Anda di halaman 1dari 10

ETIKA PROFESI BIDAN

Kelompok 3 :
Annisa
Milla Vittri Yani
Tasya Indriyani

A. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Pekerjaan tidak sama dengan
profesi. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut profesional, sedangkan
profesioanal sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang ynag menyandang
suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan untuk kerja sesuai
dengan profesinya.
B. Profesional
- Perilaku Profesional Yang Diharapkan Masyarakat

1. Bertindak sesuai dengan keahlian dan didukung oleh pengetahuan serta pengalaman dan
keterampilan yang tinggi.

2. Bermoral tinggi.

3. Berlaku jujur, baik pada orang lain maupun diri sendiri.

4. Tidak melakukan tindakan yang coba-coba yang tidak didukung ilmu pengetahuan
profesinya.

5. Tidak memberikan janji yang berlebihan.

6. Tidak melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh pertimbangan komersial.

7. Memegang teguh etika profesi.

8. Mengenal batas-batas pengetahuan.

9. Menyadari dan mengenal ketentuan hukum yang membatasi gerak-gerik dan


kewenangannya.
- Bidan Sebagai Tenaga Profesional Memiliki Komitmen Yang Tinggi

1. Memberikan asuhan berkualitas sesuai dengan standaretis (etika profesi).

2. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan, berlanjut diskusi formal
dan informal dengan sejawat.

3. Pada puncaknya mampu mengambil keputusan yang etis untuk memecahkan masalah
etika.

4. Menggunakan 2 pendekatan dalam pengambilan keputusan etis yaitu berdasarkan


prinsip dan berdasarkan asuhan kebidanan. (BeauchampChildress, 1994)

- Pendekatan Prinsip Dalam Etika Kesehatan

Menurut Beauchamp Childress, menyatakan ada 4 (empat) pendekatan prinsip dalam

etika kesehatan:

1. Tindakan diarahkan sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonom setiap orang.

2. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan.

3. Murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya.

4. Keadilan dan keberanian menjelaskan manfaat dan risiko yang dihadapi.

- Ketidakpuasan Yang Menimbulkan Konflik Serta Dilema Etis

Ketidakpuasan dalam pendekatan berdasar prinsip memunculkan konflik serta dilema

etis yang mengarahkan bidan pada pendekatan berdasar asuhan yaitu sebagai berikut:

1. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan.

2. Meningkatkan penghormatan martabat klien.

3. Mendengarkan dan menganalisa saran sejawat sebagai tanggung jawab professional.


4. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral, kebaikan, kepedulian, empati, perasaan
kasih sayang serta menerima kenyataan. (Taylor,1993)

Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan haruslah profesional, dikatakan professional


bila memiliki ciri-ciri berikut ini :

1. Memiliki keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam
menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang
bersangkutan dengan bidang tadi.

2. Memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan
peka dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan.

3. Memiliki sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi


perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya.

4. Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang
terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.

C. Etika Profesi

Etika profesi menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7) adalah sikap hidup
berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan
penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa
kewajiban terhadap masyarakat.

Berikut merupakan prinsip Etika Profesi :

1. Tanggung Jawab.

2. Keadilan.

3. Otonomi.
D. Etika Pelayanan Kebidanan
- Berlandaskan Pada Fungsi Dan Moralitas Pelayanan Kebidanan

Dalam pemberian layanan kebidanan, bidan haruslah berlandaskan pada fungsi dan

moralitas pelayanan kebidanan yang meliputi :

1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya bidan dan klien.

2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan atau membahayakan orang lain.

3. Menjaga privacy setiap individu.

4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.

5. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya.

6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu
masalah.

7. Menghasilkan tindakan yang benar.

8. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya.

9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku / perilaku manusia antara baik, buruk,
benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.

10. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.

11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.

12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.

13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di
dalam organisasi profesi.
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa
disebut kode etik profesi.

E. Pelaksanaan Etika Dalam Pelayanan Kebidanan


- Prinsip Kerja

Bidan dalam melaksanakan pelayanan kebidanan menggunakan prinsip sebagai berikut

Prinsip kerja bidan adalah:

1. Kompeten dalam pelayanan kebidanan.

2. Praktek berdasarkan fakta / evidance based.

3. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

4. Pemakaian teknologi secara etis.

5. Memahami perbedaan budaya dan etnik.

6. Memberdayakan / mengajarkan untuk promosi, informed choice dan ikut serta dalam
pengambilan keputusan.

7. Sabar tapi rational, advokasi.

8. Bersahabat dengan perempuan, keluarga dan masyarakat.

F. Peraturan Hukum Yang Berhubungan Dengan Profesi Bidan


a. Undang - Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang - Undang RI No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
c. Undang - Undang RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
d. Undang – Undang RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan
e. Undang – Undang RI No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
f. Undang –Undang RI No. 36/2009 tentang Kesehatan.
g. Undang – Undang RI No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
h. Undang – Undang RI No.44/2009 tentang Rumah Sakit
i. Undang – Undang RI No. 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 23 tahun
2006 tentang Admnistrasi Kependudukan.
j. Peraturan Pemerintah (PP) No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
k. Peraturan Pemerintah RI No. 61/ 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
l. Kepmenkes No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
m. Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan
n. Kepmenpan No. 1/2008 tentang Jabatan Fungsional Bidan.
o. Kepmenkes No.836/MENKES/SK/VI/2005 tentang Pengembangan Manajemen Kinerja
Perawat dan Bidan.
p. Kepmenkes No. 46/2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
q. Kepmenkes No.1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota
r. Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2009 tentang Standar Pelayanan Minimal RS
s. Permenkes No. 369/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
t. Permenkes No.938/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan.
u. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Per/MENKES/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan.
v. Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis
w. Permenkes RI No.155/Menkes/Per/I/2010 tentang Penggunaan KMS bagi Balita
x. Peraturan Bersama Mendagri dan Menkes No.15/2010, dan No. 162/Menkes/PB/2010
tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian.
y. Kepmenpan No.01 tahun 2008 tentang jabatan fungsional bidan dan angka kreditnya.

G. Kesalahan Profesional (Malpraktik)


Malpraktik berasal dari kata “mala” artinya salah atau tidak semestinya. Sedangkan praktik
adalah proses penanganan kasus (pasien) dari seorang professional yang sesuai dengan
prosedur kerja yang telah ditentukan oleh kelompok profesinya. Dalam bidang kesehatan,
malpraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan (termasuk
penyakit) oleh petugas kesehatan, sehingga menyebabkan dampak buruk bagi penderita.
(Notoatmodjo, 2010.)
UUD Kesehatan No 36 tahun 2009 mencantumkan bahwa malpraktik kewajibannya dan atau
melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seseorang tenaga kesehatan,
baik mengingat sumpah jabatan maupun profesinya. Menurut lestari dan Sujatmiko dalam
Isfanyandrie (2005), malpraktik medic dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:
- Malpraktik Etik
Disebut dengan malpraktik etik apabila tenaga kesehatan melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika profesinya. Minsalkan dalam melakukan praktik, bidan
membeda-bedakan pasiennya berdasarkan golongan dan kedudukan.
- Malpraktik Yuridis
Malpraktik yuridis dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu: malpraktik perdata, pidana, dan
administrative.
a) Malpraktik perdata
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabakan tidak terpenuhinya isi perjanjian
(wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan atau terjadinya
perbuatan melanggar hukum sehinngga menimbulkan kerugian bagi pasien. Ukuran
yang digunakan dalam malpraktik perdata yang disebakan oleh kelainan yang bersifat
ringan. Apabila kelainan yang terjadi merupakan kelainan berat maka seharusnya
perbuatann tersebut termasuk dalam malpraktik pidana.
b) Malpraktik pidana
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan
kurang hati-hati ataupun kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap
pasien. Ada rtiga bentuk dari malpraktik pidana :
 Malpraktik pidana karena kesengajaan.
Misalnya: melakukan tindakan aborsi, memberikan surat keterangan yang tidak benar.
 Malpraktik pidana karena kecerobohan.
Misalnya: melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standard profesi, melakukan
tindakan tanpa ada persetujuan medis.
 Malpraktik pidana karena kealpaan.
Minsalnya: tidak cacat atau kematian kepada pasien akibat tenaga kesehatan yang
bertindak kurang hati-hati.
c) Malpraktik administrative
Terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi
Negara yang berlaku. Minsalnya: menjalakan praktik bidan tanpa adanya surat izin
praktik, menjalankan prktik bidan dengan izin praktik yang sudah kadaluarsa.
Sama halnya dengan profesi tenaga kesehatan lainya, dalam profesi bidan juga berlaku
norms etika dan norma hukum. Oleh karena itu, apabila timbul dugaan adanya kesalahan
dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut
malpraktik etik, sedangkan kesalahan dari sudut pandang hukum terdapat perbedaan-
perbedaan mendasar yang menyangkut subtansi, otoritas, tujuan, dan sangsi. Maka
ukuran nomatif yang dipakai untuk mernetukan adanya malpraktik etik ataupun
malpraktik yuridis tentunya juga berbeda. Tidak semua malpraktik etik merupakan
malpraktik yuridis, namun semua bentuk malpraktik yuridis pasti merupakan malpraktik
etik.
Contoh: seorang bidan berkewajiban bersikap ramah terhadap pasien dan keluarga.
Namun pada kondisi tetentu bidan tidak melakukannya. Hal tersebut termasuk ke dalam
pelanggaran etik (malpraktik etik), bukan pelanggaran hukum (malpraktik yuridis).
Untuk mencegah adanya tuntutan masyarakat terhadap dugaan malpraktik bidan,
diharapkan para bidan dalam melakukan tugasnya slalu bertindak hati-hati. Berdasarkan
hal yang perlu dilakukan oleh bidan untuk menghindari dugaan malpraktik antara lain :
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upaya, karena perjanjian
berupa daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
b. Sebelum melakukan intervensi, lakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila ada keragu-raguan dalam melakukan sesuatu tindakan, konsultasikan kepada
senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikakn segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, dan masyarakat sekitar.
Dalam tata hukum di Indonesia, sebenarnya tidak ada peraturaan perundang-undangan
yang secara langsung menggunakan istilah malpraktik. Dalam UU No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan juga tidak menggunakan istilah malpraktik tetapi hanya menyebut
“kelalaian dalam menjalankan profesi” dan “kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan”
Berikut ini beberapa pasal dalam peraturan perundang-undanagan yang sering digunakan
sebagai dasar hukum terkait dugaan tindakan malpraktik oleh bidan dan tenaga kesehtan
lainnya :
a. UU RI No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
 Pasal 24 tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk memenuhi kode etik, standard
profesi, dan standar prosedur operasional.
 Pasal 29 tentang penyelesaian kelalaian oleh tenaga kesehatan.
 Pasal 56 tentang hak pasien dalam menerima atau menolak pelayanan kesehatan.
 Pasal 57 tentang rahasia kondisi medis pasien.
 Pasal 58 tentang ganti rugi terhadap pasien.
 Pasal 75, pasal 76, dan pasal 194 tentang aborsi.
 Pasal 190 tentang pidana bagi tenaga kesehatan yang melaikan paisen yang
membutuhkan pertolongan kegawatdaruratan.
b. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
 Pasal 263 tentang surat keterangan palsu
 Pasal 299, pasal 347, pasal 349, pasal 535 tentang aborsi
 Pasal 322 tentang rahasia medis pasien.
 Pasal 344 tentang euthanasia.
 Pasal 359, pasal 360 tentang kesalahan tenaga kesehatan dalam menangani pasien
 Pasal 531 tentan melaikan orang yang membutuhkan pertolongan kegawat
daruratan.
c. Kitab Undang – Undang Hukum Perdana (KUHPerdana)
 Pasal 1365 tentang ganti rugi kepada pasien
d. Peraturan Pemerintah (PP) No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
 Pasal 22 tentang kewajiban profesi tenaga kesehatan.
 Pasal 23 tentang ganti rugi pasien.
 Pasal 33 tentang tindakan disiplin bagi tenaga kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai