PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anafilaksis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana artinya jauh dan
phylaxis artinya perlindungan. Secara bahasa artinya adalah menghilangkan
perlindungan. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Portier dan Richet pada tahun
1902 ketika memberikan dosis vaksinasi dari anemon laut untuk keduakalinya pada
seekor anjing. Hasilnya, anjing tersebut mati mendadak.
Reaksi ini harus dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi, dan
risiko kematiannya sama tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa
keterlibatan atau mediasi dari IgE. Data yang menjelaskan jumlah insidensi dan
prevalensi dari syok dan reaksi anapilaksis saat ini sangat terbatas. Dari beberapa data
yang diperoleh di Indonesia menunjukkan sepuluh dari 1000 orang mengalami reaksi
anapilaksis tiap tahunnya. Saat ini diperkirakan setiap 1 dari 3000 pasien rumah sakit
di Indonesia mengalami reaksi anafilaksis. Sehingga, resiko mengalami kematian
sebesar 1% dari yang mengalami reaksi anapilaksis, yaitu sebesar 500-1000 kematian
yang terjadi.
Pada kematian akibat reaksi anafilaksis, onset gejala biasanya muncul pada 15
hingga 20 menit pertama, dan menyebabkan kematian dalam 1-2 jam. Reaksi
anafilaktik yang fatal terjadi akibat adanya distress pernafasan akut dan kolaps
sirkulasi. Oleh karena itu penting sekali memahami dan mengetahui tentang syok
anafilaksis. Dalam referat ini, selain akan dipaparkan aspek dari penyakit anafilaksis,
dan penatalaksanaan terkini serta sedikit pembahasan tentang sudut medikolegalnya
akan turut pula disertakan.
Angka kejadian alergi di berbagai dunia dilaporkan meningkat drastis dalam
beberapa tahun terakhir. World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia
diperkirakan terdapat 50 juta manusia menderita asma. Tragisnya lebih dari 180.000
orang meninggal setiap tahunnya karena asma.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan defenisi penyakit anafilaksis?
2. Menjelaskan etiologi penyakit anafilaksis?
3. Menjelaskan manifestasi klinis penyakit anafilaksis?
4. Menjelaskan patofisiologi penyakit anafilaksis?
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang tentang penyakit anafilaksis?
6. Menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan penyakit anafilaksis?
7. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit anafilaksis?
8. Menjelaskan intervensi keperawatan pada penyakit anafilaksis.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memberikan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit anafilaksis
2. Mendeskripsikan tentang konsep medis mengenai penyakit anafilaksis, mulai dari
defenisi penyakit, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, dan penatalaksanaan.
3. Mengetahui konsep keperawatan pada pasien dengan penyakit anafilaksis, mulai
dari pengkajian, diagnose, dan intervensinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa
menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen. Anafilaksis merupakan respons
klinis terhadap reaksi imunologi cepat (hipersensivitas tipe I, antara antigen yang
spesifik dan antibodi ( Brunner dan Suddarth, 2001).
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak
terjadi pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkan vasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat
dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyai efek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut (Suzanne C. Smeltze, 2001).
Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada
pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi
ini terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh. (Pearce C,
Evelyn.2009).
Anafilaksis adalah suatu reaksi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa
menjadi berat. Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen.Pada
pemaparan kedua atau pada pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi
suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba,berat dan melibatkan seluruh
tubuh.
B. Epidemiologi
Anafilaksis lokal (alergi atopik) yang merupakan predisposisi herediter untuk
terjadinya respon tipe 1 lokal terhadap allergen yang dihirup atau dicerna terjadi pada
10% masyarakat. Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan
bahwa angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling
banyak akibat penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak
setelah 60 menit penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000
penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3/1 juta penduduk.Sementara di Indonesia,
khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000
total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan prevalensi pada
tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama
perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai
risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur,
anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang tua
dan bayi anafilaksis jarang terjadi.
C. Klasifikasi
Berdasarkan reaksi tubuh :
1. Lokal : reaksi anafilaktik lokal biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada
tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jarang
fatal.
2. Sistemik : reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah
kontak dalam sistem organ berikut ini :
a) Kardiovaskuler
b) Respiratorius
c) Gastrointestinal
d) Integumen
D. Penyebab/faktor predisposisi
Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen. Reaksi tersebut
terjadi akibat antibody IgE dengan cara:
1. Antigen melekat pada antibody IgE yang terikat dengan membrane permukaan sel
mast serta basofil dan menyebabkan sel-sel target ini diaktifkan
2. Sel mast dan basofil kemudian melepas mediator yang menyebabkan perubahan
vaskuler, pengaktifan trombosit, eosinofil serta neutrofil dan pengaktifan
rangkaian rangkaian peristiwa koagulasi. Penyebab yang sering ditemukan adalah:
a) Gigitan/sengatan serangga.
b) Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin).
c) Alergi makanan
d) Alergi obat Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena
seperti antibiotik atau media kontras. Obat-obat yang sering memberikan reaksi
anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin, ampisilin, sefalosporin, neomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid, kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri,
dan antirabies. Alergi terhadap gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zat
radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain), vitamin,
heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut, mangga, kentang, dll juga dapat
menyebabkan reaksi anafilaktik.
Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan
bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan
histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan kekebalan. Beberapa
jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), pada
pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksiyang menyerupai
anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi racun dan
bukan merupakan mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis
sesungguhnya.
Ada yang menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan
reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen
lain yang tidak bisa di golongkan.
Allergen Penyebab Anafilaksis
Makanan Krustasea:Lobster, udang dan kepiting
Moluska : kerang
Ikan
Kacang-kacangan dan biji-bijian
Buah beri
Putih telur
Susu
Dan lain-lain
Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase
Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABUA
Ekstrak alergen untuk uji kulit
Dextran
Antibiotika:
Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxac
in,Amphotericin B, Nitrofurantoin.
Agen diagnostik-kontras
Vitamin B1, Asam folat
Agent anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine,
Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat
dan HCT
Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp)
Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid
E. Patofisiologi
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat
lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi
mengi (bengek), gangguan pernafasan, dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan
berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare. Histamin menyebabkan pelebaran
pembuluh darah (yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan
cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan
volume darah), sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di
paru-paru dan menyebabkan edema pulmoner.
Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup
berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang
berlangsung lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada kepekaan yang ekstrim,
penyuntikan allergen dapat mengakibatkan kematian atau reaksi subletal.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C, Long. 1996. Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Gleadle, Jonathan. 2005. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
http://debyrahmad.blogspot.com/diakses pada tanggal 4 Juni, 2015.
Nurarif Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdaarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC NOC Jilid 1. Yogyakarta: Medi Action.
Pearce C, Evelyn. 2009. Anatomi dan fisiologi. Gramedia : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta