Anda di halaman 1dari 12

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat (www.google.com).
Pleura adalah membrane tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis
dan pleura parietalis.(Sudoyo, Aru W. 2006)
Efusi pleura adalah istilah yang di gunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. (Price, 2005)
Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik
transudat maupun eksudat.(Davey, 2005).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).

B. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis.
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, infark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit seperti Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru,
lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid
menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas
kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis
akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru
(Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain :
a. Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke
dalam rongga pleura
c. Menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, yang memungkinkan transudasi
cairan yang berlebihan
d. Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan
pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan
Hall , Egc, 1997, 623-624).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kinik yang muncul (Tierney, 2002 dan Tucker, 1998) ) adalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
5. Keletihan
6. Batuk

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
 Torakosentesis / Pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. PENATALAKSANAAN
 Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
 Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan spesimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispneu.
 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit,
dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan
selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau
pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

b) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi pleura biasanya akan tampak sianosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.

c) Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
 Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300
cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
 Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).
 Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3

Kadar protein dalam effuse < 0,5 > 0,5

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam effuse < 0,6 > 0,6

Berat jenis cairan effuse < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga


cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
2) Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
3) Perhitungan sel dan sitologi
 Leukosit 25.000 (mm3) : empisema
 Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
 Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
 Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
 Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit
> 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
 Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
 Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel
ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura
lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood,
1995 : 147,148)
4) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur
cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi
pleura antara lain :
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak
nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
c. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
d. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
e. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan informasi (Barbara Engram, 1993)

3. PERENCANAAN
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis
efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
4) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
5) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-
paru.
6) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto
thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan
dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan
hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh.
2) Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
3) Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
4) Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam
amino esensial.
7) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya
(zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari
kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.
c. Cemas atau ketakutan berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil :Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas
teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
3) Bantu dalam menggali sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
4) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
5) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
6) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

d. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O2 dan CO2.
2) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
4) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.

Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999

Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997

Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.

Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.

Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.

Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

Anda mungkin juga menyukai