Nama Anggota:
Alvina Damayanti 04011181823017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang
berjudul “Laporan Tutorial Skenario D Blok 24 Tahun 2021” sebagai tugas
kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan,
bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, kami ingin
menyampaikan syukur, hormat, dan terima kasih kepada:
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran
diskusi tutorial.
2. Selaku tutor kelompok B8, dr. Tri Hari irfani, MPH.
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2018.
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Tuhan.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
Halaman Judul....…………………………………………………………. I
Kata Pengantar…………………………………………………………… II
I. Klarifikasi Istilah……………………………………………….. 7
V. Sintesis………………………………………………………….. 30
VII. Kesimpulan……………………………………………………… 78
Daftar Pustaka……………………………………………………………. 79
iii
KEGIATAN TUTORIAL
Tutorial :
1. Menghormati tutor dan pendapat teman-teman
2. Peserta diwajibkan on cam saat tutorial berlangsung
3. Mengangkat tangan dan memohon izin kepada moderator ketika hendak berbicara
4
SKENARIO D BLOK 24 TAHUN 2021
PHE
Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
45 ribu jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air
rumah tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut terdapat sampah dimana-mana
dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan.
Mayoritas penduduknya adalah petani Sawit.
Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga belum
terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang menggambarkan
kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak
Sekolah Dasar yang di Diagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit.
Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi
peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu. dr.Desi
mengadakan pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk melihat jadwal kegiatan
Promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS di
Sekolah Dasar tsb. Dari hasil pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3bulan ini
kegiatan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum
terlaksana, sampah menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga
menghambat saluran air dan dari hasil pemantauan,banyak jentik-jentik nyamuk di
rumah-rumah penduduk.
Melihat permasalahan yang ada, dr Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa,Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama,
kader kesehatan, mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah
Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan penyakit Demam berdarah Dengue
di Kecamatan“Mangga”.
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff Dinas kesehatan
Kabupaten karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan.
5
Dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan
membuat program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
6
I. KLARIFIKASI ISTILAH
No Istilah Definisi
8
13. Jentik Nyamuk Larva dari siklus hidup nyamuk. Nyamuk memiliki
metamorphosis sempurna yaitu telur, jentik, pupa
kemudian menjadi dewasa. (Repository Univ.
Muhammadiyah Aceh)
9
II. IDENTIFIKASI MASALAH
11
prenvensi terhadap penyakit DBD.
12
III. ANALISIS MASALAH
1. Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
45 ribu jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air
rumah tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut terdapat sampah dimana-mana
dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan.
Mayoritas penduduknya adalah petani Sawit
persyaratan yang telah ditentukan sebagai berikut : lokasi, jumlah pemakai, sistem
3) air, limbah dari MCK umum harus diolah sebelum dibuang sehingga tidak mencemari
Lokasi
Jarak maksimal antara lokasi MCK umum dengan rumah penduduk yang dilayani adalah
100
Kapasitas pelayanan
13
Semua ruangan dalam satu kesatuan harus dapat menampung pelayanan pada waktu
(jamjam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk
jumlah
pemakai tertentu
persyaratan yang telah ditentukan sebagai berikut : lokasi, jumlah pemakai, sistem
3) air, limbah dari MCK umum harus diolah sebelum dibuang sehingga tidak mencemari
Lokasi
Jarak maksimal antara lokasi MCK umum dengan rumah penduduk yang dilayani adalah
100
Kapasitas pelayanan
Semua ruangan dalam satu kesatuan harus dapat menampung pelayanan pada waktu
(jamjam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk
jumlah
pemakai tertentu
14
persyaratan yang telah ditentukan sebagai berikut : lokasi, jumlah pemakai, sistem
3) air, limbah dari MCK umum harus diolah sebelum dibuang sehingga tidak mencemari
Lokasi
Jarak maksimal antara lokasi MCK umum dengan rumah penduduk yang dilayani adalah
100
Kapasitas pelayanan
Semua ruangan dalam satu kesatuan harus dapat menampung pelayanan pada waktu
(jamjam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk
jumlah
pemakai tertentu
15
a. Tong sampah warna hijau tempat sampah organik sampah inilah yang dijadikan bahan
pupuk kompos seperti daun-daunan, bekas sayuran, dll. Adanya tempat ini dapat
mempercepat pembuatan kompos karena sudah dipisahkan dengan anorganik maupun
B3.
b. Tong sampah warna kuning tempat sampah non organik, seperti plastik bekas, gelas
bekas air mineral kemasan jenis plastik dll. Dengan adanya tempat sampah ini dapat
mempermudah pemanfaatannya sebagai kerajinan daur ulang atau didaur ulang di
pabrik.
c. Tong sampah warna merah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), seperti sampah beling,
kaca gelas beling, bekas detergen, obat nyamuk dll. Dengan adanya tempat sampah ini
agar tidak membahayakan bagi orang lain.
d. Tong sampah warna biru khusus kertas. Dengan bertuliskan kertas pada tempat
sampahnya. Salah satu manfaatnya adalah untuk mempermudah proses daur ulang
untuk kerajinan tangan.
d. Masalah apa yang dapat timbul dari sungai yang dijadikan sebagai sumber air rumah
tangga sekaligus tempat MCK?
Perilaku MCK disungai sebenarnya tidak dianjurkan oleh para pakar kesehatan, air
sungai yang keruh tentu banyak sekali mengandung bakteri atau mikroba yang
merugikan kesehatan berupa timbulnya beberapa penyakit antara lain, diare, disentri,
penyakit kulit dan lain-lainnya.
Berdasarkan Rantai Penularan
16
1. Waterborne Disease adalah penyakit yang penularannya melalui air yang terkontaminasi
oleh pathogen dari penderita atau karier. Contoh penyakit diare, disenteri, kolera,
hepatitis, dan demam typhoid.
2. Water-related insect vector adalah penyakit yang ditularkan oleh serangga yang hidup di
air atau dekat air. Contoh penyakit Dengue, malaria, Trypanosoma.
3. Penyakit kulit gatal-gatal, merah dan panas.
e. Apa yang dapat dr. Desi lakukan sebagai kepala puskesmas terhadap masalah
lingkungan yg terjadi di kecamatan Mangga?
Selaku kepala Puskesmas, harus dapat memaksimalkan program-program yang menjadi
kegiatan pokok tingkat Puskesmas, seperti:
1. Mengobati/merawat/merujuk tersangka DBD ke rumah sakit.
2. Melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE).
3. Setelah PE, melaksanakan ‘penanggulangan fokus’ yang terdiri dari satu atau
lebih kegiatan sebagai berikut.
1. PSN DBD
2. Larvasida
3. Penyuluhan
4. Melaksanakan pemeriksaan jentik berkala (PJB).
5. Menyelenggarakan pertemuan/pelatihan/pembinaan kader Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) dalam penggerakan PSN DBD.
6. Melaksanakan penyuluhan intensif melaui berbagai metode dan media.
7. Memfasilitasi pertemuan lintas program dan lintas sector (Pertemuan
Pokja/Pokjanal desa/kecamatan secara berkala dan lain-lain).
8. Melaksanakan kegiatan 3M sebelum masa penularan.
9. Mengembangkan dan melaksanakan metode Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) sesuai dengan situasi dan kondisi masing-
masing daerah berdasarkan hasil survei/pelatihan.
10. Melaksanakan surveilens epidemiologi DBD.
11. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB.
12. Mengirimkan laporan hasil kegiatan program secara rutin ke dinas kesehatan
kabupaten.
17
f. Ada berapa macam sumber air? Dan berikan contohnya
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Sumber air dibagi menjadi 4
kelompok, yakni
• air permukaan,
o Air permukaan adalah air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan
baku air minum, antara lain:
Air waduk (berasal dari air hujan)
Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
Air danau (berasal dari air hujan, mata air, dan atau air sungai)
• air tanah,
o Air yang keberadaannya di bawah permukaan air tanah. Air tanah yang berada di
dalam tanah harus digali atau dibor untuk mendapatkannya agar air keluar ke permukaan
tanah.
• air hujan
o Terjadinya air hujan di karenakan proses penguapan, terutama air pemukaan laut
yang naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi.
• mata air.
o Air tanah yang dapat mencapai permukaan tanah melalui celah bebatuan karena
adanya perbedan tekanan
• Deteksi faktor risiko dan kasus PTM : Surveilans PTM dikembangkan untuk
mendeteksi faktor risiko dan kasus PTM, termasuk kematian akibat PTM di
wilayah. Dengan deteksi ini maka intervensi pengendalian dapat dilaksanakan
sesuai kondisi yang ada.
• PWS digunakan sebagai alat untuk memantau program terkait penyebaran suatu
penyakit atau masalah kesehatn di suatu wilayah secara kontinyu. Sehingga jika
terjadi sesuatu dapat ditindaklanjuti secara cepat dan tepat
d. Apa saja program PHBS rumah tangga dan sekolah?
19
a. Di sekolah
b. Di rumah tangga
20
Praktek tersebut dapat memudahkan pemantauan pertumbuhan bayi.
Penimbangan dapat dilakukan di Posyandu sejak bayi berusia 1 bulan hingga 5
tahun. Posyandu dapat menjadi tempat memantau pertumbuhan anak dan
menyediakan kelengkapan imunisasi. Penimbangan secara teratur juga dapat
memudahkan deteksi dini kasus gizi buruk.
Buah dan sayur dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral serta
serat yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh optimal dan sehat.
21
10. Tidak merokok di dalam rumah
e. Apa indikator yang dapat membuktikan bahwa puskesmas tersebut sudah memiliki
SDM kesehatan dan PWS yang lengkap?
Dengan cara melakukan evaluasi pada Puskesma wilayah tersebut yaitu:
Evaluasi Pelaksanaan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan
vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan
kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengabutan,
larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjunga tersebut dilakukan wawancara apakah rumah
sudah dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan.
Evaluasi Hasil penanggulangan KLB
Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah
penderita dan kematian DBD. Penilaian epidemiologis dilakukan dengan membandingkan
data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data
tersebut digambarkan dalam grafik harian, mingguan atau bulanan, serta dibandingkan
pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama (dalam bentuk laporan).
22
2. Strategi a. Pemberdayaan dengan pendekatan
individu berupa penyuluhan,
menggunakan poster, leaflet tentang
penyakit DBD dan pencegahannya.
b. Pemberdayaan masyarakat berupa upaya
PSN 3M Plus dengan pendekatan gerakan
1 Rumah 1 Jumantik.
c. Membentuk bina suasana yang
mendukung dengan meningkatkan
perilaku petugas kesehatan dan tokoh
sebagai contoh bagi masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat dan melakukan
gerakan 3M.
d. Melakukan advokasi dengan pemangku
kepentingan lintas program dan lintas
sektor untuk membuat kebijakan tentang
pengendalian vektor dan pencegahan
DBD.
e. Membina kemitraan antar seluruh
23
3. Sasaran, a. Sasaran : masyarakat (anak-anak dan
Waktu, orang dewasa)
Tempat b. Waktu pelaksanaan
Pelaksana
an, dan • Waktu penyuluhan: hari minggu
Tenaga di setiap awal bulan (terutama
Pelaksana diwaktu musim DBD)
• Waktu tindakan pemberantasan
jentik nyamuk dikoordinasikan
dengan pemerintah daerah
setempat.
c. Tempat pelaksanaan: Desa Mangga
1
g. Bagaimana gambaran SDM Puskesmas yang lengkap?
(1) Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatan.
(2) Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan dihitung
berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan jumlah
pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,
karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian
waktu kerja.
(3) Jenis tenaga kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
(4) Tenaga nonkesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di
Puskesmas.
h. Bagaimana kriteria sumber air yang layak untuk dipakai sehari hari?
Standard kualitas air secara global dapat menggunakan Standard Kualitas Air
WHO, yaitu kualitas fisik, kimia dan biologi
• Persyaratan fisik
o Bau: air yang berkualitas baiktidak berbau apabila dicium dari jarak jauh
maupun dari dekat.
2
o Kekeruhan:air yang terlihat keruh disebabkan oleh adanya butirakolioid dari
tanah liat.
o Rasa: air yang baik adalah air yang tidak berasa/tawar.
o Suhu: ciri air yang baikharus memiliki temperaturyangsama dengan
temperatur udara (20-26)0C.
o Warna: air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga harus jernih dan
tidak berwarna.
o Jumlah zat padat terlarut: air minum yang baik tidak boleh mengandung zat
padatan
• Syarat Mikrobiologis
o Didalam kandungan air tidak boleh terdapat coliform.
• Syarat Kimia
o Dilihatdari segi pengaruhnya,zat-zat kimia yang terlarut didalam air
dikelompokkan menjadi 5 golongan, yaitu:
Zat beracun seperti: As, No2, Pb, Se, Cr, CN, Cd, Hg, dsb.
Zat yang dibutuhkan dalam tubuh tetapi dalam kadar tertentu dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, seperti Fluordan Iod.
Zat tertentu dengan batas-batas tertentu karena menimbulkan gangguan
fisiologik.
Bahan kimia yang dapat menimbulkan gangguan teknis, seperti korosi pada
logam, timbulnya kerak pada ketel (alat dapur) yang disebabkan oleh air sadah
(hard water).
Zat yang secara ekonomis merugikan, seperti borosnya pemakaian deterjen
karena air yang sadah, kerugian karena rusaknya pipa akibat korosi dsb.
3
kader juru pemantau jentik atau jumantik di setiap kelurahan yaitu anggota
masyarakat yang lokasi keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di
lingkungannya, melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin.
jumantik juga berperan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan
masyarakat menghadapi DBD yang dilakukan setiap 3 bulan sekali di wilayah
endemis DBD dengan membagikan dan menaburkan bubuk abete pada
penampung air terbuka.
j. Apa saja konsep dari promosis kesehatan?
• Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
• Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
• Mengkonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur.
• Tidak membuang sampah sembarangan
• Melakukan kerja bakti untuk menciptakan lingkungan sehat
• Menggunakan pelayanan kesehatan.
• Menjalankan gaya hidup sehat bersama anggota keluarga.
4
2. mempunyai pengalaman bekerja di Puskesmas, mengelola program pelayanan
kesehatan dasar, dan/atau mengelola program mutu pelayanan kesehatan dasar
paling singkat 3 (tiga) tahun; dan
3. memiliki sertifikat pelatihan surveior Akreditasi yang diterbitkan oleh lembaga
independen penyelenggara Akreditasi.
b.bidang upaya kesehatan masyarakat:
1. tenaga kesehatan dengan pendidikan paling rendah Strata Satu (S1) bidang
kesehatan;
2. mempunyai pengalaman bekerja di Puskesmas dan/atau mengelola program
pelayanan kesehatan dasar paling singkat 3 (tiga) tahun; dan
3. memiliki sertifikat pelatihan surveior yang diterbitkan oleh lembaga
independen penyelenggara Akreditasi.
c. bidang upaya kesehatan perseorangan:
1. tenaga medis;
2. pernah bekerja di Puskesmas dan/atau Klinik paling singkat 1 (satu) tahun; dan
3. memiliki sertifikat pelatihan surveior Akreditasi yang diterbitkan oleh lembaga
independen penyelenggara Akreditasi.
5
Melalui surat edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
nomor PV.02.01/4/87/2019 tanggal 11 Januari 2019 kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia untuk ikut mendukung dan menggerakan
pelaksanaan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus di
wilayahnya serta mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada untuk upaya
antisipasi dan penanggulangan KLB DBD.
Pencegahan demam berdarah yang paling efektif dan efisien sampai saat ini
adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M
Plus, yaitu : 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering
dijadikan tempat penampungan air seperti: bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup,
yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti: drum,
kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau
mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
6
3. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
c. Pelaksanaan SMD.
