Anda di halaman 1dari 33

Rps 1

1.2 Pengertian Pengembangan SDM


Pengembangan (development) adalah fungsi operasional kedua dari manajemen sumber daya
manusia. Pengembangan karyawan baru atau lama perlu dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan. Untuk dapat melaksanakan pengem bangan dengan baik, terlebih dahulu harus
ditetapkan suatu program pengembangan karyawan. Program pengembangan karyawan ini hendaknya
disusun secara cermat dan didasarkan kepada metode-metode ilmiah serta berpedoman pada keterampilan
yang dibutuhkan perusahaan saat ini maupun untuk masa depan. Pengembangan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, moral karyawan supaya prestasi kerjanya baik, dan
mencapai hasil yang optimal.
Pengembangan karyawan ini dianggap semakin penting manfaatnya, karena tuntutan pekerjaan
atau jabatan, sebagai akibat kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan diantara perusah aan
yang sejenis. Setiap personel perusahaan dituntut agar dapat bekerja efektif, efisien, kualitas, dan
kuantitas pekerjaannya baik sehingga daya saing perusahaan semakin besar. Pengembangan ini dilakukan
baik bertujuan non karier maupun karier bagi para karyawan baru atau lama melalui latihan dan
pendidikan.
Pelatihan dan pendidikan ini dilaksanakan untuk karyawan baru agar dapat menjalankan tugas-
tugas baru yang dibebankan dan untuk karyawan lama guna meningkatkan mutu pelaksanaan tugasnya
sekarang maupun masa datang. Pada dasarnya latihan dan pendidikan itu merupakan proses yang
berlanjut bukan proses yang sesaat saja. Munculnya kondisi baru sangat mendorong pimpinan organisasi
atau perusah aan untuk terus memperhatikan dan menyusun program-program latihan dan pendidikan
secara kontinyu. Pimpinan perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan baru pada umumnya hanya
mempunyai kecakapan teoritis saja dari bangku kuliah, jadi perlu dikembangkan ke dalam kemampuan
untuk dapat mengerjakan pekerjaannya. Pengembangan karyawan membutuhkan biaya cukup besar,
tetapi biaya ini merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Karena karyawan yang cakap dan
terampil akan dapat bekerja lebih efesien, efektif, pemborosan bahan baku, dan ausnya mesin berkurang,
hasil kerjanya lebih baik sehingga perusahaan mampu bersaing.
Untuk jelasnya pengertian pengembangan, pendidikan dan latihan diuraikan sebagai berikut:
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual
dan moral kayawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.
Pendidikan meningkatkan keahlian teoritis, konseptual dan moral karvawan, sedangkan latihan bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan.
Menurut instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15. Tanggal 13 September 1974,
"Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia
Indonesia, jasmaniah dan rohaniah yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar
sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila".
Latihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan
dengan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori.
Jadi pengembangan meliputi pendidikan dan latihan untuk meningkatkan keterampilan kerja baik
teknis maupun managerial. Pendidikan berorientasi pada praktik, dilaku kan dilapangan, berlangsung
singkat dan biasanya menjawab 'bagaimana'
1.2 Tujuan Pengembangan pelatihan sdm
Tujuan perusahaan atau organisasi akan dapat dicapai dengan baik, apabila karyawan dapat
menialankan tugas-tugasnya dengan efisien. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan kerja para
karyawan perusahaan atau organisasi harus menjalankan usaha-usaha pengembangan karyawannya. Jadi
tujuan pengembangan karyawan adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja karyawan dalam mencapai
hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja dapat dilakukan dengan cara
memperbaiki pengetahuan karyawan, keterampilan karyawan maupun sikap karyawan itu sendiri terhadap
tugas-tugasnya. Pengembangan karyawan bertujuan dan bermanfaat bagi perusahaan, karyawan dan
konsumen atau masyarakat yang mengkonsumsi barang/jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut.
1. Produktivitas kerja.
Dengan pengembangan maka produktivitas kerja karyawan akan meningkat,kwalitas dan
kuantitas produksi semakin baik karena technical skill,human skill dan managerial skill karyawan
yang semakin baik .
2. Efisiensi.
Pengambangan karyawan bertujuan untuk meninhkatkan efisiensi,tenaga,waktu,bahan
baku,dan mengurangi arusnya mesin-mesin pembeorosan berkuarang,biaya produksi relative
kecil sehingga daya saing perusahaan semakin kecil.
3. Kerusakan.
Pengembangan karywan bertujuan untuk mengurangi kerusukan barang,produksi mesin-
mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaan.
4. Kecelakaan.
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan sehingga
jumlah biaya pengobatan yang di keluarkan perusahaan berkurang.
5. Pelayanan.
Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan
kepada nasabah perusahaan.Karena pemberian pelayanan yang baik meruapakan daya menarik
yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan bersangkutan.
6. Moral.
Dengan pengembangan maka moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan
keterampilan sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik.
7. Karier.
Dengan pengembangan kesempatan untuk meningkat karir karyawan semakin
besar,karena keahlian,keterampilan dan prestasi kerjanya lebih baik.Promosi ilmiah biasanya
didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja seseorang.
8. Konseptual.
Dengan pengembangan,manajer semakin cakap dan cepat dalam pengambilan keputusan
yang lebih baik,karena technical,skill,human skill dan managerial skillnya telah lebih baik.
9. Kepemimpinan.
Dengan pengembangan,kepimpinan seseorang manajer akan lebih baik,human
relationsnya lebih luwes,motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerja sama vertical dan
horizontal semakin harmonis.
10. Balas Jasa.
Dengan pengembangan maka balas jasa karyawan akan meningkatkan karena prestasi
kerja semakin besar.
11. Konsumen.
Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat
konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.
12. Pengambangan karyawan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan karena akan memberikan
manfaat bagi perusahaan,karyawan dan masyarakat konsumen.
1.3 Perbedaan Pengembangan dan Pelatihan
Pengembangan (development) mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan,
penilaian kepribadian, dan kemampuan yang membantu para karyawan mempersiapkan dirinya di masa
depan. Contoh Washington Group menjelaskan bahwa meskipun pengembangan dapat terjadi melalui
keterlibatan pada program-program yang direncanakan, hal itu sering kali diakibatkan karena pengalaman
kerja. Dikarenakan berorientasi masa depan, hal ini melibatkan pembelajaran yang belum tentu terkait
dengan pekerjaan karyawan saat ini. Tabel 1 menunjukkan perbedaan antara pelatihan dengan
pengenmbangan. Secara tradisional, pelatihan berfokus pada membantu kinerja para karyawan pada
pekerjaannya saat ini. Pengembangan mempersiapkannya untuk posisi-posisi lain di perusahaan serta
meningkatkan kemampuannya untuk memasuki pekerjaan yang mungkin belum ada. Pengembangan juga
membantu para karyawan dalam mempersiapkan perubahan pekerjaan mereka saat ini yang mungkin
diakibatkan karena teknologi baru, perancangan pekerjaan, pelanggan baru, atau pasar produk yang baru.
Pengembangan sangat penting untuk manajemen bakat, khususnya bagi para manajer senior dan
karyawan dengan potensi kepemimpinan. Berbagai perusahaan telah melaporkan tantangan-tantangan
manajemen bakat terpenting yang mereka hadapi, termasuk mengembangkan bakat yang ada, serta
menarik dan mempertahankan bakat kepemimpinan yang sudah ada. Ketika pelatihan terus menjadi lebih
strategis (yaitu terkait dengan sasaran-sasaran bisnis), perbedaan antara pelatihan dengan pengembangan
akan menjadi kabur. Pelatihan dan pengembangan akan diperlukan serta berfokus pada berbagai
kebutuhan pribadi dan perusahaan saat ini dan masa depan.
Tabel 1. Perbedaan antara Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan Pengembangan
Fokus Saat ini Masa Mendatang
Penggunaan pengalaman kerja Rendah Tinggi
Sasaran Persiapan untuk pekerjaan saat Persiapan untuk berubah
ini
Keterlibatan Dibutuhkan Sukarela

RPS 2
Pengembangan SDM sebagai bidang keahlian profesional :
Tujuan pengembangan SDM adalah meningkatkan kompensasi secara tidak langsung.
Pengembangan SDM bertujuan menghasilkan kerangka kerja yang berkaitan secara logis dan
komprehensif untuk mengembangkan lingkungan yaitu pegawai didorong belajar dan berkembang.
Aktivitas pengembangan SDM termasuk program pelatihan tradisional, tetapi penekanannya lebih banyak
pada mengembangkan modal intelektual dan mempromosikan pembelajaran organisasi, tim dan individu.
Pengembangan adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral
karyawan sesuai kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan meningkatkan
keahlian teoritis, konseptual, dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan meningkatkan
keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan.
Tujuan pengembangan SDM:
a) Produktivitas Kerja.
b) Efesiensi.
c) Kerusakan.
d) Kecelakaan.
e) Pelayanan.
f) Moral.
g) Karier.
PROFESIONALISASI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Sebuah profesi adalah pekerjaan yang dicirikan dengan keberadaan seperangkat pengetahuan
bersama dan sebuah prosedur untuk mensertifikasi para anggota.Standar-standar kinerja ditetapkan oleh
para anggota dari profesi yang bersangkutan dan bukan oleh pihak luar; jelasnya profesi diatur oleh
dirinya sendiri, sebagian besar profesi juga memiliki organisasi perwakilan yang efektif yang
memungkinkan anggotanya bertukar gagasan mengenai masalah bersama.
KOMPETENSI-KOMPETENSI PROFESIONAL SDM
Agar supaya peran dan tanggung jawab tersebut di atas dapat dilakukan dengan baik, Noe (2008)
berpendapat bahwa para profesional SDM membutuhkan enam kompetensi, yaitu menjadi:
 aktivis SDM yang dapat dipercaya,
 pengelola budaya organisasi,
 manajer bakat/perancang organisasi,
 arsitek strategis,
 mitra bisnis, dan
 pelaksana operasional.
Kompetensi itu dapat membantu para profesional SDM untuk menunjukkan kepada para manajer
bahwa mereka mampu membantu fungsi SDM dalam menciptakan nilai, memberikan kontribusi terhadap
strategi bisnis, dan membentuk budaya perusahaan. Para profesional SDM juga membantu departemen
SDM secara efektif dan efisien untuk menyediakan ketiga produk SDM lainnya yang telah dibahas di
atas. Berkompeten, memiliki kemampuan, keterampilan, dan sikap untuk menjadi manajer bakat dan
dapat merancang organisasi berarti mereka adalah orang yang dapat mengembangkan bakat, merancang
sistem-sistem penghargaan, dan mampu merancang organisasi.
2. Dasar Pengembangan SDM
Pengembangan mengacu pada aktivitas-aktivitas yang diarahkan untuk meningkatkan kompetensi
selama periode waktu lebih panjang yang melampaui jabatan saat ini, guna mengantisipasi kebutuhan
masa depan organisasi yang terus berkembang dan berubah.
3. Metode Pengembangan SDM
Metode ini dititik beratkan pada metode latihan yang meliputi:
1) Metode Latihan Bagi Karyawan Non managerial.
A. On the job method (dalam pekerjaan)\
 On the job
 Appreticeship
B. Off the job metod (di luar pekerjaan)
2) Metode latihan bagi karyawan managerial meliputi:
A. On the job method (dalam pekerjaan)
 Belajar dari pengalaman
 Co aching
 Understudy (magang)
 Position rotation/Tour od duty
 Proyek Khusus dan task Force
 Penugasan dalam bentuk panitia
 Bacaan selektif
B. Off the job (di luar pekerjaan) :
 Kursus-kursus
 Role playing
 Simulasi
 Sentivity training (latihan kerja)
 Latihan
 Special meeting (pertemuan khusus)
 Multiple management

4.Analisis Pengembangan SDM


Tujuan dari kegiatan ini untuk mencari atau mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa saja
yang di perlukan oleh karyawan dalam rangka menungjang kebutuhan organisasi atau institusi. Tahap ini
pada umumnya mencangkup tiga jenis analisis yaitu :
A. Analisis Organisasi
Analisi ini menyangkut pertanyaan:Dimana atau bagaimana personal di dalam
organisasi atau institusi memerlukan pelatihan ?.Setelah di kembangkan biaya,alat-
alat,dan perlengkapan yang di pergunakan. Kemudian di lakukan analisis iklim
organisasi,Sebab hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program
pelatihan. Aspek lain dari analisi organisasi ialah penentu berapa banyak karyawan
yang di perlu dilatih untuk tiap-tiap klasifikasi pekerjaan.Cara-cara untuk
memperolehinformasi-informasi ialah melalu angket,wawancara atau pengamatan.
B. Analisi Pekerjaan (job analysis)
Analisis ini menjawab pertanyaan :apa yang harus di ajarkan atau berikan dalam diklat
agar para karyawan yang bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif .
C. Analisis Pribadi
Untuk memperoleh informasi ini dilakukan melalui achievement
test,observasi,dan wawancara. Untuk itu perlu di perhatikan apakah diklat yang akan
dilakukan merupakan intervensi atau terapi yang tepat.Ada teori yang mengatakan
bahwa untuk menentukan apakah performance dari hasil suatu analisis itu di perlukan
diklat atau tidak.
 Ability (kemampuan pembawaan)
 Capacity( kemampuan yang di kembangkan)
 Help (bantuan untu kterwujudnya performance)
 Incentive (insentif material maupun non material)
 Enviroment (lingkungan tempat kerja karyawan)
 Validity (pedoman untuk petunjuk,uraian kerja)
 Evaluation(adanya umpan hasil kerja)
5. Langkah-langkah dalam pengembangan SDM
A. Penentuan Kebutuhan
Penentuan kebutuhan yang menyangkut anggaran yang harus disediakan untuk membiayai
peatihan dan pengembangan merupakan bebean bagi organisasi. Artinya pelatihan dan pengembangan
tertentu harus dilaksanakan apabila telah menjadi kebutuhan dan didasarkan pada analisis yang tepat.
Terdapat tiga Pihak yang ikut terlibat dalam penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, antara
lain:
1) Pengelola SDM, berperan mengidentifikasi kebutuhan organisasi secara keseluruhan.
2) Para Manajer, yang bertanggung jawab atas setiap karyawan dan keberhasilan satuan kerjanya,
merekalah yang paling mengetahui kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawannya.
3) Karyawan yang bersangkutan, yang mengerti kelemahan dalam pribadi masing- masing dan
meminta untuk pelatihan.
Sumber informasi yangperlu dimaanfaatkan dalam penentuan kebutuhan adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan karir pegawai
2) Penilaian Kinerja
3) Catatan Produksi
4) Keluhan, Keselamatan kerja, dan statistic kemangkiran
5) Data mutasi pegawai
6) Hasil interview

B. Penentuan Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dapat bersifat teknikal tetapi dapat pula menyangkut keperilakuan.
Sasaran harus dinyatakan sejelas mungkin dan sedetail mungkin. Pentingnya penetapan sasaran:
 Sebagai tolok ukur dalam penilaian pelatihan dan pengembangan.
 Sebagai penentu pelatihan seperti apa yang harus digunakan.
C. Penentuan Program
Program penelitian harus memenuhi kepentingan organisasi dalam pencapaian tujuannya dan
kepentingan karyawan yang mengikuti pelatihan dalam motivasi bekerja dan pencapaian target.
D. Identifikasi Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar dalam yang diterapkan harus tepat sehingga program pelatihan dan pegembangan
berjalan dengan efektif dan efisien. Prinsip belajar yang layak dipertimbangkan yaitu:
a. Partisipasi,
b. Repetisi,
c. Relevansi,
d. Pengalihan
E. Pelaksanaan Program
Berikut adalah berbagai teknik pelatihan yang umum digunakan:
1. Pelatihan dalam jabatan
Sasarannya adalah meningkatkan kemampuan peserta dalam melaksanakan tugasnya
sekarang.
2. Rotasi Pekerjaan
Pelatihan ini dilakukan untuk menjamin kontiniuitas kegiatan organisasi meskipun terdapat
karyawan yang cuti atau berhenti.
3. Sistem Magang
Terdapan empat bentuk system magang:
a. Karyawan dapan belajar dari karyawan lain yang dianggap lebih berpengalaman,
biasanya ditambah dengan belajar secara teori.
b. Coaching, pelatih mengajarkan secara langsung teknik dalam melaksanakan tugas
dan peserta langsung mengikutinya.
c. Peserta pelatihan menjadi asisten atasan agar dapat memahami tugas-tugasnya.
d. Penugasan agar karyawan dapat meningkatkan keterampilan dalam interaksi antar
manusia
4. Sistem Ceramah
Ceramah adalah system palatihan yang paling tua. Tetapi ceramah tidak memerlukan banyak
biaya karena diikuti oleh banyak peserta sekaligus.
5. Pelatihan Vestibul
Organisasi akan menyiapkan tempat khusus untuk meniru kegiatan organisasi sebenarnya.
6. Role Playing
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku peserta dalam melakukan tugasnya.
7. Studi Kasus
Pelatihan ini biasanya diterapkan untuk calon manajer. Peserta akan diberikan suatu kasus
tertentu yang harus diselesaikan. Dengan begitu peserta dapat mengetahui permasalahan
organisasi dan mencoba mencari solusi atas masalah tersebut.
8. Simulasi
Pelatihan ini menggunakan alat tertentu agar bias diterapkan sesuai dengan kejadian nyata.
9. Pelatihan Laboratorium
Teknik ini dilakukan dengan cara bertukar pengalaman, pemahaman, perasaan, perilaku,
persepsi dan reaksi orang lain agar meningkatkan kepekaan terhadap sesame karyawan
10. Belajar Sendiri
Banyak organisasi yang eminta karyawannya untuk belajar sendiri tetapi tetap belajar yang
terprogram dan dikontrol hasilnya..

F. Penilaian Pelaksanaan Program


Proses pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila terjadinya peningkatan kemampuan karyawan
dalam melakukan tugas dan perubahan perilaku karyawan yang tercermin dalam sikap,
disiplin, dan etos kerja. Langkah-langkah dalam melakukan penilaian adalah sebagai berikut:
 Penentuan kriteria evaluasi
 Penyelenggaraan suatu tes untuk mengetahui metode pelatihan apa yang harus diberikan.
 Pelaksanaan ujian pasca pelatihan
 Tindak lanjut yang berkesinambungan.

6. Evaluasi Pengembangan SDM


Evaluasi mencakup hal-hal berikut:
1. Evaluasi terhadap proses, meliputi
a. Organisasi penyelenggara diklat seperti administrasi, konsumsi, ruangan, dan sebagainya
b. Penyampaian materi diklat misalnya metode, kedalaman, relevansi, dan sebagainya
2. Evaluasi terhadap hasil, yang mencakup penguasaan dan penyerapan materi oleh peserta
pelatihan.
a. Pemberian evaluasi dapat secara formal dengan mengadakan kuiioner yang harus diisi oleh
peserta pelatihan atau dapat juga dilakukan secara informal melalui diskusi antara panitia
dan peserta.

RPS 3
1. Hakikat Penggunaan Istilah Latihan dan Pengembangan SDM

Menurut Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “pelatihan dan pengembangan adalah
istilah yang merujuk pada upaya terencana yang dirancang memfasilitasi perolehan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang relevan oleh anggota organisasi ”. Selanjutnya Wexley dan Yukl
menjelaskan pula : “pengembangan lebih fokus pada peningkatan pengambilan keputusan dan
keterampilan hubungan manusia manajemen tingkat menengah dan atas, sementara pelatihan
melibatkan karyawan tingkat bawah dan presentasi materi pelajaran yang lebih faktual dan sempit”
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan
pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah
yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan
skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan
memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat
menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Pelatihan dan pengembangan SDM menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi, karena
penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil.
Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan haruslah seimbang melalui program orietasi dan
pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai
pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab
mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan
dengan organisasi yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan
pengembangan dapat menyebabkan karyawan mampu mengembangankan tugas kewajiban dan
tanggung jawabnya yang lebih besar.
Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk
meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas
human relation. Perbedaan antara pelatihan dan pengembangan pada tiap sumber daya manusia
menurut Syafaruddin (2001 :217) :
 Pelatihan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka pendek.
Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif rendah.
 Pengembangan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.
Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak terencana.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif tinggi.
2. Latihan Sebagai Suatu Fungsi yang Sifatnya Terus-Menerus
Agar tetap survive dalam pasar modern, perusahaan harus dapat bersaing secara global. Untuk dapat
berbisnis dalam skala global, perusahaan harus memperoleh sertifikasi ISO 9000. Pelatihan menjadi
syarat untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9000 tersebut. Ada lima faktor penyebab diperlukannya
pelatihan secara kontinuitas :
a. Kualitas angkatan kerja yang ada
Angkatan kerja terdiri dari orang-orang yang berharap untuk memiliki pekerjaan. Pekerjaan-
pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu kualitas angkatan kerja
merupakan hal yang penting. Kualitas disini berarti ketersediaan dan potensi angkatan kerja yang
ada. Angkatan kerja yang berkualitas tinggi adalah kelompok yang mengenyam pendidikan
dengan baik dan memiliki keterampilan intelektual dasar seperti membaca, menulis, berpikir,
mendengarkan, berbicara, dan memecahkan masalah. Orang-orang seperti itu potensial untuk
belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya.
b. Persaingan global
Perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa mereka menghadapi persaingan dalam pasar
global yang ketat. Agar dapat memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu menghasilkan
produk yang lebih baik dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu diperlukan senjata yang
ampuh untuk menghadapi persaingan agar tetap survive dan memiliki dominasi. Senjata tersebut
adalah pendidikan dan pelatihan.
c. Perubahan yang cepat dan terus-menerus
Di dunia ini tidak ada satu hal pun yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan
terjadi dengan cepat dan berlangsung terus-menerus. Pengetahuan dan keterampilan yang masih
baru ini mungkin besok pagi sudah menjadi usang. Dalam lingkungan seperti ini sangat penting
memperbaharui kemampuan karyawan secara konstan. Organisasi yang tidak memahami
perlunya pelatihan tidak mungkin dapat mengikuti perubahan tersebut.
d. Masalah-masalah alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu objek ke objek yang lain.
Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap pertama adalah komersialisasi teknologi baru
yang dikembangkan di laboratorium riset atau oleh penemu individual. Tahap ini merupakan
pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan. Tahap kedua dari proses tersebut adalah
difusi teknologi yang memerlukan pelatihan. Difusi teknologi adalah proses pemindahan
teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan
daya saing. Tahap kedua ini tidak akan berlangsung dengan baik bila para karyawan yang akan
menggunakan teknologi itu belum dilatih untuk menggunakannya secara efisien dan efektif.
Teknologi tanpa didukung oleh adanya karyawan yang memahami cara penggunaannya secara
efektif, tidak akan dapat memberikan kontribusi besar pada peningkatan produktivitas.
Hambatan utama terhadap efektivitas proses alih teknologi adalah ketakutan (kekhawatiran) akan
perubahan dan ketidaktahuan akan teknologi baru tersebut. Hambatan tersebut dapat diatasi
dengan pelatihan.
e. Perubahan keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan pelatihan menjadi semakin penting dewasa ini.
Oleh karena kerja sama tim merupakan unsur pokok dari TQM, maka pelatihan dibutuhkan
untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja bersama secara
harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin dibutuhkan pelatihan,
komitmen, dan perhatian. Seharusnya proses pelatihan dimulai dengan mengumpulkan data dan
informasi yang dapat menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini dan
keterampilan apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana jangka pendek dan jangka
panjang perusahaan, memuaskan pelanggan, dan memperbaiki kualitas. Setelah data
dikumpulkan dari bermacam-macam sumber, data tersebut dianalisis dan akhirnya kebutuhan
akan pelatihan dapat ditentukan dan diakukan secara berkelanjutan dan terus-menerus guna
mencapai kesepakatan organisasi.

3. Kebijaksanaan Latihan Pengembangan SDM

Penggambaran lebih lanjut dengan kebijakan dan praktek MSDM yang berperan dalam tiap
aktivitas maka akan terdapat sejumlah kebijakan dan praktek MSDM sebagai berikut:
a. Kebijakan dan praktek seleksi (yang didalamnya mencakup perencanaan, rekrutmen hingga
penempatan)
Rekrutmen, seleksi dan penempatan merupakan suatu proses yang akan selalu dilalui oleh tiap
perusahaan untuk memperoleh sumber daya manusia dan menjamin ketersediaan tenaga kerja
yang dibutuhkan. Rekrutmen dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk mendapatkan calon
tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, yang selanjutnya akan melalui
sejumlah proses seleksi untuk memperoleh tenaga kerja atau sumber daya manusia yang sesuai
dengan kebutuhan. Rekrutmen, seleksi dan penempatan bertujuan untuk mencocokkan (to match)
antara karakteristik individu (pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan lain-lain) dengan
persyaratan jabatan yang
harus dimiliki individu tersebut dalam memegang suatu jabatan.
b. Program pelatihan dan Pengembangan
c. Evaluasi performance (yang pada akhirnya akan menentukan keberlangsungan individu dalam
organisasi,dalam hal ini apakah individu tersebut akan dipromosikan, atau diberhentikan)

4. Prinsip-Prinsip Pelatihan
Pelaksanaan pelatihan hendaknya diawali dengan mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya
yang menjadi prinsip dari pelatihan itu sendiri, Manullang (2004 : 86) mengemukakan bahwa prinsip-
prinsip pelatihan, yaitu :
a. Perbedaan Individu (Individual Differences)
Dalam merencanakan suatu pendidikan dan latihan harus disadari adanya perbedaan potensi dari
setiap peserta, karena perbedaan dalam pendidikan, pengalaman, bakat-bakat dan minat-minat
merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk merencanakan program pelatihan.
b. Hubungan dengan Analisis Jabatan (Relation to Job Analysis)
Setiap jawaban atau pekerjaan perlu dijelaskan pengetahuan dan kecakapan apa saja yang
diperlukan oleh seorang pekerja agara dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu,
materi yang akan diberikan dalam pendidikan dan pelatihan harus sesuai dengan apa yang
dibutuhkan.
c. Motivasi (Motivation)
Suatu rencana pendidikan dan pelatihan harus didasari oleh semangat dari para pesertanya. Untuk
itu perlu adanya pemberian motivasi terhadap para peserta pelatihan agar mereka giat dalam
belajar.
d. Partisipasi yang Aktif (Active Participation)
Dalam pelatihan, para peserta harus diberikan dorongan agar aktif dalam pembicaraan-
pembicaraan seperti mengemukakan pendapatnya, saran-saran atau pertanyaan-pertanyaan agar
terjadi komunikasi dua arah.
e. Seleksi Pengikut Latihan (Selection of Trainess)
Agar tidak terjadi perbedaan yang terlalu jauh antara para peserta yang satu dengan yang lainnya,
baik dalam latar belakang maupun pengalaman, maka sebaiknya peserta diseleksi lebih dahulu.
Latihan akan lebih baik bila diberikan kepada para peserta yang mempunyai persamaan-
persamaan dasar pendidikan, bakat, minat dan pengalaman.
f. Seleksi para Pelatih (Selection of Trainers)
Tenaga pengajar dalam pendidikan dan pelatihan juga harus diseleksi terlebih dahulu. Hal ini
akan menyebabkan efektif tidaknya dari suatu pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
g. Latihan bagi para Pelatih (Trainer of Training)
Seringkali terjadi anggapan yang salah, bahwa setiap orang yang pandai secara teoritis dan
praktis, dapat pula menyampaikan pengetahuan dan pengalamannya kepada orang lain. Anggapan
tersebut tidak sepenuhnya benar, oleh karena itu para pelatih masih perlu mendapatkan pelatihan
khusus.
h. Metode Pelatihan (Training Methods)
Keberhasilan suatu program pelatihan tidak hanya tergantung pada kemampuan pelatih,
kemampuan pesertanya dan fasilitas pelatihan, tetapi juga oleh metode yang dipakai. OLeh
karena itu, metode pelatihan yang ditetapkan harus sesuai dengan pelatihan yang diberikan.

i. Prinsip Belajar (Principle of Learning)


Azas belajar yang perlu ditetapkan dal pelatihan, yakni dalam pembahasan masalahnya dimulai
dari hal yang sederhana ke hal yang sulit. Apabila pembahasan dimulai dari hal yang sulit maka
peserta sulit untuk memahami masalah yang diberikan.

Pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran dan merupakan kegiatan meningkatkan
keterampilan seseorang didalam mengerjakan sesuatu. Sebuah pelatihan dapat berjalan secara efektif
dan optimal bila prinsip-prinsip pelatihan dikembangkan sesuai dengan pelatihan yang berkaitan sesuai
dengan tujuan pelatihan yang diharapkan.
Menurut William B. Werther, prinsip-prinsip pelatihan sebagai berikut :
a. Prinsip Partisipasi
Pembelajaran biasanya akan lebih cepat dan bertahan lama apabila peserta belajar
terlibat secara aktif. Partisipasi akan meningkatkan motivasi dan empati terhadap proses belajar.
Dengan keterlibatan secara langsung, peserta dapat belajar lebih cepat dan memahaminya lebih
lama.
b. Prinsip Repetisi
Repetisi akan memperkuat suatu pola ke dalam memori seseorang. Belajar dengan pengulangan
kunci-kunci pokok dari ide-ide akan dengan mudah dapat diingat kembali bila diperlukan.
c. Prinsip Relevansi
Belajar akan lebih efektif apabila materi yang dipelajari bermakna atau mempunyai relevansi
dengan kebutuhan seseorang.
d. Prinsip Pengalihan Pengetahuan dan Keterampilan
Semakin dekat kebutuhan program pelatihan bersentuhan dengan kebutuhan/ pelaksanaan
pekerjaan, maka akan semakin cepat seseorang untuk belajar menguasai pekerjaan tersebut.
Dengan kata lain, pengalihan pengetahuan dan keterampilan bisa terjadi karena penerapan teori
dalam situasi yang nyata atau karena praktek yang bersifat simulasi. Artinya pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh dalam simulasi dapat dengan mudah dialihkan dalam situasi
sebenarnya.
e. Prinsip Umpan Balik
Melalui sistem umpan balik, peserta pelatihan dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan pelatihan.
Artinya, dengan umpan balik peserta termotivasi untuk mengetahui perubahan yang terjadi di dalam
dirinya, baik kemampuan,keterampilan, maupun kepribadian dan termotivasi untuk menyesuaikan tingkah
laku mereka untuk secepat mungkin meningkatkan kemajuan belajarnya.

RPS 4
PEMBELAJARAN SEBAGAI SUATU FOKUS STRATEGI
Makna Strategi
Istilah strategi (strategy) berasal dari “kata benda” dan “kata kerja” dalam bahasa Yunani.
Sebagai kata benda, strategos merupakan gabungan kata stratos (militer) dengan “ago” (memimpin).
Sebagai kata kerja, stratos berarti merencanakan (to plan). Dalam kamus The American Herritage
Dictionary (1997: 1273) dikemukakan bahwa Startegi is the science or art of ‘military command as
applied to overall planning and conduct of large-scale combat operations. Selanjutnya dikemukakkan
pula bahwa stategi adalah the art or skill of using stratagems.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa strategi adalah suatu pola
yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi
mencakup tujuan kegiatann, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana
penunjang kegiatan.
Makna Pembelajaran
Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai “upaya untuk
membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi,
metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula
dipandang sebagai kegiatan manajer secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat tenaga
kerjanya belajar secara efektif.
Beberapa ahli mengemukakan tentang pengertian pembelajaran, diantaranya :
 Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu. Pembelajaran merupakan
subjek khusus dari pendidikan (corey, 1986);
 Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagau hasil dari pengalaman
individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Mohammad Surya)
Dalam hal ini, strategi pembelajaran di artikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi merupakan usaha untuk memperoleh
kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan
dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu, yakni tujuan pembelajaran.
Stretegi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem pembelajaran yang
berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang dijabarkan dari
pendangan falsafah atau teori belajar tertentu. Berikut pendapat beberapa ahli berkaitan dengan
pengertian strategi pembelajaran.
Newman dan Logan (Abidin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi
dari setiap usaha, yaitu :
1. Menggidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target)
yang harus dicapai, dengan membertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat ( atau dalam
konteks kali ini konsumen ) yang memerlukannya;
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama ( basic way ) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran;
3. Mempertahankan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal
sampai dengan sasaran;
4. Mempertimbangakan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk
mengukur dan menilai taraf keberhasilan ( achievement) usaha.

PROSES PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM


Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kabutuhan akan hal itu perlu dianalisis lebih dahulu.
Hal demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan. Dalam tahapan ini menurut
(Gomes:2003:204) terdapat paling kurang tiga tahapan utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni:
penentuan kebutuhan pelatihan, desain program pelatihan, evaluasi program pelatihan.
i. Penentuan kebutuhan pelatihan (Assessing Training Needs)
Adalah lebih sulit untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para pekerja yang ada
daripada mengorientasikan para pegawai yang baru. Dari satu segi kedua-duanya sama. Tujuan penentuan
kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna
mengetahui dan atau/menentukan apakah perlu atau tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut.Dalam
tahapan ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan yaitu :
1) General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu
klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seseorang pegawai
tertentu.
2) Oversable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan
pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan
evaluasi/penilaian kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi sendiri hasil
kerjanya sendiri.
3) Future human resources neeeds, yaitu jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan
ketidak sesuaian kinerja, tetapi Iebih berkaitan dengan sumber daya manusia untuk waktu yang
akan datang.

ii. Mendesain program pelatihan (Desaigning a Training Program).


