Anda di halaman 1dari 11

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

LAPORAN PENDAHULUAN

A. MOBILISASI
1. DEFINISI
Mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan
penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995).

2. JENIS MOBILISASI
Menurut Alimul (2005) jenis mobilisasi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Mobilisasi Penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motoris volunteer dan sensoris untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b. Mobilisasi Sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motoris dan sensoris
pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan control motoris dan sensoris.
Mobilitas sebagian ini dibagi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible pada system
musculoskeletal, seperti adanya dislokasi sendi tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang irreversible.
Contohnya terjadinya hemiplegi karena cedera tulang belakang,
dan untuk kasus poliomyelitis terjadi karena tergantungnya system
saraf motoris dan sensoris.

3. TUJUAN
Menurut (Handiyani, 2013), tujuan mobilisasi yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan tingkat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
e. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

4. KONSEP DASAR
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan
dan stabilitas.
b. Sendi kartilaginous atau sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya.
c. Sendi fribrosa atau sindesmodial, adalah sendi di mana kedua
permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran.
d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial.
e. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago.
f. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.
g. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler.
h. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh
i. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas
otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan.
Koordinasi pergerakan tubuh. Otot ialah Jaringan yang mempunyai
kemampuan khusus yaitu berkontraksi, dan dengan jalan demikian maka
gerakan terlaksana. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai
sifat yang sama dengan sel dari jaringan yang lain, semua ini di ikat
menjadi berkas – berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang
mengandung unsure kontraktil ( Evelyn C Pearce, 2002 ).
Sistem skeletal. Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang
dewasa. Dingah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut
merupakan matriks tulang yang dinamakan lamela. Tulang diselimuti
dibagian luar oleh membran ibrus padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh,
selain sebagai temat pelekatan tendon dan lugamen ( Brunner & Suddart,
2002).

5. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi
otot, isotonik dan isometrk. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan
otot menyebabkan otot memendek. Kontraki isometrik menyebabkan
penngkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrk. Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang (Handiyani, 2013).

6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Handiyani, 2013), manifestasi klinis mobilisasi yaitu :
a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuaikebutuhan.
b. Keterbatasan menggerakan sendi.
c. Adanya kerusakan aktivitas.
d. Penurunan ADL dibantu orang lain.
e. Malas untuk bergerak atau mobilitas.

7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI


Menurut Tarwoto dan wartonah (2004), mobilitas seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya :
a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
b. Proses Penyakit atau Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang
karena dapat mempengaruhi fungsi system tubuh. Sebagai contoh,
orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas juga dapat dipengaruhi oleh
kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya tertentu biasanya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat,
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas karena adat
dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang
dapat melakukan mobilitas yang baik, dibutuhkan energy yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan

B. IMMOBILISASI
1. DEFINISI
Immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas yang
disebabkan oleh kondisi di mana gerakan terganggu atau dibatasi secara
terapeutik (Potter dan Perry, 2006). Dalam hubungannya dengan
perawatan klien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana klien
berbaring lama di tempat tidur. Immobilisasi pada klien tersebut dapat
disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, atau menderita
kecacatan.

2. ETIOLOGI
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif
berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada
depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring
di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan
Roosheroe, 2007). Penyebab secara umum adalah kelainan postur,
gangguan perkembangan otot, kerusakan system saraf pusat, trauma
langsung pada sistem mukuloskeletal dan neuromuskular dan kekakuan
otot. Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:
(Restrick, 2005)
a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Dementia and Depression
f. Instability
g. Hipnotic medicine
h. Impairment of vision
i. Polipharmacy
j. Fear of fall

3. JENIS IMOBILISASI
Menurut (Handiyani, 2013), jenis imobilisasi yaitu :
a. Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
b. Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir.
c. Imobilitas emosional
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
d. Imobilitas sosial
Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

4. EFEK
Menurut Asmadi (2008), ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan
akibat immobilisasi fisik ini antara lain :
a. Sistem Integumen
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit,
seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada
imobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengn yang
lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga
terjadi ischemia pada jeringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat
diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan,
berkeringat, dan nutrisi yang buruk.
b. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus.
c. Sistem respirasi
Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat immobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin
dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan,
sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat
terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
d. Sistem perkemihan
Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam
kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke
bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi
terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga
urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis).
Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini
berpotensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih.
e. Sistem muskuloskletal
Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai
akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas
sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya
memburuknya koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat
menyebabkan perubahan metabolik pada sistem muskuloskletal
sehingga terjadi hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang kemudain
menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atrofi otot, immobilisasi
juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot.
f. Sistem neurosensoris
Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien
immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada
ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan
gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut
menyebabkan
pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal
dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang,
dan timbul rasa nyeri yang hebat.
g. Perubahan prilaku
Perubahan prilaku sebagai akibat immobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi,
perubahan siklus tidur, menurunnya koping mekanisme dan
menurunnya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan
kebersihan diri.

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURANGNYA PERGERAKAN


ATAU IMMOBILISASI
Menurut (Handiyani, 2013), factor yang mempengaruhi kurangnya
pergerakan atau immobilisasi yaitu :
a. Gangguan Musculoskeletal
1) Osteoporosis
2) Atropi
3) Kontraktur
4) Kekakuan dan sakit sendi
b. Gangguan Kardiovaskuler
1) Postural hipotensi
2) Vasodilatasi vena
3) Peningkatan penggunaan valsava maneuver
c. Gangguan Sistem Respirasi
1) Penurunan gerak pernapasan
2) Bertambahnya sekresi paru
3) Atelektasis
4) Hipotesis pneumonia

Anda mungkin juga menyukai