7
d. Membuat Rekapitulasi Hasil SMD.
8
3. Penentuan Prioritas Penanganan Masalah
a. Tim Pendamping Teknis membantu menjelaskan manfaat dan pentingnya
menetapkan prioritas penyelesaian masalah kesehatan secara bersama pemerintah
desa/kelurahan dan masyarakat,
b. Kepala Desa memandu musyawarah desa dalam menentukan prioritas
penyebab masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat untuk selanjutnya
dapat ditindaklanjuti dengan menyusun rencana kegiatan bersama dan bersifat
partisipatif.
c. Penentuan prioritas penanganan masalah dapat dilakukan dengan me-ranking
penyebab-penyebab masalah sesuai hasil SMD.
d. Kader berperan dalam merekapitulasi hasil diskusi penentuan prioritas
penyebab masalah kesehatan
4. Penentuan Kegiatan dlm upaya percepatan dan pencegahan masalah
Kepala Desa memandu diskusi untuk menentukan kegiatan yang akan disepakati
bersama dalam rangka mengatasi masalah stunting di wilayah setempat. Sebelum
diskusi, Tim Pendamping Teknis telah menyiapkan matriks mengenai; Strategi
dan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dan Penggerakan Masyarakat Dari
Strategi dan Kegiatan yang didiskusikan bersama maka selanjutnya perlu disusun
rencana kegiatan dimaksud yang mencakup tujuan dan sasaran,
penanggungjawab, pihak yang terlibat, jadwal kegiatan, serta sumber dana yang
dapat dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan. Selama musyawarah,
pendamping teknis dan kader berperan dalam mengisi matriks penyusunan
rencana kegiatan berdasarkan hasil musyawarah desa.
5. Penutup
Kepala Desa menyampaikan kesimpulan dan kesepakatan hasil MMD, lalu
menutup MMD.
Tindak Lanjut Musyawarah Masyarakat Desa
Kader/tokoh masyarakat membantu kepala desa menyebarkan hasil
musyawarah/MMD berupa rencana kerja penanggulangan masalah kesehatan dan
membantu menindaklanjuti untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya.
9
e. Apa indikator tingkat keberhasilan surveilance?
1. Kelengkapan Laporan
Kelengkapan laporan selalu mengukur jumlah laporan yang diterima dari
pelapor (unit) dibanding dengan jumlah laporan yang harusnya diterima.
Kelengkapan laporan, merupakan metode pengukuran kinerja yang paling
sederhana, dan jika dirumuskan dengan tepat, dapat memberi dukungan
pengukuran kinerja surveilans yang tepat, dan dapat memberi manfaat
untuk mengidentifikasi adanya permasalah kinerja surveilans lebih fokus
dan tepat waktu.
2. Ketepatan Laporan
Ketepatan waktu laporan adalah tersedianya data surveilans pada unit yang
memanfaatkan data tersebut tepat waktu pada saat data tersebut
dipergunakan. Secara operasional, ketepatan waktu laporan sering
diartikan sebagai tanggal waktu laporan harus sudah diterima. Misal,
laporan bulanan data kesakitan Puskesmas diterima di Dinas Kesehatan
Kota selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya.
3. Keakuratan Jumlah Kasus dan Diagnosis
Unit Sumber Data, misalnya Rumah Sakit atau puskesmas, mendapat
kasus berdasarkan data kunjungan berobat, atau kunjungan lain, dan
kemudian diperiksa dan didiagnosis oleh dokter. Oleh karena itu, terdapat
makna keakuratan : keakuratan data sebagai ketepatan diagnosis, dan
keakuratan data sebagai ketepatan jumlah kasus yang diidentifikasi,
direkam dan dilaporkan oelh sumber data (misal Rumah Sakit). Untuk
mengetahui kualitas keakuratan jumlah kasus dan diagnosis dilakukan
dengan wawancara (kualitatif) dan observasi kegiatan di lapangan serta
membuka pencatatan kasus-kasus yang datang ke unit pelayanan.
4. Estimasi Jumlah Kasus Sebagai Indikator Kerja
Pada surveilans berbasis data masyarakat, indikator kinerja surveilans,
seringkali digunakan estimasi jumlah kasus yang ada di masyarakat, baik
berdasarkan hasil penelitian dan atau berdasarkan hasil-hasil surveilans
sebelumnya, atau hasil surveilans di tempat lain.
10
f. Bagaimana kegiatan surveilance yang baik?
Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel, representatif,
sederhana, fleksibel, akseptabel, digunakan (Wuhib et al., 2002; McNabb et al.,
2002; Giesecke, 2002; JHU, 2006).
• Kecepatan. Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu
(timely) memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi. Investigasi lanjut hanya dilakukan jika diperlukan informasi
tertentu dengan lebih mendalam.
• Akurasi. Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil
mungkin terjadi hasil negatif palsu.
• Standar, seragam, reliabel, kontinu. Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur
yang standar penting dalam sistem surveilans agar diperoleh informasi yang
konsisten.
• Representatif dan lengkap. Sistem surveilans diharapkan memonitor situasi
yang sesungguhnya terjadi pada populasi. Konsekuensinya, data yang
dikumpulkan perlu representatif dan lengkap.
• Sederhana, fleksibel, dan akseptabel. Sistem surveilans yang efektif perlu
sederhana dan praktis, baik dalam organisasi, struktur, maupun operasi. Data yang
dikumpulkan harus relevandan terfokus. Format pelaporan fleksibel, bagian yang
sudah tidak berguna dibuang.
• Penggunaan (uptake). Manfaat sistem surveilans ditentukan oleh sejauh mana
informasi surveilans digunakan oleh pembuat kebijakan, pengambil keputusan,
maupun pemangku surveilans pada berbagai level.
11
IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN
What I What I Don’t What I Have How I
No. Learning Issues
Know Know to Prove Learn
Definisi Surveilans Surveilans
kasus, kasus,
pengendalian pengendalian
vector DBD, vector DBD,
penyuluhan, penyuluhan,
1. PWS
sistem sistem
kewaspadaan kewaspadaan
dini, dini,
Textbook,
monitoring monitoring dan
jurnal,
dan evaluasi evaluasi
artikel,
Definisi Sistem Kerjasama
expert
akreditasi Puskesmas
2. Puskesmas
Puskesmas dengan lintas
terkait
Kesehatan Definisi Tujuan, Sasaran PHBS
3. lingkungan Manfaat. terkait kasus
(PHBS), DBD Eidemiologi
Definisi Tujuan dan Sasaran SMD
4. SMD dan MMD
Manfaat dan MMD
12
V. SINTESIS
Indonesia merupakan Negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa
(KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini
menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon
terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat,
sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula. Untuk
dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan
keterampilan yang cukup dari para Tim Gerak Cepat maupun petugas surveilans
yang diterjunkan ke lapangan.
Panduan teknis dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1501/Menteri/per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya serta Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 86/Menteri/per/X/2014 tentang Penanggulangan Penyakit
Menular.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak
tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat
memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau
tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program
Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain
seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi (Kemenkes,
2010).
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut
WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai
dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang
untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana,
implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat (Kemenkes,
2010).
13
Menerapkan cara-cara survailens epidemiologi atau pemantauan wilayah setempat
(PWS) kondisi rentan KLB bertujuan untuk deteksi dini kondisi rentan KLB
yang merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya kerentanan masyarakat,
kerentanan lingkungan-perilaku, dan kerentanan pelayanan kesehatan terhadap
KLB. Indentifikasi timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upaya-upaya
pencegahan terjadinya KLB dan meningkatkan kewaspadaan berbagai pihak
terhadap KLB dengan cara, yaitu:
1. Identifikasi kondisi rentan KLB
2. Pemantauan wilayah setempat
3. Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB: 4 cara (mengumpulkan
data/informasi mengkaji data mewawancarai pihak terkait
membuka pos pelayanan dan mengunjungi daerah yang dicurigai)
Salah satu pihak yang berperan dalam hal ini ialah puskesmas di wilayah
tersebut. Peran puskesmas dalam hal kajian epidemiologi ancaman KLB antara
lain, pengumpulan dan pengolahan data dan informasi, melakukan kajian
epidemiolog terus menerus secara sistematis, melaksanakan penyelidikan
lebih luas. Peran puskesmas dalam hal peningkatan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan terhadap ancaman KLB antara lain, peningkatan kegiatan
surveilans baik penyelidikan lebih luas terhadap kondisi rentan maupun
tujuan dalam deteksi dini (yang dimaksud ialah pemantauan wi layah setempat
kondisi rentan KLB di wilayah sekitar Puskesmas), melaksanakan penyuluhan
dan mempersiapkan tim penyelidikan dan penanggulangan.
Contoh grafik PWS KLB (Permenkes RI Nomor 949 tahun 2004)
14
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD,
terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian akibat
DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah ditemukan kasus
DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi.
Disamping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan pada
penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara
penularan. Penyelidikan epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya
nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya.
Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan
penyebaran kasus DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB di Puskesmas,
Rumah Sakit, dan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, serta
kemungkinan peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD. KLB DBD
dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari keadaan telah kembali kepada
jumlah normal tanpa ada kematian karena DBD atau DD.
15
Kegiatan penyelidikan dan penanggulangan KLB meliputi penyelidikan KLB,
pelayanan pengobatan, upaya pencegahan dan surveilans ketat yang dapat
digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Penyelidikan KLB
Penyelidikan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan pada suatu KLB atau
adanya dugaan suatu KLB untuk memastikan adanya KLB, mengetahui
penyebab, gambaran epidemiologi, sumber-sumber penyebaran dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya serta menetapkan cara- cara penanggulangan
yang efektif dan efisien.
Pelaksanaan penyelidikan KLB adalah :
a. Pada saat pertama kali mendapat informasi adanya KLB atau adanya
dugaan KLB
b. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan
c. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau
penelitian lainnya yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir
Penyelidikan epidemiologi KLB dimanfaatkan untuk melaksanakan upaya-upaya
penanggulangan suatu KLB yang sedang berlangsung, dan atau untuk
mendapatkan data epidemiologi serta gambaran pelaksanaan upaya-upaya
penanggulangan KLB yang dimanfaatkan sebagai bahan referensi dalam
penanggulangan KLB di masa yang akan datang.
Secara umum isi laporan penyelidikan KLB adalah sebagai berikut :
a. Pendahuluan: Berisi sumber informasi adanya KLB, dampak KLB terhadap
kesehatan masyarakat, gambaran endemisitas penyakit penyebab KLB dan
besar masalah KLB tersebut pada waktu sebelumnya.
16
b. Tujuan Penyelidikan KLB: Sesuai dengan kebutuhan penyelidikan KLB,
misalnya apabila etiologi KLB sudah ditemukan, maka penyelidikan KLB
tidak diarahkan pada upaya untuk penegakan diagnosis KLB, tetapi lebih
diarahkan untuk menemukan sumber dan cara penyebaran KLB.
c. Metode Penyelidikan KLB
Cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penyelidikan KLB antara
lain :
1) Desain penyelidikan KLB. Apabila terdapat beberapa sasaran dan
beberapa desain penyelidikan KLB, maka masing-masing sasaran dan
desain penyelidikan perlu dijelaskan dengan sistematis.
2) Daerah penyelidikan KLB, populasi dan sampel penyelidikan KLB
3) Cara mendapatkan dan mengolah data primer dan data sekunder
4) Cara melakukan analisis
d. Hasil Penyelidikan KLB
1) Memastikan adanya KLB, dengan membandingkan data kasus yang ada
pada periode KLB sesuai dengan kriteria kerja KLB.
2) Gambaran klinis kasus-kasus yang dicurigai dan distribusi gejala diantara
kasus-kasus yang dicurigai. Kasus yang dicurigai adalah sejumlah
penderita yang menunjukkan gejala utama, misalnya gejala utama diare.
Tabel 1. Distribusi Gejala dan Tanda Penyakit Pada KLB
Jumlah kasus diperiksa …….. kasus
17
spesimen yang positip) buah spesimen positip ……… (nama bahan atau
kuman yang ditemukan oleh laboratorium).
4) Etiologi atau diagnosis banding etiologi
Berdasarkan gambaran klinis kasus-kasus, distribusi gejala, gambaran
epidemiologi serta hasil pemeriksaan laboratorium maka kemungkinan
etiologi KLB adalah ………………, dengan diagnsosis banding
…………., ……………, …………….
5) Kurva epidemi
Dibuat berdasarkan tanggal mulai sakit atau tanggal berobat yang
menggambarkan tanggal mulai sakit dibuat kurva epidemi. Sejauh
mungkin kurva epidemi dibuat sejak 2 bulan sebelum terjadinya KLB
tergantung masa inkubasi penyakit penyebab KLB. Kurva epidemi dapat
dibuat berdasarkan data primer penyelidikan KLB dengan pengumpulan
data dari rumah ke rumah, atau berdasarkan data sekunder penyelidikan
KLB dari pos-pos kesehatan, puskesmas dan rumah sakit. Apabila
dilakukan penyelidikan KLB berdasarkan data sekunder, dan kemudian
pada daerah tertentu juga berdasarkan data primer, maka dibuat dua kurva
epidemi dengan menyebutkan sumber datanya.
18
menurut umur dan jenis kelamin. Apabila dilakukan penyelidikan KLB
berdasarkan data primer dari rumah ke rumah, maka populasi rentan
berdasarkan hasil kunjungan dari rumah ke rumah, tetapi apabila tidak ada,
maka populasi rentan berdasarkan data yang ada di lokasi kejadian,
misalnya data desa, data kecamatan dan sebagainya.
Apabila dilakukan penyelidikan KLB berdasarkan data primer, tetapi
hanya terbatas pada daerah tertentu saja, maka kedua gambaran
epidemiologi KLB tersebut perlu disampaikan dalam laporan ini.
19
8) Gambaran epidemiologi menurut faktor risiko lain yang berhubungan
dengan kemungkinan mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran KLB,
termasuk hasil pemeriksaan laboratorium pada lingkungan dan atau
makanan.
9) Pembahasan temuan penting, termasuk identifikasi sumber dan cara
penyebaran kasus KLB
10) Pembahasan tentang kondisi KLB saat penyelidikan KLB dilakukan serta
kemungkinan peningkatan, penyebaran KLB dan kemungkinan
berakhirnya KLB
11) Kesimpulan
12) Rekomendasi, berisi antara lain rekomendasi tentang perlunya
penyelidikan KLB lebih lanjut dalam bidang tertentu, rekomendasi
perlunya bantuan tim penanggulangan KLB Provinsi dan sebagainya.
20
sebaik-baiknya untuk mendesain dan menerapkan teknik-teknik surveilans yang
lebih baik serta tindakan pencegahan dan penanggulangan.
Berikut ini diusulkan sebuah format laporan penyelidikan epidemiologis :
a. Pendahuluan, menggambarkan peristiwa dan keadaan yang menyebabkan
dimulainya penyelidikan.
b. Latar belakang, yang menguraikan dengan singkat keadaan yang
melatarbelakangi masalah, termasuk segi geografis, politis, ekonomis,
demografis, dan historis.
c. Uraian tentang yang dilakukan, termasuk alasan (yaitu hipotesis yang
hendak diuji), metode, dan sumber informasi. Contoh topik-topik yang
digarap dalam bagian ini ialah penemuan kasus, pemastian diagnosis,
penggunaan grup kontrol dan sam pel yang dianalisis.
d. Hasil penelitian, yang hanya memuat fakta-fakta, dan terutama harus
menghindarkan usaha menjelaskan, komentar editorial, diskusi dan opini.
