Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

ABORTUS

Pembimbing:
dr. H. Doddy Rodiat M Sp.OG(K)

Disusun oleh:
Bintang Aditya 03015045
Marcellino Satriaman H 03014117

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 19 AGUSTUS – 26 OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih
sayang serta nikmat-Nya, sehingga kami sebagai dokter muda Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Abortus”.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas dan pembelajaran dalam
menempuh Kepanitieraan Klinik Ilmu Penyakit Kandungan dan Kebidanan di
RSUD Karawang periode 19 Agustus – 26 Oktober 2019. Penyusunan laporan
kasus ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG selaku ketua SMF
dan pembimbing bagian Ilmu Kandungan dan Kabidanan di RSUD Karawang, dr.
David M Allorante Sp.OG, dr. H Doddy Rodiat M Sp.OG, dr Farid M. Ghazali
Sp.OG, dr. Rhabbi Chandra Sp.OG, dan dr. Budiyanto Sp.OG selaku dokter
pembimbing bagian Ilmu Kandungan dan Kabidanan di RSUD Karawang, serta
teman-teman satu kelompok stase ilmu kandungan dan kebidanan di RSUD
Karwang.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembaca dan semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 2 Oktober 2019


Penulis

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

Judul:
Abortus
Ditujukan untuk memenuhi nilai dalam menempuh
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan
RSUD Karawang - Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 19 Agustus – 26 Oktober 2019

Disusun oleh:
Bintang Aditya 03015045
Marcellino Satriaman H 03014117

Telah diterima dan disetujui oleh dr. H. Doddy Rodiat M Sp.OG(K)


selaku pembimbing Ilmu Kandungan dan kebidanan RSUD Karawang

Karawang, 2 Oktober 2019


Pembimbing

dr. H. Doddy Rodiat M Sp.OG(K)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II ILUSTRASI KASUS.................................................................................3
2.1 Identitas Pasien....................................................................................3
2.2 Anamnesis............................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................7
2.5 Resume.................................................................................................8
2.6 Diagnosis..............................................................................................9
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................9
2.8 Prognosis............................................................................................10
2.9 Tindak Lanjut (Follow up).................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya


perdarahan, yang dapat terjadi pada setiap usia kehamilan.(1)
World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 210 kematian
wanita tiap 100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan
pada tahun 2013, dan jumlah total kematian wanita adalah 289.000 kematian.
Jumlah ini menurun sebesar 45% bila dibandingkan tahun 1993 di mana Maternal
Mortality Rate (MMR) pada tahun tersebut sebesar 380 dan jumlah kematian
wanita 523.000. Negara berkembang memiliki jumlah MMR empat belas kali
lipat lebih tinggi dibandingkan negara maju. Berdasarkan survei terakhir tahun
2012 yang dilakukan oleh Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI),
AKI menunjukkan kenaikan dari 228 di tahun 2007 menjadi 359 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup di tahun 2012.(2)
Abortus didefinisikan sebagai suatu ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Batasannya adalah usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus
yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus provokatus
adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan disengaja. Abortus
terapeutik ialah abortus provokatus yang dilakukan atas indikasi medik.(1)
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan
abortus habitualis (recurrent abortion), abortus infeksiosus, dan abortus septik.(1,3)
Abortus iminens adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan sebelum
20 minggu tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dan dilatasi uterus. Reproduksi
manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada
kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang
ditemukan.(3,4) Namun angka kejadian abortus sangat tergantung kapada riwayat

1
obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya
mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan
kelahiran hidup.(4)
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana
pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah
50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.(3)
Insiden abortus spontan secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan. Angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-
kurangnya ada 2 hal yang selalu berubah, yaitu kegagalan untuk mengikut
sertakan abortus dini yang karena itu tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus
yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai abortus spontan. Abortus
iminens sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun
sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis.
Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting
diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus
inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi. 1,2,3
Abortus iminens dapat berujung pada abortus inkomplet yang memiliki
komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena adanya perdarahan
masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila
keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami
guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama
pada keluarga yang sangat menginginkan anak. Sangat penting bagi para pelayan
kesehatan untuk mengetahui lebih dalam tentang abortus agar mampu
menegakkan diagnosis dan kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai
dan akurat, serta mencegah komplikasi.

