Anda di halaman 1dari 7

Istilah penggunasalahan obat (drug misuse) digunakan untuk semua konsumsi obat yang

merusak atau mengancam kesehatan fisik atau mental seseorang dan penggunaan obat
yang ilegal. Penggunasalahan obat termasuk alkohol, nikotin, serta peresepan obat
berlebihan yang merugikan (misalnya benzodiazepine, stimulant) dan juga konsumsi obat-
obat yang ilegal.

Ketergantungan obat adalah istilah yang digunakan bila seseorang mempunyai


dorongan yang kuat untuk mengkonsumsi obat dengan tujuan untuk merasakan efek
psikisnya dan kadang-kadang untuk menghindari gejala putus obat yang tidak nyaman.

Kemungkinan penggunasalahan obat bisa menyebabkan ketergantungan


tergantung dari banyak faktor, termasuk jenis obat, cara pemberian, pola konsumsi obat dan
individual. Sistem penghantaran cepat (misalnya suntikan intravena, merokok, kokain dan
heroin) meningkatkan potensi ketergantungan. Suntikan intravena mempunyai bahaya
infeksi penyerta (AIDS, hepatitis, septicemia dan lain-lain).

Mekanisme yang mendasari ketergantungan serta toleransi obat belum dipahami dengan
baik. Secara umum, pemberian obat kronis menginduksi perubahan adaptif homeostatic
dalam otak yang bekerja dalam suatu cara untuk melawan kerja obat. Putus obat
menyebabkan rebound pada eksitabilitas sentral. Penghentian depresan (misalnya alkohol,
barbiturate) bisa menyebabkan konvulsi, sementara penghentian obat-obat perangsang
(misalnya amfetamin) menyebabakan depresi.

Penggunasalahan obat dan ketergantungan obat juga dialami pelantun “Back To


Black” yang ditemukan tewas di kediamannya, sabtu sore, 23 Juli 2011. Amy Winehouse
diduga meninggal akibat overdosis heroin dan kokain, namum ada pula kemungkinan
bahwa dia meninggal akibat overdosis alkohol yang dialamiya selama ini.

Alkohol

Alkohol dikenal sebagai Jekyll and Hyde karena saat diminum dalam jumlah yang
terbatas alkohol relative tidak berbahaya, sedangkan jika dikonsumsi berlebihan dan
penyalahgunaan alkohol akan menghancurkan hidup seseorang.

Alkohol mempunyai efek yang menyerupai efek anestetik umum. Alkohol


menghambat masuknya Ca2+ prasinaps (dan juga pelepasan transmitor) dan mempotensiasi
inhibisi yang diperentarai GABA. Toleransi yang hebat terhadap alkohol dapat terjadi,
tetapi mekanisme yang terlibat tidak dipahami dengan baik. Kanal Ca2+ prasinaps bisa
meningkat jumlahnya sehingga ketika alkohol dihentikan, pelepasan transmitor menjadi
abnormal tinggi dan ini bisa menyebabkan sindrom putus obat.

Sindrom putus obat mulai dari perasaan melayang sampai serangan epilepsi dan
kondisi delirium tremens, dimana pasien menjadi teragitasi, bingung, dan bisa mempunyai
halusinasi berat. Penghentian alcohol mungkin membutuhkahkan diazepam, klometiazol
untuk mencegah serangan.

Heroin (diamorfin)

Heroin dan opioid lainnya mempunyai potensi penggunasalahan dan ketergantungan


yang tinggi akibat sensasi euphoria yang timbul bila obat ini digunakan secara intravena.
Toleransi timbul dengan cepat pada pecandu dan penghentian opioid secara tiba-tiba
menyebabkan keinginan yang hebat untuk menggunakan obat, bersama dengan sindrom
putus obat yang ditandai dengan menguap, berkeringat, bulu kuduk berdiri, tremor,
iritabilitas, anoreksia, mual dan muntah. Substitusi dengan obat-obat kerja panjang yang
diberikan secara oral (metadon atau buprenorfin) mengurangi kerusakan akibat kecanduan
heroin (misalnya infeksi, kriminalitas) dan bisa menjadi suatu tahap detokfikasi dengan
menurunkan dosis secara bertahap.