Data yang disajikan dapat berhubungan dengan pengalaman masyarakat
dengan penyakit ini pada masa lampau dan masa sekarang. Contoh-contoh
data yang disajikan dalam bagian ini ialah tabulasi kasus (umur, jenis
kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya) dan angka serangan yang
dihitung; waktu mulai sakit (termasuk kurva epidemi); hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium; serta bukti-bukti lain yang menunjuk kepada
suatu kemungkinan sumber infeksi atau yang menyingkirkan
kemungkinan atau kecurigaan terhadap suatu sumber.
e. Analisis data dan kesimpulan, yang merupakan penafsiran dari data
dengan tujuan untuk menerima suatu hipotesis dan menyingkirkan
hipotesis lain mengenai penyebab, sumber infeksi, reservoir, cara
penularan (termasuk alat atau vektor), dan kelompok risiko tinggi.
Di sini adalah tempat yang tepat untuk membandingkan ciri-ciri
epidemiologis KLB ini dengan KLB-KLB lain.
f. Uraian tentang tindakan yang diambil (tindakan penanggulangan).
Hal ini menyangkut tujuan dari tindakan yang bersangkutan, diskusi
tentang cara yang dipakai (bagaimana, kapan, di mana dan oleh siapa),
21
serta uraian tentang keefektifan dan biaya dari tindakan penanggulangan.
Yang terakhir ini mencakup jumlah kasus baru yang terjadi selama satu
masa inkubasi setelah penerapan tindakan penanggulangan hingga saat
anggka insidens kembali kepada tingkat pra- KLB. Biaya tindakan
penanggulangan harus dinyatakan dalam rupiah hari-orang menurut
profesi.
1) Dampak tindakan penanggulangan terhadap: a) populasi -- status
kekebalan, cara hidup; b) reservoir -- banyaknya, distribusi; vektor --
banyaknya, distribusi kehidupan lain
2) Penemuan penyebab menular baru, reservoir, cara penularan
(termasuk alat/vektor baru).
g. Uraian tentang dampak-dampak penting lainnya, seperti: Dampak
KLB terhadap populasi : akibat-akibat kesehatan, hukum dan ekonomis.
Saran mengenai perbaikan prosedur surveilans dan penanggulangan di masa
depan. Hal ini dapat mencakup pembicaraan mengenai sumber data
surveilans, lingkup dan kualitas data pengolahan, penganalisisan dan
penyebaran data, serta tanggung jawab masing-masing petugas dalam
struktur organisasi kesehatan.
Kesehatan Lingkungan
I. Definisi
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari
dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat
dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya
untuk penanggulangan dan pencegahannya (Chandra, 2007).
22
yang menitikberatkan kegiatan kepada upaya kesehatan lingkungan
hidup manusia (Widyati R, 2002). Tempat-tempat umum adalah tempat
untuk melakukan kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan-badan
pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh
masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan yang tetap serta
memiliki fasilitas (Depkes RI, 2007).
23
perhubungan yang harus mendapat pengawasan sesuai peraturan
yang ada. Pelabuhan adalah tempat dan termasuk fasilitas yang
didatangi oleh masyarakat untuk menunggu, naik, atau turun dari
kapal, mengangkut barang-barang keluar dan masuk pelabuhan
(Chandra, 2007).
ii. Sanitasi terminal Pelabuhan
Sebelum menguraikan mengenai sanitasi pelabuhan, maka perlu
diuraikan pengertian sanitasi dan sanitasi juga tidak lepas dari Higiene.
Istilah sanitasi dan Higiene mempunyai tujuan yang sama yaitu
mengusahakan hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit. Tetapi
dalam penerapannya memiliki arti yang berbeda. Usaha sanitasi lebih
menitik beratkan kepada faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan
higiene lebih menitik beratkan kepada usaha-usaha individu. Istilah
sanitasi dan hygiene ini terdapat juga didalamnya istilah kesehatan
lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 pasal 22
ayat 2 yaitu: “Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat
umum, lingkungan pemukiman, pemukiman kerja, angkutan umum, dan
lingkungan lainnya.” Dalam pelaksanaannya kesehatan lingkungan
tersebut, pelabuhan termasuk didalamnya yang dimana kesehatan atau
sanitasi lingkungannya harus tetap dilaksanakan dengan baik dan benar,
terus menerus dan berkesinambungan. Sanitasi pelabuhan adalah suatu
usaha untuk membuat wilayah pelabuhan tidak menjadi sumber
penularan atau habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman/vektor
dan penyakit (Depkes RI, 2007)
24
penduduk pada tahun 2003. Pada tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat
menjadi 423 per 1000 penduduk.
25
interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut
sebagai perilaku pemajanan atau “behavioral exposure”.
Dengan
melihat skema di atas, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan menjadi 4
(empat) simpul, yakni:
Simpul 1: Sumber Penyakit Sumber penyakit adalah sesuatu yang
secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan
komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui
kontak secara langsung maupun melalui perantara. Beberapa contoh agent
penyakit: Agent Biologis: Bakteri, Virus, Jamur, Protozoa, Amoeba, dll Agent
Kimia: Logam berat (Pb, Hg), air pollutants (Irritant: O3, N2O, SO2, Asphyxiant:
CH4, CO), Debu dan serat (Asbestos, silicon), Pestisida, dll Agent Fisika:
Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dll
Simpul 2: Komponen Lingkungan Sebagai Media Transmisi,
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karena dapat
memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikenal sebagai
media transmisi adalah: – Udara – Air – Makanan – Binatang – Manusia/secara
langsung
26
Simpul 3: Penduduk Komponen penduduk yang berperan dalam
patogenesis penyakit antara lain: – Perilaku – Status gizi – Pengetahuan – dll
Konsep ADKL mengacu pada Paradigma Kesehatan Lingkungan, yang mencakup
4 simpul pengamatan dinamika perubahan komponen lingkungan yang berpotensi
timbulnya dampak Kesehatan masyarakat yaitu sumbernya, media lingkungan,
tubuh manusia, dan dampak Kesehatan.
27
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).
d. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
V. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
ANDAL adalah telaah secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan
penting suatu rencana usaha/kegiatan Dalam penilaian dokumen ANDAL yang
perlu dicermati adalah apakah dalam proses penyusunannya telah sesuai dengan
KA – Andal yang telah disusun sebelumnya.
28
PHBS
1. Definisi
PHBS merupakan kependekan dari Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat. Sedangkan pengertian PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh
anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta
memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat. PHBS adalah sebuah
rekayasa sosial yang bertujuan menjadikan sebanyak mungkin anggota
masyarakat sebagai agen perubahan agar mampu meningkatkan kualitas
perilaku sehari – hari dengan tujuan hidup bersih dan sehat.
2. Tatanan PHBS
Tatanan PHBS melibatkan beberapa elemen yang merupakan bagian
dari tempat beraktivitas dalam kehidupan sehari – hari. Berikut ini 5
tatanan PBHS yang dapat menjadi simpul – simpul untuk memulai proses
penyadartahuan tentang perilaku hidup bersih sehat :
29
a. PHBS di Rumah tangga
Di rumah tangga , sasaran primer harus memprakEkkan perilaku
yang dapat menciptakan Rumah tangga BerPHBS , yang
mencakup persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi
bayi ASI eksklusif, menimbanng balita setiap bulan, menggunakan
air bersih, mencuci Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
pengelolaan air minum dan makan di rumah tanggaa,
menggunakan jamban sehat (Stop Buang Air Besar
Sembarangan/Stop BABS), pengelolaan limbah cair di rumah
tangga, membuang sampah di tempat sampah, memberantas jentik
nyamuk, makan buah dan sayur seƟap hari, melakukan aktifitas
fidik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah dan lain-lain.
b. PHBS di Sekolah
Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari,
padepokan dan lain lain), sasaran primer harus mempraktekkan
perilaku yang dapat menciptakan Institusi Pendidikan Ber-PHBS,
yang mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun,
mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan
jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengkonsumsi Narkobska, Alkohol, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), tidsk meludah sembasngsn
tempat, memberantas jenik nyamuk dan lain-lain
30
merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah sembarang
tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.
lain-lain
3. Manfaat PHBS
Manfaat secara umum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mau menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut agar masyarakat
bisa mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan. Selain itu, dengan
menerapkan PHBS masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang
sehat dan meningkatkan kualitas hidup.
31
PHBS di sekolah merupakan kegiatan memberdayakan siswa, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat
untuk menciptakan sekolah sehat. Manfaat PHBS di Sekolah mampu
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses
belajar mengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan
sekolah menjadi sehat.
32
memanfaatkan pelayanan fasilitas kesehatan dan mampu mengembangkan
kesehatan yang bersumber dari masyarakat
4. Faktor presdisposisi
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Perilaku
d. Norma sosial (aturan tidak tertulis)
e. Sistem nilai
f. Norma hukum (tertulis)
5. Pembinaan PHBS
Sebagai upaya untuk menciptakan dan melestarikan perilaku hidup yang
beroreintasi kepada kebersihan dan kesehatan masyarakat. Agar
masyarakat mandiri dalam mencegah dan menanggulangi masalah-
masalah kesehatan yang dihadapi. Oleh karena itu proses
penyelenggaraannya melalui promosis kesehatan, untuk memebatu
individu, keluarga, atau kelompok dan masyrakat agat tahu, mau, dan
mampu mempraktikan PHBS, melalui proses pembelajran dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan yang dihadapi.
33
a. Advokasi : strategi pokok dalam rangka mengembnagkan
kebijakan berwawasan kesehatan, menciptakan lingkungan fisik
yang mendukung dan menata kembali arah pelayanan
b. Bina suasana : strategi pokok dalam rangka menciptakan
lingkungan yang mendukung.
c. Pemberdayaan : strategi pokok dalam rangka mengembangkan
kemampuan individu dann memperkuat gerakan masyarakat.
Ketiga strategi tersebut dilaksna dalam bentuk tindakan atau aksi
sebagai berikut :
- Gerakan pemberdayaan
Merupakan proses pemberian informasi kepada individu, keluarga
atau kelompok sasaran yang terus menerus. Sasaran
a. Pemberdayaan individu
b. Pemberdayaan keluarga
34
c. Pmeberdayan kelompok/masyarakat
Dalam mengupayakan agar sasaran tahu dan sadar kuncinya terletak pada
keberhasilan membuat sasaran tersebut memahami contoh seperti masalah
kesehatan DBD, perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai
dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah.
Pemberdayaan akan berhasil jika laksnakan melalui kemitraan serta
menggunakan metode dan teknik yang tepat. Setelah itu, sesuai ciri-ciri
sasaran situasi dan kondisi lalu ditetapkan diadakan dan digunaka metode
dan media komunikasi.
- Bina suasana
Suatu upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyrakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada untuk
menyetujui dan mendukung perilaku tersebut. Terdapat fase
- Advokasi
35
Upaya yang staretgis dan yterencana untuk mendapatkan komitmen
dan dukungan dari pihak-pihak terkait ( tokoh masyrakat formal
dan informal) yang berperan sebagai penentu kebijakan. Sasaran
advokasi umunya berlangsung tahap-tahapan
a. Pemberdayaan
36
tentang PHBS berkaitan dengan masalah yang dihadapi
pasien/klien. Sedangkan pemberdayaan keluarga pasien/klien
dilakukan oleh petugas yang bertugas melaksanakan kunjungan
rumah. Di desa dan kelurahan, pemberdayaan keluarga ini
dilakukan bersama-sama dengan kader. Fasilitas kesehatan
khususnya Puskesmas, juga harus menyediakan tenaga yang akan
bekerjasama dengan fasilitator dari kabupaten/kota untuk
menyeleggarakan.
b. Bina Suasana
c. Advokasi
37
fasilitas kesehatan dapat dipraktekkkan. Advokasi juga dapat
dilakukan oleh fasilitas kesehatan itu sendiri kepada para
penyandang dana, termasuk donatur, agar bersedia membantu
pembinaan PHBS di fasilitas kesehatannya
a. Pemberdayaan
b. Bina Suasana
38
Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukan oleh para
pendidik, juga oleh para pemuka masyarakat (khususnya pemuka
masyarakat bidan pendidikan dan agama), pengurus organisasi
anak didik seperti OSIS dan sejenisnya, Pramuka dan para kader.
Para pendidik, pemuka masyarakat, pengurus organisasi anak
didik, Pramuka dan kader berperan sebagai panutan dalam
mempraktekkan PHBS di pendidikan tersebut. Bina suasana juga
dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti billboard di
halaman, poster pajang di kelas, pertunjukan Įlm, pemuatan
makalah/berita di majalah dinding atau majalah sekolah, serta
penyelenggaraan seminar/simposium/diskusi, pakar atau alim-
ulama atau tokoh public untuk berceramah, pemanfaatan halaman
untuk taman obat/taman gizi dan lain-lain.
c. Advokasi
1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit,
39
asites, efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas
seperti nyeri kepala, nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola
mata.
2. Epidemiologi
Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan endemis di Indonesia. Penyakit ini dapat
mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah endemis yang
terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan. Sejak tahun 1952
infeksi virus 11 dengue menimbulkan manifestasi klinis berat yaitu demam
berdarah dengue (DBD) yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian
menyebar ke Thailand, Vietnam, Malaysia bahkan Indonesia. Tahun 1968
penyakit DBD dilaporkan pertama kali di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58
kasus, dengan kematian yang sangat tinggi, 24 orang (case fatality rate
41,3%). Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di
Indonesia. Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak usia kurang dari
15 tahun. Sekitar 50% penderita DBD berusia 10-15 tahun yang merupakan
golongan usia yang tersering menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan
orang dewasa. Nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari
dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 – 12.00 dan 15.00 –
17.00.
3. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
oleh nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe 10 menimbulkan antibodi terhadap
virus yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap
serotipe lain. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
40
oleh 3/4 serotipe yang berbeda selama hidupnya. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat. Beberapa pasien demam berdarah terus
berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD) yang berat. Biasanya
demam mulai mereda pada 3-7 hari setelah onset gejala. Pada pasien juga bisa
didapatkan tanda peringatan (warning sign) yaitu sakit perut, muntah terus-
menerus, perubahan suhu (demam hipotermia), perdarahan, atau perubahan
status mental (mudah marah,bingung). Menurut WHO kriteria demam
berdarah dengue ialah demam yang berlangsung 2-7 hari, terdapat manifestasi
perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3), dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
4. Pathogenesis
Fenomena patofisiologi utama DBD adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia
dan diatesis hemoragik. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari
permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan. Nilai
hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan dugaan bahwa
renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui
kapiler yang rusak.
41
5. Klasifikasi
6. Manifestasi klinis
Sistem Organ Gejala dan Tanda
Sistemik Demam tinggi, malaise,anoreksia
Tanda vital Takikardia, hipotensi
Kepala Nyeri kepala, epistaksis, gusi berdarah
Gastrointestinal Mual, hematemesis, melena,
hepatomegaly, asites
Ekstremitas Akral dingin, nyeri otot
Kulit Petekie, purpura, ekimosis
42
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
7. Faktor Risiko
DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk
karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau
melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB. Faktor
risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai
kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum
dan pembuangan sampah yang benar.
Faktor risiko individu yang menentukan beratnya penyakit adalah infeksi sekunder,
usia, etnisitas dan penyakit kronis (asma bronkial, anemia sel sabit dan diabetes
mellitus).Pada anak-anak muda mungkin kurang mampu untuk mengkompensasi
kebocoran kapiler daripada orang dewasa dan akibatnya berisiko lebih besar
mengalami syok dengue.
