Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikosa (Psychosis) merupakan bentuk gangguan mental yang ditandai dengan
adanya diorganisasi kognitif, diorientasi waktu, ruang, orang serta adanya
gangguan dalam emosionalnya, keadaan tersebu tmenyebabkan penderita yang
mengalami disintegrasi kepribadian, yang dapat menyebabkan terputusnya
hubungan dirinya dengan realita, bahkan dapa tmenganggu fungsi sosialnya. Pada
beberapa kasus disertai adanya halusinasi dan delusi.
Menurut Kartini Kartono (1989), psikosa dibagi dalam dua golongan, yaitu
organic psychosis (psikosa organic) dan functional psychosis (psikosafungsional).
Organic psychosic disebabkan oleh adanya gangguan padafaktor fisik / organic
dan faktor intern, yang menyebabkan penderita mengalami kekalutan mental,
maladjustment, dan inkompeten secara sosial. Pada umumnya penyakit ini
disebabkan oleh adanya gangguan otak (terjadi organic brain disorder).Hal ini
mengakibatkan berkurangnya/ rusaknya fungsi – fungsi pengenalan, ingatan,
intelektual, perasaan dan kemauannya.

1.2 RumusanMasalah
1. Apa definisi dari Gangguan Mental Organik ?
2. Bagaimana etiologi dari Gangguan Mental Organik ?
3. Bagaimana manifestasi dari Gangguan Mental Organik ?
4. Bagaimana klasifikasi dari Gangguan Mental Organik ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Mental Organik ?

1.3 Tujuan
1. Mengatahui definisi dari Gangguan Mental Organik
2. Mengatahui etiologi dari Gangguan Mental Organik
3. Mengatahui manifestasi dari Gangguan Mental Organik
4. Mengatahui klasifikasi dari Gangguan Mental Organik
5. Mengatahui asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Mental Organik

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang memiliki
dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti halnya penyakit
serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll. Secara umum, ganguan
mental seperti ini bisa diklasifikasikan menjagi 3 kelompok berdasarkan kepada
gejala utamanya yang merupakan gangguan berbahasa, gangguan kognitif seperti
halnya penurunan daya ingat, dan juga gangguan perhatian. Ketiga kelompok
gangguan mental itu adalah delirium, dimensia, serta gangguan amnestik.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa
yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya
penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini
dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau
diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit
sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem
tubuh.
Dalam sumber lain, gangguan mental organik meliputi juga gangguan
mental organik selektif yang mencakup gangguan kepribadian organik antara lain
seperti sindroma lobus frontalis, sindroma amnesia organik, sindrom waham
organik, halusinosis organik, sindroma afektif organic

2.2 Etiologi
1. PRIMER : Langsung pada otak
a. Rudapaksa
b. Infeksi
c. Gangguan vaskular
d. Tumor
2. SEKUNDER : Tidaklangsung melalui gangguan sistemik
a. Gangguan metabolit
b. Gangguan toxin
c. Gangguan hypoxia

2.3 Manifestasi Klinis


1. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir, dayabelajar)
2. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian)
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi
4. (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana perasaan
5. (depresi, gembira, cemas)

2.4 Klasifikasi
I. Delirium
Delirium adalah kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan
fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel.
Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi secara klinis
berupa kelainan neuropsikiatri. Tanda yang khas adalah penurunan kesadaran dan
gangguan kognitif. Adanya gangguan mood (suasana hati), persepsi dan perilaku
merupakan gejala dari defisit kejiwaan. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urin merupakan gejala defisit neurologis.

A. Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola
gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien.
Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti epilepsi,
penyakit sistemik, intoksikasi atau reaksi, dan putus obat maupun zat toksik.
Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal
dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin,
serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.
Selain itu diakibatkan juga karena adanya gangguan metabolik/defisiensi
vitamin (thiamin), hipoksia, hipcarbamia, hipoglikemia, gangguan mineral, pasca
bedah, kejang, cedera kepala, ensefalopati hipertensif, gangguan fokal lobus
parietal, dan inferomedial lobus oksipital.

B. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala Utama :
1. Kesadaran berkabut
2. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian
3. Diorientasi
4. Ilusi
5. Halusinasi
6. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi
Gejala-gejala neurologis :
1. Disfrasia
2. Disartria
3. Tremor
4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia
5. Kelainan motorik

C. Gambaran klinis
a. Gambaran mencolok adanya defisit untuk memusatkan, mempertahankan,
memindahkan perhatian
b. Halusinasi visual sering ditemukan
c. Gangguan irama tidur
d. Fluktuasi kesadaran à disorientasi, amnesia, tidak kooperatif
D. Patofisiologi
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan mempengaruhi
berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru menunjukkan defi siensi
jalur kolinergik dapat merupakan salah satu faktor penyebab delirium. Delirium
yang diakibatkan oleh penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau
nikotin dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain. Pada delirium
akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan
eksitasi pada sistem neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler dapat
menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi
reseptor GABA-A (gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral
berhubungan dengan perubahan neurotransmiter yang memperkuat transmisi
dopaminergik dan noradrenergik, adapun perubahan ini memberikan manifestasi
karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan kecenderungan kejang
epileptik. Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepin menyebabkan delirium
melalui jalur penurunan transmisi GABA - ergik dan dapat timbul kejang
epileptik. Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul
melalui berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik. Perubahan transmisi
neuronal yang dijumpai pada delirium melibatkan berbagai mekanisme, yang
melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu
1. Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter,
khususnya agen antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan
metabolik seperti hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung
mengganggu fungsi neuronal
2. Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti penyakit
inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Pada beberapa kasus, respons inflamasi
sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi
mikroglia untuk memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan
efeknya yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu pembentukan dan
pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi berperan menyebabkan delirium pada
pasien dengan penyakit utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).
3. Stres
Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan lebih
banyak noradrenalin, dan aksis hipotalamuspituitari-adrenokortikal untuk
melepaskan lebih banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan
menyebab kan kerusakan neuron.
E. Terapi Delirium
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejala-gejala
klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan intervensi personal danlingkungan
terhadap pasien agar timbul fungsi kognitif yang optimal.Medikasi yang dapat
diberikan antara lain :
1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)
Haloperidol (haldol)
Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk
delirium.
Risperidone (risperdal)
Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih
sedikitdibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamine D2 dengan
afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor
2. Short acting sedative (lorazepam)
Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau
alcohol. Tidak digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi nafas,
terutama pada pasien dengan usia tua, pasien dengan masalah paru.
Vitamin, thiamine (thiamilate) dancyanocobalamine (nascobal, cyomin,
crystamine)
Bahwa defisiensi vitamin B6 dan vitamin B12 dapat menyebabkan delirium maka
untuk mencegahnya diberikan preparat vitamin B per oral.
3. Terapi Cairan dan Nutrisi
Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium jugasangat
berguna untuk membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan lingkungan
sekitar untuk dapat berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk
melakukan ADL (activity of daily living) sendirinya tanpa tergantung orang lain.

II. Dimentia
Merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh
proses degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi kognitif. Demensia
merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
(biasanya tanpa gangguan kesadaran) yang mempengaruhi kepribadian pasien.
Sebuah sindrom yang ditandai denagn berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa adanya gangguan pada kesadaran. Gangguan pada fungsi kognitif itu dapat
berupa gangguan pada intelegensi secara umum, ingatan, belajar, orientasi,
bahasa, konsentrasi, perhatian, dan juga kemampuan sosial. Gangguannya pun
dapat berupa progresif, statis, permanen dan juga reversible jika diberikan
pengobatan tepat pada waktunya.
Penyebab dari gangguan mental ini adalah 75 persen demensia Alzheimer
serta demensia vaskular, sisanya dikarenakan oleh penyakit Huntington, Pick,
serta truma kepala. Gambaran dari gangguan awalnya adalah berupa gangguan
daya ingat yang baru, selanjutnya ingatan yang sudah lama pun juga akan
mengalami gangguan pula. Selain itu ditemukan juga gangguan bahasa serta
gangguan orientasi di masalah ini.
Bila salah satu anggota keluarga kita mengalami gangguan mental ini, maka
mungkin kita akan sangat terganggu jika ia mengalami perubahan kepribadian
menjadi lebih introvert, gampang marah, serta sering mengalami halusinasi.
1. Gambaran Klinik
Pasien penderita demensia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Gangguan Daya Ingat
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada
demensia, khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia
tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat terjadi
secara ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Selama
perjalanan penyakit demensia, pasien terganggu dalam orientasi terhadap orang,
waktu, maupun tempat. Sebagai contoh, pasien dengan demensia mungkin lupa
bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, pasien
tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.
b. Gangguan Bahasa
Proses demensia dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien.
Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik
tidak tepat, atau berputarputar.
c. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi
keluarga pasien, hal ini dikarenakan pasien demensia mempunyai waham
paranoid. Gangguan yang terjadi pada lobus frontal dan temporal dimungkinan
menjadi penyebab perubahan keperibadian pasien. Pasien jadi lebih mudah marah
dan emosinya meledak-ledak. Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau
menangis yang patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa penyebab yang terlihat.
d. Psikosis
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer mengalami halusinasi,
dan 30-40% mengalami waham, terutama dengan sifat paranoid.
e. Etiologi
Demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer dengan kemungkinan
60%, dapat juga disebabkan karena gangguan neurologis (seperti chorea
huntington, parkinsonism, multiple sklerosis), gangguan toksik metabolik (anemia
pernisiosa, defisiensi asam folat, hipotiroidime, intoksikasi bromida), trauma
(cedera kepala), dan obat toksin (termasuk demensia alkoholik kronis). Demensia
yang masih mungkin disembuhkan (reversible) adalah yang disebabkan oleh
gangguan kelebihan atau kekurangan hormon tiroid, dan vitamin B12 (Depkes,
2001)
2. Jenis-jenis Demensia
a. Demensia Vaskular
Gejala umum dari dementia vascular adalah sama dengan tipe demensia
alzheimer, tetapi diagnosis dari vascular demensia membutuhkan pemerikasaan
klinis dimana vascular demensia lebih menunjukkan penurunan dan deteriorasi
dari penyakit alzheimer. Demensia vaskuler juga merupakan demensia yang
terjadi akibat penyakit ateroskleros pada pembuluh darah sehingga resiko
demensia sama dengan penyakit aterosklerose lainnya, seperti hipertensi, diabetes
mellitus dan hiperlipidemia. Demensia vaskuler yaitu demensia yang timbul
akibat keadaan atau penyakit lain seperti stroke, hipertensi kronik, gangguan
metabolik, toksik, trauma otak, infeksi, tumor dan lain-lain. Dimana demensia
vaskuler dapat terjadi apabila lansia memiliki penyakit diatas, sehingga kejadian
demensia dapat terjadi dengan cepat. Perjalanan penyakit ini pasien akan
mendadak merasa membaik kemudian memburuk.
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi
darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terja
dinya demensia”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai
demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler
daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap
diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Kelainan ini dihubungkan dengan penyakit vaskular sistemik dan serebral, yang
mungkin terlihat pada pemeriksaan fisik. Umumnya disertai dengan hipertensi.
Deteriorasi diperkirakan dapat terjadi sebagai respons terhadap infark otak
berulang. Usia awitan nampaknya lebih awal dari demensia degeneratif primer
tipe Alzheimer dan lebih umum pada pria dibandingkan pada wanita.
Penyebab demensia vaskular adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel
yang menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki,
khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang
menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain (misalnya katup jantung).
Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak
normal atau pembesaran jantung

III. Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya


diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang
wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun.
Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak;
meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan
klinis setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan
diagnostik.
Demensia degeneratif primer tipe Alzheimer adalah PMO kronis yang
mempunyai awitan tersembunyi dan membahayakan serta secara umum progresif,
menjadi semakin buruk. Gambaran khusus meliputi kehilangan berbagai-bagai
segi kemampuan intelektual, seperti memori, penilaian, pikiran abstrak, dan fungsi
kortikal lebih tinggi lainnya, serta perubahan pada kepribadian dan perilaku
(DSM-III-R, 1987). Gejala-gejala yang dihubungkan dengan sindrom demensia
terlihat. Bisa juga terdapat tanda delirium, delusi atau depresi. Perubahan-
perubahan patopsikologis meliputi atrofi otak, dengan pelebaran sulkus kortikal
dan pembesaran ventrikel serebral

1. Etiologi
 Genetik
Dipengaruhi sebanyak 40%, keluarga yang memiliki latar belakang demensia
dengan tipe Alzheimer. Sehingga dapat dikatakan genetik memiliki peran dalam
munculnya penyakit tersebut
 Amyloid Precursor Protein
Genetik yang menjadi dasar protein amyloid terdapat pada lengan kromosom
21. Proses ini berlanjut pada pembentukan of amyloid precursor protein. Protein
ini nantinya akan membentuk plak senilis.
 Neuro transmitter
Barties etal (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neuro
transmiter dgn cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita
alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase
2. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan
memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu
adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya,
antara lain:
 Disorientasi
 Gangguan bahasa (afasia)
 Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan
visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi
berat prevalensinya 15-20%,”.
c. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya
antara lain :
a. Penderita menjadi vegetatif
b. Tidak bergerak dan membisu
c. Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri
d. Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
e. Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
f. Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.