BAB II

2
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien (01/10/19)


Nomer Rekam Medis : 00.66.91.51
Nama : Ny. Y M
Tempat, tanggal lahir : Karawang, 9 Desember 1985
Umur : 33 tahun 9 bulan
Alamat :Kampung Bangkuang, Kelurahan Mekarjati,
Kabupaten Karawang
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
Tanggal masuk RS : 28 September 2019
Tanggal keluar RS : 02 Oktober 2019
Jalur Masuk : Unit Gawat Darurat

2.2 Anamnesis

3
Keluhan Utama
Pasien datang sendiri ke IGD RSUD Karawang dengan G4P2A1 mengeluh
keluar gumpalan darah sejak 1 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang sendiri ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan perdarahan
dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Pasien lupa hari pertama haid terakhirnya,
namun menurut keterangan pasien mengaku telah hamil dengan usia kehamilan 9
minggu. Pasien pernah melakukan antenatal care (ANC) sebanyak 3x di klinik
dan Puskesmas. Pasien pernah melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
sebanyak 1x di RS Islam. Pasien mengatakan keluar darah dari jalan lahir sejak 1
jam SMRS. Pasien mengatakan darah berwarna merah segar banyak melebihi haid
beserta gumpalan darah yang keluar dari jalan lahirnya. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut VAS 3 dan perut merasa mulas. Keluhan mual dirasakan oleh pasien,
Keluhan demam, pusing dan muntah, serta kaki bengkak disangkal. Buang air
kecil dan buang air besar dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat abortus sebelumnya (+) di usia kehamilan 2 minggu pada 7 bulan
yang lalu, Riwayat tekanan darah tinggi (-), tekanan darah tinggi selama
kehamilan (-), DM (-), alergi (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit kronis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat abortus pada kakak pasien (+), Riwayat tekanan darah tinggi(-),
alergi (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit kronis (-)

Riwayat Mestruasi

4
Pasien mengatakan menstruasi pertama kali (menarche) saat usia 15 tahun.
Siklus menstruasi biasanya kurang lebih 28 hari namun tidak teratur, dengan lama
mestruasi 5-7 hari. Dalam satu hari biasanya pasien mengganti pembalut sebanyak
2-3x. Keluhan nyeri saat mestruasi disangkal.

Riwayat Pernikahan
Pasien mengaku menikah satu kali pada usia 18 tahun

Riwayat Obstetri
G4P2A1 dengan anak pertama perempuan, usia saat ini 13 tahun (2007), lahir
spontan di bidan, berat badan saat lahir 3500 gram, hidup. Anak kedua perempuan
usia saat ini 9 tahun (2011), lahir spontan di bidan, berat badan saat lahir 3100
gram, hidup. Hamil ketiga (2018) pasien mengalami keguguran pada usia
kehamilan 2 minggu, keluar jaringan tidak utuh dan dilakukan kuretase.

Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan sekali

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pendidikan terakhir pasien sampai Sekolah Menengah Pertama. Sehari-hari
pasien bekerja sebagai seorang karyawan. Sedangkan pendidikan suami pasien
juga sampai Sekolah menengah Pertama dan bekerja sebagai karyawan. Riwayat
olah raga rutin terbatas pada jalan kaki. Pasien mengaku mempunyai kebiasaan
meminum kopi 2 gelas per hari setiap harinya. Riwayat mengonsumsi alkohol dan
merokok disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis

5
Keadaan lain : Dyspnoe (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)

2.3.2 Data Antropometri


Berat badan : 52 kg
Tinggi Badan : 150 cm

2.3.3 Tanda Vital


Tekanan darah : 100/60 mmHg
Laju nadi : 82x/menit, reguler
Lanju nafas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36.5°C
Saturasi oksigen: 99%

2.3.4 Status generalis


- Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, panjang, tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris (+), parese (-)
Mata : CA (-), SI (-), Pupil bulat isokhor, Refleks Cahaya +/+
Telinga : Normotia, tidak ada nyeri tarik
Hidung : Tidak ada deviasi septum
Mulut : Mukosa bibir tidak pucat, sianosis (-), parese lidah (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1

- Leher
JVP tidak meningkat, Pembesaran tiroid (-), Pembesaran kelenjar getah
bening (-)

6
- Thorax
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavikularis kiri
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi : Simetris, otot bantu napas (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SNV (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen
Inspeksi : Striae gravidarum (-)
Auskultasi : Bising usus 3x/menit
Palpasi : turgor kulit baik, pembesaran hepar dan lien tidak dinilai
Perkusi : tidak dinilai

- Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Superior cervical : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

- Ekstremitas
Inspeksi : Sianosis (-)
Palpasi : AH (+), OE (-) , CRT < 2 detik

2.3.5 Status Obstetri


- Genitalia:
o Inspeksi: Vulva uretra tenang, tidak ada kelainan, tidak terdapat
perdarahan aktif
o Inspekulo: Ostium uteri eksternum tertutup
7
2.4 Pemeriksaan penunjang
2.4.1 Laboratorium
Tanggal : 28/9/2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 11 g/dL 11,7 – 15,5
Eritrosit 3.75 juta//μl 4.1-5,1
Leukosit 20.44 /μl 4,4-11,3
Hematokrit 33.5 % 35-47
Trombosit 276 ribu//μl 150.000 – 450.000
MCV 89 fL 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 33 g/dL 32-36
RDW CV 13.3 % 12-14,8
Masa Perdarahan/BT 2 Menit 1-3
Masa Pembekuan/CT 8.5 Menit 5-11
Golongan Darah ABO 0
Golongan Darah Rh Positif
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 171 mg/dL 70-110
Imunologi
HbSAg Non reaktif Non reaktif
Test Kehamilan Positif Pos/neg

Tanggal : 29/9/2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 5.4 g/dL 11,7 – 15,5
Eritrosit 1.8 juta//μl 4.1-5,1
Leukosit 12.26 /μl 4,4-11,3
Hematokrit 16.1 % 35-47
Trombosit 173 ribu//μl 150.000 – 450.000
MCV 89 fL 80-100
MCH 30 Pg 26-34

8
MCHC 34 g/dL 32-36
RDW CV 13.1 % 12-14,8

2.4.3 USG
Crown Rump Length (CRL) ~19.2mm sesuai 8+5 minggu

2.5 Resume
Pasien datang sendiri ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan perdarahan
dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Pasien lupa hari pertama haid terakhirnya,
namun menurut keterangan pasien mengaku telah hamil dengan usia kehamilan 9
minggu. Pasien pernah melakukan antenatal care (ANC) sebanyak 3x di klinik
dan Puskesmas. Pasien pernah melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
sebanyak 1x di RS Islam. Pasien mengatakan keluar darah dari jalan lahir sejak 1
jam SMRS. Pasien mengatakan darah berwarna merah segar banyak melebihi haid
beserta gumpalan darah yang keluar dari jalan lahirnya. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut VAS 3 dan perut merasa mulas. Keluhan mual dirasakan oleh pasien,
namun keluhan demam, pusing dan muntah, serta kaki bengkak disangkal. Buang
air kecil dan buang air besar dalam batas normal.
Riwayat abortus sebelumnya (+) di usia kehamilan 2 minggu pada 7 bulan
yang lalu, Riwayat tekanan darah tinggi (-), tekanan darah tinggi selama
kehamilan (-), DM (-), alergi (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit kronis
(-).
Riwayat abortus pada kakak pasien (+), Riwayat tekanan darah tinggi (-),
alergi (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit kronis (-)
Pasien mengatakan menstruasi pertama kali (menarche) saat usia 15 tahun.
Siklus menstruasi biasanya kurang lebih 28 hari namun tidak teratur, dengan lama
mestruasi 5-7 hari. Dalam satu hari biasanya pasien mengganti pembalut sebanyak
2-3x. Keluhan nyeri saat mestruasi disangkal.
Pemeriksaan fisik saat pasien datang keadaan umum baik dan kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 82x/menit, reguler,
pernafasan 20x/menit, reguler , suhu 36.5°C dan saturasi oksigen 99%.