Mekanisme yang mendasari ketergantungan dan toleransi opioid tidak diketahui.


Pemberian kronis tidak mempengaruhi reseptor opioid, tetapi perubahan-perubahan pada
second messenger mungkin penting, misalnya pada lokus serelous aktivitas reseptor μ
menghambat aktivitas adenilat siklase, tetapi pemberian opioid kronis menyebabkan
aktivitas enzim meningkat. Penghentian opioid inhibitor selanjutnya menyebabkan
produksi cAMP berlenihan, yang bisa menyebabkan rebound (peningkatan) eksitabilitas
neuronal.

Kokain

Kokain memblok ambilan kembali dopamine ke dalam terminal saraf dan


mempunyai efek yang sangat mirip dengan afetamin. Kokain dihidroklorida biasanya
dihirup melalui hidung, tetapi basa bebasnya (crack) yang lebih volatile, dapat dihisap
seperti rokok, diamana dengan cara ini kokain lebih cepat diabsorpsi melalui paru-paru dan
menghasilkan sensasi euphoria (rush) yang tiba-tiba, cepat, tetapi sangat hebat. Obat-obat
stimulant sangat adiktif dan psikotoksik. Penggunaan berulang bisa menyebabkan suatu
keadaan yang menyerupai serangan akut skizofrenia.

Menurut Medscape Drug Interaction Checker, penggunaan bersama heroin


(diamorfin) dengan alkohol dapat meningkatkan efek sedasi. Hal ini dapat meningkatkan
efek samping sistem saraf seperti, mengantuk, pusing, ringan, sulit berkonsentrasi, dan
gangguan dalam berpikir dan mengambil keputusan. Pada kasus yang berat seperti tekanan
darah rendah, gangguan pernapasan, pingsan, koma, atau bahkan kematian dapat terjadi.

Penggunaan alkohol dan kokain menjadi terkenal pada masyarakat Amerika Serikat
karena penggunaannya diduga memberikan rasa mabuk yang lebih kuat, di mana kokain
akan mengantagonis kinerja psikomotorik setelah minum alkohol. Ketika kokain dan
alkohol digunakan bersamaan akan menghasilkan suatu zat aktif yang baru secara
farmakologis disebut kokaetilen. Senyawa ini menunjukkan kemampuan melewati sawar
darah otak dan menimbulkan efek farmakologis melalui reseptor dopamine sehingga
meningkatan perasaan euphoria. Lebih lanjut, waktu paruh eliminasi kokaetilen lebih
panjang dibandingkan kokain sehingga membantu mempertahankan dan memperpanjang
efek obat stimulant pada individu. Beberapa penelitian menyatakan bahwa resiko
kardiotoksitas meningkat jika kokain digunakan bersama dengan alkohol.

Sumber :

http://www.drugs.com/drug_interactions.html. Diakses : 15/04/2016/

http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker. Diakses: 15/04/2016

Neal M.J, 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi V, Penerbit Erlangga : Jakarta. Hal.
68

Mozayani, Ashraf, 2012, Buku Ajar Interaksi Obat Pedoman Klinis dan Forensik, EGC :
Jakarta. Hal 381.

DEFINISI “KETERGANTUNGAN”
Sebelum membahas tentang bagaimana seseorang bisa mengalami ketergantungan obat, yuk kita
mulai dahulu dengan membahas definisi atau kajian arti/makna kata “ketergantungan” dan “obat”.
 Ketergantungan (dependence) adalah situasi di mana penggunaan obat telah mengubah perilaku
dan metode pengguna, menciptakan kebutuhan untuk terus menggunakan atau mendapatkan dosis
lebih banyak.
 Kecanduan atau ketagihan (addiction) adalah kebutuhan yang kompulsif (dilakukan secara
berulang karena adanya dorongan yang terus menerus) untuk menggunakan suatu zat pembentuk
kebiasaan, atau keinginan tak tertahankan untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Dua fitur penting
dari kecanduan adalah:
 Toleransi (tolerance), yaitu meningkatnya kebutuhan zat (dosis yang lebih banyak) untuk
mendapatkan efek yang sama.
 Penarikan (withdrawal), yaitu gejala tidak menyenangkan yang timbul ketika seorang pecandu
dicegah untuk menggunakan zat tersebut.

Namun demikian ada sumber lain yang menyatakan bahwa sebenarnya ada perbedaan
antara ketergantungan dan kecanduan/ketagihan, yaitu sebagai berikut:
 Ketergantungan adalah kebutuhan yang bersifat legal dan memiliki nilai positif karena
berkaitan dengan keberlangsungan dan peningkatan kualitas hidup. Tanpa menggunakan
obat, maka kualitas hidup pengguna akan menurun, baik secara fisiologis maupun
psikologis, bahkan dapat berujung dengan kematian.
Misalnya: Seseorang yang mengidap diabetes melitus tipe-1 (DM1) tergantung pada injeksi
insulin; Wanita yang mengalami menopause dini karena gangguan hormonal menjalani
terapi estrogen.
 Kecanduan/ketagihan adalah kebutuhan yang berkonotasi negatif, termasuk ke dalam
penyalahgunaan (abuse), karena merupakan keinginan yang kuat tanpa didasari alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek yang diinginkan,
lebih ke arah perasaan daripada kebutuhan kesehatan.
Misalnya: Mengkonsumsi obat penenang seperti kokain atau metamfetamin untuk
menghilangkan stres; Injeksi testosteron untuk membangun otot (bodybuilding).

Sumber: East Berkshire Primary Care Out Of Hours


DEFINISI “OBAT”
Obat didefinisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, atau
mengobati kondisi sakit. Beberapa obat memerlukan resep dari dokter sementara obat-obatan lain
tidak perlu resep (dapat diperoleh secara bebas, dikenal dengan istilah “over-counter”).
Obat adalah racun (drug is poison) sehingga penggunaannya ditetapkan dan diatur dengan ketat
oleh pihak-pihak yang kompeten di bidangnya, yaitu apoteker dan dokter. Penggunaan obat secara
serampangan tidak mengikuti dosis anjuran akan berakibat fatal baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Efek samping obat tak hanya pada sistem fisiologis saja melainkan juga dapat
mempengaruhi perilaku dan kondisi psikologis.

NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari “Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif”.
NAPZA merupakan salah satu kelompok obat-obatan yang diatur ketat distribusi dan
penggunaannya. NAPZA dapat berupa zat-zat kimia yang berasal dari bahan-bahan alam maupun
sintetik. NAPZA dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui oral (sistem pencernaan), inhalasi
(sistem pernafasan), maupun injeksi (sistem peredaran darah).
Penggunaan NAPZA secara terus menerus akan mempengaruhi kerja organ-organ tubuh terutama
otak dan susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi
sosial karena terjadi kebiasaan, ketagihan, hingga ketergantungan.
NAPZA disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang aktif bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran. Istilah lain yang sering digunakan adalah
“NARKOBA” (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan-bahan berbahaya lainnya).

Addiction sebenarnya telah terjadi secara alami dalam kehidupan sehari-hari.


Mekanismenya melibatkan tiga sistem dalam otak, yaitu:
 motivation-reward system yang melibatkan sel-sel saraf di otak tengah (midbrain
dopaminergic neurons)
 learning system yang berlangsung di otak depan (prefrontal cortex)
 memory system atau kemampuan mengingat, yang dikendalikan oleh amygdala limbic
system
Cara kerjanya seperti ini:
 Informasi yang diterima oleh alat indera maupun pikiran merangsang sel-sel saraf untuk
membangkitkan potensial aksi atau kelistrikan di otak.
 Impuls (signal listrik) yang berupa pengalaman menyenangkan menjadi motivasi yang akan
diteruskan ke otak tengah dan disimpan sebagai memori.
 Selanjutnya, motivasi akan dibangkitkan kembali sebagai keinginan (desire) untuk
melakukan sesuatu yang memberikan rasa senang/bahagia (reward).
Motivation-reward system berperan untuk membangkitkan motivasi dalam rangka
kelangsungan hidup individu, meliputi fungsi vegetatif, reproduktif, dan sosial.
Contoh: Kondisi lapar akan memotivasi seseorang untuk makan. Setelah makan tubuhnya
merasa nyaman dan dia pun merasa bahagia (kenyang). Dalam situasi ini dia belajar dan
mengingat-ingat bahwa kalau lapar maka dia akan makan supaya merasa nyaman. Oleh
karena makan adalah pengalaman yang menyenangkan baginya, maka dia akan makan dan
makan lagi untuk mendapatkan perasaan bahagia seperti yang pernah dialami sebelumnya.
Ketika seseorang merasa senang, sel saraf (neuron) di otak tengah (ventral tegmental area,
VTA) mensekresikan dopamin yang mencetuskan rasa bahagia (sebagai rewarding effect).
Dopamin akan dibawa ke area memori (nucleus accumbens, NA) dan area
belajar (prefrontal cortex) yang menyebabkan perasaan bahagia tersimpan sebagai
kenangan.
Kenangan indah akan menjadi motivasi bagi dirinya untuk dapat merasakan kembali
perasaan bahagia yang pernah dialami sebelumnya. Dengan kata lain, dia tertantang untuk
melakukan hal yang sama demi mendapatkan kebahagiaan sebagai reward atas
motivasinya. Dalam kondisi ini, dia akan mengingat-ingat cara yang pernah dilakukannya
dan belajar untuk mengembangkan cara-cara tersebut sehingga dia bisa
mendapatkan reward lebih banyak daripada yang pernah diperoleh sebelumnya. Di sinilah
mulai terjadi addiction.
MEKANISME KECANDUAN OBAT
Drug addiction merupakan gangguan saraf pada motivation-reward system. NAPZA
memiliki mekanisme kerja yang sama dengan motivation-reward-system alami, bahkan
mampu menggeser prioritas kebutuhan dasar manusia dengan keinginan untuk
mengkonsumsi NAPZA lebih banyak. Akibatnya orang tak dapat berpikir jernih, mau
melakukan apa saja untuk mendapatkan efek bahagia dan kenikmatan menggunakan
NAPZA.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengalaman yang menyenangkan merangsang sel-sel
saraf di otak tengah untuk melepaskan dopamin. Secara alami, dopamin tak selamanya
disekresikan. Pada kondisi tertentu, tidak ada dopamin yang disekresikan, atau kadarnya
sangat sedikit. Oleh karena itu, harus ada rangsangan untuk mensekresi dopamin yang
disebut motivasi.
Zat kimia dalam NAPZA mampu mempertahankan dopamin sehingga perasaan bahagia
akan selalu ada. Perasaan bahagia karena NAPZA tersebut memotivasi si pengguna untuk
mengkonsumsi NAPZA terus menerus supaya sekresi dopamin menjadi lebih banyak lagi.
Jadi, semakin banyak mengkonsumsi NAPZA, maka semakin banyak dopamin di dalam
otak, sehingga semakin bahagia seseorang, dikenal dengan istilah “euphoria”.
Kondisi ini merusak sistem alami karena tanpa NAPZA maka sistem saraf menjadi tidak
sensitif sama sekali terhadap dopamin. Oleh karena itu, pecandu mengandalkan NAPZA
untuk merangsang sistem sarafnya yang sudah tidak peka lagi supaya dapat menghasilkan
dopamin. Tanpa NAPZA ia tak bisa merasa bahagia. Seiring waktu, kebutuhan NAPZA
terus meningkat, mengakibatkan overdosis yang berujung pada kematian.
Sumber: Carrion et al. (2010)

https://warstek.com/2018/12/06/kecanduan/

https://www.kompasiana.com/eugeniaodel/5714bb45a823bd880763c933/alkohol-heroin-dan-
kokain-interaksi-euphoria-yang-berujung-kematian?page=all

Anda mungkin juga menyukai