Anda di halaman 1dari 11

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

RPS 10
“Pentingnya Evaluasi Pelatihan dan Melakukan Evaluasi Pelatihan ”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pelatihan & Pengembangan SDM

Dosen Pengampu : Dr.Dra. Desak Ketut Sintaasih, M.Si

Oleh :

KELOMPOK 1

A.A.Ayu Intan Kusuma Wardhani (1707521074)

Ni Luh Putu Prawerti Widhari (1707521077)

Ni Made Anais Sri Wandari (1707521089)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Evaluasi pelatihan merupakan sebuah penilaian atas training yang telah terlaksana, evaluasi
pelatihan merujuk pada proses mengumpulkan hasil-hasil yang diperlukan untuk menentukan
apakah suatu pelatihan efektif atau tidak. Yadapadithaya (2001) dalam penelitian yang berjudul
“Evaluating Corporate Training and Development : An Indian Experience” mengemukakan
bahwa bentuk dasar evaluasi pelatihan adalah perbandingan objektif dengan pengaruh-
pengaruhnya untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh pelatihan telah mencapai tujuannya.
Maka dari itu, Pokok pembahasan RPS 10 Pentingnya evaluasi pelatihan dan melakukan evaluasi
pelatihan membahas tentang :
1. Pentingnya evaluasi pelatihan SDM
2. Proses evaluasi pelatihan secara garis besar
3. Evaluasi hasil pelatihan
4. Menentukan kesesuaian program pelatihan
5. Studi kasus

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pentingnya Evaluasi Pelatihan SDM


Evaluasi pelatihan adalah penilaian atas training yang telah terlaksana, evaluasi pelatihan
merujuk pada proses mengumpulkan hasil-hasil yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu
pelatihan efektif atau tidak. Yadapadithaya (2001) dalam penelitian yang berjudul “Evaluating
Corporate Training and Development : An Indian Experience” mengemukakan bahwa bentuk
dasar evaluasi pelatihan adalah perbandingan objektif dengan pengaruh-pengaruhnya untuk
menjawab pertanyaan seberapa jauh pelatihan telah mencapai tujuannya. Hal senada juga
diutarakan oleh Alvarez, Salas dan Garofano (2004) bahwa evaluasi pelatihan adalah teknik
pengukuran untuk mengetahui sejauh mana program pelatihan memenuhi tujuan-tujuan yang
diinginkan. Jadi, evaluasi pelatihan berfokus pada hasil-hasil pembelajaran yang kemudian hasil
tersebut dibandingkan dengan tujuan awal diselenggarakannya program pelatihan.
Agar dapat mengetahui hasil dan kefektifan suatu kegiatan khususnya program pelatihan
dan pengembangan maka diperlukan evaluasi program pelatihan (Maarif dan Kartika, 2014).
Menurut Rivai dan Sagala (2009) pelatihan juga perlu memperhatikan evaluasi (feedback) dari
peserta yang mengikuti program pelatihan, disamping dari hasil evaluasi diri. Maarif dan Kartika
(2014) menjabarkan definisi tersebut menjadi dua fokus evaluasi program pelatihan, yaitu
efektivitas program pelatihan dan nilai (value) atas program pelatihan yang berkaitan dengan
apakah upaya (efforts) dan biaya (cost) yang telah dikeluarkan memiliki makna yang signifkan
positif antara strategi dan evaluasi.
Beberapa alasan pentingnya evaluasi dilakukan:
1) Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu
kebijakan mencapai tujuan.
2) Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat pada tingkat
efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.
3) Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu
kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada
publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program
pemerintah.

2
4) Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan
evaluasi terhadap suatu kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak
mengetahui secara pasti manfaat dari suatu kebijakan atau program.
5) Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Evaluasi kebijakan bermanfaat untuk
memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak
mengulangi kesalahan yang sama, dan diharapkan lebih baik.

2.2 Proses Evaluasi Pelatihan Secara Garis Besar


Untuk membuat evaluasi dibutuhkan tiga langkah pokok, yaitu :
Langkah pertama adalah mengumpulkan data yang meliputi materi, penyajian dan pengolahan
materi, urutan pelaksanaan sesi, partisipasi pekerja, kinerja trainer, kerja penyelenggara, suasana
training yang tercipta, tempat akomodasi dan konsumsi, manfaat training bagi peserta, dan
tanggapan/saran untuk perbaikan training yang akan datang.
Data evaluasi dapat dikumpulkan melalui dua cara, yaitu:
1. Pre test dan post test, untuk menilai sejauh mana tujuan training tercapai;
2. Pengamatan, wawancara, kuisoner, daftar cek, daftar isian, dan kesan atau tanggapan
peserta, untuk mengukur hasil-hasil yang sudah dicapai oleh peserta training.
Langkah kedua, menyusun data itu menjadi suatu kumpulan data berdasarkan kerangka
tertentu. Dari data training yang sudah disusun itu, ditarik kesimpulan tentang segala sesuatu
yang terjadi dalam training, jalannya training, hasil yang diperoleh peserta training, dari training
yang telah diikuti.
Langkah ketiga adalah membuat analisis data data tentang pelaksanaan training untuk
mengetahui sejauhmana tujuan training tercapai. Jika tujuan tidak tercapai, maka dicari
penyebabnya. Jika tercapai, dicari faktor-faktor pendukungnya. Dari hasil analisis itu, dibuat
kesimpulan bahwa training dengan segala segi dan unsur-unsurnya sebagai proses pembelajaran
dan perubahan pengetahuan, sikap, perilaku, kecakapan, dan keterampilan peserta telah
mencapai atau tidak mencapai tujuan.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dalam pengembangan sumber daya manusia
terutama dalam aspek pelatihan, berkembang beberapa metode evaluasi pelatihan, salah
satunya yaitu model empat level kirkpatrick. Model ini menyajikan empat level dalam
mengevaluasi pelatihan, yaitu : (Kirkpatrick, 2008)

3
1) Reaksi (reaction)
Bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan (peserta pelatihan) terhadap
program pelatihan.
2) Pembelajaran (learning)
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya serap peserta pelatihan pada materi
pelatihan yang telah diberikan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Biasanya
dilakuakn pengujian sebelum dan sesudah pelatihan yang dikenal dengan pre-test dan
post-test.
3) Perilaku (behavior)
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta pelatihan mengaplikasikan materi yang
telah dipelajari pada saat kembali ke aktivitas pekerjannya.
4) Hasil (results)
Bertujuan untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi
secara keseluruhan.

2.3 Evaluasi Hasil Penelitian


Mengevaluasi hasil pelaksanaan program pelatihan secara komprehensif sebagai upaya untuk
memperoleh informasi yang mencakup: (1) program pelatihan itu sendiri, (2) peserta, (3) pelatih
/ instruktur, (4) rancangan pelatihan, (5) metode pelatihan, sumber dana yang digunakan, (7)
bahan yang digunakan, dan (8) dampak pelatihan.
Menurut Irianto (2001), evaluasi pelatihan merupakan analisis terhadap nilai atas sebuah
program pelatihan yang telah diadakan melalui proses yang sistematis berupa pengumpulan
informasi tentang program pelatihan itu sendiri, partisipan atau peserta, pelatih/ instruktur,
rancangan pelatihan, metode pelatihan, sumber daya dan semua bahan atau material yang
digunakan dan juga `out come` program pelatihan.
Dalam merancang evaluasi setidaknya terdapat empat tahapan yaitu : (1) menentukan untuk
siapakah evaluasi diadakan, (2) memutuskan apa yang dievaluasi, (3) mengidentifikasi jenis
keputusan yang dinginkan dari evaluasi, (4) mengembangkan strategi evaluasi.
Menurut Irianto ( 2001 ), salah satu yang paling menonjol dalam evaluasi pelatihan ialah The
Kirk Patrik Model , yang merekomendasikan empat tingkatan sebagai basis evaluasi yaitu : (1)
tingkatan reaksi (reaction level), tingkatan pembelajaran ( learning level ), (3) tingkatan

4
perubahan tingkah laku atau keterampilan ( behavior or skill change level ), (4) tingkatan
dampak atau organisasi ( outcome or organizational level ).
1) Tingkatan reaksi, reaksi para peserta direkam dalam bentuk umum yang disebut
sebagai happy sheet. Reaksi para peserta meliputi, (1) aktivitas yang dilakukan selama
pelatihan, seperti: memahami masalah melalui membaca materi pelatihan atau
memperhatikan penjelasan instruktur, mengemukakan gagasan melalui diskusi atau
presentasi, aktif bertanya pada instruktur dan (2) tentang perasaan, pemikiran /keinginan
dan reaksi peserta tentang pelaksanan pelatihan, pelatih dan lingkungan lingkungan
pelatihan. Data dapat juag diperoleh melalui observasi /rekaman dan penyebaran
kuesioner yang selanjutnya diisi oleh peserta.
2) Tingkatan pembelajaran, mengidentifikasi apa yang telah dipelajari peserta. Di
dalam CBT tingkatan ini dikenal sebagai assesment phase. Hasil akhir yang dapat
diperoleh dari evaluasi ini adalah umpan balik tentang bagaimana hasil pelatihan setelah
peserta bekerja kembali di tempat kerja asalnya.
3) Tingkatan perubahan tingkah laku atau keterampilan , memusatkan perhatian pada
perubahan yang telah terjadi sebagai hasil dari pelatihan yang telah diikuti. Para peserta
diobservasi oleh atasannya yang akhirnya menghasilkan laporan kemajuan peserta
tersebut.
4) Tingkatan dampak, berkaitan dengan dampak pelatihan bagi organisasi secara signifikan
berhubungan dengan peningkatan kinerja organisasi dan tujuan strategis organisasi.

2.4 Menentukan Kesesuaian Program Pelatihan


Penilaian ini melihat pada masalah- masalah kinerja karyawan dan organisasional untuk

menentukan apakah dengan diadakannya pelatihan akan menolong ( dalam Mathis dan Jackson,

2006). Tujuan dari penentuan kebutuhan yaitu untuk mengumpulkan sebanyak mungkin

informasi yang relevan gunamengetahui dan menentukan apakah perlu tidaknya pelatihan dan

pengembangan dalam organisasi tersebut (dalam Gomes, Faustino Cardoso, 2003).

Menurut Cut Zurnali (2004) Berikut ada tiga sumber analisis dalam kebutuhan pelatihan

dan pengembangan, yaitu :

5
a. Analisis Organisasional

Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan dapat didiagnosa melalui analisis-

analisis organisasional. Sebuah bagian penting dari perencanaan SDM strategis organisasional

adalah identifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang akan di butuhkan di

masa depan seiring berubahnya pekerjaan dan organisasi baik kekuatan internal maupun

eksternal akan mempengaruhi pelatihan dan harus dipertimbangkan ketika melakukan analisis

organisasional.

Misalnya, masalah-masalah yang diakibatkan oleh ketertinggalan dalam bidang teknis

dari karyawan yang ada dan kurang terdidiknya kelompok tenaga kerja dimana pekerja baru

diambil, harus dihadapi lebih dahulu sebelum kebutuhan pelatihan tersebut menjadi kritis.

Analisis organisasi merupakan langkah dalam penentuan kebutuhan pelatihan dan

pengembangan dilihat dari perspektif organisasi secara menyeluruh, misi-misi, tujuan-tujuan,

dan rencana-rencana stratejik perusahaan dipelajari, bersama dengan hasil-hasil perencanaan

sumber daya manusia (Mondy, 2008)

Kegiatan analisis organisasi merupakan kegiatan menganalisis tujuan organisasi, sumber

daya yang ada dan lingkungan organisasi yang sesuai dengan realita, dalam menganalisis tujuan

organisasi perlu memperhatikan pertanyaan “where is training and development needed and

where is it likely to be succesfull within an organization?”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

melakukan survei mengenai sikap pegawai terhadap kepuasan kerja, persepsi pegawai, dan sikap

pegawai dalam administrasi. Selain itu pula dapat menggunakan turnover, absensi, kartu

pelatihan, data perencanaan pegawai dan lain sebagainya (Wexley dan Latham, dalam Anwar

Prabu Mangkunegara, 2009).

Dari beberapa konsep yang diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis

6
organisasi lebih menitikberatkan pada analisis tujuan organisasi dan kebutuhan pelatihan dan

pengembangan di lihat dari aspek organisasi itu sendiri. Cara-cara memperoleh informasi-

informasi dalam menganalisis dapat dilakukan melalui angket, wawancara, atau pengamatan.

b. Analisis Tugas

Berfokus pada tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan.

Deskripsi-deskripsi pekerjaan merupakan sumber data yang penting pada kegiatan ini (Mondy,

2008). Terkait pula dengan apa saja yang harus diajarkan atau diberikan dalam pelatihan agar

para karyawan yang bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif. Analisis tugas

dilakukan dengan membandingkan kebutuhan dalam pekerjaan dengan pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan karyawan, kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat diidentifikasi

(Mathis dan Jackson, 2001).

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) tujuan utama analisis tugas adalah untuk memperoleh

informasi tentang :

1) Tugas-tugas yang harus dilakukan oleh karyawan.

2) Tugas-tugas yang telah dilakukan pada saat ini.

3) Tugas-tugas yang seharusnya dilakukan, tetapi belum atau tidak dilakukan karyawan.

4) Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan

baik dan sebagainya.

Berdasarkan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa analisis tugas menitikberatkan

pada memeriksa persyaratan tugas yang diperlukan untuk keberhasilan melakukan setiap

pekerjaan, dan apakah mereka pangtas berada pada pekerjaan tertentu.

c. Analisis Orang

Kegiatan ini merupakan langkah untuk menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan

7
individual. Pertanyaan-pertanyan yang relevan adalah, “siapa yang perlu dilatih?” dan

“Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan jenis apa yang dibutuhkan para karyawan?”

(Mondy, 2008). Lebih lanjut disebutkan bahwa pendekatan paling umum dalam membuat

analisis individual tersebut adalah dengan menggunakan data penilaian kerja (Mathis dan

Jackson, 2006). Dalam beberapa contoh, sistem informasi SDM yang baik dapat digunakan

untuk meingidentifikasi individu-individu yang membutuhkan pelatihan dalam area-area

tertentu. Untuk menilai kebutuhan- kebutuhan melalui proses penilaian kinerja, kekurangan

dalam kinerja seorang karyawan harus lebih dulu ditentukan dalam sebuah tinjauan formal.

Kemudian, beberapa jenis pelatihan dapat dirancang untuk membantu karyawan.

Dari ketiga jenis analisis seperti diuraikan diatas diharapkan akan keluar status kemampuan

atau yang lebih tepat dikatakan kinerja (performance) pada karyawan, dan seterusnya dapat

dijadikan dasar penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan. Namun dalam

menyimpulkan hasil analisis haruslah berhati-hati, perlu dicermati apakah benar kinerja yang

ditemukan dari analisis tersebut terapinya harus diselenggarakan program pelatihan atau tidak.

2.5 Studi Kasus

MENGEMBANGKAN PERENCANAAN KEUANGAN DI AMP

AMP, layanan keuangan yang berbasis di Australia perusahaan, mengakui bahwa


tantangan terbesar bagi pertumbuhan perusahaan adalah menarik dan mengembangkan
perencana keuangan terbaik. Sebagai hasilnya, AMP mengembangkan Program Career
Changer, dua belas bulan program pembelajaran untuk individu yang ingin menjadi penasihat
keuangan tetapi tidak memiliki pengalaman keuangan.

Perencana keuangan yang bercita-cita berpartisipasi dalam pembelajaran online dan tatap
muka selama sepuluh minggu pertama program. Di kelas, instruktur memberikan pengetahuan

8
tentang keuangan, keuangan produk, dan penjualan. Juga, untuk meningkatkan keterampilan
penjualan dan layanan pelanggan, peserta didik terlibat dalam permainan peran. Sembilan bulan
ke depan dari program ini mencakup bimbingan dan pengalaman di tempat kerja. Pelajar bekerja
dengan perencana keuangan dalam praktik mereka, memberikan saran nyata kepada klien.
Selama sembilan bulan ini, peserta didik diberikan pelatihan di tempat kerja, pengembangan
profesional, dan pelatihan kepatuhan lengkap. Setelah berhasil menyelesaikan program, pelajar
mencapai status yang memungkinkan mereka untuk memulai sendiri bergabung dengan salah
satu praktik keuangan pribadi AMP. Hasil apa yang harus dikumpulkan AMP untuk menentukan
efektivitas Program Career Changer? Desain evaluasi apa yang harus digunakan? Jelaskan
pilihan hasil dan desain Anda.

Sumber: "Pelatihan Memperluas Cakrawala Karier," T + D (Juli 2014): 80.

9
DAFTAR PUSTAKA
Dessler, Gary. 2010. Edisi Kesepuluh. MSDM. PT. Indeks, Jakarta Barat.
Neo, Raymon A 2017, Employee Training and Development, ME. Graw-Hill.

10

Anda mungkin juga menyukai