Fix Mari Proposal
Fix Mari Proposal
DISUSUN OLEH :
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
khususnya pada anak dibawah lima tahun (Balita), anak-anak, remaja,
orang tua, dan orang sakit.
Selain itu penyakit akibat makanan juga mempengaruhi pertumbuhan
sosio-ekonomi dengan membebani APBN akibat anggaran kesehatan
yang semakin membengkak dan membahayakan ekonomi nasional,
pariwisata dan perdagangan (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan keamanan pangan dengan masalah gizi
yang berdampak pada ekonomi di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan
keamanan pangan dengan masalah gizi yang berdampak pada
ekonomi di indonesia
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui keamanan pangan di Indonesia
2. Untuk menganalisis hubungan keamanan pangan dengan
masalah gizi yang berdampak pada ekonomi di Indonesia
3. Untuk menganalisis peran pemerintah dalam keamanan
pangan di Indonesia
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan pengetahuan hubungan
keamanan pangan dengan masalah gizi yang berdampak pada
ekonomi di Indonesia serta peran pemerintah dalam dalam
keamanan pangan di Indonesia
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Untuk mengetahui keamanan pangan
2. Acuan untuk memperbaiki masalah gizi yang sedang terjadi
karena keamanan pangan yang rendah
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
juta anak meninggal setiap tahunnya yang sebagian besar karena
makanan dan minuman yang tercemar (WHO, 2015). Di
Indonesia, menurut laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (BPOM RI,2016) pada tahun tahun 2016,
kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan panganyang
dilaporkantelah menyebabkan 5.673 terpapar, 3.351 orang sakit
dan 7 orang meninggal dunia. Insiden keracunan akibat pangan
berturut-turut disebabkan oleh pangan olahan jajanan (PKL)
sebanyak 6 insiden keracunan dengan jumlah korban 231 orang,
pangan olahan jasa boga sebanyak 7 insiden keracunan dengan
jumlah korban 403 orang, pangan olahan rumah tangga sebanyak
4 insiden keracunan dengan jumlah korban 183 orang dan 2
insiden keracunan akibat minuman ringan berupa susu dengan
jumlah korban 27 orang (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2017). Pada 2017, berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan
Lingkungan dan Public Health Emergency Operation Center
(PHEOC) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat KLB
keracunan pangan berjumlah 163 kejadian, 7132 kasus dengan
Case Fatality Rate (CFR) 0,1% (depkes.co.id, 2018).
2.1.2 Penyebab Rendahnya Keamanan Pangan di Indonesia
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
keracunan makanan di Indonesia, antara lain:
1. Hygiene perorangan yang buruk,
2. Cara penanganan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih.
3. Kurangnya pengetahuan dalam memperhatikan kesehatan diri
dan lingkungannya dalam proses pengolahan makanan yang
baik dan sehat (Zulaikah, 2012; Musfirah, 2014).
2.2 Hubungan Keamanan Pangan Dengan Masalah Gizi Yang
Berdampak Pada Ekonomi Di Indonesia
Rendahnya keamanan pangan dapat menyebabkan berbagai masalah
gizi. Penyakit-penyakit tersebut diantaranya adalah stunting dan gizi
buruk.
7
2.2.1 Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 hari pertama
kehidupan.Selain gagal tumbuh (berat lahir rendah, kecil, pendek,
kurus), kondisi kekurangan gizi kronis ini juga akan menyebabkan
hambatan perkembangan kognitif dan motorik serta gangguan
metabolik pada saat dewasa; sehingga mempunyai risiko lebih
tinggi terkena penyakit tidak menular (diabetes, obesitas, stroke,
penyakit jantung).
Terdapat beberapa faktor yang dapat dikelompokkan atau
dikategorisasikan sebagai bagian dari pilar keamanan dan mutu
pangan. Faktor-fator ini adalah (i) rendahnya keamanan pangan
dan air, (ii) rendahnya mutu pangan, dan (iii) tingginya kasus
infeksi. Pertama (i), faktor rendahnya keamanan pangan dan air
ini ditunjukkan dengan (a) masih banyaknya makanan dan air
yang terkontaminasi, (b) praktik kebersihan yang buruk, dan (c)
penyimpanan dan persiapan pangan yang kurang aman. Kedua
(ii), faktor rendahnya mutu pangan ini ditandai dengan (a)
rendahnya mutu zat gizi mikro, (b) redahnya keragaman diet dan
tingkat asupan pangan hewani, (c) tingginya kandungansenyawa
anti-gizi dan (d) rendahnya kandungan energi, khususnya pada
makanan pendamping ASI. Faktor ketiga (iii) yaitu tingginya kasus
infeksi, (a) infeksi enterik berupa penyakit diare, lingkungan
enteropati, dan cacing, (b) infeksi pernapasan, (c) malaria, yang
dapat menyebabkan (d) berkurangnya nafsu makan dan (e)
inflamasi.
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi
utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan
Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya
seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek
mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi
29,6% pada tahun 2017.
8
Namun, menurut data Riskesdas tahun 2018 yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes) menunjukkan angka yang cukup menggembirakan
terkait masalah stunting. Angka stunting atau anak tumbuh
pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8
persen pada Riskesdas 2018.
9
2.2.2 Gizi Buruk
10
Dari peta konsep diatas dapat dilihat bahwa peningkatan
dan penjaminan keamanan dan mutu pangan dapat meningkatkan
kinerja seseorang dalam banyak hal. Sehingga secara tidak
langsung akan meningkatkan manfaat ekonomi yang signifikan
melalui perbaikan kualitas sumber daya manusia.
11
dan kesakitan yang timbul karena keracunan. Berbagai biaya
ekonomi ini menunjukkan pentingnya pengawasan obat dan
makanan yang ketat di Indonesia, atau dengan kata lain
pentingnya keamanan pangan.
2.3 Peran Pemerintah dalam Keamanan Pangan di Indonesia
Peran pemerintah dalam keamanan pangan di Indonesia banyak
dituangkan dalam peraturan-peraturan pemerintah, antara lain:
1. UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, BAB I, Pasal 1, Angka 5
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 2 Tahun
2013 tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan.
3. Permenkes No. 1 Tahun 2013 tentang penanganan kasus KLB
Keracunan Pangan.
4. Peraturan Presiden No. 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
5. Pada halnya pada BAB VII Pasal 69 keamanan pangan ini dapat
meliputi sanitasi pangan, BTP, Rekayasa genetik, iradiasi pangan,
jaminan produk halal, mutu pangan dan kemasan.
6. Pada UU no. 18 tahun 2012 Pasal 71 mengenai sanitasi berisi
tentang:
a. Setiap Orang yang terlibat dalam rantai Pangan wajib
mengendalikan risiko bahaya pada Pangan, baik yang berasal dari
bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan
sehingga Keamanan Pangan terjamin.
b. Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran
Pangan wajib dalam memenuhi Persyaratan Sanitasi dan
menjamin Keamanan Pangan dan/atau keselamatan manusia.
7. PP RI no. 28 Tahun 2004 Pasal 3 mengenai keamanan, mutu dan gizi
pangan” Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai
12
pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik,
meliputi: cara budidaya, cara budidaya pangan segar, cara budidaya
pangan olahan, cara distribusi, cara ritel pangan, cara produksi
pangan siap saji.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan di
Indonesia, antara lain adalah hygiene perorangan yang buruk, cara
penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan
pengolahan makanan yang tidak bersih. Kurangnya pengetahuan
dalam memperhatikan kesehatan diri dan lingkungannya dalam
proses pengolahan makanan yang baik dan sehat (Zulaikah, 2012;
Musfirah, 2014).
2. Rendahnya keamanan pangan dapat menyebabkan berbagai
masalah gizi. Penyakit-penyakit tersebut diantaranya adalah stunting
dan gizi buruk.
3. Selain berkaitan erat dengan kesehatan, secara lebih umum
keamanan dan mutu pangan juga erat berkaitan dengan kualitas
sumber daya manusia dan daya saing bangsa. Sehingga dengan
SDM yang berkualitas ekonomi di Indonesia juga meningkat.
4. Selain itu hubungan masalah gizi dengan ekonomi adalah jika
masalah gizi di Indonesia meningkat maka pengeluaran negara untuk
kesehatan semakin besar.
3.2 SARAN
Keamanan pangan yang terjamin akan menguntungkan bagi
aspek ekonomi negara. Sehingga tingkatkan keamanan pangan pada
negara supaya mendapat hasil yang maksimal untuk kemajuan bangsa.
14
DAFTAR PUSTAKA
15