Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkinerja tinggi adalah salah satu tuntutanutama dalam dunia industri modern.
Perusahaandituntut untuk berkinerja tinggi agar mampumempertahankan eksistensinya dan
bersaingdalam kancah global yang semakin ketat.Namun, perusahaan tidak akan
mencapaikinerja yang tinggi tanpa didukung olehkaryawan yang berkinerja tinggi
pula.Sementara itu, hanya dengan memiliki motivasikerja yang tinggilah, karyawan
mampumenghasilkan kinerja tinggi.

Pada ilmu manajemen pembahasan mengenai motivasi memiliki posisi yang penting.
Hal ini dikarenakan konsep motivasi dapat memberi pengaruh dan dampak yang besar bagi
kemajuan serta pergerakan suatu perusahaan atau sebuah organisasi di masa depan. Pada
awal berdirinya sebuah organisasi atau perusahaan atau bahkan di saat organisasi/perusahaan
tersebut mengalami permasalahan maka motivasi memiliki kedudukan yang penting dan
dibutuhkan sebagai bagian yang mampu mengatasi semua itu.1

Tingkah laku manusia itu hakikatnya adalah berorientasi pada sebuah tujan dengan
kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dipacu oleh keinginan untuk mencapai
beberapa tujuan. Suatu dasar dari dari setiap perilaku adalah kegiatan. Sehingga dengan
demikian semua perilaku itu adalah serangkaian aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan.

Bagaimana seorang manajer bisa memahami, menduga, dan bahkan mengendalikan


aktivitas-aktivitas seseorang yang dikerjakan pada saat tertentu? Untuk hal ini sebagai
seorang manajaer harus mengetahui dorongan atau kebutuhan seseorang yang
mengundangnya untuk mau mengerjakan suatu aktivitas tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa arti manajer sebagai motivator?

1.2.2 Apa saja teori teori motivasi?

1.2.3 Apa yang dimaksud dengan budaya dan makna kerja?

1
1.2.4Bagaimana desain tugas dan motivasi dalam sebuah perusahaan melalui hierarki
kebutuhan dan penelitian internasional?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui arti manajer sebgai motivator

1.3.2 Untuk mengetahui teori – teori motivasi

1.3.3 Untuk memahami arti budaya dan makna kerja

1.3.4 Untuk memahami desain tugas dan motivasi dalam sebuah perusahaan melalui
hierarki kebutuhan dan penelitian internasional

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manajer sebagai Motivator

Manajer adalah sosok yang sangat penting untuk menyatukan semua potensi dan
melakukan pekerjaan melalui kerja sama yang solid. Bila manajer hanya mengkritik tanpa
mencarikan jalan keluar atau solusi yang tepat, maka keberadaan manajer hanya akan
menjadi beban untuk organisasi dan bisnis. Hal ini hanya akan menciptakan organisasi
dengan koordinasi yang lemah. Dimana, setiap karyawan akan membangun tembok
pertahanan diri untuk menghindari kritik. Di sini, bukannya produktivitas dan kreatifitas yang
akan meningkat, tapi karyawan akan fokus kepada kritik dan mencoba keluar dari kritik,
tanpa berupaya memikirkan tujuan akhir dari pekerjaan yang dilakukan. Manajer sebagai
motivator selain mengkritik, manajer harus bisa menjadi pendorong yang membesarkan cara
kerja karyawannya (djajendra, 2011).

2.2Teori Motivasi

2.2.1Teori Konten

Teori isi(content theory) menekankan pada teori kebutuhan – kebutuhan


manusia,menjelaskan berbagai kebutuhan manusia mempengaruhi kegiatannyadalam
organisasi. Dalam teori isi terdapat tiga teori motivasi yangmenekankan pada analisa yang
mendasari kebutuhan – kebutuhanmanusia, antara lain, teori Hierarki Kebutuhan, teori ERG
dan teori DuaFaktor (Widayat, 2015).

A. Teori Motivasi Abraham Maslow (Teori Kebutuhan)

Abraham Maslow (1943;1970) dalam Robbins (2007) mengemukakan bahwa


pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam
5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan
terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan
Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih
kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan

3
pada suatuperingkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada
peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting:

a) Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)


b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang
lain, diterima, memiliki)
d) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan
mendapatkan dukungan serta pengakuan)
e) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui,
memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian,
keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan
kepuasan diri dan menyadari potensinya).
B. Teori ERG Clayton P. Alderfer
Menurut Alderfer dalam Robbins (2007 :171), mengemukakan ada tiga hirarki
dalam kebutuhan inti yaitu eksistensi (existence), kekerabatan atau berhubungan
(relatedness), dan pertumbuhan (growth). Adapun ketiga hirarki dalam kebutuhan inti
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Eksistensi
Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan eksistensi merupakan pemberian
persyaratan eksistensi materiil dasar, mencakup butir-butir yang oleh Maslow
dianggap sebagai kebutuhan keamanan serta keselamatan dan kebutuhan fisiologis
seperti gaji, kondisi kerja, peralatan kerja atau kebutuhan mendasar manusia untuk
bertahan hidup dan sebagainya.
2. Kebutuhan Berhubungan
Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan berhubungan merupakan hasrat yang
kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang bermanfaat. Hasrat
sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang lain agar dipuaskan, dan
hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow.
3. Kebutuhan Pertumbuhan
Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan pertumbuhan
adalah suatu hasrat instrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen
instriksi dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang
tercakup pada aktualisasi diri.

4
Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan
bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka
manusia akan kembali pada gerak yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari
waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi (Widayat, 2015).

C. Teori Dua Faktor Herzberg


Teori Dua Faktor juga dikenal sebagai teori motivasi Herzberg atau teori
hygiene-motivator. Teori ini dikembangkan oleh Herzberg (1923-2000), seorang
psikolog asal Amerika Serikat. Herzberg mengemukakan teori motivasi berdasar teori
dua faktor yaitu faktor hygiene dan motivator serta membagi kebutuhan Maslow
menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan
kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa
cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat
tingginya. Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg yangmenghubungkan
faktor-faktor instrinsik dengan kepuasan kerja dan mengaitkan faktor-faktor ekstrinsik
dengan kepuasan kerja. Faktor-faktor ekstrinsik meliputi upah, jaminan
pekerjaan,kondisi kerja, status, prosedur pekerjaan, kualitas pengawasan dan
hubungan antar pribadi diantara rekan kerja, atasan dan bawahan. Sedangkan faktor-
faktor instrinsik antara lain prestasi (achievement), pengakuan (recognition),
tanggungjawab (responsibility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri dan
kemungkinan untuk berkembang.
Teori dua faktor dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk
adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah pada kepuasan positif
untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul
ketidakpuasan. Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis
juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk
menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah gambaran
kebutuhan fisiologis individu yang diharapkan untuk dipenuhi. Hygiene factors
(faktor kesehatan) meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi
kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi
perusahaan.
b. Motivation Factors
5
Menurut Herzberg (Robbins, 2001), hygiene factors (faktor kesehatan) tidak dapat
dianggap sebagai motivator. Faktor motivasi harus menghasilkan kepuasan positif.
Faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk
sebuah kinerja yang unggul disebut sebagai faktor pemuas. Karyawan hanya
menemukan faktor-faktor intrinsik yang berharga pada motivation factors (faktor
pemuas). Para motivator melambangkan kebutuhan psikologis yang dirasakan
sebagai manfaat tambahan. Faktor motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan
mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan
pertumbuhan dalam pekerjaan. Motivator factorberhubungan dengan aspek –
aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job
content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan. Faktor – faktor
yang termasuk di sini adalah
(1) Achievement (keberhasilan menyelesaikan tugas)
(2) Recognition (penghargaan)
(3) Work it self (pekerjaan itu sendiri)
(4) Responsibility (tanggung jawab)
(5) Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan diri)
(6) Advancement (kesempatan untuk maju)

2.2.2 Teori Proses


Teori ini menekankan bagaimana dan dengan apa setiap individu dimotivisir.
Kebutuhan hanyalah salah satu elemen dalam suatu proses tentang bagaimana individu
bertingkah laku. Dasar proses teori ini adalah adanya pengharapan, yaitu yang dipercayai
oleh individu apa yang akan diperoleh dari tingkah lakunya. Misalnya bila seseorang percaya
bahwa bekerja dan mampu mencapai batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut
akan memperoleh pujian, namun kalau tidak bisa selesai sesuai dengan waktunya akan
memperoleh teguran, dan ia lebih suka memperoleh pujian, maka ia akan bekerja untuk bisa
selesai sebelum batas waktu. Sebaliknya bila seseorang menyelesaikan pekerjaan melebihi
batas waktu, maka ia mungkin tidak akan terdorong untuk menyelesai kan tepat pada
waktunya. Faktor tambahan dari teori ini adalah valence atau kekuatan dari preferensi
individu terhadap hasil yang diharapkan. Misalnya bila bekerja keras untuk bisa melebihi
target akan menimbulkan seseorang dipromosikan, dan seseorang memang berkeingingan
sangat kuat untuk dipromosikan, maka ia akan bekerja keras melampaui target (Seylor,DL
Holton, 1998).
6
Pada teori proses, terdapat dua teori motivasi yang terpusat padabagian para anggota
organisasi mencari pengahrgaan dalam keadaanbekerja, termasuk dalam kelompok ini : teori
keadilan dan teori harapan(Widayat, 2015).

2.2.3 Teori Ekuitas(Equity theory)


Equity theory yang dikemukakan oleh Stacy Adams menyatakan bahwa jika individu
merasa tidak diperlakukan dengan adil dibandingkan dengan yang lain, mereka akan berusaha
mengurangi ketidakadilan tersebut dan mengembalikannya pada situasi yang adil.Respon
yang mungkin diberikan terhadap ketidakadilan:
 mengubah input kerja –mengurangi tingkat kerja
 mengubah reward yang diterima –meminta perbaikan sistem reward.
 mengubah acuan –berusaha membuat situasi terlihat lebih baik.
 mengubah situasi –pindah atau berhenti kerja.
Menurut Equity theory, persepsi terhadap reward akan sangat menentukan kepuasan
dan kinerja individu; dalam hal ini yang terpenting bukanlah nilai reward atau persepsi
manajer, namun persepsi dari bawahan.

2.2.4 Teori harapan (expectancytheory)


Victor Vrom dalam bukuStephen Robbins (2007:148)menyatakan bahwa individu
cenderungbertindak dengan cara tertentuberdasarkan pengharapan bahwatindakan tersebut
akan diikuti olehhasil tertentu dan oleh daya tarikhasil tersebut bagi orang itu. Vromdalam
expectancy theory,menyatakan pula bahwa perilakuyang diharapkan dalam pekerjaanakan
meningkat jika seseorangmerasakan adanya hubungan yangpositif antara usaha-usaha
yangdilakukannya dengan kinerja.Perilaku-perilaku tersebut selanjutnyameningkat jika ada
hubunganpositif antara kinerja yang baikdengan imbalan yang mereka terima,terutama
imbalan yang bernilai bagidirinya (Nelson, 1996).

2.2.5 Teori Penetapan Sasaran(goal setting theory)


Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Edwin
Locke pada akhir tahun 1960. Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan
kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Goal setting theory didasarkan pada bukti
yang berasumsi bahwa sasaran (ide-ide akan masa depan; keadaan yang diinginkan)
memainkan peran penting dalam bertindak. Teori penetapan tujuan yaitu model individual

7
yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi untuk
mencapai tujuan-tujuan (Birnberg dalam Mahennoko, 2011).
Menurut teori ini salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai tujuan yang
umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai
penyelesaiannya, sekali seseorang mulai sesuatu (seperti suatu pekerjaan, sebuah proyek
baru), ia terus mendesak sampai tujuan tercapai. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku
individu diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai
tujuan atau tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu. Goal setting theory
mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan (Robbins, 2007). Jika
seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan mempengaruhi
tindakannya dan mempengaruhi konsenkuensi kinerjanya.

2.3 Pola Budaya dan Makna Kerja

2.3.1. Makna Kerja

Kerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam
arti sempit,istilah kerja digunakan untuk suatu tugas atau kegiatan yang menghasilkan uang
bagi seseorang. Menurut pemerintah Belanda Perncanaan Wetboek van Koophandel
,pekerjaan itu perbuatan perbuatan yang dilakukan tidak terputus putus,secara terang terangan
dan dalam kedudukan tertentu. Jadi,laba tidak merupakan unsur mutlak.

Akar budaya,social dan aturan public yang ada di tiap negara secara tak langsung
membentuk budaya kerja kepada tiap penduduknya. Hal ini pun akan tetap mereka bawa
meski bekerja di negara lain. Sebenarnya perbedaan budaya kerja adalah hal biasa selama kita
mampu beradaptasi dengan hal tersebut. Karena jika kita memahami budaya kerja di banyak
negara,maka itu salah satu kesiapan diri menghadapi medan kerja,terlebih di era MEA yang
menuntut kompetisi serius. Perusahaan perusahaan Multinasional diberbagai negara memiliki
budaya kerja yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya karena adanya
latar belakang budaya yang berbeda.

2.3.2. Pola Budaya

Gagasan budaya dan nilai-nilai yang terkait menjadi subjek interaksi timbal balik mereka
menerima pertimbangan yang semakin meningkat. Søderberg dan Holden memandang
budaya sebagai berbagi dari 'pola makna dan interpretasi' (2002: 112). Terdapat komunitas

8
budaya yang stabil, ada kelompok yang berbagi pola ketika berinteraksi dengan orang lain
yang polanya dapat diidentifikasikan dan membawanya baik diadaptasi membentuk, dan atau
menegosiasikan makna dan interpretasi bersama. Dalam pandangan mereka, manajer yang
terlibat dalam globalisasi yang berhubungan dengan konsep ini jauh lebih mudah daripada
dengan dimensi budaya yang tetap seperti yang dijelaskan dalam bagian pertama. Mereka
akan melihat peran mereka lebih berkaitan dengan memastikan bahwa interaksi dalam tim
multikultural efektif dan menuai rewards yang sinergis. Alih-alih menjadi masalah berurusan
dengan budaya dalam isolasi, pekerjaan mereka adalah ‘pengelolaan berbagai budaya
'(Søderberg dan Holden, 2002: 110), dengan demikian memastikan bahwa ‘pengetahuan,
nilai, dan pengalaman ditransfer ke dalam domain multikultural dari implementasi '(idem:
113).

2.4 Desain Tugas dan Motivasi

Adler dengan Gundersen (2008) dalam buku milik Marie-Joëlle,dkk (2015)


berpendapat bahwa teori motivasi yang berasal dari AS lebih merupakan cerminan dari nilai-
nilai Amerika daripada deskripsi universal tentang motivasi. Dia merujuk khususnya pada
hierarki lima kebutuhan dasar Maslow yang terkenal, dan pada teori motivasi dua faktor
Herzberg. Yang terakhir dapat secara singkat digambarkan sebagai salah satu yang
melibatkan (1) faktor intrinsik atau motivator yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
(kebutuhan untuk pertumbuhan pribadi) dan (2) faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
ketidakpuasan kerja karyawan (kebutuhan untuk menghindari ketidaksepakatan).