9
Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Pemeriksaan obsetri
didapatkan, pemeriksaan inspeksi pada genitalia didapatkan vulva uretra tenang,
tidak ada kelainan, tidak ada perdarahan aktif. Pada pemeriksaan inspekulo
didapatkan ostium uretra eksternum tertutup.

2.6 Diagnosis Kerja


Abortus Inkomplit, ibu riwayat syok hipovolemik grade II

2.7 Penatalaksanaan
Bed rest
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 200 Mcg
Cefixime 2 x 200 mg
Sulfat Ferrous 1 x 300 mg
Inj Ceftriaxone 1x2gr
Inj Ketorolac 3x 30mg

2.8 Prognosis
Ibu:
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

Janin
Ad Vitam : dubia ad malam

2.9 Follow Up

- Kondisi pasien saat datang di IGD

10
S Pasien datang sendri dengan perdarahan
Mules (+) sejak 1 hari SMRS, keluar gumpalan darah (+) sejak 1 jam SMRS
perdarahan sebanyak +/- ½ botol air mineral bercampur air BAK, mual (+)
muntah (-)
O KU : CM
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Laju nadi : 130x/menit, reguler
Lanju nafas : 22x/menit, reguler
Suhu : 36.4°C
Saturasi O2 : 99%
STATUS GENERALIS
Conjungtiva anemis (+)
STATUS OBSTETRI
I : V/U tenang (-), perdarahan aktif (+), kontraksi baik (+)
A G4P2A1 abortus inkomplit hamil 9 minggu + ibu dengan syok hipovolemik
Grade II
P Rencana kuretase cito
Rencana transfusi darah 250cc
IV line loading cairan 1500cc
Asam tranexamat 3 x 500 mg

28 /9/2019 pukul 18.50 – 19.50


Berlangsung kuretase tajam atas indikasi abortus inkomplit
Keluar jaringan 8 cm
P/ :
Inj Ceftriaxone 1x2gr
Inj Ketorolac 3x 30mg
Methergin 3x1tab
Sulfat Ferrous 1 x 30mg

- Perawatan hari ke 1 ( 29/9/19)


11
S Pasien mengatakan keluar darah (+), nyeri perut (+), pusing (+)
O KU : CM
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Laju nadi : 87x/menit, reguler
Lanju nafas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36.5°C
Saturasi O2 : 99%
STATUS GENERALIS
Conjungtiva anemis (+)
STATUS OBSTETRI
I : V/U tenang, perdarahan aktif (-), kontraksi baik (+)
A P2A2 post kuretase a/i abortus inkomplit, ibu riwayat syok hipovolemik gr.II
P Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 200 Mcg
Cefixime 2 x 200 mg
Sulfat Ferrous 1 x 300 mg

- Perawatan hari ke 2 ( 30/9/19)

S Pasien mengatakan keluar darah berkurang, nyeri perut (+), pusing (+), BAK
dbn
O KU : CM
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Laju nadi : 87x/menit, reguler
Lanju nafas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36.7°C
Saturasi O2 : 98%
STATUS GENERALIS
dbn
STATUS OBSTETRI
I : V/U tenang, perdarahan aktif (-), kontraksi baik (+)
12
A P2A2 post kuretase a/i abortus inkomplit, ibu riwayat syok hipovolemik gr.II
P Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 200 Mcg
Cefixime 2 x 200 mg
Sulfat Ferrous 1 x 300 mg

- Perawatan hari ke 3 ( 01/10/19)

S Pasien mengatakan keluar darah (-), nyeri perut (-), pusing (+)
O KU : CM
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Laju nadi : 76x/menit, reguler
Lanju nafas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36.6°C
Saturasi O2 : 99%
STATUS GENERALIS
dbn
STATUS OBSTETRI
I : V/U tenang, perdarahan aktif (-), kontraksi baik (+)
A P2A2 post kuretase a/i abortus inkomplit, ibu riwayat syok hipovolemik gr.II
P Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 200 Mcg
Cefixime 2 x 200 mg
Sulfat Ferrous 1 x 300 mg
Acc rawat jalan

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus

Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari Bahasa Latin aboriri-


keguguran (to miscarry). Menurut New Shorter Oxford Dictionary tahun 2002,
abortus adalah persalinan kurang bulan sebeum usia janin yang memungkinksn
untuk hidup dan dalam hal ini kata ini bersinonim dengan keguguran.1

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin


dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa
tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi secara sengaja
dilakukan tindakan disebut abosrtus provokatus.2

Menurut National Center for Health Statics, Centers for Disease Control
and Prevention dan World Health Organization mendefinisikan abortus sebagai
pengehentian kehamilan sebelum gestasi 20 minggu atau dengan janin memiliki
berat lahir kurang dari 500 gram. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan batasan pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.2

2.2 Epidemiologi

Prevalensi abortus rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian
studi menyatakan kejadian abortus jika dikaji lebih jauh sebenanrnya dapat
mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss
yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar
kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan amet (misalnya sperma dan
disfungsi oosit). Pada 1988 Wilcox dkk melakukan studi terhadap 221 perempuan
yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, dimana
43 (22%) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya. 1Di Indonesia dalam
1
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 disebutkan bahwa presentase
abortus dalam lima tahun terakhir adalah sebesar empat persen pada perempuan
pernah kawin usia 10-59 tahun. Dilihat per provinsi, angka ini bervariasi mulai
terendah 2,4% yang terdapat di Bengkulu sampai dengan yang tertinggi sebesar
6,9% di Papua Barat. Terdapat empat provinsi yang memiliki angka kejadian lebih
dari 6% dengan urutan teratas yaitu Papua Barat, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta Sulawesi Selatan sebesar 6,1%. Di
DKI Jakarta angka kejadiannya sebesar 5,5%.(3)
2.3 Etiologi

Lebih dari 80% abortus terjadi pada minggu pertama, dan setelah itu angka
ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab, pada paling sedikit
seperuh dari kasus abortus dini ini, dan setelah itu insidennya juga menurun.
Faktor penyebab terjadinya abortus dibagi menjadi beberapa faktor yaitu :

a. Faktor janin

1. Perkembangan zigot abnormal

Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah


kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-
kadang plasenta. Disorganisasi morfologis pertumbuhan ditemukan pada
40% abortus spontan sebelum minggu ke-20. Diantara mudigah yang
panjang ubun-ubun ke bokongnya (CRL = Crown Rump Length) kurang
dari 30 mm, frekuensi kelainan perkembangan morfologis adalah 70%.
Mudigah-mudigah yang menjalani pemeriksaan biakan jaringan dan
analisis kromosom, 60% memperlihatkan kelainan kromosom. Janin
dengan panjang ubun-ubun ke bokong (CRL) 30 sampai 180 mm,
frekuensi kelainan kromosom adalah 25%.

2. Abortus aneuploidi

Sekitar seperempat dari kelainan kromosom disebabkan oleh


kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah. Dalam suatu
2
studi terhadap janin dan neonatus dengan trisomi 13, pada 21 dari 23
kasus, kromosom tambahan berasal dari ibu.

a. Trisomi autosom
Merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus t
rimester pertama. Trisomi dapat disebabkan oleh nondisjunction tersen
diri, translokasi seimbang materal atau paternal, atau inversi kromoso
m seimbang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor
1 pernah dijumpai pada abortus, tetapi yang tersering adalah autosom 1
3, 16, 18,21 dan 22.
b. Monosomi X
Merupakan kelainan kromosom tersering berikutnya dan memungkink
an lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner). Triploidi sering di
kaitkan dengan degenerasi hidropik pada plasenta. Janin yang memperl
ihatkan kelainan ini sering mengalami abortus dini, dan beberapa mam
pu bertahan hidup lebih lama mengalami malformasi berat.
c. Kelainan struktural kromosom
Sebagian bayi lahir hidup dengan dengan translokasi seimbang dan mu
ngkin normal.

3. Abortus euploid

Abortus euploid memuncak pada usia gestasi sekitar 13 minggu.


Insiden abortus euploid meningkat secara drastis setelah usia ibu 35 tahun.
(2,5,6)

b. Faktor maternal

1. Usia ibu

Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20
tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang
terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
sesudah usia 30 sampai 35 tahun.(7)

3
2. Paritas Ibu

Semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu


semakin tinggi resikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas. Sejalan dengan pendapat Cunningham bahwa resiko
abortus spontan semakin meningkat bertambahnya paritas. Persalinan
kedua dan ketiga merupakan persalinan yang aman, sedangkan risiko
terjadinya komplikasi meningkat pada kehamilan, persalinan, dan nifas
setelah yang ketiga dan seterusnya. Demikian juga dengan paritas 0 dan
lebih dari 4 merupakan kehamilan risiko tinggi.(3)

3. Infeksi

Adanya infeksi pada kehamilan dapat membahayakan keadaan


janin dan ibu. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila kehamilan
dapat berlanjut maka dapat menyebabkan kelahiran prematur, BBLR, dan
eklamsia pada ibu.(5)

4. Anemia

Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan


janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula
kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung
pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan
ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada
bayi.(7,8)

5. Faktor hormonal

Salah satu dari penyakit hormonal ibu hamil yang dapat menyebabkan
abortus adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus pada saat
hamil dikenal dengan diabetes mellitus gestasional (DMG). DMG
didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali
ditemukan pada saat hamil. Dinyatakan DMG bila glukosa plasma puasa ≥

4
126 mg/dl atau 2 jam setelah beban glukosa 75 gram ≥ 200 mg/dl atau
toleransi glukosa terganggu.13,15 Pada DMG akan terjadi suatu keadaan
dimana jumlah atau fungsi insulin menjadi tidak normal, yang
mengakibatkan sumber energi dalam plasma ibu bertambah. Melalui difusi
terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energi abnormal yang menyebabkan
kemungkinan terjadi berbagai komplikasi yang salah satunya adalah
abortus spontan.15

6. Gamet yang menua

Penuaan gamet di dalam saluran genitalia wanita sebelum pembuahan


meningkatkan kemungkinan abortus.

7. Trauma fisik

8.Kelainan kongenital uterus

 Cacat uterus yang didapat


 Defek perkembangan uterus
 Anomali duktus mulleri
 Septum uterus
 Uterus bikornis
 Inkompetensi serviks uterus
 Mioma uteri
 Sindroma Asherman

a. Faktor paternal

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam


terjadinya abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada sperma
dapat menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes simpleks
ditemukan pada hampir 40% sampel http://digilib.unimus.ac.id semen
yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada
60% sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus.(5)

5
2.4 Patofisiologi

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian


diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam.

Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus


desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa
waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniature.(7)

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.


Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed
abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola
kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging.
Bentuk lain adalah mola tuberose; dalam hal ini amnion tampa berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tida dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi; janin mongering dank arena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih
lanjut ia menjadi tipis seperti kertas nperkamen (fetus papiraseus).(8)

6
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tida lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi; kulit terkupas, perut membesar karena terisi cairan, dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

2.5 Klasifikasi Abortus(9)

Menurut cara terjadinya dibedakan atas :

a. Abortus spontan
yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau deng
an tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medicinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b. Abortus provokatus (induksi abortus)
adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan mem
akai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi :
1) Abortus medicinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tind
akan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat mem
bahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mend
apat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-ti
ndakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan bias
anya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :

a. Abortus Iminens
Merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadi
nya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertut
up dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
c. Abortus Inkompletus
7
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada ya
ng tertinggal

d. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan k
urang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

8
e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dala
m kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluru
hnya masih tertahan dalam kandungan.

f. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih b
erturut-turut
g. Abortus Infeksiosus
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genital
ia.
h. Abortus Septik Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran i
nfeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau pe
ritonitis).

2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

 Adanya amenore kurang dari 20 minggu.

 Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.

 Rasa mulas atau kram perut di daerah atau simphisis, sering disertai
keluarnya jaringan konsepsi.