3. Perjalanan Penyakit
a. Stadium Awal
Perilaku berubah dapat diamati keluarga à  semangat & kemauan, dorongan
untuk melakukan aktifitas rutin sehari-hari, tak mampu melakukan aktifitas
multipel, depresi ringan.
b. Stadium Menengah : Gangguan memori & kognitif
Deteriorasi intelektual : orientsi, memori, berhitung, percakapan kurang
efisien, pemahaman misinterpretasi, penderita murung, menarik diri, menjauhi
teman lama, obsesi, kebiasaan pramorbid, daya nilai menurun.
c. Stadium Lanjut : Kemunduran psikologik & perilaku
 Apati
 Gangguan kepribadian menyeluruh, mengurus diri (-)
 Tak mampu mengingat, komunikasi
 Gejala neurologik à afasia, apraksia, agnosia, buta kortikal
 Pasien meninggal 2-5 tahun, komplikasi terbanyak karena infeksi
 Demensia multi-infark adalah PMO kronis dimana ada indikasi deteriorasi
intermiten.
Dari pada awitan yang tersembunyi dan berbahaya serta kemajuan yang sama
terlihat pada demensia degeneratif primer tipe Alzheimer, awitan dari demensia
multi-infark secara khas bersifat mendadak dan jalannya selangkah demi
selangkah serta berfluktuasi. Defisit yang terlihat tergantung pada bagian otak
yang rusak. Fungsi-fungsi kognitif tertentu dapat dipengaruhi secara dini,
sedangkan bagian lainnya relatif tetap tidak rusak. Secara khusus, gangguan-
gangguan pada memori, pikiran abstrak, penilaian, kontrol impuls, dan gangguan
kepribadian terlihat. Tanda-tanda neurologis fokal umumnya terlihat termasuk
kelemahan pada anggota badan, tidak simetrisnya refleks, respons-respons
ekstensor plantar, disartria dan berjalan dengan langkah yang pendek. Mungkin
juda terdapat tanda delirium, delusi, atau depresi (DSM-III-R,1987) Secara
mikroskopik, plak-plak senil, kekacauan neurofibrilaris, dan degenerasi
granulovakuolar neuron-neuron dapat terlihat. Perubahan-perubahan ini terjadi
pada 2% sampai 4% dari populasi pada usia lebih dari 65 tahun serta meningkat
dengan bertambahnya usia. Kelainan perilaku ini sedikit lebih umum pada wanita
dibandingkan pada pria.
4. Prognosis dan Patogenesis
Pada umumnya demensia dimulai pada umur 50 sampai 60 tahun dengan
deteriorasi selama 5-10 tahun yang berujung kematian. Onset dan kecepatan dari
deteriorasi berbeda pada tiap jenis dementia dan kategori diagnosis individu. Rata-
rata tingkat survival expectation untuk pasien demensia dengan tipe alzheimer
adalah 8 tahun dari range 1-20 tahun. Data menunjukkan bahwa orang yang
memiliki onset lebih awal atau memiliki latar belakang keluarga yang mungkin
pernaj memiliki dementia akan memiliki perjalanan penyakit yang lebih cepat.
Segera setelah demensia di diagnosis, pasien harus menjalani tes medis dan
neuropsikologis karena 10-15% dari seluruh pasien dengan demensia memiliki
potensi reversibel jika treatment diberikan sebelum munculnya kerusakan otak
secara permanen
5. Pemeriksaan Diagnostik Demensia
Menurut Arif muttaqin, (2008) :
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum,
fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.
b. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya
masih dipertanyakan.
c. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
d. Pemeriksaan cairan otak
Fungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
e. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel
mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik
menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat.
f. Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas
sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal
yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan
problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus
yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.
Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
i. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
ii. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai, tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan
memori ringan.
6. Terapi
Bantuan yang baik mereka yang membantu pasien berjuang dengan perasaan
bersalah, berduka, marah, dan kelelahan sebagaimana mereka menyaksian
anggota keluarga mereka sendiri menderita. Pasien yang mendapat dukungan dan
psikoterapi edukasional dimana penyakitnya secara terang dijelaskan. Mereka
juga mendapat keuntungan dari dukungan yang diberikan oleh keluarganya dalam
menghadapi penyakit yang membuat mereka memiliki disfungsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang memiliki
dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti halnya penyakit
serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll.
PRIMER : Langsung pada otak
a. Rudapaksa
b. Infeksi
c. Gangguan vaskular
d. Tumor
SEKUNDER : Tidak langsung melalui gangguan sistemik
a. Gangguan metabolit
b. Gangguan toxin
c. Gangguan hypoxia
Manifestasi Klinis :
a. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir, dayabelajar)
b. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian)
c. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi (halusinasi), isi
pikiran (waham/delusi), dan suasana perasaan(depresi, gembira, cemas)
Klasifikasinya : Delirium, Dimentia dan Alzheimer
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.radiologyassistant.nl/en/p43dbf6d16f98d/dementia-role-of-mri.html
(Diakses : Rabu, 4 April 2017 pada pukul 21.43 WIB)
2. http://www.ncpic.org/ClinicalInformation/BrainDisorders/ (Diakses : Rabu, 4
April 2017 pada pukul 20.06 WIB)
3. http://www.scribd.com/doc/285880697/makalah-GMO (Diakses : Kamis, 5 April
2017 pada pukul 18.45)
4. Gustin, Wilta Zurda. 2015. Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan Dan
Disfungsi otak Dan Penyakit Fisik. http://psikiatri.forumid.net/t178-laporan-
kasus-ganggua-mental-organik-akibat-penyakit-fisik (Diakses : Kamis, 5 April
2017 pada pukul 19.32)
5. Luman, Andy. 2015. Sindrom Delirium. CDK-233/ vol. 42 no. 10.
www.kalbemed.com/Portals/6/09_233Sindrom%20Delirium.pdf . (Diakses : Kamis, 5
April 2017 pada pukul 21.52)

Anda mungkin juga menyukai