Anda di halaman 1dari 5

2.

1 Pengertian Limbah Hasil Perikanan

Limbah hasil perikanan adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai
ekonomis, yang ketika mencapai jumlah atau kosentrasi tertentu, dapat
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Gintings, 1992). Sedangkan
menurut Setiyawan (2010) limbah merupakan hasil sisa produk utama dari suatu
proses yang berasal dari bahan dasar atau bahan bantu proses tersebut. Lebih
lanjut Setiyawan (2010) menyatakan limbah juga dapat diartikan sebagai buangan
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu
sekitar 20 – 30% dari produksi ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun.
Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah. Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan perikanan adalah berupa : 1) ikan rucah yang bernilai ekonomis
rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai pangan; 2) bagian daging
ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri
pengalengan, atau industri pemfiletan; 3) ikan yang tidak terserap oleh pasar,
terutama pada musim produksi ikan melimpah; dan 4) kesalahan penaganan dan
pengolahan (Ditjen Perikanan, 2007).

2..2 Limbah Industri Perikanan

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu
sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai
ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan
untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar
disamping dapat mencemari lingkungan. Menurut Laksmi dan Rahayu (1993)
penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri
termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada usaha penangkapan,
penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah sebagai buangan
industri perikanan dikelompokkan menjadi tiga macam berasarkan wujudnya
yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Limbah cair adalah bahan-bahan
pencemar berbentuk cair. Air limbah adalah air yang membawa sampah
(limbah)dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu campuran air dan padatan
terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil proses yang
dibuang ke dalam lingkungan. Limbah cair yang dihasikan oleh industri
pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7 (netral), yang disebabkan oleh
adanya dekomposisi bahan-bahan yang mengandung protein dan banyaknya
senyawa-senyawa amonia.

Kandungan limbah cair industri perikanan tergantung pada derajat kontaminasi


dan juga mutu air yang digunakan untuk proses (Gonzales dalam Heriyanto,
2006). Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh dekomposisi
bahan- bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap,
diamina dan amoniak. Limbah cair industri perikanan memiliki kandungan
nutrien, minyak, dan lemak yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya nilai
COD (Chemical Oxygen Demand), terutama berasal dari proses penyiangan usus
dan isi perut serta proses pemasakan (Mendezet a1, 1992 dalam Sari, 2005).

2.3 Jenis-jenis Limbah Hasil Perikanan

Usaha perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga
ikut berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan dari usaha
perikanan adalah limbah dan cemaran yang berupa limbah cair yang membusuk
sehingga menghasilkan bau amis/busuk yang sangat menganggu estetika
lingkungan (Ditjen Perikanan, 2007), sedangkan menurut Dewantoro (2003)
limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan hasil perikanan umumnya dapat
di golongkan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Limbah padat: limbah padat basah dan limbah padat kering

b. Limbah cair

c. Limbah hasil samping

Limbah Padat. Limbah padat bersifat basah dan dihasilkan oleh usaha perikanan
berupa potongan-potongan ikan yang tidak dimanfaatkan. Limbah ini berasal dari
proses pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isi perutnya yang berupa
jerohan dan gumpalan-gumpalan darah. Selain itu, limbah ini juga berasal dari
proses cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit, dan bagian tubuh ikan yang
lain, seperti sisik dan insang (Setiyawan, 2010).

Karena proses ini melibatkan banyak aktifitas yang lain, maka juga dihasilkan
limbah padat yang kering berupa sisa/potongan karton kemasan, plastik, kertas,
kaleng, tali pengemas, label kemasan dan potongan sterofoam, dan sebagainya.
Kondisi limbah padat kering ini dapat dalam keadaan bersih (belum
terkontaminasi oleh bahan lain) maupun sudah dalam keadaan terkontaminasi oleh
bahan lain seperti ikan/udang, bahan pencuci produk, darah, dan lendir ikan
(Dwicaksono et al. 2013).

Menurut Dewantoro(2003) komposisi limbah padat usaha perikanan terdiri dari:


(1) Daging merah sebanyak 25%, (2) Bone (kepala, duri, ekor) sebanyak 55%, (3)
Isi perut (jerohan dan darah) sebanyak 15% dan (4) Karton, plastik, dan lain-lain
sebanyak 5%.

Limbah berupa daging merah, bone (kepala, duri, ekor), isi perut, dan karton atau
plastik tersebut akan menimbulkan masalah yang serius terhadap lingkungan
apabila tidak dikelola dengan baik. Permasalahan yang mungkin timbul adalah
adanya bau amis dari potongan ikan yang disertai bau busuk karena proses
pembusukan sehingga mengundang datangnya berbagai vector penyakit
diantaranya lalat dan tikus (Fitria, 2008).

Limbah Cair. Limbah cair dari hasil perikanan dapat berupa sisa cucian
ikan/udang, darah dan lendir ikan, yang banyak mengandung minyak ikan
sehingga menimbulkan bau amis yang menyengat. Limbah cair ini merupakan
limbah yang dominan dari usaha perikanan karena selama proses, membutuhkan
air dalam jumlah yang cukup banyak. Limbah cair juga berasal dari sanitasi dan
toilet pada lokasi usaha tersebut (Gintings, 1992).

Limbah pengolahan hasil perikanan dapat dimanfaatkan hingga menghasilkan


beberapa produk yang bermanfaat. Contoh produk limbah perikanan antara lain
Tulang ikan, kulit ikan, petis ikan silase ikan dan pupuk organik.

3.1 Tulang Ikan

Limbah padat perikanan merupakan limbah padat yang tidak menimbulkan zat-zat
beracun bagi lingkungan, namun merupakan limbah padat yang mudah
membusuk, sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat. Limbah padat
dapat berupa kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik, insang atau
saluran pencernaan (Sugiharto, 1987).