Sebenarnya persoalan performansi bisa diatasi melalui perubahan dalam system feedback, seleksi
atau imbalan, dan juga melalui pelatihan. Atau akan lebih mudah dengan melakukan pemecatan terhadap
pegawai selama masa percobaannya. Jika pelatihan merupakan Solusi terbaik maka para manajer atau
supervisor harus memutuskan program pelatihan yang tepat yang bagaimana yang harus dijalankan.
iii. Evaluasi efektifitas program (Evaluating Training Program Effectivenees).
Supaya efektif, pelatihan haru merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan organisasi,
yakni bahwa pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. Apa saja
standar kinerja yang telah ditetapkan, pegawai tidak harus dikecewakan oleh pelatih yang menuntut
terlalu banyak atau terlalau sedikit. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menguji apakah pelatihan
tersebut efektif di dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Program pelatihan bisa
dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan :
1) Reaction : Ukuran mengenai reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari para tenaga kerja
mengenai program pelatihan. Usaha untuk mendapatkan opini para tenaga kerja tentang pelatihan
ini, terutama didasarkan pada beberapa alasan utama, seperti: untuk mengetahui sejauh mana para
tenaga kerja merasa puas dengan program untuk maksud diadakannya bebrapa revisi atas
program pelatihan, untuk menjamin agar para tenaga kerja yang lain bersikap represif untuk
mengikuti program pelatihan.
2) Learning: Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah mengetahi seberapa
jauh para tenaga kerja menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-keterampilan yang
diberikan selama pelatihan.
3) Behaviors: Perilaku dari para tenaga kerja, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan
guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah
ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau performansi para
peseerta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.
4) Organizational result: tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji
dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan.
5) Cost effectivity: ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan bagi program
pelatihan, dan apakah besarnya biaya untuk pelatihan tersebut terhitung kecil atau besar
dibandingkan biaya yang timbul dari permasalah yang dialami oleh organisasi.
KARAKTERISTIK ORGANISASI YANG BERPENGARUH TERHADAP PELATIHAN
Jumlah dan jenis pelatihan, serta organisasi fungsi pelatihan di sebuah perusahaan, dipengaruhi
oleh peran karyawan dan manajer; oleh dukungan manajemen puncak untuk latihan; oleh tingkat integrasi
unit bisnis perusahaan; oleh kehadiran globalnya; oleh kondisi bisnisnya; oleh praktik HRM lainnya,
termasuk strategi kepegawaian dan perencanaan sumber daya manusia; oleh tingkat perserikatan
perusahaan; dan sejauh keterlibatan dalam pelatihan dan pengembangan oleh manajer, karyawan, dan
sumber daya manusia.
 Peran Karyawan dan Manajer
Peran yang dimiliki karyawan dan manajer dalam perusahaan memengaruhi fokus pelatihan,
pengembangan, dan kegiatan belajar. Secara tradisional, peran karyawan adalah menjalankan peran
mereka pekerjaan sesuai dengan arahan manajer. Karyawan tidak terlibat dalam peningkatan kualitas
produk atau layanan. Namun, dengan penekanan pada penciptaan modal intelektual dan gerakan menuju
sistem kerja berkinerja tinggi menggunakan tim, karyawan saat ini melakukan banyak peran yang pernah
dicadangkan untuk manajemen (mis., merekrut, menjadwalkan pekerjaan, dan berinteraksi dengan
pelanggan, vendor, dan pemasok).
Jika perusahaan menggunakan tim untuk memproduksi barang dan menyediakan layanan,
anggota tim perlu pelatihan dalam pemecahan masalah interpersonal dan keterampilan tim (mis., cara
menyelesaikan konflik dan memberi Umpan balik). Jika karyawan bertanggung jawab atas kualitas
produk dan layanan, mereka perlu dilatih untuk menggunakan data untuk membuat keputusan, yang
melibatkan pelatihan dalam proses statistik teknik kontrol. Seperti dibahas dalam Bab Satu, anggota tim
juga dapat menerima pelatihan keterampilan yang diperlukan untuk semua posisi dalam tim (pelatihan
lintas), tidak hanya untuk spesifik pekerjaan yang mereka lakukan. Untuk mendorong pelatihan lintas,
perusahaan dapat mengadopsi gaji berbasis keterampilan sistem, yang mendasari tingkat upah karyawan
berdasarkan jumlah keterampilan yang mereka miliki daripada keterampilan apa yang mereka gunakan
untuk pekerjaan mereka saat ini. Penelitian menunjukkan bahwa manajer diharapkan untuk melakukan
hal berikut:
- Kelola kinerja individu dan tim. Memotivasi karyawan untuk mengubah kinerja, memberikan
umpan balik kinerja, dan memantau kegiatan pelatihan. Memperjelas individu dan tujuan tim
dan memastikan keselarasan dengan tujuan perusahaan.
- Mengembangkan karyawan dan mendorong pembelajaran berkelanjutan. Jelaskan tugas kerja
dan memberikan keahlian teknis. Ciptakan lingkungan yang mendorong pembelajaran.
- Merencanakan dan mengalokasikan sumber daya. Menerjemahkan rencana strategis ke dalam
penugasan kerja dan menetapkan tanggal target untuk proyek.
- Mengkoordinasikan kegiatan dan tim yang saling tergantung. Bujuk unit lain untuk
menyediakan produk atau sumber daya yang dibutuhkan oleh kelompok kerja, dan pahami
tujuan dan rencana unit lain. Pastikan bahwa tim memenuhi kebutuhan pelanggan internal
dan eksternal.
- Kelola kinerja grup. Tetapkan bidang tanggung jawab, temui manajer lain untuk membahas
dampak perubahan dalam unit kerja pada kelompok mereka, memfasilitasi perubahan, dan
menerapkan strategi bisnis.
- Memfasilitasi proses pengambilan keputusan. Memfasilitasi pengambilan keputusan tim dan
individu. Dorong penggunaan proses pengambilan keputusan yang efektif (berurusan dengan
konflik, pengendalian proses statistik).
- Menciptakan dan memelihara kepercayaan. Pastikan bahwa setiap anggota tim bertanggung
jawab atas atau beban kerja dan pelanggannya. Perlakukan semua anggota tim dengan
hormat. Dengarkan dan tanggapi jujur untuk ide tim.
- Mewakili unit kerja seseorang. Mengembangkan hubungan dengan manajer lain,
berkomunikasi kebutuhan kelompok kerja ke unit lain, dan memberikan informasi tentang
kelompok kerja status ke grup lain.
Terlepas dari level mereka di perusahaan (mis., Manajemen senior), semua manajer adalah
diharapkan berfungsi sebagai juru bicara unit kerja lain, manajer, dan vendor (yaitu, mewakili unit kerja).
Tentu saja, jumlah waktu yang disediakan manajer untuk sebagian peran ini dipengaruhi oleh levelnya.
Manajer lini menghabiskan lebih banyak waktu mengelola individu kinerja dan pengembangan karyawan
daripada manajer tingkat menengah atau eksekutif. Itu peran paling penting bagi manajer tingkat
menengah dan eksekutif adalah perencanaan dan pengalokasian sumber daya, mengoordinasikan
kelompok yang saling tergantung, dan mengelola kinerja kelompok (terutama mengelola perubahan).
Eksekutif juga menghabiskan waktu memantau lingkungan bisnis dengan menganalisis tren pasar,
mengembangkan hubungan dengan klien, dan mengawasi penjualan dan kegiatan pemasaran.
 Dukungan Manajemen Top
CEO, manajer puncak di perusahaan, memainkan peran kunci dalam menentukan kepentingan
pelatihan dan pembelajaran di perusahaan. CEO bertanggung jawab atas :
- Menetapkan arah yang jelas untuk belajar (visi)
- Dorongan, sumber daya, dan komitmen untuk pembelajaran strategis (sponsor)
- Mengambil peran aktif dalam mengatur pembelajaran, termasuk meninjau tujuan dan sasaran
dan memberikan wawasan tentang bagaimana mengukur efektivitas pelatihan (gubernur)
- Mengembangkan program pembelajaran baru untuk perusahaan (ahli materi pelajaran)
- Program pengajaran atau menyediakan sumber daya online (fakultas)
- Berperan sebagai panutan untuk pembelajaran bagi seluruh perusahaan dan menunjukkan
kemauan untuk belajar terus-menerus (pelajar)
- Mempromosikan komitmen perusahaan untuk belajar dengan mengadvokasi dalam pidato,
tahunan laporan, wawancara, dan alat hubungan masyarakat lainnya (agen pemasaran)
Integrasi Unit Bisnis
Sejauh mana unit atau bisnis perusahaan diintegrasikan memengaruhi jenisnya pelatihan yang
berlangsung. Dalam bisnis yang sangat terintegrasi, karyawan perlu memahami unit lain, layanan, dan
produk di perusahaan. Pelatihan kemungkinan mencakup rotasi karyawan di antara pekerjaan di bisnis
yang berbeda sehingga mereka dapat memperoleh pemahaman tentang seluruh bisnis.
Kehadiran Global
Sebagaimana dicatat dalam Bab Satu, pengembangan pasar produk dan layanan global adalah
tantangan penting bagi perusahaan A.S. Untuk perusahaan dengan operasi global, pelatihan digunakan
untuk mempersiapkan karyawan untuk penugasan sementara atau jangka panjang di luar negeri. Juga,
karena karyawan tersebar secara geografis di luar Amerika Serikat, perusahaan perlu menentukan apakah
pelatihan akan dilakukan dan dikoordinasikan dari A.S. pusat fasilitas atau akan menjadi tanggung jawab
instalasi satelit yang berlokasi dekat fasilitas luar negeri kondisi bisnis
Ketika pengangguran rendah dan / atau bisnis tumbuh pada tingkat tinggi dan membutuhkan lebih
banyak karyawan, perusahaan sering menemukan kesulitan untuk menarik karyawan baru, mencari
karyawan keterampilan yang diperlukan, dan mempertahankan karyawan saat ini. Perusahaan mungkin
menemukan diri mereka dalam posisi mempekerjakan karyawan yang mungkin tidak memenuhi syarat
untuk pekerjaan itu. Juga, dalam jenis kondisi bisnis, perusahaan perlu mempertahankan karyawan yang
berbakat. Secara berbasis pengetahuan ekonomi (termasuk teknologi informasi dan bidang farmasi),
produk pengembangan tergantung pada keterampilan khusus karyawan. Kehilangan karyawan kunci
dapat menyebabkan proyek yang akan ditunda atau menghambat perusahaan mengambil proyek baru.
Pelatihan memainkan kunci peran dalam mempersiapkan karyawan untuk menjadi produktif, serta
memotivasi dan mempertahankan arus para karyawan. Studi tentang faktor apa yang mempengaruhi
retensi karyawan menunjukkan bahwa karyawan menilai bekerja dengan kolega yang baik, memiliki
tugas pekerjaan yang menantang, dan mendapatkan peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan
karier sebagai alasan utama untuk tetap bersama perusahaan.
Untuk perusahaan dalam lingkungan bisnis yang tidak stabil atau resesi — yang ditandai oleh
merger, akuisisi, atau pelepasan investasi dari bisnis — pelatihan dapat diabaikan diserahkan kepada
kebijaksanaan manajer, atau menjadi lebih jangka pendek (seperti menawarkan pelatihan kursus hanya
untuk memperbaiki kekurangan keterampilan daripada mempersiapkan staf untuk tugas baru). Program-
program ini menekankan pada pengembangan keterampilan dan karakteristik yang dibutuhkan (mis.,
Caranya untuk menghadapi perubahan), terlepas dari struktur yang diambil perusahaan. Pelatihan
mungkin tidak merata terjadi sebagai hasil dari upaya yang direncanakan. Karyawan yang tetap dengan
perusahaan mengikuti a merger, akuisisi, atau pelepasan investasi biasanya menemukan bahwa pekerjaan
mereka sekarang memiliki tanggung jawab berbeda yang memerlukan keterampilan baru. Untuk
karyawan di perusahaan yang mengalami pertumbuhan — yaitu, an meningkatnya permintaan akan
produk dan layanan mereka — mungkin ada banyak peluang baru untuk pemindahan pekerjaan lateral
dan promosi yang dihasilkan dari perluasan penjualan, pemasaran, dan operasi manufaktur atau dari awal
unit bisnis baru. Karyawan ini biasanya senang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan karena posisi
baru sering menawarkan gaji yang lebih tinggi dan tugas yang lebih menantang
Kondisi Bisnis
Ketika pengangguran rendah dan / atau bisnis tumbuh pada tingkat tinggi dan membutuhkan lebih
banyak karyawan, perusahaan seringkali merasa sulit untuk menarik karyawan baru, menemukan
karyawan dengan keterampilan yang diperlukan, dan mempertahankan karyawan saat ini. Perusahaan
mungkin menemukan diri mereka dalam posisi untuk merekrut karyawan yang mungkin tidak memenuhi
syarat untuk pekerjaan itu. Juga, dalam kondisi bisnis seperti ini, perusahaan perlu mempertahankan
karyawan yang berbakat. Dalam ekonomi berbasis pengetahuan (termasuk teknologi informasi dan bidang
farmasi), pengembangan produk tergantung pada keterampilan khusus karyawan. Kehilangan karyawan
kunci dapat menyebabkan proyek tertunda atau menghambat perusahaan mengambil proyek baru.
Pelatihan memainkan peran penting dalam mempersiapkan karyawan untuk menjadi produktif, serta
memotivasi dan mempertahankan karyawan saat ini. Studi tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi
retensi karyawan menunjukkan bahwa karyawan menilai bekerja dengan kolega yang baik, memiliki
tugas yang menantang, dan mendapatkan peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan karier sebagai
alasan utama untuk tetap bersama perusahaan. Di semua industri, mulai dari teknologi tinggi hingga ritel,
perusahaan semakin mengandalkan pelatihan dan pengembangan untuk menarik karyawan baru dan
mempertahankan karyawan saat ini.
Praktik HRM
Praktek manajemen sumber daya manusia (SDM) terdiri dari kegiatan manajemen yang terkait
dengan investasi (waktu, usaha, dan uang) dalam penentuan staf (menentukan berapa banyak karyawan
diperlukan, dan merekrut dan memilih karyawan), manajemen kinerja, pelatihan, dan kompensasi dan
manfaat. Perusahaan yang mengadopsi praktik HRM canggih itu berkontribusi pada strategi bisnis
cenderung menunjukkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak. Praktik HRM
ini berkontribusi pada ketertarikan, motivasi, dan retensi modal manusia (pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang tertanam dalam diri manusia), yang dapat membantu a perusahaan memperoleh
keunggulan kompetitif. Pelatihan, bersama dengan seleksi, manajemen kinerja, dan kompensasi
mempengaruhi daya tarik motivasi dan retensi modal manusia. Pelatihan membantu mengembangkan
keterampilan khusus perusahaan, yang dapat berkontribusi pada produktivitas dan akhirnya kinerja
perusahaan. Selain itu, pelatihan membantu memberikan keterampilan yang dimiliki karyawan perlu
pindah ke pekerjaan baru di perusahaan, karena itu meningkatkan kepuasan dan keterlibatan mereka.
Jenis pelatihan dan sumber daya yang dikhususkan untuk pelatihan dipengaruhi oleh kepegawaian
strategi, nilai strategis pekerjaan dan keunikan karyawan, dan perencanaan sumber daya manusia
KEBUTUHAN PELATIHAN DALAM STRATEGI YANG BERBEDA
Pelatihan dapat menambah nlai pada organisasi dengan menghubungkan strategi pelatihan pada
tujuan dan strategi bisnis organisasional. Pelatihan strategi berfokus pada usaha pengembangan
kompetensi, nilai dan keunggulan kompetitif untuk organisasi. Hal ini secara mendasar berarti bahwa
intervensi pelatihan dan pembelajaran harus didasarkan pada rencana strategis organisasional dan usaha
perencanaan SDM. Pelatihan strategis juga secara tidak langsung menyatakan bahwa profesional-
profesional SDM dan pelatihan harus dilibatkan dalam perubahan dan perencanaan strategis
organisasional dengan tujuan untuk mengembangkan rencana pelatihan dan aktivitas yang mendung
keputusan-keputusan strategis manajemen puncak. Jadi, pelatihan yang efektif akan membantu
perusahaan menciptakan keunggulan yang kompetitif. Pelatihan adalah strategis, jika 1) mengembangkan
kapabilitas mendasar dari para pekerja; 2) mendorong kemampuan beradaptasi pada perubahan; 3)
memajukan pembelajaran berkelanjutan; 4) menciptakan dan menyebarkan pengetahuan baru diseluruh
organisasi; 5) memfasilitasi komunikasi dan fokus.
Menghubungkan pelatihan pada strategi bisnis
Hal utama yang perlu diperhatikan untuk memahami bagaimana menghubungkan pelatihan dan
strategi-strategi bisnis, adalah memahami beberapa konsep strategi bisnis dasar. Sebuah strategi bisnis
pemimpin biaya rendah berusaha meningkatkan pangsa pasar dengan berfokus pada biaya rendah dari
produk atau layanan perusahaan, dibandingkan dengan pesaing (misalnya: Wal-Mart, Bic Pens, dan
Southwest Airlines). Sebaliknya, perusahaan dengan sebuah strategi bisnis diferensiasi, mecoba membuat
produk atau layanan mereka berbeda dalam hal kualitas, pelayanan luar biasa, teknologi baru atau
kekhususan yang diterima. (misalnya, produk Maytag, Mobil Mercedes dan jam tangan rolex).
Implikasi utama dari strategi-strategi bisnis organisasional pada usaha pelatihan perusahaan
menegaskan kebutuhan program dan aktivitas pelatihan untuk mendukung strategi bisnis perusahaan.
Misalnya, jika sebuah perusahaan mencoba menonjolkan dirinya dari kompetisi dalam hal kualitas
pelayanan pelanggan, maka pelatihan pelayanan pelanggan yang signifikan akan dibutuhkan untuk
mendukung arah strategis perusahaan. Tetapi, jika perusahaan yang lain membedakan dirinyadari
kompetisi dengan produk atau layanan yang dianggap oleh pelanggan sebagai hal yang khusus dan unik,
maka sumber-sumber daya pelatihan harus dialihkan untuk menjaga karyawan agar tetap mengikuti ide-
ide periklanan dan pemasaran terbaru. Misalnya, sebuah toko perhiasan ekslusif yang menjual jam tangan
Rolex dan perhiasan mahal harus memastikan bahwa karyawannya mendapat pelatihan pada semua
model, fitur, dan cara kerja dari produk-produk tersebut. Disamping itu, pelatihan dalam cara berpakaian,
penampilan, komunikasi dan keterampilan hubungan pelanggan khusus juga mendukung strategi-strategi
bisnis perusahaan.
Tabel 2.7 menggambarkan empat strategi bisnis — konsentrasi, pertumbuhan internal, eksternal
pertumbuhan, dan penarikan investasi — dan menyoroti implikasi masing-masing untuk praktik
pelatihan. Setiap strategi berbeda berdasarkan pada tujuan bisnis. Strategi konsentrasi fokus untuk
meningkatkan pangsa pasar, mengurangi biaya, atau menciptakan dan mempertahankan ceruk pasar untuk
produk dan layanan.

Penelitian menunjukkan hubungan antara strategi bisnis dan jumlah dan jenis pelatihan. Tabel 2.7
menunjukkan bahwa masalah pelatihan sangat bervariasi dari satu strategi ke strategi lainnya. Divestasi
perusahaan perlu melatih karyawan dalam keterampilan pencarian kerja dan fokus pada pelatihan silang
karyawan yang tersisa yang mungkin menemukan diri mereka dalam pekerjaan dengan tanggung jawab
yang berkembang. Perusahaan yang berfokus pada ceruk pasar (strategi konsentrasi) perlu menekankan
keterampilan mata uang dan pengembangan tenaga kerja yang ada.
Rps 5

PEMBAHASAN
PENTINGNYA ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN UNTUK KARYAWAN

Analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam
rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan
atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk
menyelenggarakan pelatihan.

Pada dasarnya, pelatihan diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya
mengurangi gap (kesenjangan) antara kinerja saat ini dengan kinerja standard atau yang diharapkan untuk
dilakukan oleh pegawai. Oleh karena itu, analisis kebutuhan pelatihan merupakan alat untuk
mengidentifikasi gap-gap yang ada dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau
dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu dengan analisis kebutuhan pelatihan, pihak penyelenggara
pelatihan dapat memperkirakan manfaat-manfaat yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi
peserta pelatihan sebagai individu maupun bagi perusahaan. Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan
untuk meminimalisir biaya yang mubadzir.

Analisis kebutuhan training sering dilakukan oleh banyak orang dalam hal yang berbeda. Analisis
dilakukan pada tahap awal merupakan titik awal yang penting untuk mengetahui kebutuhan training yang
akan dijalankan. Analisis ini dapat membantu untuk mengidentifikasi sumber informasi terbaik tentang
pelatihan kebutuhan. Untuk membuat analisis kebutuhan training, berikut beberapa langkahnya:

Apa misi perusahaan

Misi perusahaan dan rencana perusahaan, sebuah rencana perusahaan harus memberikan indikasi
yang jelas tentang bagaimana perusahaan berencana untuk berkembang dalam waktu dekat. Jika misi
telah ditentukan, hal ini sangat membantu proses analisis kebutuhan training yang diharapkan oleh
perusahaan.

Penyampaian informasi pada karyawan

Analisis kebutuhan training akan lebih baik jika pimpinan menyampaikan informasi ini pada
bawahannya sehingga mereka bisa membantu perusahaan agar bekerja menuju tujuan tersebut. Jika
organisasi akan mengalami perubahan besar dalam waktu dekat, semua karyawan dapat mengambil
manfaat dari lokakarya dan briefing agar mereka memahami dan bekerja dengan perubahan ke depan.

Pengumpulan data

Pengumpulan kebutuhan pelatihan data dapat menjadi proses yang sangat memakan waktu. Ada
beberapa kemudahan setelah proses pengumpulan data telah dilakukan, dengan data-data yang telah
dikumpulkan tersebut maka sangat mudah bagi HR atau trainer untuk kembali dan menindaklanjuti apa
yang telah terjadi dan apa yang perlu ditambahkan dalam rencana training tersebut, tetapi meskipun
demikian, serangkaian wawancara dan atau kuesioner perlu menjadi masukan yang dilakukan dengan
setiap karyawan.

Analisis data

Setelah pengumpulan data selesai maka sangat penting untuk memastikan kita memiliki sistem yang
akan membantu untuk menyimpan dan menganalisis data yang dikumpulkan dari individu sehingga kita
dapat menggunakannya dengan cara yang kita inginkan.

