Anda di halaman 1dari 5

(http://jabar.bkkbn.go.

id)

MEMBANGUN REMAJA JAWA BARAT YANG BEBAS DARI MASALAH


SEKSUALITAS, NAPZA DAN HIV/AIDS

Oleh : Murni Manurung

Akhir-akhir ini, bahasan tentang remaja menjadi topik yang seringkali


diperbincangkan, mengingat saat ini kelompok remaja sangat rentan terhadap 3 (tiga) risiko
kesehatan reproduksi atau yang dikenal dengan TRIAD KRR (Kesehatan Reproduksi
Remaja) yaitu Seksualitas, Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
Lainnya), serta HIV/AIDS. Bahkan Triad KRR ini sekarang menjadi hal yang sangat
meresahkan para orangtua.

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to
grow maturity. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan usia remaja yaitu usia
12-24 tahun. Namun apabila pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia masuk
kedalam dewasa. Sebaliknya, meskipun usia sudah dewasa (bukan remaja lagi) tetapi masih
tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka ia masuk kedalam kelompok remaja.

Berdasarkan data, jumlah penduduk remaja Indonesia saat ini mencapai 65 juta jiwa
atau sekitar 30% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara jumlah penduduk remaja
di Provinsi Jawa Barat mencapai 11.358.704 jiwa atau sebesar 26,60% dari total jumlah
penduduk di Jawa Barat. Jumlah remaja yang besar ini seharusnya menjadi modal
pembangunan untuk mewujudkan Jawa Barat yang mandiri, dinamis dan sejahtera sesuai
dengan visi Pemerintah Daerah Jawa Barat.

Sementara itu, menurut World Bank, remaja memiliki 5 (lima) transisi kehidupan
yaitu melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi
anggota masyarakat dan mempraktekkan hidup sehat. Empat transisi kehidupan lainnya yang
akan dimasuki remaja akan sangat ditentukan berhasil tidaknya remaja mempraktekkan hidup
sehat. Dengan kata lain, jika remaja gagal mempraktekkan hidup sehat, maka kemungkinan
besar remaja juga akan gagal menjalani empat transisi kehidupan yang lain.

Kesehatan reproduksi diartikan sebagai sejahtera fisik, mental dan sosial yang baik,
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, tetapi juga sehat dari aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Sementara itu, Kesehatan
reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan,
kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggungjawab.

Remaja adalah generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi
berikutnya. Segala tindakan yang dilakukan pada masa remaja akan sangat menentukan
kehidupan mereka ketika dewasa dan juga sangat menentukan bagaimana mereka akan
berkontribusi bagi pembangunan bangsa ini. Oleh karena itu, kehidupan remaja sangat
penting dan strategis untuk diperhatikan secara serius.
Masalah Kesehatan Reproduksi Yang Dihadapi Remaja

3 Risiko kesehatan reproduksi remaja atau yang dikenal dengan TRIAD KRR yaitu
seksualitas, napza dan HIV/AIDS.

1. Seksualitas

Risiko Seksualitas diartikan sebagai sikap dan perilaku seksual remaja yang berkaitan dengan
Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi dan risiko
perilaku seks sebelum nikah.

Berdasarkan Data Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun
2010 menunjukkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks sebelum
menikah. Hasil Survei DKT Indonesia tahun 2005 juga menunjukkan bahwa remaja di
beberapa wilayah Indonesia telah melakukan seks sebelum menikah, diantaranya Surabaya
54%, di Bandung 47% dan di Medan 52%. Sementara itu, hasil Survei SKKRI TAHUN
202/2003, bahwa remaja memiliki teman yang pernah berhubungan seksual dimulai dari usia
14-19 tahun, dengan wanita 34,7% dan pria 30,9%. Sebesar 2,5 juta perempuan pernah aborsi
per tahun, 27% nya dilakukan remaja (sekitar 700 ribu), PKBI, rakyat merdeka, 2006.
Bahkan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa, dan 800 ribu
diantaranya terjadi di kalangan remaja.

2. Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya )

Napza adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan kedalam tubuh manusia baik secara oral
(melalui mulut), dihirup (melalui hidung) atau disuntik yang menimbulkan efek tertentu
terhadap fisik, mental dan ketergantungan. Berdasarkan data tentang penyalahgunaan
narkoba di Indonesia, dari sebanyak 3,2 juta jiwa yang mengkonsumsi narkoba, 78%
diantaranya adalah remaja.

3. HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu menurunnya sistem kekebalan tubuh


manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) diartikan sebagai kumpulan dari
berbagai gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh individu yang didapat akibat
HIV.

Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010, di Indonesia terdapat 21.770 kasus
AIDS dan 47.157 kasus HIV positif, dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni
sebesar 48,1% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9%.Sementara itu, Penularan HIV/AIDS
pada remaja di Jawa Barat, dari jumlah penduduk Jawa Barat yang berusia 10-24 tahun,
sebesar 11.358.704 atau 26,60% adalah remaja. Sebesar 3.147 remaja usia 15-29 tahun
terkena HIV/AIDS dengan penularan terutama disebabkan melalui hubungan seks dan jarum
suntik.
Upaya Untuk Menghindarkan Remaja Dari Risiko Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR)

Penanganan terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi komitmen


internasional, termasuk Indonesia yaitu melalui Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan yang dihadiri 178 negara di dunia (ICPD Kairo, 1994). Remaja juga memiliki
hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Melalui konferensi ini, negara-negara di dunia didorong untuk menyediakan informasi


yang lengkap kepada remaja mengenai bagaimana mereka dapat melindungi diri dari
kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Adapun upaya
yang dapat dilakukan untuk menyediakan informasi KRR ini adalah dapat melalui pendidikan
KRR di keluarga, pendidikan KRR di sekolah dan melalui program PIK-KRR (Pusat
Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)

Pendidikan KRR Di Keluarga

Keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan remaja seharusnya menjadi
tempat dimana remaja memperoleh pendidikan mengenai berbagai hal, termasuk informasi
dan edukasi mengenai seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Namun pada kenyataan di
masyarakat, seringkali dijumpai justru remaja paling tidak nyaman membahas masalah-
masalah tersebut dengan orangtuanya. Ditambah dengan perubahan pada remaja yang
seringkali sulit dipahami oleh orangtua menyebabkan komunikasi semakin sulit dibangun.

Beberapa ciri remaja yang perlu diketahui oleh orang tua terkait dengan perubahan yg
menonjol diantaranya : mulai berpikir tidak seperti biasanya, kemauannya sukar ditebak,
sering berubah-ubah pendirian, kadang ucapan dan perilakunya bertentangan, menggantung
perasaan, meledak-ledak, menarik diri dan menolak bicara, lebih senang berkumpul di luar
rumah, ingin menonjolkan diri, mudah terpengaruh teman, serta untuk remaja putri saat
menjelang haid biasanya menjadi perasa, mudah sedih, marah dan cemas tanpa alasan.

Pandangan bahwa seks adalah sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan, yang telah
tertanam sekian lama menyebabkan remaja dan orangtua enggan berdiskusi tentang masalah
seksualitas. Padahal remaja sangat membutuhkan informasi yang benar dan akurat.
Akibatnya, remaja mencari informasi di luar, seperti dari teman sebaya, majalah dan internet
yang seringkali menyuguhkan informasi yang tidak benar dan malah menyesatkan.

Namun, pendidikan kesehatan reproduksi remaja ini masih menjadi perdebatan,


karena disatu sisi banyak orangtua yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi
remaja ini malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pra nikah. Menurut
Iskandar, 1997, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah
cenderung memiliki perilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari
orang lain.

Oleh karena itu, saatnya keluarga-keluarga di Jawa Barat menyadari dan melakukan
fungsi keluarga sebagai fungsi pendidikan, yang mengkomunikasikan, menginformasikan dan
mengedukasi remaja mengenai berbagai hal khususnya mengenai risiko Kesehatan
Reproduksi Remaja yaitu seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Pendidikan kesehatan
reproduksi remaja melalui keluarga ini sebenarnya sangat efektif, karena dapat dilakukan
dalam suasana yang santai dan bersahabat sehingga memudahkan remaja menyerap informasi
yang disampaikan orangtua.

Pendidikan KRR Di Sekolah

Pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah dan sekaligus informasi mengenai


keluarga berencana merupakan hal yang saat ini sangat penting disampaikan mulai dari
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan KRR di
sekolah akan sangat efektif, karena remaja disemua sekolah-sekolah secara otomatis akan
mendapatkan informasi yang benar dan akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Hal ini
akan menjawab kebutuhan remaja terhadap informasi yang akurat dan benar mengenai KRR
sehingga remaja tidak perlu mencari sendiri informasi tersebut dan melakukan eksplorasi
sendiri.

Hasil Survei LDFEUI & NFPCB tahun 1999, survei terhadap 8084 remaja laki-laki
dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada 4 (empat) provinsi (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Lampung) ditemukan bahwa 46,2% remaja masih menganggap
perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Dan kesalahan
persepsi ini sebagian besar diyakini remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri
yang hanya sebesar 42,3%. Dan diperoleh juga hasil bahwa hanya 19,2% remaja yang
menyadari risiko tertular Penyait Menular Seksual (PMS) akan meningkat jika memiliki
pasangan seksual lebih dari 1 (satu) orang. Sementara itu, 51% mengira bahwa mereka akan
berisiko tertular HIV hanya jika berhubungan seks dengan Pekerja Seks Komersil (PSK).

Program PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)

Salah satu program yang dijalankan Pemerintah untuk merespon permasalahan remaja
adalah dengan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja melalui BKKBN
yang disebut dengan wadah PIK-KRR.

PIK-KRR adalah suatu wadah kegiatan program KRR yang dikelola dari, oleh dan
untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. PIK-KRR ini dibentuk di
kelompok-kelompok remaja seperti di sekolah-sekolah, pesantren, perguruan tinggi, Fatayat
NU atau Aisyiah.

PIK KRR ini bertujuan untuk memberikan informasi KRR, keterampilan kecakapan
hidup (life skill), pelayanan konseling dan rujukan kesehatan reproduksi remaja serta
mengembangkan kegiatan lain sesuai dengan potensi yang dimiliki remaja tersebut. PIK-
KRR ini diarahkan untuk mencapai Tegar Remaja yaitu remaja yang menunda usia
pernikahan, remaja yang berperilaku yang sehat, remaja yang terhindar dari seks bebas,
narkoba serta HIV/AIDS, remaja yang bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera serta menjadi contoh, model dan sumber informasi bagi teman sebayanya.

Melalui program PIK-KRR ini remaja dapat memperoleh informasi yang benar dan
akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, dalam wadah ini remaja memiliki
kesempatan untuk menggali potensinya dengan teman-teman sebayanya, karena remaja
sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa dalam berbagai hal jika dikembangkan dengan
maksimal.
Perilaku remaja Jawa Barat, khususnya mengenai kesehatan reproduksi remaja akan
ditentukan sejauh mana mereka memperoleh pendidikan yang benar tentang kesehatan
reproduksi remaja serta komunikasi yang dibangun dengan remaja. Kesadaran remaja
terhadap risiko seksualitas, napza dan HIV/AIDS akan diawali dan dibangun dengan
pengetahuan yang mereka miliki.

Anda mungkin juga menyukai