Pada wanita lebih berisiko mendapatkan manifestasi berat setelah terinfeksi virus
dengue (DBD/SSD) karena secara teori diyakini wanita lebih cenderung dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler dibanding dengan laki-laki. Selain itu, orang
kulit putih infeksi virus dengue lebih berat dibanding dengan orang kulit hitam
(negro) karena virus lebih banyak berkembang-biak pada sel mononuklear orang
kulit putih. Infeksi virus dengue lebih sering terjadi pada orang yang memiliki status
gizi yang baik dibanding dengan orang malnutrisi. Pada orang yang memiliki indeks
massa tubuh tinggi, kapiler mereka secara intrinsik lebih mungkin bocor sehingga
bisa menjadi lebih buruk dalam infeksi dengue.
8. Penegakan Diagnosis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan
43
kasus, tata laksana kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria
diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang
penting dalam pelaporan, surveilans, penelitian dan langkah-langkah tindakan
preventif dan promotif.
1. Nyeri kepala,
4. Ruam kulit,
5. Manifestasi perdarahan,
8. Peningkatan hematokrit 5 – 10 %.
44
d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
a. Demam
2. Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-hati
karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3 sampai ke-
6, adalah fase kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
45
b. Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas 90,6% dan
spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,7%
dan spesifisitas 74,2%.
2. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan
perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan
oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada
anak besar dari pada anak kecil.
d. Syok
46
Expanded Dengue Syndrom (EDS)
47
2. Pemeriksaan HI Test dimana terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali pada
pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM
spesifik untuk virus dengue.
3. Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau
cairan serebrospinal (LCS) dengan metode immunohistochemistry,
immunofluoressence atau serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari
negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA).
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologi
1. Leukosit
2. Trombosit
3. Hematokrit
48
akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului
peningkatan hematokrit. Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit >
20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian,
bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.
20 Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah baru
dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari
ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit
centrifuge Nilai normal hematokrit:
a. Anak-anak : 33 - 38 vol%
b. Radiologi
49
dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu 21 sampel darah (serum)
saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue
Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip
pemeriksaan ELISA.
Diagnosis Banding
1. Demam dengue
2. DBD
3. EDS
50
5. Measles
6. Rubella
8. Enterovirus
9. Influenza
Pada awal fase demam, diagnosa banding meliputi spektrum yang luas
dari infeksi virus, bakteri serta protzoa yang menyerupai DD. Manifestasi
perdarahan yang muncul, misalnya uji torniquet positif serta leukopenia (<
5000 sel/mm3) dapat diduga suatu kasus dengue. Munculnya trombositopenia
bersamaan dengan hemokonsentrasi dapat membedakan DBD/SSD dari
penyakit lainnya. Pada pasien yang tidak mengalami kenaikan nilai
hematokrit akibat adanya perdarahan hebat dan/atau penatalaksanaan cairan
intravena yang lebih cepat, adanya efusi pleura/ascites menandakan adanya
suatu kebocoran plasma. Hipoproteinemia/hipoalbuminemia dapat juga
menjadi penanda adanya kebocoran plasma, Nilai laju endap darah (LED)
yang normal merupakan penanda untuk membedakan infeksi dengue dari
infeksi bakterial dan syok septik. Hal yang perlu dicatat adalah, selama
periode syok, LED bernilai < 10 mm/jam.
10. Komplikasi
51
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,
hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik
vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi
atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard
dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel
dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga
pleura dan adanya dipsnea.
5. Pasien DBD mengalami DBD parah atau biasa disebut dengan istilah Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF). Ada beberapa hal yang menandai seseorang terkena
DHF. Mulai dari jumlah trombosit rendah, demam selama dua hingga tujuh hari,
dan adanya kecenderungan mengalami pendarahan. Selain itu, kekuatan plasma
darah juga berpengaruh. Saat plasma darah bocor ke jaringan di sekitarnya,
jumlah plasma dalam aliran darah berkurang. Jika hal itu terjadi, tubuh akan
mengalami syok karena organ vital dalam tubuh tidak mendapat aliran darah
sesuai kebutuhan. Selain menyebabkan organ-organ dalam tubuh gagal
menjalankan fungsinya, kondisi tersebut juga berisiko menyebabkan kematian.
Tatalaksana
52
53
Pertolongan Pertama
Pertolongan Pertama Penderita Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda
tidak spesifik, oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat
gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala
dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul
mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak
bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya
pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila
bintik merah itu hilang, bukan tanda penyakit DBD. Apabila keluarga/masyarakat
menemukan gejala dan tanda di atas, maka pertolongan pertama oleh keluarga
adalah sebagai berikut:
c. Kompres hangat.
e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak
memberikan apapun lewat mulut selama kejang) Jika dalam 2-3 hari panas tidak
turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti
perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah,
mimisan dianjurkan segera dibawa berobat/periksakan ke dokter atau ke unit
pelayanan kesehatan untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan.
Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan penyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence)
yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan
54
observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang
dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai
terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai ≤100.000/μl atau
kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan
hematokrit ≥20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal
pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.
Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan
penurunan jumlah trombosit <50.000/μl. Secara umum pasien DBD derajat I dan II
dapat dirawat di puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di
rumah sakit kelas B dan A. Secara umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi 3
fase yaitu fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan (konvalesens).
a. Fase Demam
Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana
DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan
perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan
bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
b. Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk puskesmas yang tidak ada alat
55
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan
estimasi nilai Ht=3x kadar Hb.
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian,
penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan
cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan
dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum
volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok,
3. Jenis Cairan
a. Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan
garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
56
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA), Dekstrosa 5% dalam
1/2 larutan garam faali (D5/ 1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang mengandung
dekstosa).
c. Fase Penyembuhan/konvalesen
57
barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
demam berdarah.
Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan,
hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk karena meningkatnya curah hujan. Tidak heran jika hampir setiap tahunnya,
wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB). Masyarakat diharapkan
cukup berperan dalam hal ini. Oleh karena itu, langkah pencegahan yang dapat
dilakukan adalah upaya pencegahan DBD dengan 3M Plus.
Prognosis
58
dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan
perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-
anak. Pada kasus-kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati
prognosisnya buruk.
Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila
dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok
yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang
baik bisa menjadi 1-2 %.
SKDI
3. Puskesmas
59
pembinaan Posyandu, Posbindu, Poskestren, dan lain-lain. (PMK No. 75 Tahun 2014
tentang Puskesmas dan PP No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah)
60
a. Pelayanan pemeriksaan umum;
b. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut;
c. Pelayanan KIA/KB yang bersifat UKP;
d. Pelayanan gawat darurat;
e. Pelayanan gizi yang bersifat UKP;
f. Pelayanan persalinan;
g. Pelayanan rawat inap (di Puskesmas perawatan);
h. Pelayanan kefarmasian; dan
i. Pelayanan laboratorium.
61
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
(4) Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat mendukung
kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan
operasional lain di Puskesmas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan jumlah minimal tenaga kesehatan dan
tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
Pasal 17
(1) Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien,
serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan
keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
(2) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
(2) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akreditasi Puskesmas
Permenkes No. 46 Tahun 2015
62
Definisi
Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri setelah memenuhi standar
akreditasi. Akreditasi Puskesmas dilakukan setiap 3 tahun. Jadi, Puskesmas yang
belum terakreditasi ialah puskesmas yang belum mendapatkan pengakuan selama
3 tahun terakhir dari lembaga independen penyelenggara akreditasi karena belum
memenuhi standar akreditasi.
Mekanisme
Akreditasi dilaksanakan oleh komisi akreditasi dengan menggunakan standar
akreditasi. Prinsip penilaian adalah penilaian oleh peer, yaitu peer yang direkrut
dan dipilih oleh komisi akreditasi dengan latar belakang mempunyai pengalaman
63
bekerja sebagai manajer, pengelolah program, dan/atau pendidikan minimal D3
bidang kesehatan. Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kajian awal
terhadap Puskesmas yang ada di wilayah kerja untuk menentukan kesiapan
Puskesmas yang telah membangun sistem mutu adan sistem pelayanan untuk
dilakukan penilaian oleh komisi akreditasi. Berdasarkan hasil kajian tersebut,
Dinas kesehatan kabupaten/kota mengusulkan Puskesmas yang telah siap dinilai
kepada dinas kesehatan provinsi untuk selanjutnya meneruskan kepada komisi
akreditasi.
Cara penilaian
64
1. Tiap pembuktian pada elemen diberikan nilai:
a. 0 = jika belum ada sama sekali atau baru sebagian kecil ada (0-20 %)
b. 5 = jika sebagian besar sudah dilaksanakan (20-79 %)
c. 10 = jika sudah dilaksanakan (80-100 %)
2. Angka pencapaian tiap elemen: penjumlahan skor dari tiap-tiap pembuktian
3. Nilai pencapaian tiap elemen: angka pencapaian tiap elemen dibagi dengan jumlah
pembuktian untuk tiap elemen.
4. Skor total untuk tiap kriteria:
Metode penilaian
1. Terpenuhi: bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10.
2. Terpenuhi sebagian: bila pencapaian elemen 20-79 % dengan nilai 5.
3. Tidak terpenuhi: bila pencapaian elemen < 20 % dengan nilai 0.
Keputusan akreditasi
1. Tidak terakreditasi: jika pencapaian nilai bab I, II, dan III <75% dan bab IV, V, VI
<60%, serta bab VII, VIII, IX <20%.
2. Terakreditasi dasar: jika pencapaian nilai bab I, II, dan III ≥75%, dan bab IV, V, VI
≥60%, serta bab VII, VIII, IX ≥20%.
3. Terakreditasi madya: jika pencapaian nilai bab I, II, III, IV, V ≥ 75%, bab VI, VII
≥60%, serta bab VIII, IX ≥20%.
4. Terakreditasi utama: jika pencapaian nilai bab I, II, III, IV, V, VI, VII ≥75 dan bab
VIII, IX ≥60%.
5. Terakreditasi paripurna: jika pencapaian nilai semua bab ≥75%.
65
Hasil penilaian akreditasi oleh tim surveior dikirim kepada komisi melalui
koordinator surveior di Provinsi disertai dengan rekomendasi keputusan
akreditasi.
66
kesehatan kabupaten/kota menetapkan Puskesmas kedalam kelompoknya sesuai
dengan pencapaian kinerjanya.
Kepala Puskesmas
Menurut PMK RI No. 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Pasal 33
Ayat:
1. (3) Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas,
pembinaan kepegawaian di satuan kerjanya, pengelolaan keuangan, dan pengelolaan
bangunan, prasarana, dan peralatan.
2. (4) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
kepala Puskesmas merencanakan dan mengusulkan kebutuhan. Dalam Permenkes RI
No. 44 tahun 2016 terdapat contoh jadwal aktvitas/langkah awal kegiatan di
puskesmas dalam 3 bulan pertama.
Kemungkinan pada kasus, dr. Desi tidak melaksanakan tugasnya sebagai kepala
puskesmas karena terdapat beberapa tahapan yang seharusnya dilakukan (penyusunan
RUK dan RPK, pelaksanaan SMD dan MMD, dan pelaksanaan lokakarya mini per bulan
dan triwulan), promosi kesehatan juga tidak berjalan, sehingga seharusnya kasus DBD
bisa ditanggulangi sebelum-sebelumnya (mengingat dr. Desi sudah menjadi kepala
Puskesmas selama 6 bulan dan kasus DBD sudah setahun terjadi sampai meningkat 2x
lipat).
67
5. Menyelenggarakan pertemuan/pelatihan/pembinaan kader Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) dalam penggerakan PSN DBD.
6. Melaksanakan penyuluhan intensif melaui berbagai metode dan media.
7. Memfasilitasi pertemuan lintas program dan lintas sector (Pertemuan Pokja/Pokjanal
desa/kecamatan secara berkala dan lain-lain).
8. Melaksanakan kegiatan 3M sebelum masa penularan.
9. Mengembangkan dan melaksanakan metode Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) sesuai dengan situasi dan kondisi masing-
masing daerah berdasarkan hasil survei/pelatihan.
10. Melaksanakan surveilens epidemiologi DBD.
11. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB.
Mengirimkan laporan hasil kegiatan program secara rutin ke dinas kesehatan
kabupaten
68
masalah kesehatan di desa dapat diperoleh sebanyak mungkin dari Kepala Rumah
Tangga (KRT) dan hasil observasi dilapangan di desa tersebut.
Pelaksanaan SMD
1. Waktu SMD dilaksanakan sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan tingkat
desa. Penentuan waktu hendaknya juga dikaitkan dengan kapan akan
diselenggarakannya musyawarah. Masyarakat Desa (MMD) untuk membahas
hasil SMD tersebut.
2. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah untuk
wawancara atau diskusi dengan kepala/anggota keluarga sekaligus melakukan
pengamatan (observasi) terhadap rumah/tempat-tempat umum dan
lingkungannya.
3. Pelaksanaan SMD dilakukan secara bertahap dan terus menerus yang terfokus
sesuai masing-masing program.
69
5. Data spesifik lainnya yang merupakan faktor risiko terjadinya masalah
kesehatan maupun potensi lokal yang dapat mendukung upaya mengetasi
masalah kesehatan di wilayah setempat.
70
musyawarah ataupun dengan menggunakan Skoring USGF (dengan bantuan
pendamping teknis/petugas puskesmas dll).
71
dipindahkan Kader pada lembaran kertas untuk dibawa ke rumah-rumah
untuk diisi dengan jawaban ya atau tidak.
b. Tim pendamping teknis mendampingi kader melakukan observasi terhadap
lingkungan sekitar masyarakat untuk mengetahui potensi yang dapat
mendukung (dapat juga ditanyakan pada saat wawancara) sebagai
pemecahan masalah kesehatan/ stunting.
4. Mendampingi Pembuatan Rekapitulasi Hasil SMD dan Peta Desa
Setelah SMD dilakukan, tim pendamping teknis mendampingi kader
membuat rekapitulasi hasil SMD dan peta desa.
72
Adapun tujuan dilaksanakannya Musyawarah Masyarakat Desa adalah
sebagai berikut:
1. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya;
73
5. Menggali dan mengenali potensi yang ada di masyarakat untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
6. Ada fasilitasi teknis dari petugas kesehatan dan sektor terkait di tingkat desa,
kecamatan atau kabupaten.
7. Penyusunan rencana kerja pemecahan masalah kesehatan serta langkah-
langkah kegiatan kesehatan tingkat Desa/Kelurahan.
8. Pengorganisasian masyarakat, dilakukan dengan jalan menyusun seksi-seksi
beserta tupoksinya yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana
kerja yang telah disusun. Bila perlu setiap seksi juga bisa mengembangkan
rencana kegiatan masing-masing yang mengacu pada rencana kerja yang telah
disepakati sebelumnya.
9. Pernyataan tekad bersama untuk melaksanakan kegiatan kesehatan tingkat
Desa/Kelurahan.
Pelaksanaan Kegiatan
74
a. Sosialisasi rencana kerja pemecahan masalah kesehatan oleh Tim Desa dan
Kelurahan ke seluruh warga desa dengan memanfaatkan pertemuan rutin yang
sudah ada.
b. Semua pihak melakukan kegiatan sesuai tugas yang disepakati dalam rencana
kerja pemecahan masalah.
75
selanjutnya perlu disusun rencana kegiatan dimaksud yang mencakup tujuan
dan sasaran, penanggungjawab, pihak yang terlibat, jadwal kegiatan, serta
sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan. Selama
musyawarah, pendamping teknis dan kader berperan dalam mengisi matriks
penyusunan rencana kegiatan berdasarkan hasil musyawarah desa.
5. Penutup
Kepala Desa menyampaikan kesimpulan dan kesepakatan hasil MMD, lalu
menutup MMD. Selanjutnya menandatangani lembar komitmen pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat.
76
77
VII. KESIMPULAN
78
DAFTAR PUSTAKA
Ikhtiar, M., 2018. Pengantar Kesehatan Lingkungan. 1st Edition ed. Makassar:CV Social
Politic Genius
Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2011.
79