Menjalankan rencana

Menjalankan rencana memang susah dibandingkan dengan merencanakannya, semua orang yang
pernah mencoba tahu betapa sulitnya untuk melakukan training pada beberapa karyawan untuk sesi
pembelajaran formal, baik itu on the job dan sejenisnya.
YANG MELAKSANAKAN ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
Analisis Kebutuhan Pelatihan atau Training Needs Analysis adalah proses sistematis untuk
memahami kebutuhan dan persyaratan pelatihan. Analisis Kebutuhan Pelatihan yang berhasil akan dapat
mengidentifikasikan tenaga kerja yang membutuhkan pelatihan dan jenis pelatihan apa yang diperlukan.
Dengan melakukan Analisis Kebutuhan Pelatihan ini, manajemen dapat menempatkan sumber daya
pelatihan untuk penggunaan yang lebih baik dan tepat. Biasanya analisis kebutuhan penelitian ini
dilaksanakan sesuai kebutuhan yang bersangkutan. Bisa untuk individu, analisis pekerjaan dan organisasi.
Terdapat 3 jenis utama Analisis Kebutuhan Pelatihan atau (Training Needs Analysis/TNA)
berdasarkan tingkatannya. Ketiga jenis Analisis Kebutuhan Pelatihan ini diantaranya adalah Individual
Analysis (Analisis Individu), Task Analysis atau Work Analysis (Analisis Tugas atau Analisis Pekerjaan)
dan Organizational Analysis (Analisis Organisasi).
1) Analisis Individu (Individual Analysis)
Analisis Kebutuhan Pelatihan yang pertama adalah Analisis tentang individu atau orang. Analisis
Individu ini berfokus pada orang itu sendiri. Analisis ini berkaitan dengan orang-orang yang berada di
dalam organisasi yang membutuhkan pelatihan dan pengembangan di bidang tertentu. Kinerja atau hasil
kerja individu dapat diambil dari data penilaian kinerja dan dibandingkan dengan tingkat yang diharapkan
atau kinerja standar yang ditentukan organisasi. Analisis Individu juga dapat dilakukan melalui kuesioner,
umpan balik, wawancara pribadi dan lain-lainnya.
2) Analisis Tugas (Task Analisis)
Analisis Tugas (Task Analisis) atau juga sering disebut juga dengan Job Analisis (Analisis Pekerjaan)
adalah analisis yang berfokus pada persyaratan apa yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan
atau tugas. Analisis Tugas ini menentukan tugas-tugas utama dan tingkat keterampilan yang diperlukan
dalam melakukan tugas-tugas tersebut. Dengan mengetahui keterampilan yang dibutuhkan ini, pihak
Manajemen dapat menentukan pelatihan terbaik yang seharusnya dimiliki oleh karyawan. Kurikulum
pelatihan akan menjadi standar bagi semua orang di setiap posisi karena pelatihannya berfokus pada tugas
yang harus dikuasai, bukan pada orang-orang atau individu-individunya.
3) Analisis Organisasi (Organizational Analysis)
Analisis Organisasi atau Organizational Analysis adalah Analisis yang membantu perusahaan atau
organisasi untuk memprediksi tentang strategi bisnis di masa depan untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasinya. Analisis organisasi pada dasarnya adalah penentuan kebutuhan pelatihan untuk organisasi
secara menyeluruh seperti visi dan misi, sasaran dan tujuan organisasi serta rencana-rencana strategis.
METODE DALAM ANALISIS KEBUTUHAN
Analisis kebutuhan pelatihan merupakan serangkaian proses pengumpulan dan pengolahan data untuk
mengidentifikasi berbagai hal yang diperlukan dalam sebuah pelatihan. Dengan menerapkan cara
melakukan analisa kebutuhan pelatihan SDM, maka perusahaan bisa melaksanakan pelatihan yang lebih
tepat sasaran serta hasilnya bisa maksimal bagi para karyawan.

Analisis kebutuhan pelatihan secara garis besar bisa dilakukan melalui beberapa pendekatan. Masing
– masing pendekatan tersebut berguna untuk mengumpulkan data tertentu yang bisa dipakai dalam
konteks kerja tertentu. Ada metode pendekatan yang fokus pada individu dan ada juga yang berfokus
pada kelompok. Masing – masing metode ini bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang
bersangkutan. Berikut ini adalah beberapa metode analisis kebutuhan training yang umum dilakukan di
berbagai perusahaan:
a. Analisis User

Analisis ini merupakan salah satu cara melakukan analisa kebutuhan pelatihan SDM yang berfokus
pada potensi insfrastruktur pelatihan serta peserta pelatihan yang akan terlibat didalamnya. Ada beberapa
pertanyaan penting yang harus dijawab oleh analis jika ingin mempergunakan metode yang satu ini
seperti siapa trainer yang akan melakukan pelatihan, tingkat jabatan calon peserta pelatihan, keahlian apa
saja yang dibutuhkan oleh calon peserta pelatihan, gaya belajar seperti apa yang digemari oleh peserta
pelatihan, dan lain sebagainya. Jadi seluruh potensi calon peserta beserta insfrastruktur penunjang akan
dikaji dan diteliti sehingga analis bisa merancang sebuah program training yang efektif dan bermanfaat
maksimal bagi pesertanya.
b. Analisis Konteks

Metode analisis konteks merupakan pendekatan analisis kebutuhan training yang menitik beratkan
pada pada solusi bisnis dan organisasi perusahaan. Jadi titik berat dari metode analisis yang satu ini
adalah untuk menjawab pertanyaan seputar apakah training tersebut nantinya bisa menguntungkan bagi
perusahaan di masa depan serta pelatihan yang dilakukan dapat membantu mengatasi masalah bisnis
tertentu yang sedang dialami oleh perusahaan.
c. Analisis Kerja

Metode atau cara melakukan analisa kebutuhan pelatihan SDM yang satu ini merupakan jenis metode
analisis yang berfokus pada tugas atau pekerjaan tertentu. Jadi dengan analisis user adalah jika analisis
user berfokus pada individu yang akan dilatih, maka analisis kerja lebih berefokus pada jenis pekerjaan
dan tugasnya. Analis akan melakukan penelitian untuk menemukan jenis dan tingkat keterampilan yang
dibutuhkan untuk sebuah posisi, tugas, atau jabatan Metode ini akan membantu mengetahui dan
memastikan bahwa training yang nantinya akan dilaksanakan bisa relevan dengan tugas dan pekerjaan
tertentu.
d. Analisis Kesesuaian
Metode yang satu ini merupakan analisis yang dibutuhkan untuk mengetahui relevansi training
dengan masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Di setiap perusahaan pastinya memiliki masalah
– masalah yang harus segera diselesaikan. Solusi dari masalah tersebut bisa dengan melakukan training
atau juga bisa dengan menerapkan cara lain. Analisis kesesuaian bertujuan untuk mencari tahu apakah
training yang nantinya akan dilaksanakan akan bisa mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh
perusahaan. Analisis ini sangat penting agar nantinya training yang dilaksanakan bisa efektif untuk
mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
e. Analisis Konten
Analisis yang satu ini memiliki tujuan untuk menjawab berbagai pertanyaan seputar keahlian,
pengetahuan, dan informasi apa saja yang akan dibutuhkan oleh karyawan jika mereka menempati posisi
tertentu. Analisis konten akan meneliti dengan cermat segala jenis prosedur, dokumen, hukum, dan segala
jenis informasi yang penting mengenai sebuah posisi di pekerjaan. Nantinya dari hasil penelitian akan
bisa diketahui materi penelitian apa saja yang paling sesuai dengan sebuah posisi tertentu. Dalam metode
analisis yang satu ini seorang karyawan yang sudah ahli dan berpengalaman di posisinya dapat
diikutsertakan sebagai konsultan dalam menentukan konten training yang sesuai.
f. Analisis Biaya Manfaat
Metode atau cara melakukan analisa kebutuhan pelatihan SDM ini merupakan salah satu jenis analisa
yang paling penting. Training SDM sejatinya adalah sebuah investasi sehingga sebagai investasi tersebut
harus menghasilkan di masa yang akan datang. Analisis Biaya Manfaat akan meneliti dengan cermat
mengenai segala macam biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan sebuah pelatihan serta meneliti
apakah dengan jumlah uang yang harus dikeluarkan tersebut sudah efektif dan bermanfaat bagi
perusahaan.
PROSES PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN
Penilaian kebutuhan merupakan langkah awal sebelum mengadakan program pelatihan dan cara
penting untuk mengalokasikan pelatihan secara efektif. Untuk menghasilkan program pelatihan yang tepat
harus didasari oleh langkah awal yang tepat. Selain sebagai dasar menentukan pelatihan, penilaian
kebutuhan juga menyediakan ukuran untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang. Adapun
tiga tahap proses penilaian kebutuhan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, yaitu analisis
organisasi, operasi dan analisa individu(Schuler, 1993).

 Analisis Organisasi
Analisis organisasi menentukan dimana pelatihan dapat dilakukan dan dimana atau di bidang apa
seharusnya dilakukan di dalam organisasi. Analisis ini memfokuskan pada organisasi secara keseluruhan,
antara lain mencakup analisis tujuan organisasi, analisis sumber daya, analisis efisiensi, dan analisis iklim
organisasi. Pada tingkat organisasi, kebutuhan pelatihan harus dianalisis sesuai dengan tujuan dan strategi
organisasi. Jika hal ini tidak dilakukan, waktu dan biaya untuk penyelenggaraan program akan sia-sia dan
tujuan tidak tercapai. Sebagai contoh, ada kemungkinan karyawan dilatih untuk mempunyai keahlian
tertentu yang sebenarnya telah mereka kuasai. Karyawan hanya belajar sedikit dari program yang diikuti.
Keahlian ataupun pengetahuan yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan aktual karyawan dan
organisasi. Dengan demikian, biaya pelatihan yang dikeluarkan tidak akan bermanfaat selama periode
pelatihan tersebut. Analisis lingkungan eksternal dan internal organisasi juga sangat penting. Analisis ini
perlu untuk memperoleh informasi misalnya trend strategi bisnis, produktivitas, absensi, turnover, dan
perilaku karyawan di tempat kerja. Informasi ini berguna bagi penentuan tujuan pelatihan yang hendak
dicapai. Sebagai tahap awal berarti perlu adanya upaya mengkaitkan penilaian kebutuhan pelatihan
dengan pencapaian tujuan organisasi. Dengan mengkaitkan hubungan tersebut, kebutuhan pelatihan akan
dapat diidentifikasi. Tanpa mengetahui tujuan organisasi, organisasi tidak dapat menentukan perlu
tidaknya pelatihan.
 Analisis Operasi
Analisis operasi menentukan bagaimana karyawan melakukan suatu pekerjaan. Tujuan analisis
ini adalah untuk menentukan apa yang seharusnya diberikan kepada karyawan agar karyawan dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan tingkat yang ingin dicapai. Analisis operasi memerlukan pengujian
secara hati-hati pekerjaan yang harus ditampilkan setelah pelaksanaan pelatihan. Analisis ini mencakup:
a. pengumpulan informasi secara sistematis yang menggambarkan secara tepat bagaimana
suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan dilakukan.
b. penentuan standar kinerja (performance) untuk suatu pekerjaan.
c. Penentuan bagaimana pekerjaan harus dilakukan untuk memenuhi standar tersebut.
d. Penentuan pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan karakteristik lain yang diperlukan untuk
suatu kinerja yang efektif.
 Analisis Individu
Analisis individu. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana kinerja setiap karyawan ketika
melakukan pekerjaan. Pada tahap ini kebutuhan pelatihan setiap karyawan ditentukan. Perbedaan antara
kinerja yang diinginkan dengan kinerja yang sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan bagi
individu. Kinerja standar yang telah ditetapkan pada tingkat operasi merupakan kinerja yang ingin
dicapai. Sedangkan informasi mengenai kinerja aktual karyawan dapat diperoleh dari data kinerja
individu, penilaian supervisor,attitude survey, wawancara dan sebagainya. Kesenjangan antara kinerja
aktual dan kinerja yang ingin dicapai akan diisi dengan pelatihan. Dari tahap-tahap analisis tersebut dapat
dikatakan bahwa Proses Penilaian Kebutuhan Pelatihan organisasi merupakan salah satu cara untuk
mengetahui seberapa keefektifan organisasi tersebut. Ketiga analisis kebutuhan pelatihan tersebut harus
dilakukan secara terintegrasi. Kerugian yang diperoleh jika program pelatihan tidak terkoordinasi dengan
tujuan dan sasaran organisasi adalah waktu dan biaya banyak dikeluarkan tanpa menghasilkan
peningkatan kinerja.
Rps 6
1. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Definisi Kebutuhan Pelatihan
Identifikasi Kebutuhan Pelatihan merupakan penentuan kegiatan apa yang akan dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan individu yang akan dilatih. Atau Secara umum analisis kebutuhan pelatihan
didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-
bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki
agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat.
Menganalisis kebutuhan pelatihan bergantung pada apakah yang dilatih itu karyawan baru atau
karyawan lama. Jika yang dilatih karyawan baru, tugas utamanya adalah untuk menentukan apa yang
dibutuhkan pekerjaan itu dan memecahkannya menjadi subtugas, kemudian masing-masing subtugas akan
diajarkan kepada karyawan baru. Dan untuk pelatihan karyawan lama tugasnya lebih rumit karena
manajer mempunyai tugas untuk memutuskan apakah pelatihan adalah solusinya. Contohnya, prestasi
karyawan mungkin menurun karena standarnya yang tidak jelas atau karena orang itu tidak termotivasi.
Beberapa pelatihan menggunakan Software analitis khusus, seperti dari Saba Software, Inc. untuk
mendiagnosis kesenjangan kinerja dan sebab-sebabnya.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk
menyelenggarakan pelatihan. Adapun manfaat Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
a. Memperoleh data mengenai permasalahan dan kebutuhan yang diinginkan oleh sasaran
b. Untuk mempermudah dalam menentukan skala prioritas dalam perencanaan program
kegiatan.
c. Memperlancar pelaksanaan kegiatan
Berikut adalah prosedur pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan:
1. Identifikasi kesenjangan antara kemampuan atau hasil kerja karyawan dengan hasil yang
diharapkan
Kegiatan ini menjelaskan perbedaan antara kemampuan karyawan saat ini dengan
kemampuan yang diharapkan atau yang seharusnya bisa dilakukan oleh karyawan tersebut. Untuk
memperoleh ini pengembangan program pelatihan dapat meminta laporan dari pengawas/
supervasior yang langsung membawahi atau mengawasi karyawan/ staff tersebut.Disamping itu
pengembangan sendiri juga dapat melakukan observasi ketempat kerja karyawan tersebut untuk
melihat langsung kegiatan karyawan di perusahaan atau instansi yang bersangkutan.
2. Menilai penting tidaknya kesenjangan (permasalahan)
Hasil dari langkah pertama (identifikasi kesenjangan) belum cukup memutuskan perlu atau
tidaknya pemberian latihan.Pengelola atau perancang, perlu menilai kesenjangan tersebut dari
beberapa sisi:
- Tingkat signifikan pengaruh kesenjangan terhadap kegiatan atau keseluruhan kegiatan.
- Luas ruang lingkup permasalahannya.
- Pentingnya peranan kesenjangan tersebut terhadap masa depan atau kelancaran perusahaan.
Penentuan signifikasi pengaruh kesenjangan terhadap suatau kegiatan bersifat relatif.Tidak ada
ukuran yang benar – benar tetap untuk semua keadaan. Oleh sebab itu pengelola atau perancang
program pelatihan harus dapat menjelaskan akibat atau nilai kerugian yang ditimbulkan oleh
kesenjangan atau permasalahan tersebut baik dalam bentuk uang, waktu, tenaga hasil produksi, dan
kerugian lainnya. Perancang program pelatihan dapat melihat dengan jeli akan dapat meyakinkan
pemimpin perusahaan untuk melaksanakan pelatihan bagi karyawan maupun staf mereka.
2. Menentukan Tujuan dan Pengembangan SDM
Langkah selanjutanya adalah menetapkan tujuan program. Apakah diberikan pada karyawan yang
baru saja di terima pada semua level pekerjaan atau hanya yang menduduki jabatan tertentu. Apakah
program yang diberikan dalam bentuk keterampilan teknis, analasis konseptual, ataukah kemampuan
hubungan manusiawi.

