu statistik. Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran
masalah, kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan
penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis harus didukung
dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.
4. Diseminasi informasi. Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk
buletin, surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi
ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi
informasi yang mudah diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila
petugas surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.
52
D. SINTESIS
KESEHATAN LINGKUNGAN
Pengertian Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu dan seni untuk memperoleh
keseimbangan antara lingkungan dengan manusia, dan juga merupakan ilmu dan seni mengelola
lingkungan agar bisa menciptakan kondisi lingkungan yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta
terhindar dari berbagai macam penyakit. Sedangkan ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu
yang mempelajari hubungan suatu kelompok penduduk dengan berbagai macam perubahan yang
terjadi dilingkungan mereka tinggal yang berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat umum,
sedangkan definsi menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan ialah
suatu keseimbangan ekologi yang harus tercipta diantara manusia dengan lingkungannya agar
bisa menjamin keadaan sehat dari manusia.
53
4. Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong
54
4. Pengendalian vektor. (pengendalian vektor ialah segala macam usaha yang dilakukan untuk
menurunkan atau mengurangi populasi vektor dengan maksud mencegah atau memberantas
penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan vektor.)
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh eksreta manusia. (yang dimaksud
ekskreta adalah seluruh zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan
dari dalam tubuh)
6. Higiene makanan termasuk juga susu
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan.
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemik atau wabah,
bencana alam dan migrasi penduduk.
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
55
Berdasarkan UU No.18 Tahun 2008, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-
hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik
atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak
berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Sumber sampah dibagi menjadi:
(1) sampah rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam
rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik;
(2) sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya;
(3) sampah spesifik, yang meliputi: sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun, sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah
yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara
teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periodik.
Berdasarkan jenisnya, kategori jenis sampah terdiri dari lima jenis, yaitu:
(1) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan
berbahaya dan beracun antara lain kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan
obatobatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, dan peralatan elektronik
rumah tangga.
(2) Sampah yang mudah terurai antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan,
dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya dan/atau
mikroorganisme seperti sampah makanan dan serasah.
(3) Sampah yang dapat digunakan kembali merupakan sampah yang dapat
dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses pengolahan antara lain kertas kardus,
botol minuman, dan kaleng.
(4) Sampah yang dapat didaur ulang merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses pengolahan antara lain sisa kain, plastik, kertas, dan
kaca.
(5) Sampah lainnya atau residu.
56
Menurut American Public Works Association, mengemukakan jenis sampah
berdasarkan karakteristiknya, yaitu (Depkes RI, 1987)
1) Sisa makanan atau sampah basah (Garbage)
Sampah yang termasuk jenis ini adalah sampah basah yang dihasilkan dalam proses
pengolahan makanan. Karakteristik dari sampah jenis ini adalah dapat membusuk
dan dapat terurai dengan cepat khususnya bila cuaca panas. Proses pembusukan
sering kali menimbulkan bau yang busuk sekali. Bahan-bahan yang dapat membusuk
ini sangat penting diketahui dalam usaha pengumpulan dan pengolahan sampah
secara berdaya guna dan berhasil guna.
2) Sampah kering (Rubbish)
Sampah kering terdiri dari sampah yang dapat terbakar, ataupun yang tidak dapat
terbakar, yang dihasilkan oleh rumah tangga, kantor-kantor, perdagangan dan
sebagainya, tidak termasuk sisa makanan dan benda-benda yang sangat mudah
membusuk. Jenis dari sampah kering yang dapat terbakar ini misalnya: kertas,
plastic, tekstil, karet, kulit, kayu, daun-daun kering. Jenis sampah kering yang tidak
dapat terbakar misalnya kaca, kaleng dan lain-lain logam.
3) Abu (Ashes)
Benda yang tertinggal dari pembakaran kayu, arang dan lain-lain benda yang
terbakar.
4) Sampah yang berasal dari jalan, biasanya berupa sampah daun-daun dan
pembungkus.
5) Bangkai binatang (Dead animal)
Sampah biologis berupa bangkai binatang kecil, atau binantang piaraan.
6) Rongsokan kendaraan (Abandoned Vehicles)
Bekas-bekas kendaraan milik umum dan pribadi, seperti bak mobil, becak, dan lain-
lain.
7) Sampah industry (Industrial waste)
Sangat padat sebagai hasil buangan industri
57
LIMBAH
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah
ialah sisa dari suatu usaha dana tau kegiatan yang berwujud cair. Jenis limbah dapat dibedakan
menjadi dua yaitu jenis limbah rumah tangga (domestic waste) dan industry (industry waste).
Sumber limbah dibedakan menjadi dua yaitu yang bersumber dari ativitas manusia (human
sources) dan aktivitas alam (natural sources). Beberapa pengolahan air limbah yang sering
dilakukan ialah: (Azwar, 1983)
a. Limbah cair
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-
bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta menggangu
lingkungan hidup. Sumber lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan
dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan
industri, yang bercampur dengan air tanah, air permukaan dan air hujan. Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa air limbah adalah air yang tersisa dari kegiatan
manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan
sebagainya.
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi sebagai berikut:
1. Air limbah yang bersumber dari rumah tangga atau domestic wastes water, yaitu air
limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari
ekskreta yaitu tinja dan air seni, air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya
terdiri dari bahan-bahan organik.
2. Air limbah industri yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-
zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang
dipakai oleh masing-masing industri, antara lain nitrogen, sulfida, amoniak, lemak,
garam-garam, zat pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya. Oleh sebab
itu, pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi
lebih rumit.
58
3. Air limbah kota praja atau municipal wastes water yaitu air buangan yang berasal dari
daerah perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah,
dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama
dengan air limbah rumah tangga.
b. Limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur
yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan
domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah
padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat
umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal,
gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll.
Limbah pasti akan berdampak negatif pada lingkungan hidup jika tidak ada
pengolahan yang baik dan benar, dengan adanya limbah padat didalam linkungan hidup
maka dapat menimbulkan pencemaran seperti :
1) Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan 3 (CH4),
C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk
dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses
pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob.
2) Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk, akan
terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan methane yang jika melebihi NAB (Nilai
Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 50 ppm dapat mengakibatkan mabuk
dan pusing.
3) Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam perairan
atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi keruh dan rasa
dari air pun berubah.
4) Kerusakan permukaan tanah.
Dari sebagian dampak-dampak limbah padat diatas, ada beberapa dampak limbah
yang lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum. Dampak limbah secara
umum di tinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap lingkungan adalah sebgai
berikut :
59
Dampak Terhadap Kesehatan
Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit. Potensi bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
1) Penyakit diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasaldari sampah
dengan pengelolaan yang tidak tepat. Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap.
2) Dampak Terhadap Lingkungan Cairan dari limbah – limbah yang masuk ke sungai
akan mencemarkan airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan
dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga
mengkonsumsi atau menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia
akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain
mencemari, air lingkungan juga menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang
membuang limbah rumah tangga ke sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu
musim hujan air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah rumah
penduduk, sehingga dapat meresahkan para penduduk.
60
7. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m.
Pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tentunya dapat
menjadikan limbah tersebut tidak berdampak buruk bagi lingkungan ataupun kesehatan.
Menurut sifatnya pengolahan limbah padat dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:
a. Pengolahan limbah padat tanpa pengolahan Limbah padat tanpa pengolahan yaitu limbah
padat yang tidak mengandung unsur kimia yang beracun dan berbahaya dapat langsung
dibuang ke tempat tertentu sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
b. Limbah padat dengan pengolahan yaitu limbah padat yang mengandung unsur kimia
beracun dan berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-tempat
tertentu.
Pengolahan limbah juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang sedehana lainnya
misalnya, dengan cara mendaur ulang, Dijual kepasar loak atau tukang rongsokan yang biasa
lewat di depan rumah – rumah. Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang semula
bukan apa-apa sehingga bisa menjadi barang yang ekonomis dan bisa menghasilkan uang.
Dapat juga dijual kepada tetangga kita yang menjadi tukang loak ataupun pemulung. Barang
barang yang dapat dijual antara lain kertas-kertas bekas, koran bekas, majalah bekas, botol
bekas, ban bekas, radio tua, TV tua dan sepeda yang usang. Dapat juga dengan cara
pembakaran. Cara ini adalah cara yang paling mudah untuk dilakukan karena tidak
membutuhkan usaha keras. Cara ini bisa dilakukan dengan cara membakar limbah-limbah
padat misalnya kertas-kertas dengan menggunakan minyak tanah lalu dinyalakan apinya.
Kelebihan cara membakar ini adalah mudah dan tidak membutuhkan usaha keras,
membutuhkan tempat atau lokasi yang cukup kecil dan dapat digunakan sebagai sumber
energi baik untuk pembangkit uap air panas, listrik dan pencairan logam.
SPAL yang baik adalah SPAL yang dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan
akibat sarana yang tidak memadai. SPAL yang memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut:
1. SPAL tidak dapat mengotori sumur, sungai, danau maupun sumber air lainnya.
2. SPAL yang dibuat tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, lalat, dan lipan
sehingga SPAL tersebut harus ditutup rapat dengan menggunakan papan.
3. SPAL tidak dapat menimbulkan kecelakaan, khususnya pada anak-anak.
61
4. Tidak mengganggu estetika.
62
pemilahan langkah selanjutnya adalah pengangkutan sampah dari rumah
masing-masing ke penampungan sampah atau bank sampah. Sampah
anorganik, untuk sampah ini secara langsung mempunyai nilai ekonomis
karena akan ditimbang sesuai jenisnya.
b. Reduce yaitu mengurangi sampah dan menghemat pemakaian barang agar tidak
menimbulkan sampah yang berlebih. Contoh : mengurangi pemakaian sampah
kantong plastik dengan cara menggantinya dengan keranjang untuk kegiatan
belanja sehari-hari.
c. Reuse yaitu dengan menggunakan kembali sampah yang masih bisa
dimanfaatkan. Contoh : Memanfaatkan sisa makanan atau sayur untuk
makanan ternak, menggunakan botol isi ulang sebagai pot bunga.
d. Recycle yaitu dengan mendaur ulang sampah yang masih bisa di daur ulang.
Contoh : Mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos,sampah plastik
seperti bekas detergen, bungkus kopi, dan lainnya dimanfaatkan kembali untuk
dibuat kerajinan tangan seperti tas, dompet, vas bunga, tempat tisu dan bentuk
kreatif lainnya.
e. Replace yaitu dengan menghimbau kepada warga untuk meminimalisir sampah
kantong plastik dengan cara menggantinya dengan keranjang untuk kegiatan
belanja sehari-hari dan mengganti bahan lainnya untuk sampah styrofoam
karena sampah tersebut tidak dapat terdegradasi secara alami.
63
Selanjutnya Pragoyo (1985), mengatakan bahwa penanganan sampah yang baik
meliputi tiga hal yang penting yaitu:
1. Pengumpulan Sampah
Didefinisikan sebagai upaya pemindahan masa sampah dari sumber sampah
(kawasan permukiman, kawasan perdagangan, kawasan industri, dan lain-lain), ke
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah. Pada sistem ini, umumnya dilakukan
dengan menggunakan jasa Bestari (istilah untuk Petugas Sampah), yang dikelola oleh
lingkungan sekitar sumber sampah tersebut. Retribusi yang ditarik biasanya
dibayarkan kepada RT /RW lingkungan tersebut. Tentu saja biaya ini harus mampu
64
untuk membiayai biaya investasi gerobak sampah, cakar, pengki, hingga seragam dan
gaji Bestari.
Adapun syarat tempat pengumpulan sampah yang baik adalah:
1) Dibangun di atas permukaan tanah setinggi kendaraan pengangkut sampah.
2) Mempunyai dua buah pintu, satu tempat masuk sampah dan yang lainnya untuk
mengeluarkan sampah.
3) Perlu ada lubang ventilasi, bertutup kawat untuk mencegah masuknya lalat.
4) Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan
mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.
65
TPA
Persyaratan TPA harus memperhatikan pemilihan lokasi, kondisi fisik,
kemudahan operasi, aspek lingkungan dan sosial
1) Pemilihan TPA paling sedikit harus memenuhi kriteria aspek
a) Geologi, yaitu tidak berada di daerah sesar atau patahan yang masih aktif,
tidak beerada di zona bahaya geologi misalnya daerah gunung berapi, tidak
berada di daerah karst, tidak berada di daerah berlahan gambut, dan
dianjurkan untuk berada di lapisan tanah kedap air atau lempung
b) Hidrogeologi, yaitu berupa kondisi muka air tanah yang tidak kurang dari 3
metter, jarak terhadap sumber air minum lebih dari 100 m di hilir aliran
c) Kemiringan zona, yaitu berada pada kemiringan kurang dari 20%
d) Berjarak > 3000 meter dari lapangan terbang yang didarati pesawat turbo jet
dan berjarak > 1500 m untuk lapangan terbang yang didarati pesawat jenis
lain
e) Berjarak > 1 km dari pemukiman warga dengan mempertimbangkan
pencemaran lindi, kebauan, penyebaran vektor penyakit dan aspek sosial
f) Tidak berada di kawasan lindung/cagar alam
g) Bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 tahun
h) Umur teknis TPA paling sedikit 10 tahun
2) Penutupan TPA dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut
a) TPA telah penuh dan tidak mungkin diperluas
b) Keberadaannya sudah tidak sesuai dengan RTRW/RTRK kota/kabupaten;
dan/atau
c) Dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka
3) TPA dapat dirrehabilitasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut
a) TPA telah menimbulkan masalah lingkungan
b) TPA yang mengalami bencana tetapi masih layak secara teknis
c) TPA dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka
d) Pemerintah kota/kabupaten masih sulit mendapatkan calon lahan
pengembangan TPA baru
66
e) Kondisi TPA masih memungkinkan untuk direhabilitasi, baik melalui proses
penambangan kompos terlebih dahulu atau langsung digunakan kembali
f) TPA masih dapat dioperasikan dalam jangka waktu minimal 5 tahun dan
atau memiliki luas lebih dari 2Ha
g) Lokasi TPA memenuhi ketentuan teknis pemilihan lokasi TPA
h) Peruntukan lahan TPA sesuai dengan rencana peruntukan kawasan dan
Rencana tata ruang Wilayah/Kota (RTRW/K)
i) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar mendukung
4) Penentuan penutupan atau rehabilitasi TPA didasarkan atas hasil penilaian
indeks risiko
Open Dumping
Dumping diatur dalam Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa:
“Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu”.
Sistem pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka. Hal ini akan menjadi
masalah jika sampah yang dihasilkan adalah sampah organik yang membusuk karena
67
menimbulkan gangguan pembauan dan estetika serta menjadi sumber penularan
penyakit.
AIR BERSIH
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Selain itu WHO
menjelaskan bahwa air yang aman untuk diminum adalah air yang tidak akan menimbulkan
resiko kesehatan apabila dikonsumsi. Syarat kualitas air bersih yaitu : Bakteri Eschericia Coli
dan Bakteri Koliform dalam satuan 100 ml sampel, jumlah maksimal yang boleh ada adalah 0,
berada pada pH netral, tidak mengandung bahan kimia beracun, tidak mengandung garam-garam
atau ion-ion logam, kesadahan rendah, tidak berbau, jernih, tidak berasa, suhu : air yang baik
tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar (udara ambien). Di
Indonesia, suhu air minum idealnya ± 3 ºC dari suhu udara di atas atau di bawah suhu udara
berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol yang terlarut) atau sedang terjadi proses
biokimia yang mengeluarkan atau menyerap energi air (Kusnaedi, 2002).
1) Kriteria sumber air bersih
Standar baku mutu kesehatan lingkungan terkait media air untuk keperluan Higine dan
Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, kimia yang dapat berupa parameter wajib dan
parameter tambahan
a) Parameter wajib, merupakan parameter yang harus diperiksa secara berkala sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun parameter wajib meliputi
Tabel 1. Parameter wajib untuk parameter fisik yang harus diperiksa untuk keperluan
higine dan sanitasi
68
Tabel 2. Parameter wajib untuk parameter biologi yang harus diperiksa untuk
keperluan higine dan sanitasi
Tabel 3. Parameter wajib untuk parameter kimia yang harus diperiksa untuk
keperluan higine dan sanitasi
69
Tabel 4. Parameter tambahan untuk parameter kimia terkait air untuk higine dan
sanitasi
70
masuk pada kondisi dehidrasi. Jika tidak diatasi kematian akan terjadi. Bakteri
kolera juga dapat hidup di lingkungan air payau dan perairan pesisir.
b. Tifoid
Penyakit tifoid agentnya yaitu bakteri salmonela typhi. Kuman Salmonella masuk
bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian
mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak Peyer) dan
jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose
setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi
primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak
difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut
membesar disertai nyeri pada perabaan.
c. Hepatitis A
Penyakit hepatitis A agentnya virus hepatitis A. Penyakit ini ditularkan melalui
makanan dan minuman yang terinfeksi.
d. Disentri
Penyakit disentri bisa ditularkan melalui makanan atau minuman yang
dikonsumsi yang mengandung bakteri shigela atau amoeba. Penyakit ini dapat
dikelompokkan berdasarkan dari penyebabnya. Dua jenis utama dari penyakit ini
adalah :
1) Disentri basiler atau sigelosis yang disebabkan oleh bakteri shigela
2) Disentri amoeba atau amoebiasis yang disebabkan oleh amoba (parasit bersel
satu) bernama Entamoeba histolytica. Jenis disentri ini biasanya ditemukan di
daerah tropis.
e. Poliomielitis
Penyakit poliomielitis agentnya virus poliomyelitis, dimana polyomavirus
merupakan sejenis tumor yang menyerang manusia dan hewan. Sedangkan, polio
merupakan virus yang menyerang aliran darah dan sistem saraf.
2. Waterwashed disease
Merupakan penyakit yang disebabkan higienitas air yang buruk. Adapun
penyakit yang disebabkan oleh waterwashed disease yaitu :
71
a. Diare
Penyakit diare agentnya adalah Escheria choli. Pengelolaan air minum yang tidak
baik, dengan terkontaminasinya air oleh escheria colli dn tanpa direbus sempurna
akan menyebabkan tingginya kejadian diare.
b. Skabies
Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi trhadap tungau sarcoptes scabei. Parasit ini merupakan tungau kecil
berbentuk oval. Penyakit skabies mudah menular melalui kontak langsung pada
terinfestasi misalnya handuk, selimut, air dll.
c. Trakhoma
Penyakit trachoma agentnya adalah bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini
biasanya lebih menginfeksi anak-anak karena anak-anak belum memiliki
kekebalan tubuh yang sempurna. Meskipun orang dewasa juga dapat menderita
trachoma tetapi kasusnya sangat jarang terjadi. Cara penularan jika penderita
kontak fisik dengan orang lain, melalui cairan yang dikeluarkan oleh penderita,
baik itu cairan dari hidung atau cairan yang keluar dari air mata.
d. Leptospirosis
Penyakit Leptospirosis agentnya adalah bakteri leptospira. Terdapat pada wilayah
iklim topis dan subtropis. Hewan penularannya adalah binatang pengerat
terutama tikus. Transmisi bakteri leptospira ke manusia dapat terjadi karena ada
kontak dengan air atau tanah yang tercemar urine hewan yang mengandung
leptospira. Selain itu bisa juga karena manusia mengkonsumsi makanan atau
minuman yang mengandung letospira.
3. Water-based disease
Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus kehidupannya
berhubungan dengan air, contohnya adalah skistosomiasis. Penyakit skitsomiasis
disebabkan parasit oleh cacing trematoda atau cacing darah genus
Schistosoma.Cacing ini hanya mempunyai satu macam hospes perantara yaitu keong
air. Cara infeksi pada manusia adalah serkaria yaitu perkembangan dari sporokista I
dan II menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang menganduk
serkaria.
72
4. Water-related insect vector mechanism
Penyakit yang disebabkan oleh vektor penyakit yang sebagian atau seluruh
perindukannya berada di air.
a. Filiariasis
Penyakit filariasis agentnya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori. Nyamuk pembawanya yaitu nyamuk Culex, Aedes atau Anopheles
menularkan penyakit ini. Parasit lain yang disebut Brugia malayi menyebabkan
filariasis ditularkan oleh vektor nyamuk Mansonia dan Anopheles. Yang biasa
hidup di air tawar, rawa-rawa berair payau, rawa mangrove (bakau), sawah,
selokan yang tertutup rumput, di tepian sungai, dan juga pula genangan air akibat
hujan.
b. Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
oleh nyamuk yang terinfeksi virus dengue, nyamuk tersebut menjadi vektor dari
penyakit demam berdarah dengue.
c. Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit plasmodium melalui nyamuk
Anopheles betina yang terinfeksi. Cara penularannya yaitu nyamuk Anopheles
betina yang terinfeksi menularkan melalui air liur nyamuk ke dalam darah
manusia yang digigit.
d. Yellow fever
Penyakit yellow fever disebabkan oleh flavivirus yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi virus (terutama nyamuk aedes aegypti, tetapi dapat pula
oleh spesies lain) ke inang atau host dalam hal ini adalah manusia dan primate
(monyet) yang menyebabkan kerusakan pada saluran hati, ginjal, jantung dan
sistem pencernaan.
MCK
Kriteria MCK umum yang baik
a) Jarak maksimal antara lokasi MCK umum dengan rumah penduduk yang dilayani adalah 100
meter dan merupakan daerah bebas banjir
73
b) Semua ruangan dalam satu kesatuan harus dapat menampung pelayanan pada waktu (jam-
jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk jumlah
pemakai tertentu tercantum pada tabel di bawah ini
PENGENDALIAN VEKTOR
Menurut Permenkes No. 50 tahun 2017, pengendalian adalah upaya untuk
mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan.
Sedangkan, vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau
menjadi sumber penular penyakit.
74
Strategi yang diambil untuk pengendalian vektor berupa; Pengamatan dan
Penyelidikan Bioekologi, Penentuan Status Kevektoran, Status Resistensi, dan Efikasi,
serta Pemeriksaan Sampel
a. Pengamatan dan Penyelidikan Bioekologi
Kegiatan pengamatan bioekologi dilakukan secara rutin untuk pemantauan wilayah
setempat (PWS) yang meliputi kegiatan siklus hidup, morfologi, anatomi, perilaku,
kepadatan, habitat perkembangbiakan, serta musuh alami Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit. Kegiatan penyelidikan bioekologi dilakukan apabila ditemukan kasus baru
dan/atau terjadi peningkatan kasus penyakit, situasi kejadian luar biasa (KLB)/wabah
ataupun situasi matra lainnya. Kegiatan penyelidikan bioekologi meliputi kegiatan
pengamatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, pengamatan terhadap suspek/kasus
dan upaya tindak lanjutnya.
b. Penentuan Status Kevektoran
Penentuan status kevektoran adalah kegiatan untuk mengetahui atau menentukan
apakah spesies tertentu merupakan Vektor atau bukan Vektor yang dapat berbeda pada
masing-masing wilayah. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara pembedahan maupun
pemeriksaan laboratorium, dengan tujuan untuk melihat dan menganalisis ada tidaknya agen
penyebab penyakit (virus, parasit, bakteri, dan agen lainnya) di dalam tubuh spesies tertentu
tersebut. Jika ditemukan agen penyebab penyakit pada spesies tertentu maka status
kevektorannya positif.
c. Status Resistensi
Status resistensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat kemampuan
populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit untuk bertahan hidup terhadap suatu dosis
pestisida yang dalam keadaan normal dapat membunuh spesies Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit tersebut. Definisi tersebut mengindikasikan bahwa fenomena resistensi
terjadi setelah populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit itu terpapar oleh pestisida.
Tujuan penentuan status resistensi adalah untuk menentukan resistensi Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit terhadap pestisida yang digunakan, mengidentifikasi mekanisme
resistensi yang berperan, dan memberikan pertimbangan dalam menyusun strategi
pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit di lapangan.
d. Efikasi
75
Efikasi adalah kekuatan pestisida atau daya bunuh pestisida yang digunakan untuk
pengendalian Vektor dewasa dan larva, serta Binatang Pembawa Penyakit
Vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious agent
dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan, menurut WHO (2005). Pengendalian
vektor adalah metode apa pun untuk membatasi atau mengurangi artropoda yang menularkan
patogen penyakit. Jenis pengendalian vektor yang paling umum adalah pengendalian nyamuk
melalui sejumlah strategi inti dan tambahan, di mana penyemprotan residu dalam ruangan dan
jaring insektisida tahan lama adalah yang paling banyak diterapkan. Alat kontrol vektor yang
cocok untuk komunitas harus:
a. efektif;
b. terjangkau;
c. menggunakan peralatan dan bahan yang dapat diperoleh secara lokal;
d. simple sederhana untuk dipahami dan diterapkan;
e. dapat diterima dan kompatibel dengan kebiasaan, sikap, dan kepercayaan setempat;
f. aman bagi pengguna dan lingkungan.
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan
meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,
mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit.
Pengendalian vektor dengue dapat dilakukan dengan mengurangi sumber vektor yaitu
meniadakan kontainer atau tempat penampungan air yang berpotensi sebagai tempat
menguntungkan untuk oviposisi atau perkembangan nyamuk vektor dengue. Dapat juga
dilakukan dengan sekedar menutup wadah penampung air atau dengan membunuh jentik pada
wadah tersebut menggunakan insektisida. Dengan melakukan survei terhadap sumber jentik
melalui identifikasi penampung air mana yang paling produktif terhadap perkembangan dan
meniadakan penampung air produktif ini bisa sama efektifnya dengan meniadakan semua wadah
yang berpotensi.
Perlindungan diri dari DBD dapat dilakukan dengan menggunakan repellent, menggunakan
pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa
mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak dengan
nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk.
76
Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize
mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu. Pada 10 tahun terakhir
dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan
tirai berinsektisida yang mampu melindungi gigitan nyamuk.
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan habitat vektor nyamuk sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Kegiatan
yang dilakukan antara lain Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan tempat sampah,
dan modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
1. Pengendalian secara biologis
Dilakukan dengan menggunakan ikan larvivorus seperti Gambusia sangat disarankan. Hal
ini berperan sebagai pengendalian secara Biologis dengan pemanfaatan agent biologi untuk
pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis lain yang mampu mengendalikan
populasi larva vektor DB/DBD adalah ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).
Pengendalian secara biologis juga dapat dilakukan dengan menanam tanaman hidup
pengusir nyamuk. Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang berfungsi
menghalau nyamuk. Tanaman diletakkan di sudut-sudut ruangan rumah sebagai media
pengusir nyamuk. Jumlah tanaman menyesuaikan luas ruangan. Untuk penempatan di luar
ruangan atau di pekerangan sebaiknya diletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara
lainnya, agar aroma tanaman ke dalam ruangan oleh dorongan angin. Tanaman-tanaman
yang dapat ditanam berupa selasih (Ocimum spp), Suren (Toona sureni, Merr), zodia (Evodia
suaveolens, Scheff), geranium (Geranium homeanum, Turez), lavender (Lavandula latifolia,
Chaix), akarwangi, tembelekan, tahi kotok/bunga tahi ayam, dan sereh wangi.
2. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian DBD
di masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor DBD bisa menguntungkan
sekaligus merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat
waktu, dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Cara pengendalian ini antara lain
dengan pengasapan/fogging dan pemberian bubuk abate pada tempat-tempat penampungan
air
77
Hingga saat ini, DBD belum ada obat, dan vaksin masih dalam penelitian. Upaya
penyembuhan penderita menekankan kegiatan untuk memutuskan rantai penularan penyakit
DBD melalui vektor, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albipictus. Berbagai metode
pengendalian vektor yang tepat diterapkan adalah:
a) Cara kimia; cara ini lebih disebut sebagai pengendalian menggunakan pestisida yang
banyak di gunakan yaitu berupa malathion dan abate. Penggunaan malathion ditujukan
untuk membunuh nyamuk dewasa, sedangkan abate ditujukan untuk membunuh
jentik/larva.
b) Cara biologis; pengendalian vektor secara biologis dapat dilakukan dengan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan atau hewan predator.
c) PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk); kegiatan PSN dilakukan oleh masyarakat sendiri di
lingkungannya masing-masing dengan 3M plus.
d) Penyuluhan, penyuluhan kepada masyarakat tentang PSN-DBD yang rawan penyakit
dilakukan secara kelompok seperti pada pertemuan kader dan pertemuan musyawarah
desa. Metode pengendalian yang paling aman, mudah, murah dan dapat dilakukan
masyarakat itu sendiri adalah dengan pemantauan jentik rutin dan PSN, karena kegiatan
atau gerakan PSN lebih ekonomis, aman dan efektif untuk menekan populasi serangga
vektor.
Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien sampai saat ini adalah kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus. Singkatan dari 3M, antara lain:
1) Menguras/membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak
mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain
2) Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain
sebagainya; dan
3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi
tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti
1) Menaburkan bubuk larvasida (lebih dikenal dengan abate) pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan;
78
2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3) Menggunakan kelambu saat tidur;
4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5) Menanam tanaman pengusir nyamuk,
6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat
istirahat nyamuk, dan lain-lain.
PUSKESMAS
Definisi
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. (PMK No. 43 Tahun 2019).
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di
wilayah kerjanya. Pelayanan Kesehatan Puskesmas yang selanjutnya disebut dengan Pelayanan
Kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada masyarakat, mencakup
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, dan pelaporan yang dituangkan dalam suatu
sistem.
79
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan wilayah kerja Puskesmas yang sehat, dengan masyarakat yang:
1) Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
2) Mampu menjangkau Pelayanan Kesehatan bermutu
3) Hidup dalam lingkungan sehat
4) Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas dalam rangka mewujudkan kecamatan
sehat. Kecamatan sehat) dilaksanakan untuk mencapai kabupaten/kota sehat.
80
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP
lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.
Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan,
Puskesmas mengintegrasikan program yang dilaksanakannya dengan pendekatan keluarga.
Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara Puskesmas mengintegrasikan program untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Fungsi Puskesmas
Dalam melaksanakan tugas, Puskesmas memiliki fungsi:
1) Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah
kerjanya
UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
2) Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah
kerjanya
UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
3) Sebagai wahana pendidikan bidang kesehatan, wahana program internsip, dan/atau sebagai
jejaring rumah sakit pendidikan
Wewenang Puskesmas
Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya,
Puskesmas berwenang untuk:
1) Menyusun perencanaan kegiatan berdasarkan hasil analisis masalah kesehatan masyarakat
81
dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan
2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
3) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam
bidang kesehatan
4) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan
pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama dengan pimpinan wilayah
dan sektor lain terkait
5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap institusi, jaringan pelayanan Puskesmas dan
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat;
6) Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas
7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
8) Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada keluarga, kelompok, dan
masyarakat dengan mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, dan
spiritual
9) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan
Pelayanan Kesehatan
10) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat kepada dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota, melaksanakan sistem kewaspadaan dini, dan respon
penanggulangan penyakit
11) Melaksanakan kegiatan pendekatan keluarga
12) Melakukan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama dan rumah
sakit di wilayah kerjanya, melalui pengoordinasian sumber daya kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas
Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas
berwenang untuk:
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan,
bermutu, dan holistik yang mengintegrasikan faktor biologis, psikologi, sosial, dan budaya
dengan membina hubungan dokter - pasien yang erat dan setara
2) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif
82
3) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berpusat pada individu, berfokus pada
keluarga, dan berorientasi pada kelompok dan masyarakat
4) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan kesehatan, keamanan,
keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan lingkungan kerja
5) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan
antar profesi
6) Melaksanakan penyelenggaraan rekam medis
7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan
8) Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas
9) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan
10) Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di wilayah
kerjanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan Puskesmas
1) Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.
2) Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu)
Puskesmas.
3) Kondisi tertentu ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah
penduduk, dan aksesibilitas.
4) Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, ketenagaan,
kefarmasian, dan laboratorium klinik.
Kategori Puskesmas
Berdasarkan karakteristik wilayah (ditetapkan bupati/ wali kota)
1) Puskesmas kawasan perkotaan
Memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan berikut:
a) Aktivitas > 50% penduduknya sektor non agraris, terutama industri, perdagangan, dan
jasa
b) Memiliki fasilitas perkotaan :sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2 km, memiliki RS
83
/hotel radius < 5 km
c) > 90% rumah tangga memiliki listrik; dan/atau
d) Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan
84
dan pelayanan gawat darurat. Puskesmas nonrawat inap dapat menyelenggarakan rawat
inap pada pelayanan persalinan normal.
85
Keterangan:
Standar ketenagaan sebagaimana tersebut di atas:
1. Merupakan kondisi minimal yang diharapkan agar Puskesmas dapat terselenggara dengan
baik
2. Belum termasuk tenaga di Puskesmas Pembantu dan tempat praktik bidan desa
3. Jumlah dan jenis kebutuhan ideal tenaga di Puskesmas ditetapkan berdasarkan hasil
perhitungan analisis beban kerja
Badan Organisasi
86
87
SMD DAN MMD
Survei Mawas Diri (SMD)
Pengertian Survei Mawas Diri (SMD)
Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan dan pengkajian
masyarakat kesehatan yang dilakukan oleh kader dan tokok masyarakat setempat dibawah
bimbingan kepala Desa/Kelurahan dan petugas kesehatan (petugas Puskesmas, Bidan di Desa)
(Depkes,2007).
Survei Mawas Diri adalah pengenalan, pengumpulan, pengkajian masalah kesehatan
pekerja untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pekerja mengenai kesehatan kerja.
88
Pentingnya pelaksanaan Survei Mawas Diri (SMD)
1. Agar masyarakat menjadi sadar akan adanya masalah, karena mereka sendiri
yang melakukan pengumpulan fakta & data,
2. Untuk mengetahui besarnya masalah yang ada dilingkungannya sendiri,
3. Untuk menggali sumber daya yang ada / dimiliki desa
4. Hasil SMD dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun pemecahan masalah
yang dihadapi.
89
3. Pengolahan Data
Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah ditunjuk mengolah data SMD
dengan bimbingan petugas Puskesmas dan bidan di desa, sehingga dapat diperoleh
perumusan masalah kesehatan untuk selanjutnya merumuskan prioritas masalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku di desa/kelurahan yang bersangkutan.
90
c. Tindak lanjut
1) Meninjau kembali pelaksanaan SMD,
2) Merangkum, mengolah & menganalisis data yang telah dikumpulkan
3) Menyusun laporan SMD, sebagai bahan untuk MMD
d. Pengolahan data
Setelah data diolah, sebaiknya disepakati:
1) Masalah yang dirasakan oleh masyarakat.
2) Prioritas masalah
3) Kesediaan masyarakat untuk ikut berperan serta aktif dalam pemecahan masalah
91
Peserta Musyawarah Masyarkat Desa (MMD)
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa,
petugas Puskesmas dan sektor terkait di tingkat kecamatan (Seksi-seksi pemerintahan dan
pembangunan, BKKBN, Pertanian, Agama dan lain-lain).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut:
a. Musyawarah Masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa, petugas
puskesmas, dan sektor terkait di kecamatan, (seksi pemerintahan dan pembangunan,
BKKBN, pertanian, agama, dan lain-lain).
b. Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan di balai desa atau tempat pertemuan lainnya
yang ada di desa.
c. Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan segera setelah SMD dilakukan.
92
d. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan masalah dan
hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas kesehatan di desa atau
perawat komunitas.
e. Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin oleh kepala
desa.
f. Penutup.
SURVEILLANCE
Surveilans Epidemiologi
Definisi
Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering dipahami hanya sebagai
kegiatan pengumpulan data dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan
makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagi bagian yang sangat penting dari
proses kegiatan surveilans epidemiologi. Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu
perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis
atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis
secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalahmasalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-
masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan.
93
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans
epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium,
sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan,
meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi dan
Pusat.
94
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit
menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program
penyehatan lingkungnan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan Merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program- program kesehatan
tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra Merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
Tujuan
Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat
secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota menuju Indonesia sehat.
95
Strategi
1. Advokasi dan dukungan perundang-undangan
2. Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan program
secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota, termasuk penyelenggaraan sistem
kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan bencana
3. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi
4. Peningkatan profesionalisme tenaga epidemiologi
5. Pengembangan tim epidemiologi yang handal
6. Penguatan jejaring survailans epidemiologi
7. Peningkatan surveilans epidemiologi setiap tenaga kesehatan
8. Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi
dan interaktif
96
a. Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan satu cara atau
kombinasi dari beberapa cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi. Cara-cara
penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi berdasarkan atas metode
pelaksanaan, aktifitas pengumpulan data dan pola pelaksanaannya.
Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan
i. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko
kesehatan
ii. Surveilans Epidemiologi Khusus, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor risiko atau situasi
khusus kesehatan
iii. Surveilans Sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah
kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
iv. Studi Epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui
lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau
faktor risiko kesehatan
b. Penyelenggaraan Berdasarkan Aktifitas Pengumpulan Data
1. Surveilans Aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi,
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
2. Surveilans Pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana unit
surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
c. Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan
1. Pola Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana
2. Pola Selain Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk keadaan diluar KLB dan atau wabah dan atau
bencana
97
d. Penyelenggaraan Berdasarkan Kualitas Pemeriksaan
1. Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans dimana
data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak menggunakan peralatan
pendukung pemeriksaan.
2. Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan surveilans
dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan laboratorium atau peralatan
pendukung pemeriksaan lainnya
Fungsi Surveilans
Pada dasarnya data yang dihasilkan dalam suatu sistem surveilans, digunakan untuk:
1. Mengetahui gambaran kesehatan suatu populasi masyarakat
2. Mengambil kebijakan yang dapat diterapkan dalam populasi tersebut, baik
98
mengenai pola perilaku maupun pencegahan suatu penyakit.
3. Monitor dan evaluasi program kesehatan yang dijalankan di masyarakat
4. Melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan data surveilans
5. Identifikasi masalah yang ada di populasi
Indikator
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1116/Menkes/SK/VII/2003 tentang surveilans
epidemiologi, indikator kerja surveilans meliputi:
1. Kelengkapan laporan bulanan STP unit pelayanan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sebesar 90%;
2. Ketepatan laporan bulanan STP Unit Pelayanan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sebesar 80%;
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mencapai indikator epidemiologi STP sebesar 80%;
4. Kelengkapan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Propinsi sebesar 100%;
5. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Propinsi sebesar 90%;
6. Kelengkapan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM&PL Depkes
sebesar 100%;
7. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM&PL Depkes
sebesar 90%;
8. Distribusi data dan informasi bulanan Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional sebesar
100%;
9. Umpan balik laporan bulanan Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional sebesar 100%;
10. Penerbitan buletin epidemiologi di Kabupaten/Kota adalah 4 kali setahun;
11. Penerbitan buletin epidemiologi di Propinsi dan Nasional adalah sebesar 12 kali setahun;
12. Penerbitan profil tahunan atau buku data surveilans epidemiologi Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Nasional adalah satu kali setahun. 11. Sasaran Penyelenggaraan
Sasaran Penyelenggaraan
99
Sasaran penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan meliputi masalah-
masalah yang berkaitan dengan program kesehatan yang ditetapkan berdasarkan prioritas
nasional, bilateral, regional dan global, penyakit potensial wabah, bencana dan komitmen lintas
sektor serta sasaran spesifik lokal atau daerah.
Secara rinci sasaran penyelenggaran sistem surveilans epidemiologi kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit menular adalah:
i. Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
ii. Surveilans AFP
iii. Surveilans penyakit potensial wabah atau kejadian luar biasa penyakit menular dan
keracunan
iv. Surveilans penyakit demam berdarah dan demam berdarah dengue
v. Surveilans malaria
vi. Surveilans penyakit-penyakit zoonosis, antraks, rabies, leptospirosis dan sebagainya
vii. Surveilans penyakit filariasis
viii. Surveilans penyakit tuberculosis
ix. Surveilans penyakit diare, tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya
b. Surveilans Epidemiologi Tidak Penyakit Menular
c. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
d. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan
perilaku adalah:
i. Surveilans sarana air bersih
ii. Surveilans tempat-tempat umum
iii. Surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan
iv. Surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya
v. Surveilans vektor penyakit
vi. Surveilans kesehatan dan keselamatan kerja
vii. Surveilans rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, termasuk infeksi
nosocomial
100
e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Komponen Sistem
Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan
lainnya sebagaimana tersebut diatas terdiri dari beberapa komponen yang menyusun bangunan
sistem surveilans yang terdiri atas komponen sebagai berikut:
a. Tujuan yang jelas dan dapat diukur
b. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja surveilans epidemiologi
dengan dukungan tenaga profesional
c. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumber dan caracara
memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara melakukan analisis, sasaran
penyebaran atau pemanfaatan data dan informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja
surveilans epidemiologi
d. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran
e. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi
f. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama dalam
pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan peningkatan
kemampuan surveilans epidemiologi.
g. Indikator kinerja Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dilaksanakan melalui
jejaring surveilans epidemiologi antara unit-unit surveilans dengan sumber data, antara
unit-unit surveilans epidemiologi dengan pusat-pusat penelitian dan kajian, program
intervensi kesehatan dan unit-unit surveilans lainnya.
101
Kesehatan Kabupaten/Kota. Jejaring surveilans epidemiologi juga terdapat antara Pusat,
Propinsi dan Kabupaten/Kota serta mitra nasional dan internasional.
102
yang dimaksud meliput pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program
dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut.
Tujuan
1. Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah
kerja.
2. Tujuan Khusus :
a. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
b. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan)
dan terus menerus.
c. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
d. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang ditetapkan.
e. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif
berdasarkan besarnya kesenjangan.
f. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang
potensial untuk digunakan.
g. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber
daya.
h. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
KIA.
103
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas
kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan
secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar
Indikator Pemantauan
1. Akses Pelayanan Antenatal (cakupan K1)
Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan
untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam
menggerakkan masyarakat.
2. Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4)
Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali
pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
3. Cakupan Persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)
Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga
kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan
persalinan sesuai standar.
104
4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)
Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin
sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam s/d hari ke-3 (KF1), hari
ke-4 s/d hari ke-28 (KF2) dan hari ke-29 s/d hari ke-42 (KF3) setelah bersalin di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
5. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN 1)
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 - 48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal
6. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari (KN Lengkap).
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit tiga kali
dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada hari ke 3 hari ke 7 dan 1 kali pada
hari ke 8 hari, ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal
7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat
Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader
atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas
itu sendiri.
8. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK)
Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif adalah
penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus
komplikasi kebidanan.
9. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus
Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga
kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap
kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus
komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup
105
atau mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam
menangani kasus kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai
dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
10. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi 29 hari 12 bulan (Kunjungan Bayi)
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali
pada umur 29 hari 2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, dan satu kali pada umur 6-8 bulan
dan 1 kali pada umur 9-11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas
pelayanan kesehatan bayi
11. Cakupan Pelayanan Anak Balita (12 59 bulan).
Adalah cakupan anak balita (12 59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar,
meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal
2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun
12. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12 59 bulan) yang berobat ke Puskesmas dan
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
13. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif menggunakan alat dan
obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan
lama yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda,
menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.
106
pelayanan kesehatan pada umur 6 48 jam, neonatus yang mendapatkan pelayanan
kesehatan lengkap (KN lengkap), ibu hamil, bersalin dan nifas dengan faktor
risiko/komplikasi yang dideteksi oleh masyarakat, kasus komplikasi obstetri yang
ditangani, neonatus dengan komplikasi yang ditangani, bayi 29 hari 12 bulan yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 4 kali, anak balita (12 59 bulan) yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 8 kali, anak balita sakit yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, peserta KB aktf.
b. Sumber Data
Pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah kerja berasal dari register kohort ibu, bayi,
anak, peserta KB
2. Pencatatan Data
a. Data Sasaran
Data sasaran diperoleh bidan di desa/kelurahan dari para kader dan dukun bayi yang
melakukan pendataan ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita
dimana sasaran tersebut diberikan buku KIA dan bagi ibu hamil dipasang stiker P4K di
depan rumahnya. Selain itu data sasaran juga dapat diperoleh dengan mengumpulkan data
sasaran yang berasal dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah
kerjanya.
b. Data Pelayanan
Bidan di desa/kelurahan mencatat semua detail pelayanan KIA di dalam kartu ibu, kohort
Ibu, kartu bayi, kohort bayi, kohort anak, balita, kohort KB, dan buku KIA.
107
3. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan dijadikan
sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas menerima laporan
bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi laporan dan informasi kemajuan
pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA.
Langkah pengolahan data adalah :
a. Pembersihan data: melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang tersedia.
b. Validasi: melihat kebenaran dan ketepatan data.
c. Pengelompokan: sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk:
a. Narasi: dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah kerja, misalnya
dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi terkait.
b. Tabulasi: dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran.
c. Grafik: dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan antar waktu, antar
tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam bentuk grafik.
d. Peta: dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan gambaran geografis.
108
4. Pembuatan Grafik PWS KIA
PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga
menggambarkan pencapaian tiap desa/kelurahan dalam tiap bulan. Langkah-langkah pokok
dalam pembuatan grafik PWS KIA:
a. Penyiapan Data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari catatan
kartu ibu, buku KIA, register kohort ibu, kartu bayi, kohort bayi serta kohort anak balita
per desa/kelurahan, catatan posyandu, laporan dari perawat/bidan/dokter praktik swasta,
rumah sakit bersalin dan sebagainya.
i. Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data cakupan per
desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
ii. Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data cakupan per bulan
iii. Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi
misalnya : K1, K4 dan Pn
b. Penggambaran Grafik
i. Menentukan target rata rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal
(sumbu Y).
ii. Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan per desa/kelurahan sampai dengan
bulan ini dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat.
Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan
pencapaian untuk puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir
iii. Nama desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur desa/kelurahan (sumbu X),
sesuai dengan cakupan kumulatif masing-masing desa/kelurahan yang dituliskan pada
butir b diatas.
iv. Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa/kelurahan
dimasukkan ke dalam lajur masing-masing.
v. Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila pencapaian cakupan
bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak panah yang menunjuk ke
atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu,
digambarkan anak panah yang menunjukkan kebawah, sedangkan untuk cakupan
yang tetap / sama gambarkan dengan tanda (-).
109
Analisis, Penelusuran Data Kohort dan Rencana Tindak Lanjut
1. Analisis
a. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap target dan
kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui
desa/kelurahan mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus
dilakukan.
Contoh analisis sederhana : Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada
pemantauan bulan Juni 2008 dapat digambarkan dalam matriks seperti dibawah ini.
Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa/kelurahan,
yaitu:
i. Status baik
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan ini,
dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
ii. Status kurang
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target bulan ini, namun mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan
bulan lalu.
iii. Status cukup
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan ini, namun mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan
bulan lalu.
iv. Status jelek
110
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan ini, dan mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan bulan lalu.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variabel tertentu dengan variabel
terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel yang dimaksud.
2. Penelusuran Data Kohort
v. Mengidentifikasi kasus/masalah secara individu selama masa hamil, bersalin, masa
nifas, neonatus, bayi dan balita
vi. Membangun perencanaan berdasarkan masalah yang spesifik
3. Rencana Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah
Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
111
a. Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan
KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara
lain perbaikan mutu pelayanan.
b. Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu prioritas
intervensi sesuai dengan permasalahan.
c. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan
dalam pertemuan minilokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan
kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
d. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan mobilisasi
sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan dan/atau
rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
Diagram di bawah ini menunjukkan alur pengolahan, analisis dan pemanfaatan PWS
KIA.
Alur pengolahan data, analisis dan pemanfaatan data PWS KIA di tingkat Puskesmas
Umpan Balik :
112
a. Umpan Balik dari Puskesmas : 1 bulan sekali
b. Umpan Balik dari Kabupaten/Kota : 1 bulan sekali
c. Umpan Balik dari Propinsi : 3 - 6 bulan sekali
d. Umpan Balik dari Pusat : 6 - 12 bulan sekali.
113
• Camat
• Kepala Desa
• Dewan Kelurahan
• LKMD
• PKK
• Koramil
• Polsek
c. Memfasilitasi Bidan di Desa :
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke lapangan
atau pertemuan di Desa. Petugas Puskesmas memfasilitasi Bidan di Desa dan lintas sector
terkait.
Materi fasilitasi :
o Pedoman PWS KIA
o Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar
o Kebijaksanaan Program KIA
o Perencanaan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
d. Implementasi PWS KIA Puskesmas.
Puskesmas melaksanakan kegiatan PWS KIA melalui pengumpulan, pengolahan,
analisis, penelusuran dan pemanfaatan data PWS KIA sesuai dengan yang diterangkan pada
pembahasan sebelumnya. Termasuk dalam implementasi PWS KIA di Puskesmas adalah
pemanfaatan PWS KIA dalam Lokakarya Mini, Pertemuan Bulanan Kecamatan dan
Musrenbangcam.
e. Tindak lanjut :
Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil implementasi PWS KIA di tingkat
puskesmas .
4. Pelaksanaan PWS KIA di Tingkat Desa
Langkah langkah urutan pelaksanaan meliputi :
a. Implementasi PWS KIA oleh Bidan di Desa
Bidan Di Desa melaksanakan kegiatan PWS KIA melalui pengumpulan, pengolahan,
analisis, penelusuran dan pemanfaatan data PWS KIA sesuai dengan yang diterangkan pada
pembahasan sebelumnya. Termasuk dalam implementasi PWS KIA di Tingkat Desa adalah
114
pemanfaatan PWS KIA untuk dibahas dalam Lokakarya Mini Puskesmas, Pertemuan Bulanan
Desa dan Musrenbangdes.
b. Tindak lanjut :
Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil hasil pembahasan implementasi PWS
KIA di tingkat puskesmas dan desa.
Tujuan PHBS
Tujuan utama dari gerakan PHBS adalah meningkatkan kualitas kesehatan
melalui proses penyadartahuan yang menjadi awal dari kontribusi individu–individu
dalam menjalani perilaku kehidupan sehari – hari yang bersih dan sehat.
Manfaat PHBS
Manfaat PHBS yang paling utama adalah terciptanya masyarakat yang sadar
kesehatan dan memiliki bekal pengetahuan dan kesadaran untuk menjalani perilaku hidup
yang menjaga kebersihan dan memenuhi standar kesehatan.
Hakikat Perilaku
Perilaku individu berkaitan dengan faktor-faktor pengetahuan dan sikap individu.
Perilaku juga menyangkut dimensi kultural berupa system nilai dan norma. Sistem nilai
115
adalah acuan tentang hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap buruk.
Sedangkan norma adalah aturan tertulis yang disebut norma hukum. Selain itu, perilaku
juga berkaitan dengan dimensi ekonomi dan hal-hal lain yang merupakan pendukung
perilaku, yang disebut dengan faktor-faktor predisposisi (predisposing factors).
Tatanan PHBS
PHBS mencakup semua perilaku yang harus dipraktikkan di bidang pencegahan dan
penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut harus
dipraktikkan dimanapun seseorang berada baik dirumah tangga, di institusi pendidikan, di
tempat keja, di tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dijumpai. Tatanan PHBS melibatkan beberapa elemen yang merupakan
bagian dari tempat beraktivitas dalam kehidupan sehari–hari. Berikut ini 5 tatanan PBHS
yang dapat menjadi simpul–simpul untuk memulai proses penyadartahuan
tentang perilaku hidup bersih sehat, yaitu PHBS di Rumah tangga, PHBS di Institusi
Pendidikan, PHBS di Tempat kerja, PHBS di Sarana kesehatan, dan PHBS di Tempat
umum.
1) Tatanan PHBS di Rumah Tangga
Tujuan PHBS di Rumah Tangga: Memberdayakan anggota sebuah rumah tangga untuk
tahu, mau dan mampu menjalankan perilaku kehidupan yang bersih dan sehat serta
memiliki peran yang aktif pada gerakan di tingkat masyarakat. Tujuan utama dari
tatanan PHBS di tingkat rumah tangga adalah tercapainya rumah tangga yang sehat.
Sepuluh Indikator PHBS di Rumah Tangga:
a) Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
Persalinan yang mendapat pertolongan dari pihak tenaga kesehatan baik itu dokter,
bidan ataupun paramedis memiliki standar dalam penggunaan peralatan yang bersih,
steril dan juga aman. Langkah tersebut dapat mencegah infeksi dan bahaya lain yang
beresiko bagi keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan.
b) Pemberian ASI eksklusif
116
Kesadaran mengenai pentingnya ASI bagi anak di usia 0 hingga 6 bulan menjadi
bagian penting dari indikator keberhasilan praktek perilaku hidup bersih dan sehat
pada tingkat rumah tangga.
c) Menimbang bayi dan balita secara berkala
Praktik tersebut dapat memudahkan pemantauan pertumbuhan bayi. Penimbangan
dapat dilakukan di Posyandu sejak bayi berusia 1 bulan hingga 5 tahun. Posyandu
dapat menjadi tempat memantau pertumbuhan anak dan menyediakan kelengkapan
imunisasi. Penimbangan secara teratur juga dapat memudahkan deteksi dini kasus
gizi buruk.
d) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
Praktik ini merupakan langkah yang berkaitan dengan kebersihan diri sekaligus
langkah pencegahan penularan berbagai jenis penyakit berkat tangan yang bersih dan
bebas dari kuman.
e) Menggunakan air bersih
Air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk menjalani hidup sehat.
f) Menggunakan jamban sehat
Jamban merupakan infrastruktur sanitasi penting yang berkaitan dengan unit
pembuangan kotoran dan air untuk keperluan pembersihan.
g) Memberantas jentik nyamuk
Nyamuk merupakan vektor berbagai jenis penyakit dan memutus siklus hidup
makhluk tersebut menjadi bagian penting dalam pencegahan berbagai penyakit.
h) Konsumsi buah dan sayur
Buah dan sayur dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral serta serat yang
dibutuhkan tubuh untuk tumbuh optimal dan sehat.
i) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan olahraga ataupun aktivitas bekerja yang
melibatkan gerakan dan keluarnya tenaga.
j) Tidak merokok di dalam rumah
Perokok aktif dapat menjadi sumber berbagai penyakit dan masalah kesehatan bagi
perokok pasif. Berhenti merokok atau setidaknya tidak merokok di dalam rumah
dapat menghindarkan keluarga dari berbagai masalah kesehatan.
117
2) Tatanan PHBS di Institusi Pendidikan/Sekolah
PHBS di sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik,
guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan
kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan
PHBS ini dapat dilakukan melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah.
Indikator PHBS di institusi pendidikan:
a) Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun
Sebab air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit, bila digunakan maka kuman dan bakteri berpindah ke tangan.
b) Mengkonsumsi jajanan di warung /kantin sekolah
Jajan sembarangan tidak aman karena kita tidak tahu apakah bahan tambahan
makanan (BTM) yang digunakan seperti zat pewarna, pengawet, pemanis dan bumbu
penyedapnya aman untuk kesehatan atau tidak.
c) Menggunakan sampah pada tempatnya
Sampah akan menjadi tempat berkembang biak serangga dan tikus, menjadi sumber
polusi dan pencemaran terhadap tanah, air dan udara.Sampah menjadi media
perkembangan kuman-kuman penyakit yang dapat membahayakan kesehatan.
d) Olahraga yang teratur dan terukur
Manfaat olah raga yang teratur antara lain berat badan terkendali, otot lebih lentur
dan tulang lebih kuat, bentuk tubuh lebih ideal dan proporsional, daya tahan tubuh
terhadap penyakit lebih baik dan menghindarkan diri dari penyakit jantung,
osteoporosis, diabetes, stroke dan hipertensi.
e) Memberantas jentik nyamuk
Untuk memutuskan mata rantai siklus hidup nyamuk, sehingga nyamuk tidak
berkembang di lingkungan sekolah. Perlu dilakukan kegiatan 3M yaitu, menguras
tempat-tempat penampungan air seminggu sekali seperti vas bunga, menutup tempat-
tempat penampungan air dengan rapat dan mengubur barang bekas yang dapat
menampung air hujan.
f) Tidak merokok
118
Karena banyak sekali efek negatif yang ditimbulkan oleh rokok, antara lain
terjangkit penyakit kanker paru-paru, kanker mulut, penyakit jantung, batuk kronis,
kelainan kehamilan, katarak, kerusakan gigi, dan efek ketagihan serta
ketergantungan terhadap rokok.
g) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan
Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan badan serta status gizi. Agar
pertumbuhan anak dapat berkembang secara optimal.
h) Menggunakan jamban
Untuk menjaga agar lingkungan selalu bersih, sehat dan tidak berbau. Supaya tidak
mencemari sumber air dilingkungan sekitar.
119
i) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.
120
pasien, masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mampu, dan mampu
mempraktikkan hidup perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
mewujudkan intitusi kesehatan ber-PHBS.
Indikator PHBS di fasilitas kesehatan antara lain :
a) Menggunakan air bersih
b) Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
c) Membuang sampah pada tempatnya
d) Tidak merokok
e) Tidak meludah sembarangan
f) Memberantas jentik nyamuk
Sasaran PHBS
Tiga kelompok besar sasaran pembinaan PHBS dapat ditemui di setiap tatanan,
yaitu sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier.
1) Sasaran primer: sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat, kelompok-
kelompok dalam masyarakat dan masyarakan secara keseluruhan, yang diharapkan untuk
mempraktikkan PHBS.
2) Sasaran sekunder: individu yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam
pengambilan keputusannya untuk mempraktikkan PHBS. Termasuk disini adalah para
pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat yang umumnya menjadi panutan sasaran
primer.
3) Sasaran tersier: individu yang berada dalam posisi pengambilan keputusan formal,
sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa kebijakan/pengaturan dan atau
sumber daya dalam proses pembinaan PHBS terhadap sasaran primer. Mereka juga sering
disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisi menentukan
dalam struktur formal di masyarakatnya (penentu kebijakan)
Tabel 1. Sasaran PHBS menurut Tatanan
Sasaran Keluarga Institusi Tempat kerja Tempat umum Institusi
pendidikan kesehatan
Primer Individu Individu Seluruh aspek Pengurus Individu yang
yang yang yang ada maupun bermasalah
121
bermasalah bermasalah dalam suatu pengunjung dalam institusi
perusahaan yang kesehatan
yang bermasalah
bermasalah
122
advokasi adalah strategi pokok dalam rangka mengembangkan kebijakan berwawasan kesehatan,
menciptakan lingkungan fisik yang mendukung dan menata kembali arah pelayanan kesehatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan. Dengan melaksanakan strategi
pokok tersebut secara benar dan terkoordinasi diharapkan akan tercipta PHBS yang berupa
kemampuan masyarakat berperilaku mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan.
123
Promosi kesehatan dilaksanaan sesuai dengan peluang-peluang yang ada, yaitu peluang-
peluang di dalam gedung Puskesmas dan peluang-peluang di luar gedung Puskesmas
(keterlibatan dinas kesehatan kabupaten/kota)
Petugas Puskesmas harus mendapat pendampingan oleh fasilitator dari dinas kesehatan
kabupaten/kota agar mampu melaksanakan: Pengenalan Kondisi Puskesmas, Identifikasi
Masalah Kesehatan dan PHBS di Puskesmas, Musyawarah Kerja, Perencanaan
Partisipatif, Pelaksanaan Kegiatan dan Pembinaan Kelestarian.
Pengenalan Kondisi Puskesmas: untuk memperoleh data dan informasi tentang PHBS
di Puskesmas tersebut, sebagai data dasar.
Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS: mengidentifikasi masalah-masalah
kesehatan yang saat ini diderita oleh pasien/pengunjung dan masalah-masalah
kesehatan yang mungkin akan terjadi (potensial terjadi) jika tidak diambil tindakan
pencegahan. Masalah-masalah kesehatan yang sudah diidentifikasi kemudian
diurutkan berdasarkan prioritas untuk penanganannya.
Survai Mawas Diri: hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah
kesehatan, baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku akan diidentifikasi
dan dibahas.
Musyawarah Desa/Kelurahan: diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survei Mawas
Diri, sehingga masih menjadi tugas fasilitator dan petugas Puskesmas untuk
mengawalnya.
Perencanaan Partisipatif
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan, Forum Desa
mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensif guna menyusun rencana
pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam
Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan.
Pelaksanaan Kegiatan
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan, petugas
Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa merekrut atau memanggil kembali
kader-kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga untuk mengupayakan sedikit dana
(dana desa/kelurahan atau swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihan kader
kesehatan. Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh fasilitator dan petugas
124
Puskesmas dapat dilaksanakan. Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak
memerlukan biaya operasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat dilaksanakan.
Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukan jika sudah
tersedia dana, apakah itu dana dari swadaya masyarakat, dari donatur (misalnya
pengusaha), atau dari pemerintah, termasuk dari desa /kelurahan.
Pemberdayaan
Pemberdayaan individu dilaksanakan dalam berbagai kesempatan, khususnya pada
saat individuindividu anggota rumah tangga berkunjung dan memanfaatkan upaya-
upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Poskesdes, dan
lain-lain, melalui pemberian informasi dan konsultasi. Dalam kesempatan ini, para
kader (dan juga petugas kesehatan) yang bekerja di UKBM harus berupaya
meyakinkan individu tersebut akan pentingnya mempraktikkan PHBS berkaitan
dengan masalah kesehatan yang sedang dan atau potensial dihadapinya.
125
Dalam keterbatasan sumber daya manusia kesehatan, sehingga belum dimungkinkan
adanya petugas khusus promosi kesehatan di setiap Puskesmas, maka di dinas kesehatan
kabupaten/kota harus tersedia tenaga khusus promosi kesehatan. Tenaga ini berupa
pegawai negeri sipil dinas kesehatan kabupaten/kota yang ditugasi untuk melaksanakan
promosi kesehatan. Petugas ini bertanggung jawab membantu pelaksanaan promosi
kesehatan di Puskesmas.
Epidemiologi
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan pen-ingkatan
ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi
pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wila-yah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia.
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik
bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak 90% di
antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu
terjadi KLB di be-berapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan
jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-
tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang
dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009
sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.
126
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15
tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita
pada kelompok umur 15 -44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok
umur >45 tahun sangat rendah.
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian kasus demam berdarah dengue
secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga yaitu faktor vektor, pejamu, dan
lingkungan. Faktor vektor mencakup bionomik serta kepadatan vektor nyamuk. Riwayat
demam berdarah dengue di keluarga atau lingkungan sekitar, status imun, mobilitas, serta
riwayat paparan nyamuk termasuk ke dalam faktor pejamu yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya demam berdarah dengue. Faktor lingkungan antara lain jarak antar
rumah atau kepadatan penduduk, curah hujan, suhu, dan sanitasi. Kemiskinan dapat pula
digolongkan ke dalam faktor risiko berhubungan dengan penyediaan rumah yang layak
dan sehat, pasokan air minum, dan pembuangan sampah.
Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus dari genus Flavivirus merupakan virus yang
tersusun atas asam ribonukleat rantai tungga dengan berat molekul 4x106 dan diameter
30 nm. Virus dengue memiliki 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat serotipe virus ini dapat ditemukan di Indonesia dengan virus DEN-3 merupakan
yang terbanya. Seluruh serotipe yang dimiliki oleh virus dengue memiliki antigen yang
sama. Meskipun demikian, kekebalan terhadap salah satu serotipe tidak dapat
memberikan kekebalan yang sama terhadap infeksi virus dengue dari serotipe yang
berbeda, bahkan infeksi kedua dari virus dengue dengan serotipe yang berbeda pada
seseorang yang telah memiliki kekebalan terhadap virus dengue dengan serotipe tertentu
dapat mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis yang berat.
Edukasi
1. Memberi informasi tentang DBD dan cara penularannya
127
2. Memberi informasi tentang manifestasi klinis DBD
3. Memberi informasi tentang faktor resiko DBD
4. Memberi informasi tentang gerakan 3 M
2. Specific protection
a. Abatisasi
b. Fogging focus
c. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
d. Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
e. Pencegahan gigitan nyamuk.
f. Pengendalian vektor.
128
dilakukan dengan mendirikan Pos-pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan. Beberapa metode
lain untuk melakukan pencegahan pada tahap Early Diagnosis dan Prompt Treatment antara
lain sebagai berikut:
a. Pelacakan penderita.
b. Penemuan dan pertolongan penderita
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengobatan penderita demam berdarah
4. Disability Limitation
Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan gangguan
kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit. Pembatasan kecacatan dapat dilakukan
dengan pengobatan dan perawatan.
5. Rehabilitation
a. Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik semaksimal-
maksimalnya.
b. Rehabilitasi mental.
c. Rehabilitasi sosial vokasional.
d. Rehabilitasi aesthesis
Metode Pengendalian
Ada 6 (enam) metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan
oleh program pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu:
1. Manajemen lingkungan
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi
kepadatan populasi.
2. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk
pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti
129
mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri,
predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).
Predator
Ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara
alami dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan
jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva
DBD adalah ikan cupang. Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu
mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini
sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan larva
vektor DBD.
Bakteri
Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu membunuh
larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS).
Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran
pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap
lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara
berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor
kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah
berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.
3. Pengendalian Kimiawi
Penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor DBD bagaikan pisau bermata dua,
artinya bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat
sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran.
Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.
4. Partisipasi Masyarakat
Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu
melakukan 3M plus atau PSN dilingkungan mereka.
5. Perlindungan Individu
Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara
individu dengan menggunakan repellent, menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan
130
nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk
meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa
memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga seperti
semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles
anti nyamuk bisa digunakan oleh individu. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu
berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan tirai berinsektisida
yang mampu melindungi gigitan nyamuk.
6. Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan melindungi
masyarakat dari risiko penulan DB/DBD.
Upaya Pengendalian
9. Mengupayakan pembufayaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3 M Plus secara
berkelanjutan sepanjang tahun dan mewujudkaan terlaksananya Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik
10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD di setiap
tingkat administrasi dan melakukan revitalisasi Pokjanal DBD yang sudah ada dengan
dukungan APBD
11. Upaya promosi kesehatan dilakukan di semua sektor, termasuk pembentukan Juru
Pembasmi Jentik (Jumantik) pada anak usia sekolah dan pramuka
12. Penemuan dini kasus DBD dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment) yang merupalan bagian dari tata laksana kasus di fasilitas pelayanan tingkat
pertama dan lanjutan (Puskesmas dan Rumah Sakit)
13. Pelatihan tatalaksana kasus untuk dokter dan tenaga kesehatan di Puskesmas dan Rumah
Sakit
14. Penyediaan logistik tata laksana kasus DBD berupa rapid diagnostic test (RDT) dan
reagen untuk diagnosis serotype virus DBD
15. Pelaksanaan surveilans kasus DBD untuk memantau dinamika kejadian penyakit DBD di
Indonesia sehingga kemungkinan terjadinya KLB DBD dapat diantisipasi dan dicegah
sejak dini
131
16. Pelaksanaan surveilans vektor Aedes spp. untuk memantau dinamika vektor. Dengan
demikian, peningkatan populasi Aedes spp.dapat diantisipasi dan dicegah.
PSN 3M PLUS
1. Menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan sebagainya
sekurang-kurangnya seminggu sekali. Hal ini karena dengan pertimbangan nyamuk harus
dibunuh sebelum menjadi nyamuk dewasa, karena periode pertumbuhan telur, jentik, dan
kepompong selama 8-12 hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati
sebelum menjadi nyamuk dewasa.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan dan lain
sebagainya. Namun apabila tetap ditemukan jentik, maka air harus dikuras dan dapat diisi
kembali kemudian ditutup rapat.
3. Menyingkirkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti
botol plastik, kaleng, ban bekas, dll. Banyak barang-barang bekas yang dapat digunakan
kembali dan bernilai ekonomis, dengan cara mengolah kembali bahan-bahan media
penampungan air menjadi produk atau barang-barang yang telah diperbaharui bernilai
ekonomis
132
h. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah. Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang
hari di tempat yang agak gelap. Pada malam hari, nyamuk ini bersembunyi di sela-sela
pakaian yang tergantung di dalam kamar yang gelap dan lembab.
i. Tidur menggunakan kelambu.
j. Mengatur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
k. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk. Obat nyamuk semprot,
bakar, elektrik, serta obat oles anti nyamuk (repellent) masuk dalam kategori perlindungan
diri. Produk insektisida rumah tangga seperti obat nyamuk semprot/aerosol, bakar dan
elektrik, saat ini banyak digunakan sebagai alat pelindung diri terhadap gigitan nyamuk.
l. Melakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
Kegiatan pemantauan jentik merupakan bagian penting dalam PSN, hal ini untuk mengetahui
keberadaan jentik. Pengamatan jentik dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Mencari semua tempat perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada di dalam maupun di
lingkungan rumah.
2. Memeriksa bak mandi/WC, tempayan, drum, dan tempat-tempat penampungan air lainnya.
3. Jika tidak tampak, ditunggu sampai ± 0,5-1 menit, jika ada jentik pasti akan muncul ke
permukaan air untuk bernafas.
4. Jika tidak tampak karena wadah air tersebut terlalu dalam dan gelap, maka menggunakan
senter.
5. Memeriksa juga tempat-tempat berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
misalnya vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng bekas, botol plastik, ban bekas,
tatakan pot bunga, tatakan dispenser, dan lain-lain.
6. Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air yang terbuka/tidak lancar, lubang-
lubang pada potongan bambu, atau pohon lainnya.
7. Mencatat ada tidaknya jentik dan jenis kontainer yang diperiksa pada “Formulir Hasil
Pemantauan Jentik Mingguan” di rumah/tempat tinggal.
Tempat perkembangbiakan nyamuk di dalam rumah, misalnya tatakan pot bunga, tatakan
dispenser, tatakan kulkas, bak mandi/WC, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-lain.
133
Tempat perkembangbiakan nyamuk di luar rumah, misalnya tempayan, drum, talang air, tempat
penampungan air hujan/air AC, kaleng bekas, botol plastik, ban bekas, pelepah tales, pelepah
pisang, potongan bambu, plastik, dan lain-lain. Jentik yang ditemukan di tempat-tempat
penampungan air yang tidak beralaskan tanah (bak mandi/WC, tempayan, sampah/barang bekas
dan lain-lain) dapat dipastikan bahwa jentik tersebut adalah jentik nyamuk Aedes aegypti penular
demam berdarah. Sebaliknya jentik yang banyak terdapat di saluran air/selokan/comberan bukan
jentik nyamuk Aedes aegypti.
Pemantauan Jentik
Persiapan
a. Pengurus RT melakukan pemetaan dan pengumpulan data penduduk, data rumah/ bangunan
pemukiman dan tempat-tempat umum lainnya seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan,
sarana olahraga, perkantoran, masjid/ mushola, gereja, pasar, terminal dan lain-lain.
b. Pengurus RT mengadakan pertemuan tingkat RT dihadiri oleh warga setempat, tokoh
masyarakat (Toma), tokoh agama (Toga), dan kelompok potensial lainnya. Pada pertemuan
tersebut disampaikan tentang perlunya setiap rumah melakukan pemantauan jentik dan PSN
3M Plus secara rutin seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang pentingnya Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik dengan membentuk Jumantik rumah/lingkungan.
c. Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan jumantik lingkungan berdasarkan
musyawarah warga.
d. Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan rumah.
Kunjungan Rumah
Koordinator Jumantik melakukan kunjungan ke rumah/bangunan berdasarkan data yang
tersedia dan mempersiapkan bahan/alat yang diperlukan untuk pemantauan jentik. Hal-hal yang
perlu dilakukan saat kunjungan rumah adalah sebagai berikut:
a. Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya menunjukkan perhatian
kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan keadaan anak atau anggota keluarga lainnya
b. Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya dengan penyakit demam berdarah,
misalnya adanya anak tetangga yang sakit demam berdarah atau adanya kegiatan di desa/
134
kelurahan/RW tentang usaha pemberantasan demam berdarah atau berita di surat kabar/
majalah/televisi/radio tentang penyakit demam berdarah dan lain-lain.
c. Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya, serta memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang ditanyakan tuan rumah.
d. Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih memperjelas penyampaian.
e. Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-tempat yang berpotensi menjadi
sarang jentik nyamuk. Misalnya bak penampungan air, tatakan pot bunga, vas bunga, tempat
penampungan air dispenser, penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah air
minum burung serta barang-barang bekas seperti ban, botol air dan lain-lainnya.
a. Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar rumah.
b. Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan rumah/pengelola bangunan diberi
penjelasan tentang tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk dan melaksanakan PSN 3M
Plus.
c. Jika tidak ditemukan jentik maka kepada tuan rumah/pengelola bangunan disampaikan pujian
dan memberikan saran untuk terus menjaga agar selalu bebas jentik dan tetap melaksanakan
PSN 3MPlus.
135
a. Pencatatan hasil pemantauan jentik pada kartu jentik
d. Jumantik Keluarga/Lingkungan.
Setelah melakukan pemeriksaan jentik, Jumantik Keluarga/Lingkungan menuliskan hasilnya
pada kartu jentik. Pemeriksaan dilanjutkan dan dicatat seterusnya untuk bulan Februari hingga
Desember. Pemeriksaan di tingkat rumah tangga hanya perlu dicatat dalam Kartu Pemeriksaan
Jentik. Jumantik Keluarga/Lingkungan mengisi kartu jentik seminggu sekali dengan tanda ”-”
jika tidak ditemukan jentik atau tanda ”+” jika menemukan jentik.
Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan
atau pada pertemuan antar warga RT/RW, pertemuan dalam bidang keagamaan atau pegajian
dan sebagainya. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok adalah sebagai
berikut:
a. Setiap peserta diusahakan duduk dalam posisi saling bertatap muka satu sama lain. Misalnya
berbentuk huruf U, O atau setengah lingkaran.
b. Mulailah dengan memperkenalkan diri dan perkenalan semua peserta.
c. Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan DBD, antara lain bahayanya, dapat
menyerang semua orang, bagaimana cara pencegahannya.
d. Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan menggunakan
gambargambar atau alat peraga misalnya lembar balik, leaflet atau media KIE lainnya.
e. Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk diskusi atau mengajukan pertanyaan
tentang materi yang dibahas.
f. Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi
yang disampaikan telah dipahami.
136
Pendidikan dan Kebudayaan untuk ikut mendukung dan menggerakkan pelaksanaan
upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus di lingkungan sekolah.
Vektor
Vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu
infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan, menurut WHO
(2005). Berikut Vektor penyebab penyakit bagi manusia:
1. Vektor Nyamuk
a. Malaria
Masa inkubasi penyakit malaria adalah 10–40 hari. Penyakit malariatidak akut
plasmodium vivax, ovale, dan malariare. Gejala awal pada dewasaadalah demam
panas dingin, menggigil, nyeri otot, lesu dan lemah, dan muntah.
b. Demam Berdarah
Gejala demam berdarah dengue atau DBD disebabkan oleh virusdengue. Virus
dengue ini dalam penyebaran membutuhkan nyamuk aedes yntukmenularkannya ke
manusia. Gejala DBD yang dirasa oleh pasien adalah: Demam yang mendadaktinggi
sekitar 2–7 hari. Terkadang demam akan turun di hari ke 3 atau ke 4, Mulai muncul
ruam pada kulit, Nyeri yang dirasakan di belakang mata, Manifestasi pendarahan
yang ditandai dengan bintik merah kehitaman padakulit yang direnggangkan warna
akan tetap terlihat, Pada pemeriksaanlaboratorium, trobosit dibawah 100.000/ul
c. Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)
Penyakit filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacingparasit
nemtoda dan infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakanpada tukai
bawah kaki dan dikenalsebagai penyakit kaki gajah. Gejala yang terjadi : Mual, Nyeri
Otot, Sakit Kepala, Demam denganMenggigil, Sensitif Terhadap Cahaya Terang,
Pembesaran Kelenjar GetahBening, Pembengkakan di Daerah Cacing Berkembang
d. Demam Chikungunya
Masa inkubasi dari Chikungunya yaitu antara 2–4 hari. Gejala yang ditimbulkan:
Demam tinggi, Sakit perut, Mual, Muntah, Sakit kepala, Nyerisendi dan otot, Bintik-
bintik merah di badan dan tangan.
137
2. Vektor Lalat
a. Estamoeba dysenteriae
Vektornya adalah musca domestica (lalat rumah) dan kecoa. Penularan
terjadikarena makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kista yang dibawa
olehvektor. Gejala yang dapat ditimbulkan antara lain : Sering buang air
besar,Fesesnya sedikit-sedikit dengan lendir dan darah, Biasanya disertai rasa
sakitdiperut (kram perut),Biasanya tidak demam
b. Penyakit kala-azhar
Vektornya adalah lalat penghisap darah pheblotomus sp. Gejalanya antara lain:
Deman tinggi, Menggigil, Muntah-muntah, Terjadi pengurusan badan, Heparbengkak
c. Penyakit leishmaniasis
Vektornya adalah lalat penghisap darah pheblotomuss. Gejalanya yaitu:
Terjadinya kupulan ditempat gigitan, Kulit tertutupi kerak, Keluarnya exudateyang
lengket, Terjadinya kerusakan jaringan.
138
E. HIPOTESIS
dr. Desi, Kepala Puskesmas "Manggis" berupaya menurunkan angka Kejadian DBD di
Kecamatan Mangga dengan cara melakukan kerja sama berbagai sektor dan membuat
program kegiatan prevensi terhadap penyakit DBD.
139
F. KERANGKA KONSEP
Drainase terhambat
karena sampah dan
banyak rawa-rawa
Demam
Berdarah
Dengue ↑
5 Level Prevention
Specific 140
Early Disability Rehabilitatio
Health
Promotion Protection Diagnosis Limitation n
KESIMPULAN
Dokter Desi sebagai Kepala Puskesmas Manggis perlu melakukan upaya untuk menurunkan
kejadian DBD melalui program-program atau kegiatan prevensi (health promotion&specific
protection) terhadap penyakit DBD di wilayah Puskesmas Manggis.
141
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Sukma Noor. 2018. Studi tentang motif perilaku masyarakat pinggiran Sungai Martapura
dalam kegiatan MCK (Mandi-Cuci-Kakus). Diunduh dari
http://eprints.ulm.ac.id/id/eprint/2762 pada tanggal 12 Mei 2020.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017 . Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 32 Tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air
Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian
Umum. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 43 Tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Petunjuk Teknis
Jumantik– PSN Anak Sekolah. Diunduh dari http://www.pppl.depkes.go.id pada tanggal 12
Mei 2020
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2019.
Upaya Pencegahan DBD dengan 3M Plus.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi:
Topik Utama ‘Demam Berdarah Dengue’. Volume 2, Agustus 2010. ISSN-2087-1546.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Zubir, F. A. (2011) Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Pasien Anak di RSUP H
Adam Malik Medan dari Januari hingga Desember 2009. Universitas Sumatera Utara.
B Bramata. (2018). Pemukiman dan Sanitasi. Journal of Chemical Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. (2013). Panduan Orientasi Kader Posyandu. 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hidayati, A. (2019). Densitas Vektor Dengue dan Metode Pengendalian Pilihan Keluarga. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 13(2), 17-22.
Kemenkes. (2010). Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, 2, 48.
Kementerian Kesehatan RI. (2004). PMK no 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem KEwaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) (pp. 1–23).
Kementerian Kesehatan RI. (2011). BUKU PEDOMAN Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi
Penyakit). 176.
142
Keputusan Menteri Kesehatan RI, & 1116/MENKES/SK/VIII/2003, N. (2003). PEDOMAN
PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN. 1, 6–
8. https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Rancangan: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/SK/V/2009 Tentang Sistem Kesehatan Nasional
(pp. 1–34). http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk3742009.pdf
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per
Aqua dan Pemandian Umum. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 17–20.
Nuryanto ST. MT. (2017). Pemodelan dan Perencanaan Drainase. Fakultas Teknik Sipil
Universitas Gunadarma.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN
2014. (2014). PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT. 1.
https://doi.org/10.4324/9781315853178
Peraturan Menteri Kesehatan RI NOMOR 8 TAHUN 2019. (2019). PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT BIDANG KESEHATAN. 6(1), 5–10.
https://doi.org/10.1109/MTAS.2004.1371634
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. (2001). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 1,
1–5. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2007.03.021
Permenkes No. 46. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Prakter Mandiri Dokter Gigi. Kemenkes, 33, 3–8. https://doi.org/10.1073/pnas.0703993104
Purnama, G. sang. (2017). Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan. Universitas Hasanudin E-Jurnal
Medika, Vol 6 No 5, Hal 12-20.
Ridwan, dr. A. (2020). BENTUK OPERASIONAL SURVEILANS EPIDEMIOLOGI (PWS-
SKDKLB) (p. IT BLOK 24 EBM dan IKK).
Susilowati, Dwi. (2016). Promosi Kesehatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan
Astya , J . 2018 . Open Dumping. ( diunduh dari
https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura/article/download/9134/8098 pada tanggal 11 Mei 2020,
jam 18.13 WIB)
Direktorat Pengelolaan Air Irigasi. 2014. Pedoman Teknis Pengembangan Sumber Air. Jakarta :
Kementrian Pertanian
DRPD. 2008. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta: Undang-Undang
Ihsan M . 2018 . Mandi Cuci Kakus. (diunduh dari https://jurnal.unimus.ac.id/ pada tanggal 11
Mei 2020 jam 17.22 WIB)
KesMas. 2019. Standart Persyaratan TPA sampah. (diunduh dari http://www.indonesian-
publichealth.com/ pada tanggal 11 Mei 2020, jam 19.01 WIB)
Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013. Buku Saku
Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk Pengelola Program DBD Puskemas.
Diunduh dari http://www.pppl.depkes.go.id pada 23 September 2019.
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2019.
Upaya Pencegahan DBD dengan 3M Plus. ( doimdih
143
Ma’mun, Asmarani. 2016. Manajemen Puskesmas. Palembang: Fakultas Kedokteran
Muhammadiyah Palembang
MenKes RI. 1990. Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. ( diunduh dari
https://baristandsamarinda.kemenperin.go.id/download/PerMenKes416(1990)-
Syarat&Pengawasan_Kualitas_Air.pdf pada tanggal 11 Mei 2020, jam 17.10 WIB)
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017 . Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 32 Tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air
Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian
Umum. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 43 Tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1510/menkes/per/x/2010 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Moeller, Dade. (2005). Enviromental Health. Cambridge: London
144