Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara

epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya

adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi

pada kasus yang tidak terdeteksi.

Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya

berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner,

penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa

darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut

dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup

berperan dalam perjalanan penyakit diabetes.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang

bersifat kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan penelitian

terhadap penyandang diabetes mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik insulin dengan cara

yang tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak

dianjurkan. Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan

yang bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan berkurangnya

aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat
saja timbul pada orang tanpa riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya penyakit

memakan waktu bertahun-tahun dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Namun penyakit

DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan baik dan mewaspadai

perubahan gaya hidup kita.

1.2 Rumusan Masalah

a. Jelaskan pengertian DM ?

b. Jelaskan penyebab DM?

c. Jelaskan tanda gejala DM?

d. Jelaskan klasifikasi DM ?

e. Jelaskan patofisiologi DM ?

f. Jelaskan mekanisme komplikasi DM ?

g. Jelaskan mekanisme glikolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis ?

h. Jelaskan pengobatan DM ?

i. Jelaskan pemeriksaan penunjang DM ?

1.3 Tujuan Makalah

a. Mengetahui pengertian DM

b. Mengetahui penyebab DM

c. Mengetahui tanda gejala DM

d. Mengetahui klasifikasi DM
e. Mengetahui patofisiologi DM

f. Mengetahui mekanisme komplikasi DM

g. Mengetahui mekanisme glikolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis

h. Mengetahui pengobatan DM

i. Mengetahui pemeriksaan penunjang DM


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diabetes Melitus (DM)

Diabetes melitus merupakan suatu ganguan metabolisme secara klinis dan genetis yang

tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, yang dapat dikarakteristikan dengan

hiperglikemia, sebagai akibat gangguan hormonal, defisiensi dan ketidak adekuatan

penggunaan insulin.

Diabetes Melitus ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan-gangguan metabolism

karbohidrat, lemak dan protein yang bertalian dengan defisiensi absolut atau relativ aktivitas

dan atau sekresi insulin. Karena itu meskipun diabetes asalnya merupakan endokrin,

manifestasi pokoknya adalah penyakit metabolik.

Diabetes melitus seperti juga penyakit menular lainnya akan berkembang sebagai suatu

penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia. Penyakit ini akan merupakan beban yang

besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung maupun

tidak langsung melalui komplikasi-komplikasinya.

2.2 Penyebab Diabetes Melitus (DM)

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a) Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan

genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen

tranplantasi dan proses imun lainnya.

b) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon

abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil

penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang

dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung

insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan

kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat

resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya

kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat

kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya

terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport

glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi

memadai untuk mempertahankan euglikemia.

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin

(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu

kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang

dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan

dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

a) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b) Obesitas

c) Riwayat keluarga

d) Kelompok etnik

3. Diabetes dengan Ulkus

a) Faktor endogen:

 Neuropati : Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan

sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis

yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada

dan hilangnya tonus vaskuler

 Angiopati : Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

 Iskemia : Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada

pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah

ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
b) Faktor eksogen

 Trauma

 Infeksi

2.3 Tanda Gejala Diabetes Melitus (DM)

1. Tanda

 Mulut kering.

 Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.

 Gatal-gatal.

 Disfungsi ereksi atau impotensi.

 Mudah tersinggung.

 Mengalami hipoglikemia reaktif

 Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, (akantosis

nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.

2. Gejala

 Sering merasa haus.

 Sering buang air kecil, terutama di malam hari.

 Sering merasa sangat lapar.

 Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.

 Berkurangnya massa otot.

 Lemas.

 Pandangan kabur.

 Luka yang sulit sembuh.

Diabetes dapat pula bermanifestasi sebagai satu atau lebih penyulit yang bertalian. Diabetes

mellitus terutama NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), bisa tanpa gejala,
sehingga sering didiagnosis berdasarkan ketidaknormalan hasil pemeriksaan darah rutin atau

uji glukosa dalam urin.

2.4 Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus kedefisiensi insulin absolut)

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering ternyata pada usia

remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan

secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat

diproduksikan. Destruksi sel-sel pembuat insulin melalui mekanisme imunologik

menyebabkan hilangnya hampir seluruh insulin endogen. Pemberian insulin eksogen terutama

tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk menghindari

ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.

b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi

insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).

Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan pada

pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat

tinggi dari normal. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30

tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama

pada diabetes tipe 2. Kebanyakan pasien DM jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap

kerja insulin dapat ditemukan pada banyak kasus. Produksi insulin biasanya 9 memadai untuk

mencegah KAD, namun KAD dapat timbul bila ada stress berat. Insulin eksogen dapat

digunakan untuk mengobati hiperglikemia yang membandel pada para pasien jenis ini.

2.5 Patofisiologi Diabetes Melitus (DM)

1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel

beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat

produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari

makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam

darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih

dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan

yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus

(polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan

penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat

menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini

akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu

akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang

merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang

mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis

diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri

abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan

menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor

khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada

diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi

tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi

glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina

atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh

darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua

yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada

pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari

kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan

tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek

terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik

terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris

perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan

jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur

sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka

abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah

ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai

konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke

jaringan sekitarnya.
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek

utama akibat kurangnya insulin berikut:

 Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya

konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.

 Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan

terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada

dinding p[embulh darah.

 Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi

insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau

toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal

normal akn timbul glikosuria karena tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali

semua glukosa

2.6 Mekanisme Komplikasi Diabetes Melitus (DM)

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus akan menyebabkan

berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun yang kronik. Oleh karena itu, sangatlah

penting bagi para pasien untuk memantau kadar glukosa darahnya secara rutin.

1. Komplikasi akut

Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD)

dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada dua keadaan ini kadar glukosa darah

sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya

tidak sadarkan diri. Karena angka kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah

sakit untuk penanganan yang memadai.

a) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar glukosa

darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat

oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena 10 aktivitas fisik yang

berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Hipoglikemia

merupakan komplikasikomplikasi yang tersering dan paling serius pada terapi insulin.

Keparahan dan lamanya hipoglikemia bisa diperkirakan dari dosis, aktivitas puncak dan lama

aksi jenis insulin yang diberikan.

(1) Hipoglikemia ringan

Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang.

Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor,

takikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.

(2) Hipoglikemia Sedang

Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapatkan cukup

bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat

mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse, penurunan daya

ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara rero, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan

emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan.

(3) Hipoglikemia Berat

Fungsi sitem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien

memerlukan pertolongan orang lain 11 untuk mengatasi Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala
dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan,

atau bahkan kehilangan kesadaran.

2. Komplikasi kronik

Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan

kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan

dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil. Yang termasuk dalam

pembuluh darah besar antara lain:

 Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit jantung koroner

dan serangan jantung mendadak.

 Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan menyebabkan luka

iskemik pada kaki.

 Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke.

 Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya mengenai pembuluh darah

retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan pada

pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati diabetikum. Untuk lebih

jelasnya baca pada artikel gagal ginjal.

Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau

baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering

kali tidak menyadari adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka yang

lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien

mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam

hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami kerusakan saraf

perifer, maka harus diajarkan mengenai perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi

risiko luka dan amputasi.


2.7 Mekanisme Glikolisis, Glikogenolisis, Glukoneogenesis

1. Glikolisis

Merupakan jalur metabolisme seluler gula sederhana glukosa untuk menghasilkan asam

piruvat serta ATP sebagai sumber energi. Glikolisis merupakan langkah pertama dalam

pemecahan glukosa untuk mengekstrak energi untuk metabolisme sel. Hampir semua energi

yang digunakan oleh sel-sel hidup sampai kepada mereka dari energi dalam ikatan gula

glukosa.

Glukosa memasuki sel heterotrofik dalam dua cara. Salah satu metode adalah melalui

transpor aktif sekunder di mana transportasi berlangsung melawan gradien konsentrasi

glukosa. Mekanisme lainnya menggunakan kelompok protein yang disebut bagian protein

integral GLUT, juga dikenal sebagai protein transporter glukosa.

Transporter ini membantu dalam difusi difasilitasi glukosa. Glikolisis adalah jalur pertama

kali yang digunakan dalam pemecahan glukosa untuk mengekstrak energi. Glikolisis terjadi

dalam sitoplasma baik sel prokariotik dan eukariotik. Glikolisis mungkin salah satu jalur

metabolik awal yang berkembang karena digunakan oleh hampir semua organisme di bumi.

Proses Glikolisis tidak menggunakan oksigen dan, oleh karena itu, anaerobik. Glikolisis adalah

yang pertama dari jalur metabolisme utama respirasi selular untuk menghasilkan energi dalam

bentuk ATP. Melalui dua tahap yang berbeda, cincin enam karbon glukosa dibelah menjadi

dua gula tiga-karbon dari piruvat melalui serangkaian reaksi enzimatik. Tahap pertama

glikolisis membutuhkan energi, sedangkan tahap kedua menyelesaikan konversi menjadi

piruvat dan menghasilkan ATP dan NADH untuk sel yang akan digunakan untuk energi.

Secara keseluruhan, proses glikolisis menghasilkan keuntungan bersih sebesar dua

molekul piruvat, dua molekul ATP, dan dua molekul NADH untuk sel yang akan digunakan
untuk energi. Setelah konversi glukosa menjadi piruvat, jalur glikolisis terkait dengan Siklus

Krebs, di mana selanjutnya ATP akan diproduksi untuk kebutuhan energi sel.

2. Glikogenolisis

Glikogenolisis merupakan proses pemecahan molekul glikogen menjadi glukosa. Apabila

tubuh dalam keadaan lapar, tidak ada asupan makanan, kadar gula dalam darah menurun, gula

diperoleh dengan memecah glikogen menjadi glukosa yang kemudian digunakan untuk

memproduksi energi.

Glikogen yang disimpan dalam hati dan otot dipecah menjadi glukosa-1-fosfat kemudian

diubah menjadi glukosa-6-fosfat. Glukogenolisis diatur oleh hormon glukagon yang

disekresikan pancreas dan epinefrin (adrenalin) yang disekresikan kelenjar adrenal. Kedua

hormon tersebut akan menstimulasi enzim glikogen fosforilase untuk memulai glikogenolisis

dan menghambat kerja enzim glikogen sintase (menghentikan glikogenesis).

Dalam glikogenolisis, glikogen yang disimpan dalam hati dan otot dipecah menjadi

glukosa-1-fosfat kemudian diubah menjadi glukosa-6-fosfat. Glukogenolisis diatur oleh

hormon glukagon yang disekresikan pancreas dan epinefrin (adrenalin) yang disekresikan

kelenjar adrenal. Kedua hormon tersebut akan menstimulasi enzim glikogen fosforilase untuk

memulai glikogenolisis dan menghambat kerja enzim glikogen sintase (menghentikan

glikogenesis).

Glukosa-6-fosfat akan masuk ke dalam proses glikolisis untuk menghasilkan energi.

Glukosa-6-fosfat juga dapat diubah menjadi glukosa untuk didistribusikan oleh darah menuju

sel-sel yang membutuhkan glukosa.

3. Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah proses sintesis (pembentukn) glukosa dari sumber bukan

karbohidrat. Molekul yang umum sebagai bahan baku glukosa adalah asam piruvat, namun

oxaloasetat dan dihidroxiaseton fosfat dapat juga menjalani proses glukoneogenesis. Asam

laktat, beberapa asam amino dan gliserol dapat dikonversi menjadi glukosa.

Glukoneogenesis terjadi terutama dalam hati dan dalam jumlah sedikit terjadi pada korteks

ginjal. Sangat sedikit glukoneogenesis terjadi di otak, otot rangka, otot jantung dan beberapa

jaringan lainnya. Umumnya glukoneogenesis terjadi pada organ-organ yang membutuhkan

glukosa dalam jumlah banyak. Glukoneogenesis terjadi di hati untuk menjaga kadar glukosa

darah agar tetap dalam kondisi normal. Glukoneogenesis hampir mirip dengan glikolisis

dengan proses yang dibalik, hanya beberapa tahapan yang membedakannya dengan glikolisis.

ATP dibutuhkan dalam tahapan glukoneogenesis.

2.8 Pengobatan Diabetes Melitus (DM)

Kaki diabetik dapat timbul karena tidak terkontrolnya gula darah, oleh sebab itu sangat

diperlukan manajemen diabetes yang baik dalam upaya pencegahan primer kaki diabetik.

Menurut Perkeni (2011), manajemen Diabetes Melitus terdiri dari:

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk

dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan

perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi.

2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Menurut Smeltzer et al, (2008) yang

juga mengutip dari ADA bahwa perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi :

a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien Diabetes Melitus

b. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin dan mineral

c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil

d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien Diabetes

Melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan

menurun

e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang dapat

ditimbulkan dari Diabetes Melitus

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3 - 4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan Diabetes

Melitus. Kegiatan sehari – hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun

harus tetap dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat, intensitas

latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi Diabetes

Melitus dapat dikurangi.

4. Intervensi farmakologis
Mengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah raga yang teratur,

dan obat - obatan yang diminum atau suntikan insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan

suntikan insulin setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat

antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi

tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.

5. Monitoring keton dan gula darah

Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor level

gula darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan

hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan resiko

komplikasi dari Diabetes Melitus.

A. Pengobatan diabetes tipe 1, antara lain:

Insulin untuk mengontrol glukosa darah penderita. Pemberian insulin ini dengan cara

disuntikkan pada lapisan di bawah kulit sekitar 3-4 kali sehari sesuai dosis yang dianjurkan

dokter. Pola makan sehat dan olahraga teratur untuk membantu mengontrol tingkat glukosa

darah. Merawat kaki dan memeriksakan mata secara berkala untuk mencegah komplikasi lebih

lanjut.

B. Pengobatan diabetes tipe 2, antara lain:

 Menghindari makanan berkadar glukosa tinggi atau berlemak tinggi.

 Meningkatkan makanan tinggi serat.

 Melakukan olahraga secara teratur, minimal 3 jam dalam satu minggu.

 Menurunkan dan menjaga berat badan tetap ideal.

 Menghindari atau berhenti merokok.


 Menghindari atau berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.

 Menjaga kesehatan kaki dan mencegah kaki terluka.

 Memeriksa kondisi kesehatan mata secara rutin.

 Pemberian obat-obatan diabetes di bawah pengawasan dokter. Obat-obatan tersebut,

antara lain:

 Metformin untuk mengurangi kadar glukosa darah.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus (DM)

1. Glukosa darah :

Darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15%

daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa

deproteinisasi.

Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti, namun

tidak dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan

manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia. Cara pemeriksaannya adalah :

 Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa

 Kegiatan jasmani cukup

 Pasien puasa selama 10 – 12 jam

 Periksa kadar glukosa darah puasa

 Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalamwaktu 5

menit

 Periksa kadar glukosa darah saat ½, 1, dan 2 jam setelah diberi glukosa

 Saat pemeriksaan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok

2. Glukosa urin
95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam

urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada

orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.

3. Benda keton dalam urine

Bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton.

Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi.

Test ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin,

yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik yang

tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh

tubuhkarena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan

DM,sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi.

Zatawal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang

merupakanhasil pemecahan dari lemak. Cara kerja :

 Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi

 Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut

 Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium hidroxidasecara

perlahan – lahan melalui dinding tabung

 Taruh tabung dalam keadaan tegak

 Baca hasil dalam setelah 3 menit

 Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairanmenandakan

adanya zat – zat keton.

4. Pemeriksan lain

Fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid),

fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody).


Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,kadar

glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal,sehingga

pada akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat terjadinyaRenal Failure,

atau Gagal Ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan yang benar untuk

mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi, maka akan terjadi berbagai komplikasi

sistemik yang pada akhirnya menyebabkan kematian karena Gagal Ginjal Kronik

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Diabetes melitus merupakan suatu ganguan metabolisme secara klinis dan genetis yang

tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, yang dapat dikarakteristikan dengan
hiperglikemia, sebagai akibat gangguan hormonal, defisiensi dan ketidak adekuatan

penggunaan insulin.

Pengobatan Diabetes Melitus

Kaki diabetik dapat timbul karena tidak terkontrolnya gula darah, oleh sebab itu sangat

diperlukan manajemen diabetes yang baik dalam upaya pencegahan primer kaki diabetik.

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

5. Monitoring keton dan gula darah

Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor

level gula darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia

dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan resiko

komplikasi dari Diabetes Melitus.

3.2 Saran

Penulis berharap dengan makalah ini, semoga pembahasan dari isi materi di atas bisa

bermanfaat bagi semua pembaca dan dapat dimengerti bagaimana konsep mengenai penyakit

DM, dan paham bagaimana patofisiologi yang terjadi pada orang yang mengalami DM.

Anda mungkin juga menyukai