Berbagai bentuk alternatif tujuan lainnya memang harus secara gamblang ditentukan untuk
membentuk sumber daya manusianya dengan aplikasi program ini. Berikut ini langkah langkahnya :
a. Mengidentifikasi keterampilan-keterampilan kinerja jabtan khusus yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kinerja dan produktivitas.

b. Memastikan bahwa program akan sesuai dan cocok dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan
keterampilan mereka serta motivasi peserta.

c. Melakukan survei untuk mengembangkan sasaran pengetahuan dan kinerja yang diukur.

Adapun tujuan pengembangan SDM:


- Memperbarui keahlian seorang individu sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui pelatihan
SDM, pelatih (trainer) dapat memastikan bahwa setiap individu secara efektif menggunakan
teknologi-teknologi baru dan meningkatkan produktivitasnya.
- Mengurangi waktu belajar seorang individu baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.
- Membantu memecahkan persoalan operasional dengan cepat dan tepat.
- Mengorientasikan setiap individu terhadap organisasi.
- Memberikan kemampuan yang lebih tinggi dalam melaksanakan tugas dalam bekerja sehingga
hasil yang dicapai akan maksimal.
- Meningkatkan profesionalisme para karyawan dalam melakukan pekerjaannya.

3. Merencanakan dan Mengembangkan Program Pelatihan dan Pengembangan SDM


Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk
membentuk dan menghasilkan manusia berkualitas yang memiliki kecakapan, kemampuan dan loyalitas
dalam melaksanakan pekerjaannya di sebuah organisasi maupun perusahaan.
Pengembangan SDM sangat perlu untuk dilakukan mengingat di era teknologi saat ini banyak sekali
perusahaan-perusahaan yang saling bersaing untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas. Salah satu
aspek yang dapat menunjang proses pengembangan SDM ini adalah aspek pendidikan. Seseorang dengan
tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya memiliki kecakapan dan kemampuan yang rendah
pula.Hal tersebutlah yang banyak membuat perusahaan-perusahaan besar lebih memilih tenaga kerja yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
Pengembangan SDM merupakan hal harus terus dilakukan untuk menyiapkan tenaga kerja yang siap
menghadapi banyaknya tuntutan-tuntutan tugas di masa sekarang maupun di masa depan. Pengembangan
SDM juga mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja, karena dengan mengikuti pengembangan
SDM tersebut mereka akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru yang sangat bermanfaat bagi
mereka dalam bekerja. Selain itu tenaga kerja yang mengikuti pengembangan SDM akan memiliki
fleksibilitas yang tinggi, dimana dengan semakin banyaknya keterampilan dan kemampuan yang mereka
kuasai mereka akan mudah menyesuaikan diri di organisasi atau perusahaan tempat mereka bekerja.
Pengembangan SDM juga mampu memotivasi para tenaga kerja untuk selalu giat dalam melakukan
berbagai jenis pekerjaan. Melaui kegiatan ini, para tenaga kerja diarahkan untuk memiliki cara pandang
yang baik mengenai organisasi dan dapat membantu dalam proses pembentukan SDM yang berkomitmen
dan bertanggung jawab. Dengan begitu mereka bisa ikut berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan
organisasi atau perusahaan yang telah ditetapkan berdasarkan key performance indicator atau kunci
indikator kerja.
Strategi pengembangan SDM tersebut dapat berjalan dengan baik apabila disertai dengan pembuatan
program pengembangan SDM yang direncanakan dengan baik dan matang.Perencanaan program
pengembangan yang baik dan matang tersebut diharapkan mampu membantu tercapainya tujuan dalam
menghasilkan manusia-manusia berkualitas dan berkapasitas. Perencanaan program pengembangan SDM
tersebut memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Menentukan kualitas dan kuantitas tenaga kerja
b. Menjamin ketersediaan tenaga kerja di masa sekarang maupun di masa yang akan datang
c. Meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan tugas-tugas
d. Memudahkan proses koordinasi untuk meningkatakan kinerja secara optimal
e. Menghindari terjadinya kelebihan atau kekurangan tanaga kerja
f. Menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang menyangkut ketenagakerjaan
g. Menjadi pedoman dalam menentukan program perekrutan, penyeleksian, dan kedisiplinan tenaga
kerja
h. Menjadi landasan dalam pelaksanaan penilaian tenaga kerja.
Berikut cara membuat program pengembangan SDM dengan perencanaan yang baik dan matang :
1. Menentukan dan Mengembangkan Sasaran, Tujuan, dan Prioritas SDM yang Diperlukan
Menentukan dan mengembangkan sasaran, tujuan dan prioritas SDM merupakan langkah awal
dalam pembuatan program pengembanggan SDM. Sebagai contoh, sasaran SDM yang kini
banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan adalah SDM yang memiliki kemampuan dan
keterampilan yang sesuai dengan standard kompetensi karyawan. Selain itu penentuan lokasi
sasaran SDM juga harus dilakukan pada tempat yang berbeda-beda pula, hal tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui kualitas-kualitas SDM dari berbagai macam daerah sehingga
kemampuan dan keterampilan SDM yang dihasilkan pun lebih bervariasi.
2. Merancang Kebijakan yang Dapat Mendukung Terlaksananya Program
Untuk mencapai sasaran SDM yang diinginkan perlu dibuat beberapa kebijakan yang mendukung
sosialisasi program hingga terlaksananya program pengembangan SDM tersebut.
3. Melakukan Proyeksi Terhadap Ketersediaan SDM
Proyeksi Ketersediaan SDM merupakan perkiraan jumlah karyawan yang dibutuhkan dan
mempertimbangkan kebutuhan tenaga kerja di masa yang akan datang.
4. Mengadakan Pelatihan Keterampilan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja
atau SDM.Hal tersebut dapat membantu untuk mengetahui karier yang sesuai dengan kemampuan
dan keterampilan yang dimiliki oleh mereka.
5. Melakukan Evaluasi Program.
Apabila langkah-langkah pembuatan program pengembangan SDM di atas sudah dilaksanakan,
maka perlu dilakukannya evaluasi terlebih dahulu.Tahapan evaluasi ini merujuk kepada tahapan-
tahapan yang telah dibuat sebelumnya. Tahapan ini untuk berfungsi untuk memperkirakan apakah
program yang telah direncanakan akan berhasil atau masih memerlukan revisi atau perbaikan.
menyempurnakan program-program pengembangan SDM berikutnya.
Cara membuat program pengembangan SDM di atas bisa dilakukan untuk program
pengembangan SDM jangka waktu pendek maupun program pengembangan SDM jangka panjang
4. Implementasi Program Pelatihan
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang efektif adalah implementasi
dari program pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan dan pengembangan SDM
tergantung pada pemilihan (selecting) program untuk memperoleh the right people under the right
conditions. TNA dapat membantu mengidentifikasi right people dan the right program sedangkan
beberapa pertimbangan ( training development ) and concidenration program dapat membantu dalam
menciptakan the right condition.
Berikut merupaka metode-metode yang digunakan perusahaan untuk menyampaikan pelatihan,
yaitu :
1. On the Job Training

Bentuk pelatihan ini mempunyai keuntungan karena cukup fleksibel, baik dalam lokasi dan
organisasi. Bentuknya pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan berkaitan langsung dengan
kebutuhan On the Job Training ( OJT ) adalah pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang
pekerjaannya sambil benar-benar mengerjakannya. Dalam banyak rekrutmen, OJT adalah satu satu
jenis pelatihan yang tersedia dan biasanya meliputi karyawan baru sampai karyawan lama yang
sudah berpengalaman beberapa bentuk pelatihan OJT antara lain :

a. Job Instruction Training

Atau latihan intruksi jabatan adalah pelatihan di mana ditentukan seseorang (biasanya manajer
atau supervisor) bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan bagaimana melakukan
pekerjaan tertentu dalam proses kerja. Metode ini bilamana dikaitkan secara khusus dengan
prinsip-prinsip belajar di atas terlihat dengan jelas memiliki partisipasi yang tinggi, relevance,
repetition, transference, dan feedback.
b. Coaching/Understudy
Bentuk pelatihan dan pengembangan ini dilakukan di tempat kerja oleh atasan atau karyawan
yang berpengalaman. Metode ini dilakukan dengan pelatihan secara informal dan tidak
terencana dalam melakukan pekerjaan seperti menyelesaikan masalah, partisipasi dengan tim,
kekompakan, pembagian pekerjaan, dan hubungan dengan atasan atau teman kerja.
c. Job Rotation

Adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara menugaskan pegawai pada
beberapa pekerjaan yang berbeda dan dalam bagian yang berbeda dengan organisasi untuk
menambah pengetahuan mengenai pekerjaan dalam organisasi. Ini biasanya dilakukan untuk
pengembangan pegawai untuk memahami aktivitas organisasi yang lebih luas. Mana dilihat dari
prinsip-prinsip, metode ini mengaplikasikan semua prinsip belajar kecuali feedback.

d. Pelatihan Magang (Apprenticeship)

Pelatihan yang mengombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktik di tempat kerja
setelah beberapa teori diberikan pada karyawan. Karyawan akan dibimbing untuk
mempraktikan dan mengaplikasikan semua prinsip belajar pada keadaan pekerjaan
sesungguhnya.

2. Off the Job Training

Off the job training merupakan pelatihan yang berlangsung pada waktu karyawan yang dilatih tidak
melaksanakan pekerjaan rutin/biasa. Ada beberapa jenis metode pelatihan off the job training.
a. Lecture

Teknik ini seperti kuliah dengan presentasi atau ceramah yang diberikan pengajar pada
kelompok karyawan. Dilanjutkan dengan komunikasi dua arah dan diskusi. Hal ini digunakan
untuk memberikan pengetahuan umum pada peserta.
b. Video Presentation (Presentasi Dengan Video)
Teknik ini menggunakan media video, film, atau televisi sebagai sarana presentasi tentang
pengetahuan atau bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Metode ini dipakai apabila peserta
cukup banyak dan masalah yang dikemukakan cukup kompleks.
c. Vestibule Training/Simulation
Pelatihan dilakukan di tempat yang dibuat seperti tempat kerja yang sesungguhnya dan
dilengkapi dengan peralatan.
d. Role Playing
Merupakan suatu permainan peran yang dilakukan oleh peserta untuk memainkan berbagai
peran orang tertentu dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya.
Teknik ini dapat mengubah sikap peserta, seperti misalnya: menjadi lebih toleransi terhadap
perbedaan individual dan juga dapat mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi.
e. Case Study
Merupakan metode pelatihan dimana para peserta pelatihan dihadapakan pada beberapa kasus
tertulis dan diharuskan memecahkan masalah-masalah tersebut.
f. Self-study
Merupakan teknik yang menggunakan modul-modul tertulis dan kaset-kaset atau video tape
rekaman dan para peserta hanya mempelajarinya sendiri. Teknik ini tepat digunakan apabila
jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan dalam jumlah yang besar, pada karyawan tersebar di
berbagai lokasi yang berbeda-beda dan sulit mengumpulkan para karyawan sekaligus untuk
bersama-sama mengikuti program pelatihan tertentu.
g. Program Learning
Dalam metode ini, diberikan beberapa pertanyaan-pertanyaan dan para peserta pelatihan harus
memberikan jawaban yang benar. Metode ini dapat juga melalui komputer yang sudah
mempunyai program tersendiri agar para peserta dapat mempelajari dan memperinci selangkah
demi selangkah dengan umpan balik langsung pada penyelesaian- setiap langkah. Masing-
masing peserta pelatihan dapat menetapkan kecepatan belajarnya.
h. Laboratory Training
Teknik ini adalah merupakan suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Latihan ini bersifat sensivitas, dimana
peserta menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Laboratory Training
ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan di waktu
yang akan datang.
i. Action Learning
Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok tim kecil dengan memecahkan masalah dan
dibantu oleh seorang ahli bisnis dari dalam perusahaan atau luar perusahaan.
Organisasi dapat memilih salah satu atau lebih teknik di atas untuk diterapkan pada program
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kondisi organisasi. Dalam memilih metode pelatihan, agar efektif
perlu memerhatikan diterapkannya prinsip belajar, yaitu partisipasi, repetisi, relevan, transfer, dan umpan
balik. Di samping itu, perlu memerhatikan biaya materi, pelatih, dan peserta pelatihan.

