Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kita telah banyak mempelajari berbagai sistem yang bekeerja dalam tubuh
organisme hidup. Kita telah memahami pula bahwa di antara berbagai sistem tersebut
terjadi interaksi kait – mengakait yang mengharuskan bahwa interaksi antara berbagai
sistem berlangsung lancar tanpa ada kekacauan. Adakah yang mengatur dan
mengkoordinasikan semua proses tersebut? Misalnya, mengapa suatu jaringan dapat
tumbuh dan suatu saat berhenti tumbuh? Mengapa pula seekor ulat dapat berubah
menjadi kupu – kupu? Mengapa pula berudu yang hidup di air setelah tumbuh menjadi
seekor katak yang hidup di darat? Pertanyaan – pertanyaan seperti itulah yang
mendorong untuk mengadakan penelitian.
Dari berbagai penelitian yang berlangsung lama dan mendalam. Ternyata kesemua
proses tersebut di atur dan dikoordinasikan secara kimiawi. Bahan kimiawi yang
dimaksud tersebut dinamakan hormon dan jaringan yang mengatur hormon tersebut di
namakan kelenjar endokrin. Berbeda dengan kelenjar – kelenjar yang telah kita pelajari
yang mempunyai saluran keluar, maka kelenjar endokrin tidak mempunyai saluran
keluar. Maka kelenjar endokrin sering di namakan kelenjar tidak bersaluran atau kelenjar
buntu.
Walaupun hormon dan enzim keduanya bahan kimiawi, namun hormon dan enzim
tidak sama mekanisme kerjanya. Enzim bekerja pada reaksi kimia, sedangkan hormon
bekerja pada terhadap sel sasaran tertentu sehingga akan berubah tingkah lakunya.
Contoh lipase sebagai enzim akan memecah zat lemak, protein akan memecah molekul
protein dan seterusnya. Sedang hormon, yang selalu dihasilka oleh sel – sel khusus akan
mempunyai sel sasaran tertentu pula. Misalnya, hormon pertumbuhan akan mengubah
perilaku sel menjadi membelah diri.

Sistem endokrin mengatur dan mempertahankan fungsi tubuh dan metabolisme


tubuh, jika terjadi ganguan endokrin akan menimbulkanmasalah yang komplek terutama
metabolisme fungsi tubuh terganggu salahsatu gangguan endokrin adalah Diabetes
Melitus yang disebabkan karenadefisiensi absolute atau relatif yang disebabkan
metabolisme karbohidrat,lemak dan protein.

1
Di Indonesia penderita Diabetes Melitus ada 1,2 % sampai 2,3 % daripenduduk
berusia diatas 15 tahun, sehingga Diabetes Melitus (DM) tercantumdalam urutan nomor
empat dari prioritas pertama adalah penyakitkardiovaskuler, kemudian disusul penyakit
selebrolaskuler dan katarak.
Di Jawa Tengah berdasarkan atas pola penyakit penderita puskesmasdan rumah sakit
dari berbagai tingkat umur, jumlah kasus Diabets Melitus menempati nomor dua. Setelah
penyakit neoplasma ganas, sedangkanberdasarkan data pola kematian menurt penyakit
penyebab kematian pasiendirawat di rumah sakit Jawa Tengah DM menempati urutan ke
16 denganjumlah 430 orang dari jumlah kematian 37.279 orang dengan
kematianpenyakit lainnya.
Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke 4 dengan
jumlah penderita Diabetes terbesar didunia setelah India, Cina, Amerika Serikat. Dengan
prevalensi 8,6% dari total penduduk dan pada tahun2025 diperkirakan meningkat
menjadi 12.4 juta penderita. Sedangkan daridata Departemen Kesehatan , jumlah pasien
Diabetes mellitus rawat inapmaupun rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan
pertama dari seluruhpenyakit endokrin.
Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiridalam pengaruhnya
terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa.Umumnya pasien diabetes dewasa
90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlahtersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur
> 60 tahun.
Hal ini terjadi karena adanya faktor- faktor yang menghambatdiantaranya adalah
sosial ekonomi yang kurang, perumahan dan lingkunganyang kotor, pengetahuan tentang
DM yang masih kurang. Faktor pengetahuankeluarga merupakan penghambat yang
sering terjadi, karena denganpengetahuan yang kurang akan mengetahui proses
pengobatan penyakit.
Akibat dari kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit DM perlu
dilaksanakan suatu tindakan yaitu memberikan asuhan keperawatan pada keluarga yang
mempunyai masalah Diabetus Mellitus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :


1. Apa deskripsi dari sistem endokrin ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem endokrin ?

2
3. Apa saja penyakit-penyakit dan gangguan dari sistem endokrin ?
4. Bagaimana proses penyebaran atau patogenesis dari penyakit sistem endokrin ?
5. Bagaimana cara pengobatan atau pencegahannya ?
6. Apa saja obat-obat yang digunakan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :


1. Mengetahui deskripsi dari sistem endokrin.
2. Mengetahui anatomi fisiologi sistem endokrin.
3. Mengetahui penyakit-penyakit dan gangguan dari sistem endokrin.
4. Mengetahui proses penyebaran atau patogenesis dari penyakit sistem endokrin.
5. Mengetahui cara pengobatan atau pencegahannya.
6. Mengetahui obat-obat yang digunakan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan
homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat
dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise
posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau
diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Endokrinologi merupakan ilmu mengenai hormon endokrin dan organ-organ yang
terlibat dalam pelepasan hormon endokrin.

Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan


mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel, lempengan atau
gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yang banyak mengandung pembuluh
kapiler. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan,
namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan
kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya
dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih
oleh sistem saraf. Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan
tidak melaui saluran, tapi dari selsel endokrin langsung masuk ke pmbuluh darah.
Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya
efek hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar dari tubuh kita melalui saluran
khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar ludah. Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar
endokrin. Diantara kelenjar-kelenjar tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin
murni artinya hormon tersebut hanya menghasilkan hormon misalnya kelenjar pineal,
kelenjar hipofisis/pituitary, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal
suprarenalis, dan kelenjar timus.

4
2.2 Fungsi Sistem Endokrin
Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang
berkembang
2. Menstimulasi urutan perkembangan
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif
4. Memelihara lingkungan internal optimal
5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat.

2.3 Jenis-jenis Kelenjar


2.3.1 Kelenjar Hipofisis
Hipofisis disebut juga kelenjar pituitary. Hipofisis merupakan kelenjar
kecil di rongga bertulang terletak di dasar otak dibawah hipotalamus sekitar
2cm. Dihubungkan ke hipolalamus oleh tangkai kecil (infundibulum).
Kelenjar hipofisis disebut master gland karena dapat menghasilkan hormon
dan hormon yang dihasilkan oleh hipofisis dapat merangsang kelenjar lain
untuk menghasilkan hormon lain. Terdapat dua kelenjar hipofisis :
1. Kelenjar Hipofisis Anterior
Kelenjar hipofisis anterior terdiri dari jaringan epitel kelenjar yang berasal
dari penonjolan atap mulut yang disebut adenohipofisis. Hipofisis anterior di
hubungkan melalui pembuluh darah. Pengeluaran hormon dari anterior
dikontrol oleh hipotalamus. Hormon yg dikeluarkan hipofise anterior yaitu:
1) Hormon pertumbuhan ( growth hormon atau GH )
Hormon ini bekerja pada tulang, otot, tulang rawan, kulitdan
bekerjanya sangat terbatas. Pada pria sejak lahir sampai dengan 21 tahun
dan pertmbuhan drastisnya terjadi pada usia 13 sampai 16 tahun. Pada
wanita sejak lahir hingga usia 18 tahun, dan pertumbuhan drastisnya
terjadi saat usia 9 sampai 12 tahun.
GH ini sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam darah contohnya
bila selesai makan kadar gula dlm darah akan meningkat, dan GH tidak
bekerja. Bila kadar gula dalam darah menurun, GH bekerja secara
maksimal. Bila GH bekerja normal maka tubuh akan normal. Bila
hipersekresi maka tubuh manusia akan menjadi raksasa (giant). Bila
hiposekresi maka tubuh manusia akan menjadi kerdil/cebol.

5
2) Thyroid stimulating hormon ( TSH atau tirotropin)
Hormon ini mempengaruhi kelenjar thyroid. Hormon ini menghasilkan
thyroksin (t4), liotironin (t3) dan kalsitonin.
3) Hormon Adrenokortikotropik ( ACTH)
Hormon ini dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu Glukokortikoid
sebagai penghasil gula, Mineralokortikoid fungsinya mengatur
keseimbangan ion Na dan ion K, dan Gonadokortikoid. Gonadokortiroid
untuk wanita adalah hormon estrone & progesterone, sedangkan untuk pria
adalah hormon testosterone.
4) Prolaktin (PRL)
Hormon ini berfungsi pada saat persiapan produksi air susu ibu (asi).
5) Gonadotropin hormon (GTH)
Hormon ini menghasilkan FSH (follicle stimulating hormon) dan LH
(luteinizing hormon) atau ICSH (interstitial cell stimulating hormon). Pada
wanita FSH berfungsi untuk mematangkan sel telur sedangkan LH
berfungsi menebalkan dinding rahim dan mempertahankan implantasi
janin. Sedangkan pada pria FSH berfungsi mematangkan spermatogonium
yang akan menjadi spermatozoasedangkan LH atau ICSH akan
menghasilkan sel leydig yang memproduksi hormon testosterone.
Hormon pelepas (releasing) dan penghambat (inhibiting) hipotalamus
disalurkan ke hipofise melalui sistem porta hipotalamus - hipofisis untuk
mengontrol sekresi hormon hipofise anterior . Hormon pengatur
hipotalamus mencapai hipofise anterior melalui jalur vaskuler khusus ke
sistem porta hipotalamus – hipofise. Sekresi hormon anterior dirangsang
atau dihambat oleh 7 hormon hipofisiotropik yang terdiri dari Thyrotropin
releasing hormon (TRH), Cortikotropin releasing hormon (CRH),
Gonadotropin releasing hormon (GNRH), Growth hormon releasing
hormon (GHRH), Prolacting releasing hormon (PRH) hormon ini
menghambat, Prolactin -relasing hormon (PRH) mengeluarkan,
menghambat, dan Prolakting inhibiting hormon (menghambat).

2. Kelenjar Hipofisis Posterior


Secara embriologis kelenjar hipofisis posterior berasal dari pertumbuhan
otak yang terdiri dari jaringan saraf (neurohipofisis). Hipofisis posterior di

6
hubungkan ke hipotalamus mealuil jalur saraf. Hipofise posterior membentuk
sistem neurosekresi yang mengeluarkan vasopresin dan oksitosin.
Pengeluaran hormon dari hipofise posterior dikontrol oleh hipotalamus.
Hipofisis posterior terdiri dari hormon oxytosin yang berfungsi untuk
regulasi kontraksi rahim dan membantu dalam proses pengeluaran asi setelah
melahirkan, hormon relaxin yang berfungsi membukanya simphisis pubis, dan
ADH (Anti Diuretika Hormon) atau pitressin atua vasopressin yang berfungsi
untuk mencegah agar urin yang keluar tidak terlalu banyak ( in put = out put).

