Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi

Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih
batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal dan merupakan penyebab terbanyak kelainan
di saluran kemih (http://ejournal.unsrat.ac.id).
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu
tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat,
struvit dan sistin).
Mary Baradero (2009) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal yang
ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat
organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri
atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
Pendapat lain menjelaskan batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal
(pelvis atau kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007).
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal atau
bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan
karena terjadi pembentukan batu di dalam ginjal, yang terbanyak pada bagian pelvis
ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan proses perkemihan.

B. Etiologi

Menurut Kartika S. W. (2013) ada beberapa faktor yang menyebabkan


terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-
50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila
jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet
banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan
pekerjaan (kurang bergerak).

Beberapa penyebab lain adalah :


a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kencing.
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Idiopatik. (Arif Muttaqin, 2011)
C. Patofisiologi

Menurut (http://alisarjunipadan.blogspot.com) batu terbentuk di traktus urinarius


ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu,
seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang
mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis
& cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu
yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara
fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak
nyaman
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa.
Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar
spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area
kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik
renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu
yaitu:
a. Teori inti (nucleus):
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine
yang sudah mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi,
konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya
kristalisasi.

Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini


tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks.
Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :
a. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat
bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang
yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang
menderita kanker, struke atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium.
Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:
1) Hiperkalsiuria abortif :
Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang
berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
2) Hiperkal siuria renalis : Kebocoran pada ginjal

b. Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
1) Primer autosomal resesif
2) Ingesti-inhalasi : Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
3) Hiperoksaloria : inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal,
sindrom malabsorbsi

c. Batu asam urat


Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
1) Makanan yang banyak mengandung purin
2) Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3) Dehidrasi kronis
4) Obat: tiazid, lazik, salisilat

d. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi,
terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin
terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.

e. Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam
urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif
autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal
meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.

D. Tanda dan Gejala

Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu pada ginjal.
Gejala umum yang muncul diantaranya:
1. Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat. Nyeri kolik ditandai
dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan pinggang
kemudian menjalar ke bagian perut dan daerah paha sebelah dalam.
2. Karena nyeri hebat biasa di ikuti demam dan menggigil.
3. Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadi nya muntah dan gangguan perut.
4. Adanya darah di dalam urin. Dan adanya gangguan buang air kecil penderita juga
sering BAK. Atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Jika ini
terjadi maka resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi lebih besar.
E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis,


yaitu :
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
2) USG abdomen
3) PIV (Pielografi Intravena)
4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008)

F. Komplikasi

Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi yang disebabkan dari batu nefrolitiasis


adalah:
a. Sumbatan: akibat pecahan batu
b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal
d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007).

G. Penatalaksanaan

Menurut penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:


a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang
dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum
yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10
mg/hr.

b. Terapi mekanik (Litotripsi)


Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah
ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun
demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah
diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini
juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk
memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih

H. Prognosis
Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya tergantung dari faktor-
faktor ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi. Makin besar
ukuran suatu batu, makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini.
Pengumpulan data pada klien dengan nefrolitiasis :
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini.
Menurut (Arif Muttaqin, 2011) keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri
pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan
dengan pendekatan PQRST.
Tabel 2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST
Pengkajian Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi Klinis
Provoking Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri, tetapi pada
Incident beberapa kasus di dapatkan bahwa pada perubahan posisi secara tiba-
tiba dari berdiri atau berbaring berubah ke posisi duduk atau
melakukan fleksi pada badan biasanya menyebabkan keluhan nyeri.
Quality of Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik ataupun bukan
pain kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos system
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensai nyeri. Nyeri
non-kolik terjadi akibat peregengan kapsul ginjal karena terjadi
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri diseluruh area
kostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah.
Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex retrointestinal dan proksimitas
anatomi ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Region, Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri yang
radiation, luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genetalia.
relief Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar
dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Keluhan
ini disebut kolik ureteral. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar
secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih,
sedangkan pada pria mendekati testis.
Severity Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 dan pasien
(scale) of akan menilai seberapa jauh yang dirasakan.
pain 0= Tidak ada nyeri
1= Nyeri ringan
2= Nyeri sedang
3= Nyeri berat
4= Nyeri berat sekali/tak tertahan
Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada pada posisi 3 di
rentang 0-4 pengkajian skala nyeri.

Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul


mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah
gejala-gejala timbul secara terus menerus atau hilang timbul
(intermiten). Tanyakan apa yang sedang dilakukan pasien pada waktu
gejala timbul. Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala
tersebut pertama kali timbul dan usahakan menghitung tanggalnya
seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan kepada pasien apa yang pertama
kali dirasakan tidak biasa atau tidak enak

3) Riwayat Kesehatan)
Riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :
a) Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke
RS.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.
Menurut Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih
pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit
bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme,
penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan
dari orang tua.
d) Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana
perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian
psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya
pengkajian psikososialspiritual yang seksama.

Pola - Pola Fungsi Kesehatan


pengkajian pola-pola fungsi kesehatan pada pasien dengan diagnosa
nefrolitiasis, yaitu :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal
dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena
adanya luka pada ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi
abdominal, penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan
karena adanya luka pada ginjal.
d. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK
normal.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena
adanya penyakitnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan
bagaimana dilakukan operasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di
rumah sakit.
h. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan
dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
i. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak
ada gangguan.
j. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang
positif jika stress muncul.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan
dapat sembuh.

Pemeriksaan Fisik Fokus


Menurut Arif Muttaqin (2011) pada pemeriksaan fokus nefrolitiasis didapatkan
adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan,
keringat dingin, dan lemah.

a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan
muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal
dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007).
2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S.
W., 2013).
3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011).
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
5. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan
pengobatan) berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008).

C. Rencana/Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal
dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Rasa nyeri teratasi, menunjukkan fostur rileks.
Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri.
Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan terjadi
sumbatan kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine.
2) Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.
Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran yang sempit.
3) Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik renal.
Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.
4) Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks
5) Ajarkan teknik relaksasi/distraksi
Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.
6) Berikan obat anti nyeri/analgesik
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri

2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih


oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S.
W., 2013).
Tujuan : Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil : Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar
tidak ada, dorongan ingin berkemih terus berkurang.
Intervensi :
1) Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine.
Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda
komplikasi misalnya infeksi, atau perdarahan.
2) Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang
menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu
lewatnya batu.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.

3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
Tujuan : Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang
adekuat, pernyataan kuat untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
Intervensi :
1) Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan
pilihan intervensi.
2) Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) atau
dengan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki nutrisi.
3) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta
sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau obat
yang dapat merangsang pusat muntah.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang
tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik.
5) Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan
kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Tujuan : Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil : Klien akan membuka diri meminta Informasi.

Intervensi :
1) Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri,
panas,bengkak,adanya fungsiolesa.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis.
2) Monitor Tanda Tanda Vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui rentang
Suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah.
3) Gunakan tehnik steril saat perawatan luka
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang masuk.
4) Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan luka
Rasional : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan keluarga
5) Kolaborasi medik pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme

5. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan


pengobatan) berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008).
Tujuan : Memberikan informasi pasien dan keluarga
Kriteria hasil : Pasien dan keluarga mampu memahami tentang proses penyakit,
dan pengobatan

D. Implementasi
Menurut Nursalam (2011:127) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yan spesifik
dilaksanakan utuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.

E. Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009) Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan
nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2009) ada 3 komponen penting dalam
evaluasi keperawatan, yakni :
a. Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan
melihat respons klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah
pencapaian hasil yang diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien
pulang dari rumah sakit/sembuh.

b. Modifikasi rencana keperawatan


Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam
memodifikasi rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis
dasar, seperti udara, air, makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke
tingkat yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum
terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi
ditunda.
c. Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah
terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi,
hal ini agak sulit bagi pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi.
Apabila penghentian pelayanan keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus
pada kemandirian klien dalam mengatasi masalah sendiri.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat
terhadap respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau
sesudahnya.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan.
Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan
klien atau adanya masalah baru.

PATHWAYS
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Grace, Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.
Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif &
Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Medika.

Anda mungkin juga menyukai