5. Evaluasi dan Monitoring Program


Berikut adalah definisi monitoring:
Monitoring adalah kegiatan untuk mengikuti suatu program dan pelaksanaanya secara mantap, teratur
dan terus menerus dengan cara mendengar, melihat dan mengamati dan mencatat keadaan serta
perkembangan program tersebut.
Monitoring adalah suatu kegiatan untuk mengikuti perkembangan suatu program yang dilakukan
secara mantap dan teratur serta terus menerus (Suherman, dkk.1988).
Monitoring merupakan fungsi manajemen yang berkesinambungan yang mempunyai tujuan utama
menyediakan umpan balik dan indikasi awal tentang bagaimana kegiatan-kegiatan dilaksanakan,
perkembangan atau pencapaian kinerja dari waktu ke waktu serta pencapaian hasil yang diharapkan
kepada manajer dan stakeholders.
Monitoring melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau diharapkan dengan
menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring meliputi kegiatan pengumpulan dan
analisis data tentang proses dan hasil dari pelaksanaan program atau kegiatan dan memberikan
rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi. Monitoring Pengendalian adalah tindak lanjut dari
monitoring. Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses pelaksanaan
kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring akan memberikan umpan balik,
apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah terjadi adanya penyimpangan dari yang direncanakan,
atau bahkan perencanaan yang tidak tepat atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan.
Hasil monitoring dipakai sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada
tracknya sampai pada tindakan koreksi dan/ atau penyesuaian.Pengertian inilah yang dilmaksud sebagai
pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan atau bahkan sulit dibedakan dengan
monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian adalah sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga
disebut sebagai on-going evaluation atau former evaluation.
Fungsi monitoring dan pengendalian adalah fungsi manajemen yang berkesinambungan untuk
memberikan rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi kepada pimpinan puskesmas dan
stakeholders lainnya. Bila kemudian tindakan koreksi dilakukan maka fungsi pengendalian akan
terlaksana secara lengkap.
Hasil monitoring dan pengendalian yang telah dianalisis dan diolah dapat dijadikan sebagai
informasi yang dapat dipahami dengan mudah oleh manajer/stake holder (Pimpinan Puskesmas) untuk
dasar pengambilan keputusan tindak lanjut, baik menyangkut kegiatan yang sedang berjalan maupun
kegiatan yang akan datang.
Tujuan monitoring dan pengendalian secara umum enjamin kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, yang mencakup standar input (waktu, biaya, SDM, tehnologi,
prosedur dll).
a. Memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang adanya penyimpangan dan
penyebabnya, sehingga dapat mengambil keputusan untuk melakukan koreksi pada
pelaksanaan kegiatan atau program berkait, baik yang sedang berjalan maupun
pengembangannya di masa mendatang.
b. Memberikan informasi/laporan kepada pengambil keputusan tentang adanya perubahan-
perubahan lingkungan yang harus ditindak lanjuti dengan penyesuaian kegiatan.
c. Memberikan informasi tentang akuntabilitas pelaksanaan dan hasil kinerja
program/kegiatan kepada pihak yang berkepentingan, secara kontinyu dan dari waktu ke
waktu.
d. Informasi dari hasil monitoring dan pengendalian dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan yang tepat dan akuntabel, untuk menjamin pencapaian hasil/tujuan yang lebih
baik, efektif dan lebih efisien dalam penggunaan sumberdaya.
Adapun tujuan yang lain dari pelaksanaan monitoring dan pengendalian adalah:
1. Pembelajaran untuk mengetahui mengapa program kegiatan dapat terlaksana dengan
baik atau tidak baik,,apa penyebab yang mempengaruhinya serta bagaimana koreksi
dapat dilakukan.
2. Untuk melakukan verifikasi dan meningkatkan kualitas manajemen program, untuk
mengidentifikasi strategi yang berhasil dalam rangka ekstensi/ekspansi dan replikasi.
3. Untuk memodifikasi strategi yang kurang berhasil.
4. Untuk mengukur keberhasilan dan manfaat suatu intervensi.
5. Untuk memberi informasi kepada stakeholders agar stakeholders dapat menyebutkan
hasil dan kualitas program.
6. Untuk memberikan justifikasi atau validasi kepada donor, mitra atau konstituen yang
berkepentingan.
Langkah-langkah monitoring dan pengendalian
Langkah utama monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan standar dan indikator untuk menilai proses pelaksanaan program/ kegiatan.
Standar biasa mencakup semua input yang digunakan (dana, meteri/bahan, cara atau
metode, SDM, Prosedur, Tehnologi dll).
2. Mengumpulkan data dan melakukan investigasi kinerja (pengamatan) dari pelaksanaan
kegiatan/ proses kegiatan yang dipilih untuk dibandingkan dengan standar/indikator (baik
kualitatif maupun kuantitatif) yang telah ditentukan.
3. Mengamati perubahan lingkungan dan mengumpulkan data untuk pengkajian pengaruh
lingkungan tersebut terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan.
4. Pengolahan, analisis data dan sistesis hasil. Data yang dikumpulkan (termasuk perubahan
lingkungan) diolah dan dianalisis untuk membuat penilaian dan kesimpulan tentang
proses pelaksanaan kegiatan. Hasil analisis dan kesimpulan akan digunakan lebih lanjut
untuk perumusan rekomendasi tindak lanjut.
5. Pengambil keputusan melakukan tindakan (termasuk koreksi dn penyesesuai kegiatan,
maupun perencanaan ulang).
Menyampaikan semua hasil monitoring, pengendalian dan tindak lanjut kepada pihak
yang berkepentingan sebagai wujud akuntabilitas dan proses pengambilan keputusan lebih
lanjut.

Rps 7
PEMBAHASAN
PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Bagaimanapun metode pelatihan yang digunakan ada beberapa kondisi yang harus ada agar
pembelajaran dapat terlaksana dan karyawan dapat menggunakan apa yang mereka pelajari pada
pekerjaan mereka. Kondisi-kondisi tersebut termasuk (1) menyediakan kesempatan bagi trainee untuk
berlatih dan menerima feedback, (2) menawarkan konten pelatihan yang berarti, (3) mengidentifikasi
prasyarat yang trainee perlukan untuk melengkapi program dengan sukses, (4) memungkinkan trainee
untuk belajar melalui pengamatan dan pengalaman, dan (5) memastikan bahwa lingkungan kerja,
termasuk manajer dan rekan kerja, mendukung pembelajaran dan menggunakan keahliannya pada
pekerjaan.
Pembelajaran merupakan perubahan yang relatif permanen pada kemampuan manusia yang
termasuk pengetahuan, keahlian, sikap, perilaku dan kompetesi yang bukan hasil dari perkembangan.
Kunci dari pembelajaran adalah trainee memahami apa yang mereka pelajari dan dapat mengingatnya
kembali.

Untuk mewujudkan pelatihan yang efektif baik pembelajaran dan transfer pelatihan sangat
diperlukan. Figure 4.1 menunjukkan model pembelajaran dan transfer pelatihan. Pertama,
mengidentifikasi apa yang akan dipelajari-untuk mengidentifikasi hasil pembelajaran. Hasil pembelajaran
harus berkaitan dengan apa yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Pada bagian ini juga membahas
mengenai bagaimana gaya belajar trainee mempengaruhi bagaimana mereka belajar. Pengaruh dari
karakteristik trainee lain, seperti kahlian dasar, kemampuan kognitif, efikasi diri, usia dan generasi, serta
ketertarikan pada motivasi untuk belajar dan pembelajaran. Selanjutnya yaitu desain pelatihan. Desain
pelatihan termasuk mempertimbangkan bagaimana membuat lingkungan pembelajaran untuk membantu
trainee mendapatkan hasil pembelajaran. Berbagai teori mengenai pembelajaran dan transfer pelatihan ini
kemudian digunakan untuk membuat lingkungan pembelajaran dan lingkungan kerja suportif yang
dirancang untuk membantu trainee untuk mempelajari hasil yang diinginkan dan mengaplikasikannya
pada pekerjaan.
TEORI – TEORI TENTANG PEMBELAJARAN SDM
Reinforcement Theory
Reinforcement theory atau teori penekanan menyatakan bahwa orang-orang termotivasi untuk
menunjukkan atau menghindari perilaku tertentu akibat masa lalu yang merupakan hasil dari perilaku
tersebut. Terdapat beberapa proses dalam reinforcement theory. Positive reinforcement merupakan
pemberian tanggapan positif ketika individu melakukan perilaku positif yang diperlukan. Misalnya
memuji karyawan untuk datang lebih pagi. Negative reinforcement menghargai karyawan dengan
menghapus perilku negatif yang tidak diinginkan. Proses menarik penekanan positif maupun negatif
untuk menghilangkan suatu perilaku disebut extinction. Dari sudut pandang pelatihan, teori penekanan
menyarankan pelajar untuk mendapatkan pengetahuan, merubah perilaku, atau memodifikasi keahlian,
pelatih perlu mengidentifikasi hasil apa yang dianggap pelajar positif dan juga negatif. Pelatih kemudian
perlu untuk menghubungkan hasil ini dengan pengetahuan yang didapat atau keahlian atau perilaku yang
berubah oleh pelajar.
Social Learning Theory
Social learning theory menekankan bahwa orang-orang belajar dengan mengamati orang lain (model)
yang mereka percaya kredibel dan berilmu. Social learning theory juga mengakui bahwa perilaku yang
diperkuat atau dihargai cenderung diulangi. Perilaku dari model tersebut atau keahlian yang dihargai akan
diadopsi oleh pengamat. Berdasarkan social learning theory, mempelajari keahlian baru atau perilaku
datang dari (1) pengalaman langsung sebagai akibat menggunakan keahlian atau perilaku tertentu atau (2)
proses mengamati orang lain dan melihat akibat dari perilaku mereka.
Berdasarkan social learning theory, pembelajaran juga dipengaruhi oleh efikasi diri. Efikasi diri
merupakan kepercayaan diri seseorang tentang apakah mereka dapat dengan berhasil mempelajari ilmu
dah keahlian. Efikasi diri merupakan salah satu penentu kesiapan pembelajaran. Peserta pelatihan dengan
efikasi diri yang tinggi akan berusaha untuk belajar dalam program pelatihan dan tetap bertahan untuk
belajar meskipun dalam lingkungan yang tidak kondusif untuk belajar. Sebaliknya, seseorang dengan
efikasi diri yang rendah akan ragu dalam menguasai isi dari program pelatihan dan cenderung menarik
diri secara psikolofi maupun fisik. Orang ini yakin bahwa mereka tidak mampu belajar dan tidak peduli
bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak dapat belajar.
Social learning theory menyarankan empat proses pembelajaran: attention, retention, motor
reproduction, dan motivational processses. Attention menyatakan bahwa seseorang tidak dapat belajar
dengan pengamatan kecuali mereka sadar akan aspek penting dari kinerja model tersebut. Attention
dipengaruhi oleh karakteristik model dan pelajar. Pelajar harus sadar akan keahlian atau perilaku yang
harus mereka amati. Model harus diidentifikasikan dengan jelas dan kredibel. Pelajar yang telah berhasil
mempelajari keahlian atau perilaku lain dengan mengamati model cenderung mengikuti model. Pelajar
harus mengingat perilaku dan keahlin yang mereka amati. Ini merupkan peran retention. Pelajar harus
mengingat perilaku dan keahlian yang diamati dalam ingatan yang terorganisir sehingga mereka dapat
mengingatnya pada situasi tertentu. Perilaku dah keahlian dapat diingat dalam bentuk gambar visual atau
pernyataan verbal.
Motor reproduction termasuk mencoba mengamati perilaku untuk melihat apakah mereka
mendapatkan hasil yang sama dengan yang diterima model. Kemampuan untuk mereproduksi perilaku
atau keahlian bergantung pada sejauh mana pelajar mengingat keahlian dan perilaku. Pelajar juga harus
memiliki kemampuan secara fisik untuk menunjukkan perilaku dan keahlian tersebut. Pelajar cenderung
mengadopsi perilaku model jika mendapatkan hasil positif. Social learning theory menekankan bahwa
perilaku diperkuat akan diulangi pada masa akan datang (motivational processes).
Goal Theories
Goal Setting Theory
Goal Setting Theory mengasumsikan bahwa perilaku merupakan hasil dari tujuan dan niat
seseorang. Tujuan memengaruhi perilaku seseorang dengan mengarahkan energi dan perhatian, upaya
berkelanjutan dari waktu ke waktu, dan memotivasi seseorang dalam mengembangkan strategi untuk
mencapai tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa tujuan yang menantang menghasilkan kinerja yang lebih
baik daripada tujuan yang tidak jelas dan tidak menantang. Tujuan mengarah kepada kinerja yang tinggi
jika orang tersebut bersungguh-sungguh dengan tujuan yang ingin dicapainya. Karyawan cenderung tidak
bersungguh-sungguh terhadap tujuan jika mereka menganggap tujuan tersebut sulit. Goal setting theory
dapat digunakan dalam merancang program pelatihan. Goal setting theory menyarankan bahwa
pembelajaran dapat dilakukan dengan menyediakan trainee dengan tujuan-tujuan menantang dan objektif.
Secara spesifik, pengaruh goal setting theory dapat dilihat pada perkembangan rencana pembelajaran
pelatihan. Rencana pembelajaran dimulai dengan tujuan-tujuan spesifik yang menyediakan informasi
mengenai tindakan yang diharapkan akan ditunjukkan, kondisi dimana pembelajaran akan terjadi, dan
tingkat kinerja yang dinilai dapat diterima. Tujuan dapat menjadi bagian dari rencana kegiatan yang
digunakan untuk memotivasi trainee untuk mengikuti pelatihan.
Goal Orientation
Goal orientation merupakan tujuan yang dipegang oleh trainee dalam situasi pembelajaran. Goal
orientation dapat menyertai orientasi pembelajaran atau orientasi kinerja. Orientasi pembelajaran
berkaitan dengan mencoba meningkatkan kemampuan atau kompetensi dalam tugas. Orang dengan
orientasi pembelajaran percaya bahwa pelatihan yang sukses menunjukkan peningkatan, trainee memilih
pelatih yang tertarik pada bagaimana trainee belajar daripada bagaimana kinerja mereka, dan melihat
kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Orientasi kinerja berarti pelajar fokus kepada kinerja
tugas dan bagaimana membandingkannya dengan yang lainnya. Orang-orang dengan orientasi kinerja
mendefinisikan kesuksesan kinerja tinggi berkaitan dengan yang lainnya, lebih menjunjung kemampuan
dari pembelajaran, dan menganggap kesalahan dapat menyebabkan ketakutan dan ingin menghindarinya.
Goal orientation dipercaya dapat mempengaruhi besarnya usaha yang dihabiskan trainee dalam belajar.
Pelajar dengan orientasi belajar yang tinggi akan menunjukkan perhatian yang lebih besar pada tuas dan
belajar demi pembelajaran, begitu sebaliknya pelajar dengan orientasi kinerja. Pelajar dengan orientasi
kinerja akan menunjukkan perhatian pada kinerja yang baik dan sedikit usaha untuk belajar. Ada
beberapa cara untuk menciptakan orientasi belajar pada trainee. Termasuk menentukan tujuan mengenai
pembelajaran dan melakukan percobaan terhadap cara baru untuk membuat trainee melakukan tugas yang
telah dilatih daripada menekankan pada kinerja tugas yang dilatih. Mengurangi penekanan pada kompetisi
antara trainee, menciptakan komunitas belajar, dan memungkinkan trainee untuk membuat kesalahan dan
melakukan uji coba terhadap pengetahuan, keahilan, dan perilaku yang baru selama pelatihan.
Need Theories
Need theories atau teori kebutuhan menjelaskan mengenai nilai yang seseorang beri terhadap
hasil tertentu. Kebutuhan merupakan kekurangan yang seseorang alami pada titik tertentu pada suatu
waktu. Kebutuhan memotivasi seseorang untuk berperilaku yang dapat memuaskan apa yang dinggapnya
kurang. Teori kebutuhan Abraham Maslow dan Clayton Alderfer memfokuskan pada psychological
needs, relatedness needs, dan growth needs. Baik Maslow dan Alderfer, keduanya percaya bahwa
seseorang mulai dengan mencoba untuk memuaskan kebutuhan pada level yang paling bawah, kemudian
berkembang menuju hierarki atas setelah kebutuhan pada level bawahnya terpenuhi. Jika kebutuhan
psikologinya belum terenuhi, perilaku seseorang akan fokus untuk memenuhi kebutuhan ini terlebih
dahulu sebelum relatedness needs atau growth needs memerlukan perhatian. Perbedaan antara hierarki
Alderfer dan Maslow, yaitu pada hierarki Alderfer adanya kemungkinan jika kebutuhan level atas tidak
terpenuhi, karyawan akan fokus kembali pada kebutuhan level bawah. Teori kebutuhan menyarankan
bahwa untuk memotivasi pembelajaran, pelatih harus mengidentifikasi kebutuhan trainee dan
mengomunikasikan bagaimana isi dari program pelatihan berkaitan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan. Serta, jika kebutuhan dasar trainee tertentu (seperti kebutuhan psikologi dan keamanan) tidak
terpenuhi, mereka tidak akan termotivasi untuk belajar. Implikasi lain dari need theory berkaitan dengan
menyediakan karyawan pilihan terhadap program pelatihan yang akan dihadiri.
Expectancy Theory
Expectancy theory menyatakan bahwa perilaku seseorang berdasarkan tiga faktor: expectancy,
instrumentality, dan valence. Kepercayaan terhadap hubungan antara mencoba untuk menunjukkan
perilaku dan benar-benar melakukan kinerja dengan baik disebut expectancies (harapan). Expectancy
serupa dengan efikasi diri. Pada expectancy theory, kepercayaan bahwa melakukan kinerja seperti
perilaku yang diharuskan (seperti menghadiri program pelatihan) di hubungkan dengan hasil tertentu
(seperti mampu untuk melakukan kinerja yang lebih baik saat bekerja) disebut instrumentality. Valence
merupakan nilai yang seseorang tempatkan pada hasi; (sepeti seberapa penting untuk melakukan kinerja
yang lebih baik pada pekerjaan yang dilakukan).
Berdasarkan expectancy theory, berbagai pilihan perilaku dievaluasi berdasarkan expectancy,
instrumentality, dan valence. Berdasarkan perspektif pelatihan, expectancy theory menunjukkan bahwa
pembelajaran cenderung terjadi ketika pekerja percaya bahwa mereka dapat mempelajari konten atau isi
dari program (expectancy). Serta, pembelajaran dan transfer pelatihan ditingkatkan ketika mereka
dihubungkan dengan hasil seperti kinerja yang lebih baik, meningkatnya gaji, atau pengakuan rekan kerja
(instrumentality), dan ketika karyawan memberikan nilai terhadap hasilnya (valence).
Adult Learning Theory
Teori ini dikembangkan dari kebutuhan akan teori spesifik tentang bagaimana orang dewasa
belajar. Sebagian besar teori pendidikan, serta lembaga pendidikan formal, telah dikembangkan secara
eksklusif untuk mendidik anak-anak dan remaja. Pedagogi, seni dan ilmu pengetahuan anak-anak, telah
mendominasi teori pendidikan. Pedagogi memberi instruktur tanggung jawab utama untuk membuat
keputusan tentang konten pembelajaran, metode, dan evaluasi. Pada umumnya dilihat sebagai (1) menjadi
penerima pasif arahan, (2) membawa beberapa pengalaman yang dapat berfungsi sebagai sumber daya
untuk lingkungan belajar.
Psikolog pendidikan, mengakui keterbatasan pengembangan teori pembelajaran orang dewasa.
Malcolm Knowles sering dikaitkan dengan teori pembelajaran orang dewasa. Model Knowles didasarkan
pada beberapa asumsi
1) Orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengetahui mengapa mereka mempelajari sesuatu.
2) Orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengarahkan diri sendiri.
3) Orang dewasa membawa lebih banyak pengalaman yang berhubungan dengan pekerjaan ke
dalam situasi pembelajaran.
4) Orang dewasa memasuki pengalaman belajar dengan pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada masalah.
5) Orang dewasa termotivasi untuk belajar oleh motivator ekstrinsik dan intrinsik.
Teori pembelajaran orang dewasa sangat penting untuk dipertimbangkan dalam mengembangkan
program pelatihan karena audiens untuk banyak program semacam itu cenderung merupakan orang
dewasa, yang sebagian besar belum menghabiskan sebagian besar waktu mereka di lingkungan
pendidikan formal.
Teori Pemrosesan Informasi
Dibandingkan dengan teori pembelajaran lainnya, teori pemrosesan informasi lebih menekankan
pada proses internal yang terjadi ketika konten pelatihan dipelajari dan dipertahankan. Teori pemrosesan
informasi mengemukakan bahwa informasi atau pesan yang diambil oleh pelajar mengalami beberapa
transformasi di otak manusia. Pemrosesan informasi dimulai ketika ada pesan atau rangsangan (seperti :
suara, bau, sentuhan, atau gambar) dari lingkungan diterima oleh reseptor (yaitu, telinga, hidung, kulit,
dan mata). Pesan itu terdaftar dalam pengertian dan disimpan dalam memori jangka pendek, dan
kemudian diubah atau dikodekan untuk penyimpanan dalam memori jangka panjang. Proses pencarian
terjadi di memori, di mana waktu respon terhadap pesan atau stimulus diatur.

POLA DAN LATIHAN BELAJAR


Di kalangan para pakar pelatihan dan pengembangan telah umum diterima pendapat yang
mengatakan pada dasaranya pola belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar ada lima
hal, yaitu partisipasi, repetisi, relevansi, pengalihan dan umpan balik. Pelatihan umum adalah sebuah
pelatihan di mana tenaga kerja memperoleh ketrampilan yang dapat dipak ai di hampir semua jenis
pekerjaan. Pendidikan karyawan meliputi keahlian dasar yang biasanya merupakan syarat kualifikasi
pemenuhan pelatihan umum. Sedangkan pelatihan spesifik adalah sebuah pelatihan di mana seorang
tenaga kerja memperoleh informasi dan ketrampilan yang sudah siap pakai, khususnya pada bidang
pekerjaannya. Efektifitas pelatihan akan meningkat apabila berbagai prinsip pelatihan dipahami dan
diterapkan dengan benar dan tepat.
1) Partisipasi, Bentuk pelatihan bagi tenaga kerja hendaknya dilakukan melalui pendekatan
pendidikan orang dewasa. Partisipasi dari peserta belajar harus proaktif, terutama ketika teknik
pelatihan di luar bentuk kuliah, seperti permainan peran, studi kasus, simulasi, praktikum dan
sebagainya. Dengan pendekatan partisipasi, pelatihan akan memperbaiki motivasi dan mengajak
peserta lebih memperkuat proses dan wawasan belajar.
2) Repetisi, Repetisi para ahli pendidikan berkata bahwa sebenarnya semua informasi yang pernah
diterima oleh seseorang tersimpan di otaknya. Hanya saja agar dapt digunkan, informasi tersebut
perlu “diangkat ke permukaan”. Caranya ialah melalui reprtisi (pengulangan). Pengulangan
itulah yang terjadi apabila seorang mempersiapkan diri untuk menmpuh ujian.
3) Relevansi, Keberhasilan proses belajar atau pelatihan dipengaruhi oleh materi atau muatan yang
bermanfaat atau selaras dengan kebutuhan tertentu, sehingga respon-respon baru terhadap materi
latihan memiliki hubungan yang positif dengan motif belajar dari para tenaga kerja melalui
pemahaman, penghayatan dan penerapannya.
4) Pengalihan, Semakain dekatnya kebutuhan sebuah program pelatihan yang sepadan dengan
kebutuhan dari pekerjaan maka akan semakin cepat seorang peserta pelatihan meyerapnya dalam
menguasai pekerjaan.
5) Umpan Balik, Umpan balik memberikan peserta pelatihan tentang informasi kemajuan mereka.
Dengan umpan balik maka peserta yang termotivasi dapat menyesuaikan perilaku mereka untuk
mencapai proses belajar yang sangat cepat dan bermakna. Tanpa umpan balik, mereka tidak
dapat mengukur kemajuannya dan mungkin juga tidak terdorong untuk maju.

TRANSFER DARI PELATIHAN


Transfer ini terjadi ketika peserta pelatihan secara actual mempraktikkan pekerjaan yang mereka
pelajari selama pelatihan. Transfer pelatihan yang efektif harus memenuhi 2 kondisi. Pertama, peserta
pelatih dapat membawa materi yang dipelajari dalam pelatihan dan menerapkannya pada konteks
pekerjaan dimana mereka bekerja. Kedua, karyawan-karyawan dapat terus menggunakan materi yang
dipelajari dalam waktu lama.
Jenis Jenis Pelatihan
Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke
dalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum meliputi:
1) Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin
Dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai
pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru)
2) Pelatihan pekerjaan /teknis
Memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas dan tanggung jawab
mereka dengan baik (misalnya: pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis,
dan hubungan pelanggan)
3) Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah
Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta
mengingkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional (misalnya: komunikasi antar
pribadi keterampilan manajerial dan pemecahan konflik)
4) Pelatihan pengembangan dan inovatif
Menyediakan fokus jangka Panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan
organisasional untuk masa depan (misalnya: praktik praktik bisnis, perkembangan
eksekutif, dan perubahan organisasioanl)
Penyampainan Pelatihan
Dalam penyampaian pelatihan adapun hal hal yang harus di sampaikan di antaranya:
a. Sifat Pelatihan
b. Bahan Pelatihan
c. Jumlah Peserta Pelatihan
d. Individual vesus Tim
e. Dilakukan sendiri versus dibimbing
f. Sumber Sumber Daya Pelatihan
g. Biaya biaya
h. Lokasi geografis
i. Waktu yang diberikan
j. Jangka Waktu Penyelesaian
Pelatihan Internal
Pelatihan secara internal biasanya dapat di terapkan pada aspek aspek spesifik dari pekerjaan.
Dikarenakan adanya perubahan cepat dalam teknologi, pembangunan dan pembaruan keterampilan-
keterampilan teknis telah menjadi kebutuhan pelatihan yang sangat penting. Terdapat 2 pelatihan dalam
pelatihan internal antara lain:
1) Pelatihan Informal
Satu sumber pelatihan yang telah tumbuh secara internal adalah pelatihan informal,
yang terjadi melalui interaksi dan umpan balik di antara para karyawan
2) Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Jenis paling umum dari pelatihan pada semua tingkat dalam organisasi adalah praktik kerja
lapangan (PKL). Berbeda dari pelatihan informal yang sering sekali terjadi secara spontan, PKL haruslah
direncanakan supervisor atau manajer yang melakukan pelatihan harus mampu mengajar dan
menunjukkan kepada karyawan apa yang harus di lakukan.
Pelatihan Eksternal
Pelatihan Eksternal digunakan secara ekstensif oleh organisasi dari berbagai ukuran. Organisasi –
organisasi besar menggunakan pelatihan eksternal jika tidak memiliki kapabilitas pelatihan internal yang
dibutuhkan atau ketika terdapad banyak orang yang harus di latih dengan cepat. Pelatihan eksternal ini
dapat mrnjadi opsi terbaik untuk melatih perusahaan-perusahaan kecil karena adanya Batasan dalam
ukuran dari staf staf SDM dan jumlah karyawan yang membutuhkan berbagai jenis pelatihan khusus.
Apapun ukuran dari organisasi, pelatihan eksternal terjadi untuk beberapa alasan:
1) Mungkin akan lebih murah jika sebuah pemberi keria menggunakan pelatih dari luar untuk
melakukan pelatihan dalam area-area di mana sumber-sumber daya pelatihan internal sangat
terbatas.
2) Organisasi mungkin tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengembangkan materi
pelatihan internal
3) Staf SDM mungkin tidak mempunyai tingkat keahlian yang di perlukan untuk bahan
pelatihan yang diperlukan
4) Adanya keuntungan dalam interaksi para karyawan dengan manajer dan rekan kerja di
perusahaan lain dalam pelatihan yang diadakan secara eksternal
E-Learning: Pelatihan secara Online
E-learning didefinisikan sebagai penggunaan Internet atau intranet organisasi untuk melakukan
pelatihan secara online. Banyak orang mengenal dekat Internet, yang telah secara dramatis mengubah
cara orang melakukan bisnis, mencari informasi dan berkomunikasi. Intranet mirip dengan Internet, tetapi
merupakan jaringan organisasional pribadi di belakang peranti lunak "firewall" yang aksesnya dibatasi
hanya untuk pengguna-pengguna yang mempunyai otorisasi, termasuk Para karyawan yang berpartisipasi
dalam e-learning.
Ledakan pertumbuhan dalam penggunaan Internet mengubah banyak aspek cara melakukan
pelatihan dalam organisasi-organisasi. Seiring semakin meningkatnya jumlah karyawan yang
menggunakan komputer dan mempunyai akses pada portal-portal Internet, pemberi kerja mereka melihat
World Wide Web sebagai suatu cara untuk mendistribusikan pelatihan kepada para karyawan yang
berlokasi dan pekerjaan yang tersebar luas. Untuk karyawan yang tidak mempunyai komputeg sejumlah
pemberi kerja seperti Ford Motor, Olin Corporation, dan Delta Airlines mempunyai program-program
yang menyediakan komputer secara cuma-cuma atau dengan harga sangat murah.
Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada tujuan-tujuan yang
diharapkan oleh para manajer, pelatih, dan peserta pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan dengan
sedikit pemikiran untuk mengukur dan mengevaluasinya untuk melihat seberapa baik hasilnya. Karena
pelatihan memakan waktu dan biaya maka evaluasi harus dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai