Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah
satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan
rumah tangga. Trauma musculoskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang
paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusi, strain,sprain, dislokasi
dan sublukasi serta fraktur. Trauma yang dialami seseorang akan menyebabkan berbagai
masalah.
Di masyarakat, seorang perawat perlu mengetahui perawatan klien trauma
musculoskeletal yang mungkin dijumpai, baik di jalan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulangan
suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem musculoskeletal dengan
melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi
resiko yang lebih besar. Banyak tindakan yang umum/lazim dilakukan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien gangguan musculoskeletal. Tindakan yang
umum tersebut meliputi proses keperawatan peri-operatif, pemberian alat bantu, proses
keperawatan klien dengan pemasangan gips, peralatan luka dan pemasangan traksi.
Semua tindakan tersebut perlu diketahui perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien gangguan sistem musculoskeletal.
Demikian maka dianggap penting bagi kita untuk mengetahui pelaksanaan
tindakan yang dapat dilakukan pada klien trauma yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu perawatan gips ( restrain ) dan traksi serta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan
untuk mengurangi terjadinya resiko serta komplikasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dari
makalah ini adalah “ Bagaimana Asuhan Keperawatan dan Perawatan pada gips ( restrain
) dan traksi?”
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk memahami dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dan cara
perawatan pada gips ( restrain ) dan traksi.
b. Tujuan Khusus
Untuk memahami dan mengetahui :
1. Pengertian gips dan traksi
2. Jenis – jenis gips dan traksi
3. Bahan – bahan gips
4. Pedoman pemasangan gips dan traksi
5. Prosedur membuka gips dan traksi
6. Perawatan gips dan traksi
7. Pencegahan dan komplikasi gips dan traksi
8. Pendidikan kesehatan atau edukasi gips
9. Rencana asuhan keperawatan gips
10. Rencana asuhan keperawatan traksi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Pengertian gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku, dicetak sesuai kontur tubuh
dimana gips dipasang. Tujuan pemasangan gips adalah untuk mengimobilisasi
bagianntubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada
jaringan lunak yang terletak didalamnya. Gips dapat dapat digunakan untuk
mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengkoreksi deformitas, memberikan
tekanan merata pada jaringan lunak dibawahnya, memberikan dukungan dan stabilitas
bagi sendi yang mengalami kelemahan (Lukman, 2013).
2. Pengertian traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan mengimobilisasi
fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua
permukaan tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposis dan imobilisasi pada
tulang panjang (Lukman, 2013).

Menurut Altman dalam Lukman (2013) Traksi digunakan untuk menahan


kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan , mengurangi nyeri, mengurangi
kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Penanganan nyeri dan pencegahan
komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi. Komplikasi yang
terjadi berhubungan dengan penggunaan traksi dan pembatasan gerak, jika klien
pbesitas, cachetic, tua anak muda, diabetes, dan perokok.

Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus
dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi
adalah pada pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah
rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.

2.1 Prinsip-prinsip traksi efektif


Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontraksi. Kontraksi adalah gaya
yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan klien dan
pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi. Kontraksi harus
dipertahankan agar traksi tetap efektif. traksi harus berkesinambungan agar
reduksi dan imobilisasi fraktur efektif. traksi kulit pelvis dan serviks sering
digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai
traksi intermiten. Adapun Prinsip traksi efektif sebagai berikut:
a) Traksi skelet tidak boleh putus.
b) Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten
c) Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur
ketika traksi dipasang.
d) Tali tidak boleh macet.
e) Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat
tidur atau lantai.
f) Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau
kaki tempat tidur.
(Lukman, 2013).

B. Jenis – jenis
1. Jenis – jenis gips
a. Gips lengan
Klien yang lengannya dipasang gips mungkin mengalami kelelahan
sehubung dengan perubahan aktivitas dan berat gips itu sendiri, oleh karena itu
diperlukan banyak waktu istirahat. Untuk mengurangi dan mengontrol
pembengkakan, lengan yang diimobilisasi harus ditinggikan. Ketika klien
berbaring, lengan ditinggikan, dengan setiap sendi diposisikan lebih tinggi dari
sendi yang lebih proksimal ( misal, siku lebih tinggi dari sendi bahu, tangan lebih
tinggi dari siku) .
Bagi klien rawat jalan boleh dipasang sling (penggantung), untuk
mencegah tekanan pada saraf spinal leher, tekanan penggantung harus tersebar
pada daerah yang luas dan bukan hanya pada belakang leher saja. Klien
dianjurkan untuk sesering mungkin melepaskan penggantung dan meninggikan
lengan(Lukman, 2013).
b. Gips tungkai
Gips tungkai dapat berupa gips tungkai pendek yang memanjang sampai
lutut atau gips tungkai panjang yang memanjang sampai lipat paha. Tungkai
disangga dengan bantal sampai setinggi jantung untuk mengontrol
pembengkakan. Kompres es dapat diberikan bila perlu pada tempat fraktur dihari
pertama atau kedua.
Bagi klien duduk, harus dianjurkan meninggikan tungkai yang digips,
klien harus berbaring sesering mungkin dalam sehari dengan tungkai yang digips
ditinggikan untuk memeperbaiki aliran darah vena (Lukman, 2013).
c. Gips tubuh atau spika
Gips tubuh dipasang bila diperlukan imobilisasi tulang belakang, spika
panggul digunakan pada klien dengan patah leher, tulang femur, dan beberapa
pembedahan sendi panggul. Gips spika harus dipasang pada patah leher tulang
humerus. Klien harus diawasi terhadap sindrom gips.
Sebelum pemasangan gips, jelaskan prosedur yang akan dilakukan untuk
mengurangi kecemasan klien. Pemberian obat analgetik dan relaksasi diberikan
sebelum dilakukan prosedur, sehingga memungkinkan klien untuk bekerjasama.
Klien dimiringkan setiap dua jam setelah penatalaksanaan prosedur, untuk
memindahkan tekanan dan memungkinkan gips untuk mengeras, klien diputar ke
posisi tengkurap dua kali sehari sesuai toleransi (Lukman, 2013).
1.1 Bahan – bahan gips
a. Gips Plester
Gips tradisional dibuat dari bahan gips. Gips pembalut dapat
mengikuti kontur tubuh secara halus. Gulungan crinoline diimpregnasi
dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus (Kristal gypsum). Dalam
keadaan basah, terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas (
reaksi eksotermis). Kristalisasi menghasilkan pembalutan yang kaku.
Kecepatan terjadinya reaksi kira-kira 15-20 menit. Panas yang
dihasilkan selama reaksi ini sering mengganggu kenyamanan. Oleh
karena itu, air yang digunakan harus dingin. Gips harus ditempatkan di
tempat terbuka, agar panas dapat keluar secara maksimal . umumnya
gips sudah dingin setelah 15 menit.
Sementara menurut smeltzer dalam Lukman (2013), gips
memerlukan waktu 24-72 jam untuk mongering, bergantung pada
ketebalan dan kondisi kelembapan lingkungan. Gips yang baru saja
dipasang harus dibiarkan di ruangan bersikulasi baik sampai kering.
Pakaian dan linen tempat tidur dapat menghambat lepasnya
kelembapan. Gips yang kering berwarna putih mengkilap, berdenting
dan tak berbau, serta kaku. Gips basah berwarna abu-abu dan kusam,
perkusinya pekak, teraba lembab, dan berbau. Bantu klien untuk
berpindah tempat atau posisi setiap 2-3 jam untuk mencegah daerah
penekanan.
b. Gips Nonplester
Gips Nonplester adalah gips fiberglass ( sintesis ), bahan
poliuretan yang diaktivitasi air ini mempunyai sifat yang sama dengan
gips plester namun mempunyai kelebihan karena lebih ringan dan lebi
kuat, tahan air, serta tidak mudah pecah, sehingga sangat cocok untuk
orang tua. Di buatdari serat rajutan terbuka tak menyerap yang
diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan
kaku penuh dalam beberapa menit
Gips nonplester berpori- pori sehinnga dapat dapat mecegah
terjadinya masalah pada kulit. Tidak menjadi lunak bil kena air,
sehingga memungkinkan hidroterapi. Bila basah dapat dikeringkan
dengan pengering rambut yang diseteldingin. Pengeringan merata
sangat penting agar tidak melukai kulit (Lukman, 2013).
2. Jenis – jenis traksi
Traksi terbagi menjadi tiga jenis yakni, traksi manual, traksi kulit dan traksi
skelet (Byrne, 2014)

a. Traksi manual (manual traction), digunakan pada


fraktur sederhana yang stabil sebelum aplikasi pleserer
atau pada saat pembedahan dan harus dilakukan secara
konstan dan perlahan. Traksi manual ini juga dapat
digunakan sebagai tindakan pertama sebelum dilakukan
traksi kulit atau terapi skeletal atau operasi pembedahan
(Byrne, 2014).
b. Traksi kulit, alat yang memiliki kekuatan tarikan dan
diterapkan pada kulit dan jaringan lunak melalui
penggunaan pita atau sabuk traksi dan sebuah sistem
tali, katrol, dan pemberat yang terbuat dari karet busa
atau kain dengan memiliki lubang angina, dan bagian
belakangnya dapat berperekat (kontinu) atau tidak (intermiten).
c. Traksi skeletal, diterapkan dengan cara memasukkan pin
logam, kabel, atau penjepit secara langsung ke dalam atau
melalui tulang. Alat logam tersebut kemudian dikaitkan ke
sebuah sistemtali, katrol, dan pemberat dengan
menggunakan rangka logam yang terhubung pada tempat
tidur.
Traksi dapat digunakan secara kontinu dan intermiten. Traksi kontinu
(skeletal atau kulit) dipasang dan dilepaskan oleh praktisi terlatih yang
bertanggung jawab untuk menangani bagian tubuh yang sakit pada saat tidak
menggunakan traksi. Sedangkan traksi intermiten (traksi kulit tanpa perekat)
dapat dipasang dan dilepaskan oleh perawat dengan urutan yang benar. Akan
tetapi, dokter yang menentukan jumlah berat yang harus digunakan.
C. Prosedur pemasangan gips
No. Prosedur Rasional
1. Naikkan ekstermitas atau bagian tubuh yang akan Meminimilkan gerakan,
di gips. mempertahankan reduksi
dan kesegarisan,
meningkatkan kenyamanan.
2. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan Memungkinkan
digips dalam posisi yang ditentukan dokter pemasangan gips yang baik,
selama prosedur pemasangan gips. mengurangi insidensi
komplikasi (missal
malunion, nonunion,
kontraktur).
3. Pasang duk pada klien. Menghindari paparan yang
tidak perlu, melindungi
bagian badan lain terhadap
kontak dengan bahan gips
4. Cuci dan keringkan bagian yang akan digips. Mengurangi insiden
kerusakan kulit.
5. Pasang bahan rajutan ( missal stockinet ) pada Melindungi kulit dari bahan
bagian yang akan di gips. Pasang dengan cara gips, melindungi dari
yang halus dan tidak mengikat. Boleh juga tekanan. Lipatan di atas tepi
memakai bahn lain. gips, menciptakan tepi
bantalan lembut,
melindungi kulit dari abrasi.
6. Balutkan gulung bantalan tanpa rajutan dengan Melindungi kulit dari
rata dan halus sepanjang bagian yang di gips. tekanan gips, melindungi
Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang kulit pada tonjolan tulang,
dan pada jalur saraf ( missal, kaput fibula). dan melindungi saraf
superfisisal.
7. Pasang gips atau material sintesis secara merata Membuat gips menjadi
pada bagian tubuh. Pilih lebar bahan yang sesuai. lembut solid dengan kontur
Timpa bahan sekitarnya setengah lebarnya. yang baik. Memungkinkan
Lakukan dengan gerakan yang pemasangan yang lembut.
berkesinambungan, agar terjaga kontak yang Membuat gips yang lembut,
konstan dengan bagian tubuh. Pergunakan bahan solid, dan mengimobilisasi.
gips tambahan ( bidai ) pda sendi dan pada titik- Membentuk gips
titik stress pada gips yang yang diperkirakan. sedemikian rupa sehingga
dapat member dukungan
yang adekuat,serta dapat
memperkuat gips.
8. Selesaikan gips: haluskan tepinya, poong dan Melindungi kulit dari abrasi.
bentuk dengan pemotongan gips atau cutter. Menjamin kisaran gerakkan
sendi di sekitarnya.
9. Bersihkan partikel bagian gips dari kulit. Menjaga agar partikel tidak
lepas dan masuk kedalam
gips.
10. Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan. Bahan gips mengeras dalam
Pegang gips yang sedang dalam proses beberapa menit. Kekerasan
pengerasan dengan telapak tangan, jangan maksimal gips terjadi
diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi bersama pengeringan (24-72
yang tajam, hindari tekanan pada gips. jam) bergantung pada
tebalnya gips dan
lingkungan.mencegah
lekukan dan daerah
tekanan.
 Bahan yang tidak menyerap di gunakan pada gips sintesis.
( Sumber : Smeltzer S. C., dan Bare B. G., 2002 )
Indikasi :
a. Pasien dislokasi sendi Fraktur
b. Penyakit tulang spondilitis TBC Pasca operasi
c. Skliosis
d. CTEV ( Conginetal Talipes Equino Varus)
Kontraindikasi : Frakture terbuka
D. Prosedur Membuka Gips
Setelah gips dipasang dan proses penyembuhan atau tujuan telah dicapai, gips
perlu dilepaskan berdasarkan prosedur yang berlaku. Pada patah tulang yang dikoreksi
dengan pemasangan gips, pemulihan akan terjadi setelah 1-6 bulan, bergantung pada
kondisi patah tulang dan kecepatan penyembuhan.
a. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk membuka gips tanpa menimbulkan trauma baru.
b. Peralatan
1. Pisau gips ( alat listrik dengan gergaji tajam yang memutar dan berhubungan
dengan kolektor hampa).
2. Pembuka gips
3. Pisau bedah
4. Gunting dan plester/balutan
c. Prosedur
1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan pada klien dimana dan bagaimana pisau gips digunakan dan apa yang
akan dirakan. Siapkan pisau gips dan perlihatkan agar klien dapat mendengarkan
bunyi suara mesin penggeraknya. Berikan penjelasan mengapa gips tidak
digunakan lagi. Tekan dengan pen di sekitar daerah yang akan dibuka
3. Membuat garis, sebaiknya di depan samping malleoli pada gips ekstremitas bawah.
Pada ekstremitas atas biasanya digunakan bidai sepanjang jari jari atau permukaan
yang lurus. Informasikan pada klien untuk melihat dari bagian samping.
4. Menghidupkan pemotong listrik sesuai gambar/garis yang telah dibuat.
5. Mengistirahatkan tungkai yang bergips
6. Menyiapkan pisau listrik. Tekan bilah tajam dengan hati hati dan mantap pada gips
agar pisau memotong gips. Dengan pisau gips iris secara perlahan, gips akan
terbuka bila pengirisan telah lengkap. Naikkan bilah pemotong sedemikian rupa
dan periksalah bilah tersebut diatas/bawah sesuai jarak pengelihatan. Gips
dipotong berurutan dengan tekanan memutar dan pergerakan sejajar sepanjang
garis yang akan dipotong. Pertahankan garis bilah pemotong sepanjang ekstremitas
dengan arah lurus (satu arah)
7. Memotong gips pada kedua sisi. Bila terasa keras pada bagian depan, maka putar
kebagian belakang. Tempatkan bilah pada pembuka gips pada saat yang tepat
untuk memotong. Pisahkan pada dua sisi berpasangan dengan membuka pada
beberapa bagian sisi sepanjang bidai gips. Tarik gips dengan tangan. Potong cepat
bahan gips dan balutan gulungan dengan gunting, jaga gunting tetap terbuka
sejajar dengan kulit. Tarik ekremitas secara hati-hati kebelakang. Pegang agar tetap
dapat dipertahankan sesuai posisi seperti pada saat di gips.
8. Membersihkan kulit dengan baik memakai sabun yang lunak dan air dikeringkan
dengan lap dan berikan krim kulit.
9. Menjelaskan perlunya perawatan tindak lanjut dan latihan atau kunjungan pada
ahli fisioterapinya.
10. Mendokumentasikan prosedur dan respons klien dalam catatan klien (Lukman,
2013).
E. Prosedur perawatan gips

1. Selama 24 jam pertama, mencoba untuk menjaga ekstremitas anda lebih tinggi
dari letak jantung dan menggerakkan jari atau jari kaki sebanyak mungkin. Ini
akan membantu mengurangi pembengkakan apapun.

2. UNTUK LENGAN - Gunakan selempang (bila ada) untuk menompang lengan


anda dan beristirahat pada bantal saat duduk atau berbaring. Pastikan anda
mengenakan selempang seperti yang diperintahkan oleh dokter atau fisioterapis.

3. UNTUK KAKI - Tinggikan kaki anda pada bantal ketika beristirahat dan gunakan
kruk atau alat bantu berjalan seperti yang diinstruksikan oleh fisioterapis.

Segera periksa jika dijumpai hal-hal berikut :

 Terlalu banyak pembengkakan pada jari tangan atau kaki.

 Kebiruan atau terlihat putih dari jari tangan atau kaki (bandingkan dengan tangan
atau kaki yang tidak cedera).
 Terdapat nyeri tajam, gatal atau merasa seperti terbakar.

 Mati rasa atau hilangnya rasa.

 Ketidak mampuan untuk memindahkan jari tangan atau kaki.

 Sakitnya meningkat atau bertambah berat di bawah plaster.

 Nyerinya tidak berkurang dengan obat analgetik.

Jika salah satu di atas terjadi, mengangkat ekstremitas selama 20 menit dan jari / kaki
digerakan. Jika gejala tidak lega, segera melapor ke bagian gawat darurat rumah sakit
terdekat.

 Perawatan Kulit

Pastikan anda tidak menggores bawah gips dengan benda tajam misalnya jarum
rajut, sumpit atau pena, dll. Walaupun anda dapat mendorong benda di bawah plester,
tetapi ini dapat menyebabkan ulkus pada kulit. Jika Anda curiga bahwa sebuah objek
berada di dalam gips, segera melapor ke bagian gawat darurat rumah sakit terdekat.

Tanda-tanda bahwa ada masalah di bawah plester:

 Cairan menodai plester, cairan berwarna kuning atau hijau menetes keluar.

 Plester berbau tidak enak atau busuk.

 Perawatan Gips

 Jangan dibasahi, dipotong, memanasi atau mencoba untuk memodifikasi gips di


rumah.

 Dibutuhkan sekitar 48 jam untuk plester benar-benar kering. Saat beristirahat hindari
plester ditempatkan pada permukaan keras terlalu lama. Biarkan gips kering secara
alami dalam sirkulasi udara. Jauhkan dari panas langsung seperti pemanas, selimut
listrik, botol air panas dan pengering rambut.
 Saat mandi hindari gips dari air secara langsung. Pastikan gips terlindungi dari air,
bila perlu bungkus gips dengan plastik, serta diikat bagian ujung-ujungnya dengan
pita perekat atau dengan karet.

 Jika gips menjadi longgar, retak, dan lunak atau tidak lagi menjaga bagian tubuh yang
terluka bergerak, harap melapor ke Fisioterapi atau dokter terdekat

F. Prosedur pemasangan dan perawatan traksi


1. Persiapan Alat

a. Skin traksi kit


b. pisau cukur
c. balsam perekat
d. alat rawat luka
e. katrol dan pulley
f. beban
g. Bantalan conter traksi
h. bantal kasur
i. gunting
j. bolpoint untuk penanda/ marker
Persiapan alat pada traksi kulit :
a. Bantal keras (bantal pasir )
b. Bedak kulit
c. Kom berisi air putih
d. Handuk
e. Sarung tangan bersih
Persiapan alat pada traksi skeletal :
a. Zat pembersih untuk perawatan pin
b. Set ganti balut
c. Salep anti bakteri (k/p)
d. Kantung sampah infeksius
e. Sarung tangan steril
f. Lidi kapas
g. Povidone Iodine (k/p)
h. Kassa steril
i. Piala ginjal
2. Persiapan perawat dan lingkungan

a. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.


b. Menyiapkan posisi pasien sesuai kebutuhan.
c. Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman.
3. Pelaksanaan prosedur

a. Mencuci tangan
b. Memakai handschoen
c. Mengatur posisi tidur pasien supinasi
d. Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
e. Bila banyak rambut k/p di cukur
f. Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint
g. k/p beri balsam perekat
h. Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial dan lateral kaki
secara simetris dengan tetap menjaga immobilisasi fraktur
i. Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
j. Masukkan tali pada pulley katrol
k. Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg
l. k/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki
m. Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
n. Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan untuk manggil
perawat bila ada keluhan
o. Buka tirai/ pintu
p. Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan
q. Sarung tangan dilepas
r. Mencuci tangan
TRAKSI KULIT

a. Cuci tangan dan pasang sarung tangan


b. Cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi dipasang kembali
c. Lepas sarung tangan
d. Anjurkan klien untuk menggerakkan ekstremitas distal yang terpasang traksi
e. Berikan bantalan dibawah akstremitas yang tertekan
f. Berikan penyokong kaku (foot plates) dan lepaskan setiap 2 jam lalu anjurkan
klien latihan ekstremitas bawah untuk fleksi, ekstensi dan rotasi
g.Lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi.

TRAKSI SKELETAL
a. Cuci tangan
b. Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk mempertahankan tarikan
traksi yang optimal
c. Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril
d. Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan lidi kapas dengan teknik
menjauh dari pin (dari dalam ke luar)
e. Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protokol RS
f. Tutup kassa di lokasi penusukan pin
g. Lepas sarung tangan
h. Buang alat – alat yang telah dipakai ke dalam plastik khusus infeksius
i. Cuci tangan
j. Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam pergerakan di tempat
tidur selama ganti alat dan membersihkan area punggung/ bokong
k. Berikan posisi yang tepat di tempat tidur.

G. Pencegahan dan Penatalaksanaan Komplikasi gips


1. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen dapat terjadi bila adanya peningkatan tekanan jaringan
dalam rongga yang terbatas (misal gips, kompartemen otot) yang akan memperburuk
peredaran darah dan fungsi jaringan dalam rongga yang tertutup. Sindrom
kompartemen ditandai dengan adanya nyeri yang tidak dapat diobati, pembengkakan
yang berlebihan, respons pengisian kapiler yang buruk, tidak mampu menggerakkan
jari tangan dan kaki, serta meningkatnya tekanan jaringan.
Untuk mengurangi/meredakan tekanan, gips harus dilakukan bivalue (dipotong
memanjang namun tetap mempertahankan kesejajaran), dan meninggikan ekstremitas
yang terpasang gips. Bila tekanan tidak turun, maka perlu dilakukan fasiotomi untuk
menurunkan tekanan di dalam kompartemen. Perawat harus memantau secara ketat
respons klien, respons neurovaskular harus dicatat, dan setiap adanya perubahan
harus segera dilaporkan kepada tim medis.
2. Dekubitus (luka tekan)
Tekanan gips pada jaringan lunak dapat mengakibatkan anoksia jaringan dan
ulkus. Tempat paling rentan pada ekstremitas bawah adalah tumit, maleolus,
punggung kaki, kaput fibula, dan permukaan anterior patela. Sedangkan pada
ekstremitas atas terletak pada epikondilus medialis humeri dan prosesus stiloideus
ulna. Klien biasanya mengeluh nyeri dan rasa kencang di tempat-tempat tersebut.
Bila tekanan tidak dihilangkan, daerah yang nekrotik akan meleleh, mengotori
gips dan mengeluarkan gips. Untuk melihat langsung yang dicurigai dapat dilakukan
dengan melakukan bivalving gips atau membuat lubang pada gips adalah seperti
berikut.
1) Dibuat potongan memanjang pada gips. Membelahnya menjadi dua.
2) Lapisan bantalan juga dipotong.
3) Gips dilonggarkan untuk menghilangkan tekanan dan untuk menginspeksi
serta menangani ulkus tekanan.
4) Bagian anterior dan posterior gips kemudian diikat bersama dengan pembalut
elastis untuk mempertahankan imobilisasi.
5) Setelah gips dilakukan bivalving, ekstremitas ditinggikan (tidak lebih tinggi
dari jantung) untuk mengontrol pembengkakan dan memperbaiki peredaran
darah.
3. Sindrom Disuse
Selama digips, klien diajarkan untuk meregangkan atau melakukan
kontraksi otot (misal kontraksi isometrik) tanpa menggerakan bagian itu.
Latihan isometrik minmal dilakukan setiap jam ketika klien terjaga, hal itu
dapat membantu mengurangi atropi otot dan mempertahankan kekuatan otot.
Gips tungkai dengan “meluruskan” lutut, dorong klien untuk mengepalkan
tangan. Minta klien untuk melakukan latihan penegangan otot kuadrisep dan
gluteus, penting untuk menjaga otot dan juga berjalan. Kontraksi otot dapat
dirangsang secara elektrik sekitar 8 jam per hari untuk mencegah terjadinya
disuse atropi (Lukman, 2013).
H. Edukasi Klien dan Keluarga yang Berhubungan dengan Pemakaian Gips
1. Ikuti petunjuk dokter yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan batasannya.
2. Latihan otot. Gerakan jari tangan dan jari kaki secara terus-menerus untuk
mengurangi pembengkakan, menghindari kekakuan sendi, dan tetap jaga kekuatan
otot. Lakukan setting otot di dalam gips untuk menjaga kekuatan, tonus, dan massa
otot.
3. Kenakan gips sepatu untuk berjalan setiap waktu kecuali saat tidur atau mandi.
4. Jangan memukul gips.
5. Jangan meletakkan sesuatu didalam gips. Hal tersebut dapat menyebabkan gatal,
infeksi atau turunnya sirkulasi.
6. Jangan merapikan atau mengurangi gips dengan memotongnya.
7. Lapisi furnitur dengan alas jika gips diletakkan di atas furnitur.
8. Hubungi dokter jika anda mengalami hal berikut.
 Gatal yang tidak kunjung sembuh
 Rasa sakit yang tidak sembuh dengan obat.
 Gips dirasakan terlalu kencang.
 Gips retak, rusak, atau bengkok.
 Gips lepas.
 Tekanan pada rasa sakit didalam gips.
 Lengan atau kaki terasa dingin.
 Jari kaki atau tangan mati rasa atau kesemutan.
 Jari kaki atau tangan berwarna putih atau biru.
(Lukman, 2013).
I. Komplikasi dan Pencegahan traksi
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien yang
terpasang traksi adalah sebagai berikut.
a. Dekubitus
1. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian
berikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2. Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (
misal pelindung siku).
3. Konsultadikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah
kerusakan kulit.
4. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi
dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai
penanganannya.
b. Kongesti paru dan pneumonia
1. Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
2. Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
3. Konsultadikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya
spirometri insentif, bila riwayat klien dan data dasar menunjukkan klien
beresiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
4. Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan terapi sesuai order.
c. Konstipasi dan anoreksia
1. Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas
gaster.
2. Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai
penggunaan pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan edema.
3. Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam program diet
sesuai kebutuhan.
d. Statis dan infeksi saluran kemih
1. Pantau masukan dan keluaran berkemih
2. Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup dan
berkemih tiap 2-3 jam sekali.
3. Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih konsultasikan
dengan dokter untuk menanganinya.
e. Trombosis Vena profunda
1. Ajarkan klien untuk latihan rumit dan kaki dalam batas traksi.
2. Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan statis.
3. Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis Vena dalam dan
melaporkannya ke dokter untuk menentukan evaluasi dan terapi (Lukman,
2013).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dipasang Gips


1. Pengkajian
Pengkajian secara umum perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap
gejala dan tanda, status emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi
bagian tubuh yang akan di pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips
meliputi status neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data
yang perlu di kaji pasien setelah gips di pasang meliputi:
a. Data subyektif: adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada
daerah yang di pasang gips
b. Data obyektif: apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi ,
luka akibat patah tulang; apakah ada sianosis;apakah ada pendarahan ;apakah ada
iritasi kulit;apakah atau bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh
yang di gips (Lukman, 2013).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada klien yang dipasang gips adalah sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penggunaan gips.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi dan abrasi.
4. Kurang perawatan diri : makan, higiene atau toileting berhubungan dengan
keterbatasan mobilitas.

5. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan.


6. Resiko kerusakan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan respon fisiologik
terhadap cedera atau gips yang restriktif (Lukman, 2013).
3. Intervensi keperawatan
NO Dx TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Evaluasi nyeri 1. Mengetahui
gangguan tindakan keperawatan secara hati-hati; perkembang
muskulosk selama 1x24 jam klien mengenai lokasi, an nyeri
eletal diharapkan nyeri hilang. sifat, skala, dan 2. Agar
TUK intensitas nyeri. peredaran
Klien melaporkan 2. Anjurkan klien darah pada
berkurangnya nyeri untuk bagian yang
ketika : meninggikan terpasang
1. Meninggikan ekstremitas yang gips lancar
ekstremitas yang terpasang gips. 3. Agar posisi
di gips. 3. Bantu klien untuk klien
2. Merubah posisi. merubah posisi. nyaman
3. Menggunakan 4. Berikan obat- 4. Dapat
analgetik oral obatan sesuai mengurangi
bila diperlukan. order. rasa nyeri
5. Tindak lanjuti 5. Nyeri
nyeri yang tidak terkontrol
dapat dikontrol
dengan
peninggian,
kompres, dan
analgetik.
2. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Bantu klien 1. Agar sendi
mobilitas tindakan keperaawatan untuk latihan klien tidak
fisik selama 2x24jam sendi yang kaku
berhubung diharapkan klien dapat tidak 2. Memberi
an dengan mobilisasi secara diimobilisasi. stimulasi
penggunaa mandiri. 2. Bantu klien pada bagian
n gips. TUK melakukan tubuh yang
Klien dapat mobilisai latihan jari- terpasang
fisik diantaranya : jari kaki bila gips untuk
1. Melakukan klien mencegah
latihan sendi dan dipasang gips kekakuan.
jari-jari kaki tungkai. 3. Pencegahan
2. Partisipasi aktif 3. Dorong klien terhadap
dalam perawatan untuk tumbuhnya
3. Menggunakan partisipasi mikroorgani
alat bantu aktif dalam sme sekitar
dengan aman perawatan yang
diri. terpasang
4. Dorong klien gips.
menggunakan 4. Membantu
alat bantu melatih
secara aman proses
penyembuha
n.
3. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Pencegahan
integritas tindakan keperawatan perawatan terhadap
kulit selama 2x24jam laserasi dan tumbuhnya
berhubung diharapkan integritas abrasi mikroorgani
an dengan kulit klien normal. sebelum sme sekitar
laserasi TUK pemasangan yang
dan abrasi. 1. Tidak gips terpasang
memperlihatkan 2. Bersihkan gips.
tanda dan gejala kulit 2. Pastikan
infeksi sistemik kulit bersih
2. Tidak untuk
memperlihatkan mencegah
tanda infeksi mikroorgani
lokal misal sme masuk
cairan, bau, dan bagian
ketidaknyamana tubuh.
n lokal
3. Memperlihatkan
kulit yang utuh
saat gips dibuka
4. Kurang Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Memiliki
perawatan tindakan keperaawatan kemampuan dan acuan
diri : selama 2x24jam menentukan perkembang
makan, diharapkan klien dapat strategi dalam an proses
higiene merawat dirinya secara mencapai penyembuha
atau mandiri kemandirian n.
toileting TUK 2. Libatkan klien 2. Sebagai
berhubung Klien berpartisipasi dalam proses
an dengan dalam aktivitas merencanakan latihan
keterbatasa perawatan diri : dan untuk
n 1. Melakukan menyelesaikan melatih
mobilitas. aktivitas higiene aktivitas sehari- bagian tubuh
dan kerapihan hari yang
secara mandiri 3. Bantu klien terpasang
atau dengan memenuhi gips.
bantuan minimal perawatan diri 3. Pencegahan
2. Makan sendiri sehari-hari terhadap
secara mandiri tumbuhnya
atau dengan mikroorgani
bantuan minimal sme sekitar
yang
terpasang
gips.

5. Kurang Setelah dilakukan 1. Berikan informasi 1. Klien dapat


pengetahu tindakan keperaawatan mengenai mengetahui
an selama 2x24jam masalah informasi
mengenai diharapkan klien dapat patologik, tujuan, yang
program mengetahui program dan harapan berhubungan
pengobata pengobatan. program yang dengan
n. TUK diberikan. masalahnya
Klien secara aktif 2. Jelaskan tentang 2. Klien
berpartisipasi dalam antisipasi adanya memiliki
program terapi : gangguan rasa kemampuan
1. Meninggikan nyaman pengendalia
ekstremitas yang 3. Beritahu klien n rasa nyeri.
terkena mengenai apa 3. Mencegah
2. Berlatih sesuai yang akan shock pada
instruksi dirasakan selama klien saat
3. Menjaga gips pemasangan gips proses
tetap kering 4. Sampaikan pemasangan
4. Melaporkan bahwa bagian gips.
setiap masalah yang digips tidak 4. Anjuran
yang timbul dapat digerakkan untuk
5. Tetap selama gips mewaspadai
melakukan masih terpasang aktifitas
tindak lanjut gerak
atau supaya
mengadakan masih dalam
perjanjian lingkup
dengan dokter aman.
6. Resiko Setelah dilakukan 1. Tinggikan daerah 1. Daerah yang
kerusakan tindakan keperaawatan yang cedera terpasang
perfusi selama 2x24jam 2. Observasi daerah gips harus
jaringan diharapkan klien dapat yang terpasang lebih tinggi
perifer mencegah kerusakan gips dari jantung.
berhubung perfusi jaringan. 3. Kaji jari tangan 2. Mengetahui
an dengan TUK atau jari perkembang
respon Terjaganya peredaran kaki/ekstremitas an pada
fisiologik darah yang adekuat yang dipasang pemasangan
terhadap pada ekstremitas yang gips , bandingkan gips.
cedera atau terlibat : dengan 3. Mengetahui
gips yang 1. Memperlihatkan sebelahnya ada atau
restriktif. warna dan suhu 4. Dorong klien tidaknya
kulit yang untuk kelainan.
normal menggerakkan 4. Memberi
2. Mengalami jari tangan dan stimulasi
pembengkakan kakinya setiap pada bagian
minimal jam tubuh yang
3. Mampu 5. Kaji status terpasang
memperlihatkan neurovaskular gips untuk
pengisian mencegah
kapiler kurang kekakuan.
dari 3 detik 5. Mengetahui
ketika dites adanya
4. Memperlihatkan kelainan
gerakan yang pada sistem
aktif jari tangan neurologi.
dan kaki
5. Melaporkan
sensasi normal
pada bagian
yang digips
6. Melaporkan
bahwa nyeri
dapat dikontrol
(Lukman, 2013).
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dipasang Traksi
1. Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, berumur, alamat, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, tanggal masuk, diagnosa
medis,dll.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama nya adalah rasa nyeri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Faktor predisposisi transisi fraktur, seperti Diabetes, osteoporosis yg
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang mungkin
diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psiko-sosial
Respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran pasien dalam
keluarga dan masyarakat juga respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari baik dalam keluarga atau dalam masyarakat.
g. Pola Aktivita
Karena timbulnya nyeri : keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak oleh orang yang
berbaring. Hal berbaring perlu dikaji yaitu bentuk aktivitas pasien terutama
pekerjaan pasien.
h. Pola Eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuesi, warna juga bau feces, kepekatan dan jumlah pada pola eliminasi.
i. Pola Tidur dan Istirahat
Dari rasa nyeri dan keterbatasan gerak, hal ini dapat berpindah pola dan kebutuhan
tidur pasien yaitu : lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur
j. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Timbul ketidak kuat akan kecacatan oleh frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
k. Pola Sensori dan Kognitif
Daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,sedangkan pada
indera yang berbaring tidak timbul gangguan. Pada kognitifnya tidak timbul
gangguan.
j. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Tidak bisa melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik.

Pemeriksaan Fisik

a). Keadaan Umum

1). Kesadaran klien : apatis, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada


keadaan klien

2). Keadaan penyakit : Akut, kronis, ringan, sedang berat pada kasus ini biasanya
akut.

3). TTV : Tidak normal karena ada gangguan baik fungsi juga bentuk.

b). Sitem Integumen

Ada eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema, nyeri
tekan.

c). Kepala

Tidak ada gangguan yaitu : Normo chepalik, simetris, tidak ada penonjolan,

tidak ada nyeri kepala.

d). Leher
Tidak ada gangguan yaitu : simetris, tidak ada penonjolan.

e). Muka

Wajah terlihat tahan sakit, berbaring tidak ada perubahan fungsi juga bentuk,
tidak ada lesi, simetris, tak busung.

f). Mata

Tidak ada gangguan seperti konjongtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).

g). Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau nyeri
tekan.

h). Hidung

Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.

i). Mulut dan Faring

Tidak ada pembesaran amandel, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.

j). Paru-paru

a. Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada


riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru-paru.

b. Palpasi : Pergerakan sama (simetris), fermitus raba sama.

c. Perkusi : Suara ketuk sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya.

d. Askultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.

k). Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung

Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak berbisik.

l). Abdomen

a. Inspeksi : Bentuk datar, Simetris, Tidak ada burut.

b. Palpasi : Turgor baik, tidak ada defans muskuler, hepar tidak teraba.

c. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

d. Askultasi : Peristaltik usus normal 20kali/menit.

m). Inguinal-Genetalia-Anus

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran getah bening.


2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada klien yang dipasang gips adalah sebagai berikut:
1. Kurang Pengetahuan mengenai program terapi
2. Ansietas b.d status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri b.d traksi dan imobilisasi
4. Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) b.d traksi.
5. Gangguan mobilitas fisik b.d proses penyakit dan traksi (Lukman, 2013).
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Kep Rasional


Kep
1. Kurang TUM : 1. Diskusikan 1. Agar klien
Pengetahuan Klien menunjukkan masalah tahu mengenai
mengenai pemahaman terhadap patologik. masalah
program program terapi. patologisnya.
terapi 2. Supaya klien
TUK : paham dan
1. Menjelaskan tujuan 2. Jelaskan alasan mengerti
traksi. pemberian terapi manfaat dari
2. Berpartisipasi dalam traksi. pemberian
rencana perawatan. terapi traksi.
3. Agar klien
lebih mudah
mengerti apa
yang di beri
tahu dan
3. Ulangi dan menambah
berikan informasi wawasan ilmu
sesering pengetahuanny
mungkin. a.
4. Agar klien
termotivasi
dan
4. Dorong berkeinginan
partisipasi aktif untuk sembuh.
klien dalam
rencana
perawatan.

2. Ansietas b.d TUM : 1. Jelaskan 1. Agar klien


status Klien menunjukkan prosedur, tujuan mengerti
kesehatan penurunan ansietas. dan implikasi prosedur yang
dan alat pemasangan diberikan dan
traksi. TUK : traksi. tujuan
1. Berpartisipasi aktif diberikannya
dalam perawatan. pemasang
2. Mengekspresikan taksi.
perasaan dengan 2. Supaya klien
aktif. 2. Diskusikan tahu dan
bersama klien mengerti
tentang apa yang mengenai
dikerjakan dan perawatannya
mengapa perlu 3. Agar klien
dilakukan. tahu dan
3. Lakukan membaik
kunjungan yang mengenai
sering setelah kondisinya
pemasangan 4. Agar klien
traksi. bisa
4. Dorong klien mengontrol
mengekspresikan rasa sakit yang
perasaan dan dideritanya.
dengarkan 5. Supaya klien
dengan aktif. merasa dekat
dan
5. Anjurkan diperdulikan
keluarga dan dengan
kerabat untuk keluarga dan
sering merasa aman.
berkunjung. 6. Supaya klien
tidak merasa
kaku.

6. Berikan aktivitas
pengalih.
3. Nyeri b.d TUM : 1. Berikan 1. Supaya klien
traksi dan Klien menyebutkan penyangga aman dan
imobilisasi peningkatan kenyamanan berupa papan tidak khawatir
pada tempat tidur akan jatuh.
TUK : dari kasur yang
1. Mengubah posisi padat.
sendiri sesering 2. Gunakan 2. Supaya
mungkin. bantalan kasur meminimalkan
2. Kadang-kadang khusus untuk terjadi ulkus
meminta analgesik meminimalkan pada klien dan
oral. terjadi ulkus. klien pun
merasa
nyaman.
3. Miringkan dan 3. Agar klien
rubah posisi klien ada perubahan
dalam batas-batas pada
traksi. kondisinya
semakin
membaik.
4. Bebaskan linen 4. Supaya klien
tempat tidur dari merasa
lipatan dan nyaman.
kelembaban.
5. Observasi setiap 5. Untuk
keluhan klien. mengetahui
keluhan yang
dirasakan
klien.
4. Kurang TUM : 1. Bantu klien 1. Supaya klien
perawatan Klien mampu melakukan memenuhi Bersih dan
diri (makan, perawatan diri. kebutuhannya terpenuhi
hygiene, sehari-harinya kebutuhannya.
atau TUK : seperti makan,
toileting) 1. Memerlukan sedikit mandi, dan
b.d traksi. bantuan pada saat berpakaian. 2. Agar klien
makan, mandi, 2. Dekatkan alat aman dan
berpakaian, dan bantu di samping tidak terjatuh
toileting. klien. dari tempat
tidurnya .

3. Supaya klien
3. Tingkatkan terlatih untuk
rutinitas untuk bisa bergerak
memaksimalkan secara optimal
kemandirian dalam proses
klien. penyembuhan
nya.
5. Gangguan TUM : 1. Dorong klien 1. Supaya otot
mobilitas Klien menunjukkan untuk melakukan dan sendi tidak
fisik b.d mobilitas yang meningkat. latihan otot dan kaku dan klien
proses sendi yang tidak akan lebih
penyakit TUK : diimobilisasi. mudah
dan traksi. 1. Melakukan latihan bergerak.
yang dianjurkan. 2. Supaya Fungsi
2. Menggunakan alat 2. Anjurkan klien sendi aktif
bantu yang aman. untuk kembali.
menggerakan
secara aktif
semua sendi. 3. Agar klien
3. Konsultasikan tahu mengenai
dengan ahli penuyakit nya
fisioterapi. dan sejauh
mana
perkembangan
nya.
4. Pertahankan gaya 4. Untuk
tarikan dan posisi menghindari
yang benar untuk jatuh dan
menghindari ketidaksejajara
komplikasi akibat n.
ketidaksejajaran.
(Lukman, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Lukman Ningsih, Nurna. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskulokeletal. Jakarta: Selemba Medika

https://www.scribd.com/document/356115361/Tata-Cara-Pemasangan-Traksi
https://www.scribd.com/doc/136455109/Panduan-Perawatan-Gips
https://rochim3107.wordpress.com/2014/04/17/modul-prosedur-perawatan-traksi-by-rcm/

Anda mungkin juga menyukai