Menurut Hadiwiyoto (1993) ikan tersusun atas tulang pokok pada ikan yang
terdiri atas tulang punggung yang terdiri atas 56-200 ruas tulang yang saling
dihubungkan dengan jaringan pengikat yang lentur (kolagen).

Menurut Trilaksani, dkk (2006) tulang ikan merupakan salah satu bentuk limbah
dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak
diantara bagian tubuh ikan, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium,
fosfor dan karbonat

Kalsium merupakan unsur penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena
kalsium berfungsi dalam metabolisme tubuh dan pembentukan tulang dan gigi.
Tubuh manusia memiliki tingkat kebutuhan kalsium yang berbeda menurut usia
dan jenis kelamin. Anak-anak membutuhkan kalsium 600 mg per hari sedangkan
usia dewasa 800 mg hingga 1000 mg per hari (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI
2004). Pemanfaatan limbah tulang ikan sebagai sumber kalsium merupakan
alternatif pemanfaatan limbah yang tepat dalam rangka menyediakan sumber
pangan kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak buruk akibat pencemaran
limbah pada industri pengolahan hasil perikanan (Nabil 2005).
Tepung tulang ikan dapat menjadi salah satu sumber kalsium yang harganya
relatif murah dan penanganannya yang sederhana dibanding dengan produk susu
bubuk dan turunannya yang harganya relatif mahal sehingga sulit dijangkau oleh
sebagian masyarakat (Thalib 2009)

3.2. Kulit Ikan

Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk
badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak, air, dan
mineral. Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan
serta serangan mikroba dari luar tubuh. Kulit ikan merupakan salah satu bagian
pada ikan yang banyak dimanfaatkan selain dagingnya. Kulit ikan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Kulit ikan banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk kulit ikan,
gelatin, kulit olahan, tepung ikan, serta sumber kolagen untuk kosmetik.
Kandungan protein kolagen yang terdapat pada kulit ikan yaitu sebesar 41-84%
(Judoamidjojo, 1981).

Kualitas kulit ikan sangat tergantung pada jenis ikan dan cara pengolahannya.
Pada umumnya limbah kulit ikan diperoleh dengan mudah dari sisa-sisa
pengolahan daging ikan, seperti sisa pembuatan kerupuk ikan, bakso ikan, tepung
ikan, abon ikan dan kecap ikan (Indraswari, C,H. 2003). Kulit ikan dari hampir
semua jenis ikan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan kerupuk kuIit ikan.
Namun demikian, kebanyakan limbah kuIit ikan yang diperoleh berasal dari ikan
yang dianggap mempunyai nilai ekonomis seperti: ikan tengiri, tuna, kakap, kakap
merah, pari (pe), hiu, lele, bandeng, dan belut. (Eddy Pumomo, 2002)..

3.2. Kulit Ikan

Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk
badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak, air, dan
mineral. Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan
serta serangan mikroba dari luar tubuh. Kulit ikan merupakan salah satu bagian
pada ikan yang banyak dimanfaatkan selain dagingnya. Kulit ikan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Kulit ikan banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk kulit ikan,
gelatin, kulit olahan, tepung ikan, serta sumber kolagen untuk kosmetik.
Kandungan protein kolagen yang terdapat pada kulit ikan yaitu sebesar 41-84%
(Judoamidjojo, 1981).

Kualitas kulit ikan sangat tergantung pada jenis ikan dan cara pengolahannya.
Pada umumnya limbah kulit ikan diperoleh dengan mudah dari sisa-sisa
pengolahan daging ikan, seperti sisa pembuatan kerupuk ikan, bakso ikan, tepung
ikan, abon ikan dan kecap ikan (Indraswari, C,H. 2003). Kulit ikan dari hampir
semua jenis ikan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan kerupuk kuIit ikan.
Namun demikian, kebanyakan limbah kuIit ikan yang diperoleh berasal dari ikan
yang dianggap mempunyai nilai ekonomis seperti: ikan tengiri, tuna, kakap, kakap
merah, pari (pe), hiu, lele, bandeng, dan belut. (Eddy Pumomo, 2002).

3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan hasil perikanan umumnya dapat di


golongkan menjadi 3 kelompok yaitu: Limbah padat bersifat basah dan
dihasilkan oleh usaha perikanan berupa potongan-potongan ikan yang tidak
dimanfaatkan. Limbah cair dari hasil perikanan dapat berupa sisa cucian
ikan/udang, darah dan lendir ikan, yang banyak mengandung minyak ikan
sehingga menimbulkan bau amis yang menyengat. Limbah hasil samping
merupakan sisa produksi yang masih dapat dipergunakan untuk keperluan
produksi yang lain diantaranya adalah potongan daging dalam merapaikan fillet
(biasa disebut dengan kegiatan trimming), potongan tubuh yang telah diambil
dagingnya untuk fillet, atau daging merah (read meat) dari seleksi daging ikan
tuna yang akan dikalengkan.

2. Jenis limbah hasil perikanan seperti tulang ikan dapat di manfaatkan sebagai
tepung ikan, kemudian tepung tulang dapat di jadikan pakan ternak, Atau
penambahan dalam pembuatan roti dan sejenisnya. Limbah kulit ikan dapat di
manfaatkan sebagai produk bernilai ekonomis seperti kerupuk dan gelatin,
sedangkan ikan yang tidak bernilai ekonomis dijadikan silase ikan dapat juga di
manfaatkan sebagai pakan ternak, selain itu juga rebusan ikan dapat di jadikan
petis ikan bahkan limbah cair hasil perikanan bisa dijadikan pupuk organik.

Anda mungkin juga menyukai