Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan pasien syok, intervensi keperawatan

Komplikasi kardiovaskuler yang terjadi pada pasien hemodialisis salah satunya yaitu
hipotensi, hipotensi ini dapat menyebabkan pasien mengalami asimtomatik hingga terjadi
syok. (suherman 2017). Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistim sirkulasi dengan
akibat ketidak cukupan pasokan oksigen dan substrat metabolic lain ke jaringan serta
kegagalan pembuangan sisa metabolisme. (Ali 2017). Seseorang dikatakan syok bila terdapat
ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki
perfusi menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya
kematian penderita (Boswick John. A, 1997)
Klasifikasi syok berdasarkan penyebabnya menurut, (Fitria 2010):
1. Syok Hipovolemik atau oligemik
Disebabkan oleh perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat respon
sekunder dari muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian
ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada
penurunan volume, dan tekanan diastolik ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini
yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup jantung (stroke
volume) dan curah jantung yang tidak adekuat.
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri
sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/ m2, dan
tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya,
pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel kiri,
yang menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan
kegagalan pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi
kontraktilitas miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama.
Bentuk lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral
akut, biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan
penurunan yang berat pada curah jantung forward (aliran darah keluar melalui
katub aorta ke dalam sirkulasi arteri sistemik) dan karenanya menyebabkan syok
kardiogenik.
3. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastole,
sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke Volume) dan
berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli paru masif.
4. Syok Distributif
Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan
penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septic
merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.

Pada pasien hemodialisis dapat terjadi syok, penangan awal syok adalah dengan
resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama. Tindakan mencakup Airway (a),
Breathing (b), Circulation (c), oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi
bila diperlukan. Pemantau terhadap tekanan arteri rata-rata atau Mean Arterial Pressure
(MAP) >65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. Oksigenasi merpakan tindakan
awal yang sangat menolong, bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen dalam darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi
oksigen di jaringan. Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid, volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya
agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi,
perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran.
Transfusi eritrosit perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah
pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl. (Felicya & Merry 2017)

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, menurut (dewi 2010) antara lain:
1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian cairan sesuai dosis
yang dibutuhkan. Pastikan golongan darah untuk pemberian terapi transfusi
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac atau respiratory arrest
lakukan CPR
3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan hasil AGD untuk
mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi diperlukannya intubasi dan penggunaan
ventilasi mekanik. Atur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien
tetap tenang dan nyaman untuk meminimalkan kebutuhan oksigen
4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara berkesinambungan.
Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac output, setiap 15
menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap treatmen yang sudah diberikan
6. Monitot intake dan output. pasang dower cateter dan kaji urin output setiap jam. Jika
perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek feses, muntahan, dan gastric drainase. Jika
output kuranng dari 30 ml/jam pada pasien dewasa pasang infuse, tetapi awasi adanya tanda
kelebihan cairan seperti peningkatan PAWP. Lapor dokter jika urin output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai order, monitor Hb secara serial dan HCT
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan perfusi renal
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan, catat segera
10. Berikan support emosional

Anda mungkin juga menyukai