2.3.2 Kelenjar Tiroid


Terdiri atas 2 buah lobus yang terletak disebelah kanan dari trakea diikat
bersama oleh jaringan tiroid yang menyatu di bagian tengah oleh bagian
sempit kelenjar yang berbentuk seperti dasi kupu-kupu dan yang melin-tasi
trakea di sebelah depan. Merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher
bagian depan bawah, letaknya berada di atas trakea, tepat dibawah laring.
Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid. Hormon tiroid ini dibagi menjadi
2 jenis yaitu yang mengandung tiroksin (t4 ) dan triioditironin ( t3 ). Di luar
tiroid sebagian besar t4 yg disekresikan diubah jadi t3. Sebagian besar t3 dan
t4 diangkut di darah dalam keadaan terikat ke protein plasma tertentu.
Sel sekretorik utama hormon tiroid tersusun membentuk gelembung
berongga berisi koloid yang membentuk unit fungsional yaitu folikel dan
menjadi sel folikel. Di ruang interstisium diantara folikel terdapat sel
sekretorik ( sel c) yang menghasilkan hormon kalsitonin. Sel folikel
memfagosit koloid berisi tiroglobulin untuk melakukan sekresi hormon tiroid.
Atas pengaruh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise lobus
anterior, kelenjar tiroid ini dapat mempro-duksi hormon tiroksin. Adapun
fungsi dari hormon tiroksin yaitu mengatur metabolisme tubuh baik
metabolisme karbohidrat, protein dan lipid. Hormon Liotironin yang
merupakan bahan baku thyroksin dengan syarat harus ada ion iodium yang
terdapat di dekat laut atau hasil dari laut seperti ikan, garam yang beriodium.
Hormon Kalsitonin yang merupakan bahan baku pembentukkan parathormon
yang juga disekresikan oleh kelenjar parathyroid dan berfungsi untuk
mengatur kadar kalsium (ion Ca2+) dalam darah.

7
Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang
dibatasi oleh epitelium silinder, disa-tukan oleh jaringan ikat. Sel-selnya
mengeluarkan sera, cairan yang bersifat lekat yaitu Koloidae tiroid yang
me-ngandung zat senyawa yodium dan dinamakan hormon tiroksin.
Fungsi kelenjar tiroid, terdiri dari:
a) Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi.
b) Mengatur penggunaan oksidasi.
c) Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d) Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan.
e) Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.

2.3.3 Kelenjar Paratiroid


Terletak disetiap sisi kelenjar tiroid yang terdapat di dalam leher, kelenjar
ini bedumlah 4 buah yang tersusun ber-pasangan yang menghasilkan para
hormon atau hormon para tiroksin. Masing-masing melekat pada bagian
belakang kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid menghasilkan hormon yang
ber-fungsi mengatur kadar kalsium dan fosfor di dalam tubuh. Kelenjar
paratiroid memiliki panjang kira-kira 6 mm, lebar 3 mm, dan tebal 2 mm. Jika
dilihat secara mikroskopik kelenjar ini terlihat seperti lemak berwarna coklat
kehitam-hitaman. Kelenjar ini sulit ditemukan karena tampak seperti lobus
kelenjar tiroid. Fungsi paratiroid adalah Mengatur metabolisme fospor dan
Mengatur kadar kalsium darah.
Hipofungsi, mengakibatkan penyakit tetani. Contohnya pada keadaan
Hipoparatiroidisme terjadi kekurangan kalsium di dalam darah atau
hipokalsemia mengakibatkan keadaan yang disebut tetani, dengan gejala khas
kejang khususnya pada tangan dan kaki disebut karpopedal spasmus, gejala-
gejala ini dapat diringankan dengan pemberian kalsium.
Hiper-fungsi, mengakibatkan kelainan-kelainan seperti kele-mahan pada
otot-otot, sakit pada tulang, kadar kalsium dalam darah meningkat begitu juga
dalam urin, dekol-sifikasi dan deformitas, dapat juga terjadi patah tulang
spontan. Contohnya pada keadaan Hiperparatiroidisme biasanya ada sangkut
pautnya de-ngan pembesaran (tumor) kelenjar. Keseimbangan distri-busi
kalsium terganggu, kalsium dikeluarkan kembali dari tulang dan dimasukkan
kembali ke serum darah. Akibatnya terjadi penyakit tulang dengan tanda-tanda

8
khas beberapa bagian kropos. disebut osteomielitis fibrosa sistika karena
terbentuk kristal pada tulang, kalsiumnya diedarkan di dalam ginjal dan dapat
menyebabkan batu ginjal dan kega-galan ginjal. Kelainan-kelainan di atas
dapat juga terjadi pada tumor kelenjar paratiroid.

2.3.4 Kelenjar Adrenal


Merupakan kelenjar suprarenal yang jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian
atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5
sampai dengan 9 gram. Secar struktural dan fungsional kelenjar adrenal terdiri
dari 2 kelenjar endokrin yg menyatu yaitu bagian korteks dan medulla.
Kelenjar suprarenal ini terbagi atas 2 bagian yaitu:
A. Bagian luar
Berwarna kekuningan yang mengha-silkan kortisol yang disebut korteks.
Korteks adrenal ini secara histologis terdiri dari 3 lapisan (zona), yaitu Zona
glomerulosa yang menghasilkan mineralokortikoid (95 % aldosteron) yang
berfungsi untuk keseimbangan elektrolit dan homeostasis tekanan darah, Zona
fasikulata ( menghasilkan glukokortikoid) yang memiliki efek metabolik ,
berperan dalam adaptasi thd stress, dan Zona retikularis (glukokortikoid) dan
hormon kelamin / seks (gonadokortikoid).
B. Bagian medula
Menghasilkan adrenalin (epinefrin) dan nor adrenalin (nor epinefrin).
Medula adrenal ini terdiri dari sel-sel kromafin ( modifikasi neuron simpatis)
yg bergerombol di sekitar kapiler darah dan sinusoid. Bagian ini Mensekresi
katekolamin ( neuron pascaganglion yg mengalami modifikasi ) yaitu
Epinefrin yang merangsang jantung, saraf simpatis dan aktifitas metabolik
dan Norepinefrin yang mempengaruhi vasokonstriksi perifer dan tek darah.
Zat-zat ini disekresikan dibawah pengendalian sistem persarafan simpatis.
Sekresinya bertambah dalam keadaan emosi seperti marah dan takut, serta
dalam keadaan asfiksia dan kelaparan. Peningkatan jumlah zat menaik-kan
tekanan darah guna melawan shok. Sedangkan Noradrenalin menaikan
tekanan darah dengan jalan merangsang serabut otot didalam dinding

pembuluh darah untuk berkontraksi, adrenalin membantu metabolisme kar‑

bohidrat dengan jalan menambah pengeluaran glukosa dari hati.

9
Beberapa hormon terpenting yang disekresikan oleh korteks adrenal adalah
Hidrokortison, Aldosteron dan Kor-tikosteron. Semuanya bertalian erat
dengan metabolisme, pertumbuhan fungsi ginjal dan kondisi otot.
Fungsi kelenjar supra renalis bagian korteks yaitu Mengatur keseimbangan
air, elektrolit dan garam-, Mengatur/mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat
arang dan protein, dan Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid. Fungsi
kelenjar suprarenalis bagian medula terdiri dari Vaso konstriksi pembuluh
darah perifer dan Relaksasi bronkus.
Hipofungsi, menyebabkan penyakit addison. sedangkan Kelainan-kelainan
yang timbul akibat hiperfungsi mirip dengan tumor suprarenal bagian korteks
dengan ge-jala-gejala pada wanita biasa, terjadinya gangguan pertum-buhan
seks sekunder.

2.3.5 Kelenjar Pankreas


Terdapat pada belakang lambung di depan vertebra lum-balis I dan II terdiri
dari sel-sel alpa dan beta. Sel alpa menghasilkan hormon glukagon sedangkan
sel-sel beta menghasilkan hormon insulin. Hormon yang diberikan untuk
pengobatan diabetes, insulin merupakan sebuah protein yang dapat turut
dicer-nakan oleh enzim-enzim pencernaan protein. Fungsi hormon insulin
adalah mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai pengobatan,
memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dan menggunakan
glukosa dan lemak.
Pulau Langerhans, Pulau-pulau langerhans berbentuk oval tersebar di
seluruh pankreas dan terbanyak pada bagian kedua pankreas.Dalam tubuh
manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau langerhans, sel dalam pulau ini dapat
dibedakan atas dasar granulasi dan pewarnaannya separuh dari sel ini
mensekresi insulin, yang lainnya menghasilkan polipeptida dari pankreas
diturunkan pada bagian eksokrin pankreas.
Fungsi kepulauan Langerhans adalah Sebagai unit sekresi dalam
pengeluaran homeostatik nutrisi, rnenghambat sek-resi insulin, glikogen dan
polipeptida pankreas serta meng-nambat sekresi glikogen. Pulau Langerhans
ini mengeluarkan Sel alfa yang mensekresi hormon Glukagon untuk
meningkatkan kadar gula darah, Sel beta yang mensekresi hormon Insulin
yang fungsinya untuk menurunkan kadar gula darah, Sel delta mensekresi

10
hormon Somatostatin yang fungsinya menghambat pelepasan insulin dan
glucagon, dan Sel f yang menghasilkan polipeptida pankreatik dan fungsinya
untuk mengatur fungsi eksokrin pancreas.

2.3.6 Kelenjar Pineal


Kelenjar ini terdapat di dalam otak, di dalam ventrikel ber-bentuk kecil
merah seperti sebuah Gemara. Terletak dekat korpus. Fungsinya belum
diketahui dengan jelas, kelenjar ini menghasilkan sekresi interns dalam
membantu pankreas dan kelenjar kelamin. Hormon yang dihasilkan adalah
hormon melatonin yang fungsinya untuk mengatasi jet lag atau perbedaan
waktu antara negara bagi yg bepergian. Melatonin ini paling banyak di
produksi pada malam hari, dan paling rendah pada jam 12 siang.

2.3.7 Kelenjar Timus


Kelenjar ini terletak di dalarn mediastinum di belakang os sternum, kelenjar
timus ini hanya dijumpai pada anak-anak di bawah 18 tahun. Kelenjar timus
terletak di dalam toraks kira-kira setinggi bifurkasi trakea, warnanya kemerah-
merahan dan terdiri atas 2 lobus. Pada bayi baru lahir sangat kecil dan
-beratnya kira-kira 10grarn atau lebih sedikit. Ukurannya bertambah pada
masa remaja dari 30-40 gram kemudian berkerut lagi. Kelenjar timus ini
merupakan penghasil hormon peptida yaitu timosin dan timopietin yang
berfungsi dalam perkembangan normal lymfosit dan respon imun tubuh.
Hormon yang dihasilkan kelenjar timus ber-fungsi untuk mengaktifkan
pertumbuhan badan dan mengurangi aktifitas kelenjar kelamin.

2.3.8 Kelenjar Kelamin


Kelenjar kelamin ini terdiri dari kelenjar Testika yang terdapat pada pria.
Letaknya di skrotum dan menghasilkan hormon testosteron. Fungsi hormon
testosterone adalah menentukan sifat kejan-tanan, misalnya adanya jenggot,
kumis, jakun dan lain-lain, menghasilkan sel mani (spermatozoid) serta
mengontrol pekerjaan seks sekunder pada laki-laki. Dan kelenjar ovarika yang
terdapat pada wanita dan terletak pada ovarium di samping kiri dan kanan
uterus. Kelenjar ini menghasilkan hormon progesteron dan estrogen, hor-mon

11
ini dapat mempengaruhi pekerjaan uterus serta mem-berikan sifat kewanitaan,
misalnya pinggul yang besar, bahu sempit dan lain-lain.

2.4 Struktur Sistem Endokrin Lain Penghasil Hormon


1. Jantung, faktor atrial natriuretic yang menyebabkan urine bergaram.
2. Gaster, yang menghasilkan gastrin dan berfungsi untuk membantu dalam proses
gerak peristaltik yang teratur pada lambung, membentuk makanan yang padat
menjadi lunak atau dalam bentuk cair (chime) sehingga mudah dicerna oleh usus
halus.
3. Plasenta, hormon estrogen dan hormon progesteron, HCG ( tes kehamilan).
4. Ginjal, hormon eritropoietin yang produksi eritrosit.
5. Kulit, kolekalsiferol yang menyebabkan Vitamin D tidak aktif dan sinar matahari
yang diaktifkan di ginjal membuat vit d3 lalu absorpsi ion Ca dari usus.

2.5 Gangguan Sistem Endokrin


Gangguan endokrin biasanya dikelompokkan menjadi dua kategori:
1. Endokrin penyakit yang terjadi ketika kelenjar memproduksi terlalu banyak atau
terlalu sedikit hormon endokrin, yang disebut ketidakseimbangan hormon.
2. Endokrin karena perkembangan lesi (seperti nodul atau tumor) dalam sistem
endokrin, yang mungkin atau tidak dapat mempengaruhi tingkat hormon penyakit.
Sistem umpan balik endokrin yang membantu mengontrol keseimbangan hormon
dalam aliran darah. Sebuah ketidakseimbangan hormon dapat terjadi jika sistem
umpan balik memiliki kesulitan menjaga tingkat yang tepat dari hormon dalam
aliran darah, atau jika tubuh tidak membersihkan mereka keluar dari aliran darah
dengan benar.
2.5.1 Jenis-Jenis Gangguan Endokrin
Ada berbagai jenis gangguan endokrin. Diabetes adalah gangguan
endokrin yang paling umum didiagnosis di Amerika Serikat. Gangguan
endokrin lainnya meliputi:
1. Dwarfisme
Gejala hiporsekresi (kekurangan) hormon pertumbuhan pada masa
anak-anak yang menyebabkan cebol. Seorang manusia dewasa
dikatakan mengalami dwarfisme bila tinggi badannya hanya mencapai
kisaran 147 cm atau lebih pendek. Kondisi ini lebih sering disebut

12
dengan perawakan tubuh yang pendek dibandingkan penyebutan
dwarfisme atau dwarf karena dianggap mendiskriminasi kondisi
penderita.
a) Komplikasi
Dwarfisme memiliki beberapa komplikasi yang umum terjadi
akibat kondisi ini, misalnya pada kehamilan. Perempuan hamil
yang memiliki kondisi dwarfisme disproporsional cenderung
mengalami gangguan pernapasan selama masa kehamilan.
Prosedur kelahiran Caesar juga seringnya diharuskan bagi
perempuan dengan kondisi seperti ini, karena bentuk dan ukuran
tulang panggul yang membuat melahirkan secara normal menjadi
berisiko tinggi.
b) Pengobatan
Mengobati dwarfisme bisa melibatkan berbagai macam dokter
spesialis, sesuai dengan kondisi penderita kondisi ini. Kebanyakan
perawatan dwarfisme tidak bisa memperbaiki postur tubuh.
Perawatan dilakukan untuk mengurangi gangguan yang muncul
akibat komplikasi dari kondisi ini. Beberapa pilihan perawatan
yang ada, yaitu terapi hormon.
Terapi hormon. Sebuah hormon sintetis akan disuntikkan
untuk membantu hormon pertumbuhan yang kurang pada penderita
dwarfisme. Suntik hormon ini dilakukan hingga beberapa kali
selama masa remaja, setidaknya hingga tinggi badan maksimum
dari tinggi rata-rata di keluarga pasien tercapai. Selain tinggi
badan, suntikan juga dilakukan untuk memastikan tubuh dapat
tumbuh sesuai dengan kapasitas pertumbuhan yang seharusnya.
Perawatan ini dapat dilengkapi dengan terapi hormon lain,
misalnya hormon estrogen bagi penderita sindrom Turner.

2. Gigantisme (acromegaly)
Gigantisme (acromegaly) adalah Gangguan endokrin yang terjadi
karena kelebihan growth hormone sebelum pubertas. Pertumbuhan
berlebihan akibat pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan pada
masa anak-anak dan remaja (sebelum pubertas). Jika kelenjar pituitary

13
memproduksi hormon pertumbuhan terlalu banyak, tulang anak dan
bagian tubuh dapat tumbuh tidak normal cepat. Jika kadar hormon
pertumbuhan terlalu rendah, seorang anak bisa berhenti tumbuh di
ketinggian.
a) Komplikasi
Gigantisme yang tidak ditangani atau tindakan pengobatan
dengan prosedur operasi dapat menyebabkan menurunnya hormon
kelenjar hipofisis lainnya sehingga penderita berisiko terhadap
penyakit-penyakit tertentu, seperti berkurangnya sekresi hormon
atau kegiatan fisiologis pada ovarium atau testis (hipogonadisme),
retardasi pertumbuhan dan perkembangan mental pada anak dan
dewasa sebagai akibat rendahnya aktivitas kelenjar tiroid
(hipotiroidisme), insufisiensi adrenal, dan kasus langka diabetes
insipidus.
b) Pengobatan
Banyaknya hormon pertumbuhan penyebab gigantisme dapat
ditangani dengan cara mengendalikan produksinya. Bagaimanapun
juga, belum ada terapi pengobatan yang sukses mengontrol
produksi hormon pertumbuhan secara stabil. Untuk tumor kelenjar
pituitari, tindakan operasi transsphenoidal bisa dilakukan sebagai
upaya pengobatan pertama.
Terapi sinar gamma atau gamma knife radiosurgery adalah
metode pengobatan lain yang dilakukan untuk mengobati tumor di
otak. Terapi ini akan memaparkan ratusan sinar radiasi kecil pada
tumor. Walau lebih efektif serta dapat mengembalikan level
hormon pertumbuhan menjadi normal, terapi ini dapat berisiko
munculnya gangguan emosional pada anak-anak, obesitas, dan
ketidakmampuan belajar. Terapi ini umumnya diambil sebagai
alternatif akhir jika metode operasi standar mengalami kegagalan.
Pengobatan gigantisme juga menggunakan obat seperti
octreotide untuk mencegah laju produksi hormon pertumbuhan.
Obat dapat berbentuk cairan dan disuntikkan satu kali dalam
sebulan. Obat-obatan agonis reseptor dopamin dapat diberikan
dalam bentuk pil untuk mengecilkan ukuran tumor sebelum

14
dilakukan prosedur operasi. Kedua jenis obat ini dapat digunakan
bersamaan untuk mengurangi level hormon pertumbuhan pada
penderita. Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi gejala
gigantisme pada anak jika prosedur operasi tidak berhasil atau
menghadapi kasus tumor yang tumbuh kembali.

3. Penyakit Cushing (Sindrom Cushing)


Sindrom yang disebabkan oleh berbagai penyakit seperti obesitas,
impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi
gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol.
Kelebihan produksi hormon korteks adrenal (khususnya kortisol)
dan hormon androgen serta aldosteron. Kondisi serupa disebut sindrom
cushing bisa terjadi pada orang, terutama anak-anak, yang mengambil
dosis tinggi obat kortikosteroid. Penyakit Chusing yang ditandai dg
kelebihan kortikotropin yg diproduksi oleh kelejar hipofisis (80%
kasus).
a) Pengobatan
Pengobatan sindrom Cushing dilakukan dengan cara menangani
faktor yang mendasarinya. Apabila lonjakan jumlah hormon
kortisol secara tidak wajar di dalam tubuh disebabkan oleh efek
samping penggunaan kortikosteroid, maka dokter dapat
menurunkan dosis atau bahkan menghentikan penggunaan dan
menggantinya dengan obat lain.
Namun jika hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa sindrom
Cushing disebabkan oleh tumor yang bersarang di dalam kelenjar
adrenal atau hipofisis, maka salah satu penanganan yang mungkin
dilakukan adalah prosedur operasi untuk mengangkat tumor
tersebut atau pengobatan lainnya untuk menyusutkannya, misalnya
radiasi atau pemberian obat-obatan.

4. Goiter (gondok)
Kelenjar tiroid yang membesar disertai hipofungsi maupun
hiperfungsi tiroid. Penyakit gondok adalah kondisi dimana terjadi
pembengkakan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid adalah organ berbentuk

15
kupu-kupu yang terletak tepat di bawah jakun. Kelenjar ini memiliki
fungsi penting, yaitu untuk memroduksi hormon tiroid yang berperan
dalam berbagai proses-proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh.
Pada kondisi normal, kinerja kelenjar tiroid cenderung tidak kita
sadari sama seperti organ-organ dalam yang lain. Tetapi jika terjadi
pembengkakan, kelenjar tiroid akan membentuk benjolan pada leher.
Benjolan ini akan bergerak naik dan turun saat anda menelan.
a. Jenis-jenis
Terdapat dua jenis gondok, yaitu gondok difus dan nodul.
Pengelompokan ini berdasarkan tekstur benjolannya. Benjolan pada
gondok difus terasa mulus saat disentuh. Sementara pada gondok nodul,
benjolan terasa tidak rata dan bergumpal. Permukaan yang tidak rata
tersebut disebabkan oleh adanya satu atau lebih benjolan berukuran kecil
atau apabila terdapat cairan dalam benjolan.
b. Gejala
Tidak semua penderita gondok mengalami gejala. Namun apabila
terjadi gejala , maka munculnya benjolan abnormal atau pembengkakan
pada leher adalah tanda utama yang akan dikeluhkan oleh pasien.
Ukuran benjolan gondok berbeda-beda pada tiap penderita. Benjolan
yang berukuran kecil biasanya tidak akan menimbulkan keluhan apapun.
Meski demikian, benjolan tersebut dapat memengaruhi pernapasan serta
menyebabkan penderita sulit menelan jika ukurannya bertambah besar.
Gejala-gejala lain yang mungkin menyertai pembengkakan meliputi
tenggorokan yang terasa membengkak, perubahan suara (misalnya menjadi
serak), batuk-batuk, serta kesulitan bernapas dan menelan.
c. Komplikasi
Apabila terlambat ditangani atau tidak ditangani dengan baik, gondok
mungkin dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti:
Penekanan pita suara (trakea). Hal ini dapat terjadi apabila gondok
berukuran cukup besar sehingga menekan jaringan sekitarnya, terutama
trakea. Selain suara menjadi serak, pasien juga dapat mengalami kesulitan
bernapas.

16
Sepsis. Sepsis atau infeksi darah dapat terjadi pada saat terjadi tiroid
abses, yakni kondisi di mana terdapat kumpulan nanah pada kelenjar
tiroid.
Nyeri, Perdarahan, dan Kematian Jaringan. Ketiganya dapat terjadi
pada gondok jenis nodul.
Limfoma. Gondok yang multinodul (berjumlah lebih dari satu) dan
gondok yang disebabkan oleh kondisi autoimun berisiko untuk mengalami
transformasi keganasan pada kelenjar tiroid, yakni limfoma.
d. Pengobatan
1) Obat penurun hormon tiroid
Thionamide akan menurunkan kadar hormon tiroid dengan
menghambat proses produksinya. Obat ini digunakan untuk mengatasi
hipertiroidisme. Efek sampingnya meliputi mual, nyeri pada sendi,
ruam ringan, serta penurunan jumlah sel darah putih secara mendadak.
2) Terapi penggantian hormon
Langkah ini dilakukan untuk menangani hipotirodisme dengan
menggantikan hormon tiroid dan umumnya harus dijalani seumur
hidup. Contoh obatnya adalah levothyroxine.
3) Terapi yodium radioaktif
Terapi ini juga termasuk penanganan untuk hipertiroidisme.
Yodium radioaktif yang dikonsumsi akan menghancurkan sel-sel
tiroid. Metode pengobatan ini terbukti dapat mengecilkan ukuran
benjolan, tapi juga bisa memicu hipotiroidisme.
4) Langkah operasi
Benjolan yang terus membesar hingga mengganggu pernapasan
dan menyebabkan penderita sulit menelan umumnya ditangani dengan
operasi. Langkah ini akan dilakukan dengan tiroidektomi, yaitu
prosedur pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar tiroid. Prosedur
ini juga disarankan bagi penderita yang diduga memiliki benjolan
tiroid yang mengandung sel-sel kanker.

5. Hiperparatiroidisme

17
Terjadi karena produksi (sekresi) berlebih hormon paratiroid (PTH),
hormon asam amino polipeptida. Perubahan patologis yang terjadi
akibat hiperparatiroidisme adalah: tulang mudah patah.
a. Pengobatan
Di langkah awal penanganan, dokter biasanya menyarankan untuk
menunggu dan melihat kondisi pasien selama beberapa waktu. Hal ini
terutama dilakukan jika kadar kalsium hanya meningkat sedikit, tidak ada
kerusakan pada ginjal, dan tidak ada gejala lain yang perlu diterapi.
Pengobatan hiperparatiroidisme tergantung dari jenisnya. Pada kasus
hiperparatiroidisme primer yang sebagian besar kasusnya disebabkan oleh
tumor jinak adenoma, pengobatan yang paling efektif adalah melalui
operasi pengangkatan tumor tersebut dari kelenjar paratiroid. Selain itu,
dokter juga kadang-kadang akan memberikan obat penurun kadar kalsium
yang disebut bisphosphonate melalui infus.
Jika Anda penderita hiperparatiroidisme primer, bukan berarti Anda
harus menghindari makanan yang mengandung kalsium sepenuhnya. Yang
harus Anda hindari adalah makanan-makanan berkadar kalsium tinggi.
Tidak mengonsumsi kalsium justru bisa menyebabkan tulang mengalami
defisiensi kalsium dan akhirnya memicu osteoporosis. Selain itu, Anda
juga dianjurkan untuk minum air putih dalam jumlah yang cukup agar
tubuh tidak dehidrasi.
Sedangkan pada kasus hiperparatiroidisme sekunder, pengobatan akan
difokuskan kepada kondisi yang mendasari. Sebagai contoh, jika
hiperparatiroidisme terjadi akibat penyakit ginjal yang sebelumnya telah
diderita pasien, maka dokter akan fokus untuk mengobati penyakit ginjal
tersebut.

6. Hypothyroidisme
Suatu efek hormon tiroid berkurang dimana kelenjar tiroid tidak
memproduksi hormon tiroid yang cukup, menyebabkan kelelahan,
sembelit, kulit kering, dan depresi. Kelenjar kurang aktif dapat
menyebabkan perkembangan melambat pada anak-anak. Beberapa
jenis hipotiroidisme yang hadir pada saat lahir. Kelainan akibat
hipotiroidisme adalah Kretinisme.

18
a. Pengobatan
Pengobatan penyakit melibatkan kurangnya kompensasi untuk hormon
tiroid.Dokter mengatur sebuah formulasi tablet tertentu.Hormon - T4 (L -
tiroksin, eutiroks) - hormon tiroid sintetis asal digunakan dalam produk
praktek terbuat dari kelenjar tiroid hewan yang telah dikeringkan
sebelumnya.Tapi dia tidak dianggap ideal, karena tidak mungkin untuk
benar-benar diukur.Dalam setiap tablet mungkin nomor yang berbeda dari
T3 hormon.
Lansia untuk memulai dosis lemah diresepkan hormon tiroid, sebagai
dosis tinggi hormon dapat menyebabkan efek samping ireversibel.
Meningkat dosis dokter secara bertahap, memastikan bahwa thyroid-
stimulating hormone dalam darah kembali normal. Obat pasien tersebut
menerima hidup.Jika koma, hormon ini diberikan secara intravena.

7. Hipertiroidisme (tirotoksikosis)
Adalah suatu kelebihan sekresi hormonal yang tidak seimbang pada
metabolisme.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid terlalu banyak,
menyebabkan penurunan berat badan, denyut jantung yang cepat,
berkeringat, dan gugup. Penyebab paling umum untuk tiroid yang
terlalu aktif adalah suatu gangguan autoimun yang disebut penyakit
Grave.
a. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan terhadap penderita hipertiroidisme
bergantung pada faktor usia, gejala yang dialami, dan kadar hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid dalam darah. Di bawah ini adalah jenis
pengobatan yang biasanya digunakan untuk mengatasi hipertiroidisme,
yaitu:

1) Thionamide
Thionamide adalah kelompok obat-obatan yang digunakan
untuk menekan produksi hormon tiroksin dan triiodotironin.
Contoh obat-obatan thionamide adalah carbimazole dan

19
propylthiouracil. Obat ini perlu dikonsumsi sekitar 1-2 bulan agar
bisa dilihat perubahan pada kondisi hipertiroidisme.

Dosis obat ini akan diturunkan secara perlahan setelah produksi


hormon oleh kelenjar tiroid bisa dikendalikan. Efek samping yang
jarang terjadi akibat obat ini adalah sakit persendian dan ruam kulit
yang gatal. Risiko mengalami hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang
kurang aktif) akibat pengobatan ini lebih kecil dibandingkan
radioterapi.

2) Radioterapi Radioiodine adalah sejenis prosedur radioterapi untuk


mengobati hipertiroidisme. Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid
akan berkurang ketika iodine radioaktif (dalam tingkat rendah dan
tidak berbahaya) menyusutkan kelenjar tiroid. Pengobatan
radioiodine dapat konsumsi dalam bentuk obat cair atau kapsul.
3) Beta-blocker diberikan setelah produksi hormon kelenjar tiroid bisa
dikendalikan oleh thionamide. Efek samping yang paling umum
akibat obat ini adalah mual, kaki dan tangan menggigil, insomnia,
dan selalu merasa lelah.
4) Operasi tiroid Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau
tiroidektomi disebut parsial jika hanya sebagian yang diangkat dan
total jika seluruhnya jaringan kelenjar diangkat.

2.6 Prinsip Kelenjar Endokrin


Selain merupakanm pengontrol system saraf, otak juga salah satu kelenjar
endokrin terpenting. Sel-sel saraf yang terspesialisasi, terutama pada hipotalamus,
mensintesis hormone yang kemudiandi tranpor sepanjang akson ke terminal saraf.
Di terminal saraf, hormone kemudian dilepaskan ke dalam system darah portal yang
akan mebawanya ke kelenjar hipofisis. Dalam beberapa kasus, akson sel-sel
neuroendokrin berproyeksi ke sel hipofisis.
Klarifikasi hormon-hormon endokrin
Hormone merupakan penyampai pesan (massanger) kimiawi. Hormone dapat di
klarifikasi dalam beberapa cara, yaitu :

20
1. Autokrim: bekerja pada sel yang mengsintesis hormone itu sendiri contohnya insulin-
like growth factor (IGF-1) yang menstimulasi pembelahan sel dalam yang
memproduksi hormone tersebut.
2. Parakrin: bekerja pada sel-sel di sekitarnya. Contohnya insulin, yang disekresikan
oleh sel pankreatik β dan memengaruhi sekresi glucagon oleh sel pankreatik α.
3. Endokrin: bekerja pada sel atau organ yang menjadi tujuannya saat dibawa melalui
aliran darah atau melalui system saluran cairan lainnya misalnya saluran limf.
Contohnya adalah insulin, estradiol, dan kortisol.
4. Neuro endokrin: merupakan parakrin atau endokrin, kecuali bahwa hormone ini
disintesis dalam sel saraf (neuron) yang melepaskan hormone ini dekat dengan sel
target (parakrin), atau melepaskannya ke dalam aliran darah yang kemudian akan
mebawanya ke sel target, contohnya dari hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior
system portal.
5. Neural: merupakan neurotransmisi, ketika suatu zat kimia dilepaskan oleh satu
neuron dan bekerja pada satu neuron disampingnya. Zat-zat kimia ini di sebut
sebagai neurotransmiter. Neurotransmitter memproduksi efek yang hampir seketika,
contohnya adalah asetil colin, sementara beberapa zat kimia lain memiliki konsep
yang lebih lambat namun memiliki efek yang lebih lama pada organ target, yang di
sebut sebagai neuronmodulator, contohnya beberapa opioid.
6. Transmisi feromonal: merupakan pelepasan hormone volatil yang disebut feromon,
ke atmosfer dimana hormone ini ditransmisikan ke individu lain dan dikenali sebagai
sinyal olfaktorius.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistemsaraf, mengontrol dan memadukan


fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan
homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat
dibedakan dengan karakteristik tertentu.
Sistem endokrin memiliki fungsi untuk mempertahankan hemoestatis, membatu
mensekresikan hormon-hormon yang bekerja dalam sistem persyarafan, pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol perkembangan seksual dan reproduksi.

B. Saran

Pada sistem endokrin ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan, baik
karena bawaan maupun karena faktor luar, seperti virus atau kesalahan mengkonsumsi
makanan. Untuk itu jagalah kesehatan anda agar selalu dapat beraktivitas dengan baik.

22

Anda mungkin juga menyukai