Namun, ketika mempertimbangkan teori harapan Vroom tentang motivasi, di mana


motivasi tergantung 'pada sejauh mana orang percaya mereka memiliki kendali atas hasil
upaya mereka serta pada kemampuan manajer untuk mengidentifikasi imbalan yang
diinginkan', Adler (2008: 189 ) mencatat karakter 'universal' nya. Ini karena teorinya tidak
menetapkan sifat penghargaan yang memotivasi budaya tertentu. Ini menunjukkan bahwa
para manajer sendiri harus menemukan jenis hadiah yang paling memadai untuk kelompok
tertentu. Namun demikian, teori ini, seperti yang disebutkan sebelumnya, masih
mencerminkan nilai-nilai yang terkait dengan budaya di mana teori tersebut dikembangkan.
Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Adler dengan Gundersen (2008: 192), teori
motivasi yang lebih baru mempertimbangkan komponen budaya. Ini berlaku terutama untuk
teori kecerdasan budaya, yang dikembangkan awalnya oleh Earley dan Ang (2003), yang

9
mengacu pada kemampuan seseorang untuk beradaptasi ketika berinteraksi dengan orang-
orang dari konteks budaya yang berbeda. Salah satu dari tiga unsur atau 'aspek motivasi'
kecerdasan budaya terdiri dari nilai-nilai seperti kepercayaan diri, kegigihan, dan, paling
tidak, tingkat afinitas dengan budaya baru. Memiliki kepercayaan diri, kegigihan, dan
afinitas yang diperlukan dapat meningkatkan efektivitas kinerja manajer dalam konteks
internasional, meskipun manajer tersebut mempertahankan etnosentrisme yang tidak disadari.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasakan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajer adalah sosok yang
sangat penting untuk menyatukan semua potensi dan melakukan pekerjaan melalui kerja
sama yang solid. Manajer sebagai motivator harus bisa menjadi pendorong yang
membesarkan cara kerja karyawannya. Teori isi (content theory) menekankan pada teori
kebutuhan – kebutuhan manusia, menjelaskan berbagai kebutuhan manusia mempengaruhi
kegiatannya dalam organisasi. Dalam teori isi terdapat tiga teori motivasi antara lain, teori
Hierarki Kebutuhan, teori ERG dan teori Dua Faktor. ini menekankan bagaimana dan
dengan apa setiap individu dimotivisir
Pada teori proses, terdapat dua teori motivasi yang terpusat pada bagian para
anggota organisasi mencari pengahrgaan dalam keadaan bekerja, termasuk dalam kelompok
ini : teori keadilan dan teori harapan. Teori penetapan tujuan yaitu model individual yang
menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi untuk
mencapai tujuan-tujuan

3.2 Saran
Besar harapan kami paper ini dapat bermanfaat pagi pembaca. Karena masih terdapat
banyak kesalahan serta keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis menyadari bahwa
paperini jauh dari sempurna. Penulis akan memperbaiki paper ini dengan berpedoman pada
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar paper ini dapat disusun menjadi lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA
Browaeys, Marie-Joëlle., dan Roger Price. 2015. Understanding Cross-Cultural Management
Third Edition. UK : Pearson.
Sugiantara Ketut. (2016). Motivasi dan Kepemimpinan Dalam Bisnis Internasional. Dikutip
28 September 2019 dari Academia
https://www.academia.edu/34881080/MANAJEMEN_LINTAS_BUDAYA

Irham Fahmi, Manajemen Teori, Kasus, dan Solusi, (Bandung : CV. Alfabeta, 2012), hlm
142

Mahennoko, Anandhika Angga. 2011. Pengaruh Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai Bidang Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Demak. Skripsi Progam Sarjana Fakultas EkonomiUniversitas Diponegoro.
Prihartarta, Widayat. 2015. Teori- teori Motivasi. Jurnal Adabiya. 1 (83). ISSN 2549-3124Â
E-ISSN 2549-1776

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 1, Edisi
8, Prenhallindo, Jakarta

Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta.

Seyler, D. L., Holton III, E. F., Bates, R. A., Burnett, M. F., & Carvalho, M. A. (1998).
Factors Affecting Motivation to Transfer Training. International Journal of Training and
Development.

Toha,Miftah. Perilaku Organisasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 207

12

Anda mungkin juga menyukai