9
b. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan le
mah, suhu badan normal atau meningkat.
c. Pemeriksaan Ginekologi
1. Inspeksi Vulva
Perdarahan pervaginam, ada atau tidak hasil konsepsi, tercium atau tid
ak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo
Ostium Uteri terbuka atau tertutup, ada atau tidak cairan atau jaringan
berbau busuk dari ostium.
3. Colok Vagina
Portio masih terbuka atau tidak, besar uterus lebih kecil atau sesuai dar
i usia kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang.
d. Pemeriksaan Bimanual
Uterus membesar atau tidak, besar uterus sesuai dengan riwayat haid, tida
k mendatar dan mempunyai konsistensi hamil normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)
Hal ini membantu untuk memeriksa detak jantung janin dan menentuk
an apakah embrio berkembang normal atau tidak.
2. Pemeriksaan Darah
HCG beta berguna untuk membedakan dengan diagnosis banding lainn
ya.
3. Pemeriksaan Jaringan
Jika terdapat sisa jaringan, dapat dikirim ke laboratorium untuk mengk
onfirmasi bahwa keguguran telah terjadi dan bahwa gejala tidak berhu
bungan dengan penyebab lain dari perdarahan kehamilan.

Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu (10)

1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang


dari 20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi
serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,
terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa
riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.
Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks

10
belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding
vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.

2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena


dilatasi serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus.
Pasien akan mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari
kemaluan tanpa riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi
pada trimester pertama kehamilan, darah berupa darah segar mengalir.
Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio
terbuka, tidak ditemukan jaringan.

3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan


sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal
dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan
berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.

4. Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi telah


dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri
telah menutup dan uterus mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat
diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan
lengkap. Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas
ferrosus atau transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak-
bercak dan anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada
tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir Pada inspekulo,
ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak
ditemukan jaringan

5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam


kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan
ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya,
bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak, tidak ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan
11
bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan
jaringan

6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-


turut. Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di
atas, riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya
demam.

7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah


tubuh atau peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah,
takikardia, sekret yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan
dan bila sampai sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)

2.8 Gejala Klinis dan Penatalaksanaan

1. Abortus Iminens

Hal pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam
sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin
terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis; nyeri dapat berupa nyeri punggung
bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul; atau rasa tidak nyaman
atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.(11)

Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan


pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus
iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan
cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan
pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya
adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad

12
malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang
diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan
harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG
diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui
keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran
biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan
HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada
tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan
USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG
transabdominal jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk
mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan


berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi
tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya
abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna,
tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

2. Abortus Insipiens

Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah ketuban yang


nyata disertai pembukaan serviks.

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus
yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin
masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan
plasenta dari dinding uterus.(3)
13
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan
perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan
banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi
telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan
evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase
sambil diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya
perforasi pada dinding uterus. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum,
pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis.

3. Abortus Inkompletus

Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan
plasenta biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara
terpisah. Apabila seluruh atau sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau
lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus incomplete.

Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi
masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis
servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol
pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun
bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan
terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa
jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian
terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi
untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan
bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari
umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
massa hiperekoik yane bentuknya tidak beraturan.

14
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung
baik dan perdarahan bisa berhenti Selanjurnya dilakukan tindakan kuretase.
Tindakan kuretase harus dilakukan secara hatihati sesuai dengan keadaan umum
ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika
parenteral ataupun per oral dan antibiotika .(12)

4. Abortus Kompletus

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup,


uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai
dengan umur kehamilan, Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila
pemeriksaan secara klinis sudah memadai Pada pemeriksaan tes urin biasanya
masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi
roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak
perlu diberikan.

5. Missed Abortion

Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah


meninggal in utero selama beberapa minggu. Setelah janin meninggal, mungkin
terjadi perdarahan per vaginam atau gejala lain yang mengisyaratkan abortus
iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya tidak mengalami perubahan
ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada payudara biasanya kembali seperti
semula.

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun


kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justeru merasakan

15
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang.

Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang


kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan
tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang
mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai
gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion
berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya
gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibri-nogenemia sehingga perlu
diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.

Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan


keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat
menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase
dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan karena
penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau
mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks
uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari
20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematang kan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose
5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit
dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi
diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil
keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

16
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan
prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion.
Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol
secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam
jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi
pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat
dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada
tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang
menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat
hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen.
Pascatindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin
dan pemberian antibiotika.

6. Abortus Habitualis

Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi


hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara
berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari
seluruh kehamilan.

Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang


mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini
rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati
dengan transfusi leukosit atau hepari-nisasi. Akan tetapi, dekade terakhir
menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga
dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.

Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks


yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap
bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim
dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh
17
trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter
kanalis servikalis sudah melebar.

Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang


cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis
servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan
penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin
dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk
memberikan fiksasi pada serviks agar dapat mtntrima beban dengan
berkembangnya umur kehamilan, Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 14
minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis
servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka
setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.(1)

7. Abortus Infeksious, Abortus Septik

Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang


paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan
antisepsis.

Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan


pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain di
sekitar alat genkalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh
(sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya


tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan,
Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai

18
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan
tekanan darah turun.

Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan


tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur
dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang
keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta
unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol
2 x 1 gram, Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik


minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat
tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.

Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari
pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.
Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis
vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total
secepatnya.

Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Gejala lain


uterus

Abortus Sedikit hingga Tertutup Sesuai Plano tes(+) Kram


imminens sedang umur Uterus lunak
kehamilan
Abortus Sedang hingga Terbuka Sesuai atau Kram uterus lunak
insipiens banyak lb kecil
Abortus Sedikit hingga Terbuka Lebih kecil Kram Keluar jaringan
inkomplit banyak dari umur Uterus lunak
kehamilan
Abortus Sedikit atau tidak Lunak (terbuka Lebih kecil Sedikit/kram (-) Uterus
komplit ada atau tertututp) dari umur kenyal
kehamilan

19
Missed Sedikit dan warna Agak kenyal dan Lebih kecil Gejala kehamilan
abortion kehitaman tertutup dari umur menghilang Uterus tak
kehamilan membesar

Diagnosis Banding(13)

Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan


banding penunjang
Abortus - perdarahan dari TFU sesuai - tes kehamilan
iminens uterus pada dengan umur urin masih positif
kehamilan sebelum kehamilan -
20 minggu berupa Dilatasi serviks (-) - USG :
flek-flek gestasional sac (+),
fetal plate (+),
- nyeri perut ringan fetal movement
- keluar jaringan (-) (+), fetal heart
movement (+)

Abortus - perdarahan TFU sesuai - tes kehamilan


insipien banyak dari uterus dengan umur urin masih positif
pada kehamilan kehamilan
sebelum 20 minggu - USG :
-Dilatasi serviks gestasional sac (+),
- nyeri perut berat (+) fetal plate (+),
fetal movement
- keluar jaringan (-) (+/-), fetal heart
movement (+/-)

20
Abortus - perdarahan - TFU kurang dari tes kehamilan urin
inkomplit banyak / sedang umur kehamilan masih positif
dari uterus pada
kehamilan sebelum - Dilatasi serviks - USG : terdapat
20 minggu - nyeri (+) sisa hasil konsepsi
perut ringan (+)
- teraba jaringan
- keluar jaringan dari cavum uteri
sebagian (+) atau masih
menonjol pada
osteum uteri
eksternum

Abortus - perdarahan (+/-) - TFU kurang dari - tes kehamilan


komplit umur kehamilan urin masih positif
- nyeri perut (-) bila terjadi 7-10
-Dilatasi serviks hari setelah
- keluar jaringan (+) (-) abortus.

USG : sisa hasil


konsepsi (-)

Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan


abortion umur kehamilan urin negatif setelah
- nyeri perut (-) 1 minggu dari
-Dilatasi serviks terhentinya
- biasanya tidak
merasakan keluhan (-) pertumbuhan
apapun kecuali kehamilan.
merasakan - USG :
pertumbuhan gestasional sac (+),
kehamilannya tidak fetal plate (+),
seperti yang fetal movement
diharapkan. Bila (-), fetal heart
kehamilannya > 14 movement (-)
minggu sampai 20
minggu penderita
merasakan
rahimnya semakin
mengecil, tanda-
tanda kehamilan
21
sekunder pada
payudara mulai
menghilang.

Mola - Tanda kehamilan TFU lebih dari - tes kehamilan


hidatidosa (+) umur kehamilan urin masih positif
(Kadar HCG lebih
- Terdapat banyak - Terdapat banyak dari 100,000
atau sedikit atau sedikit mIU/mL)
gelembung mola - gelembung mola
Perdarahan - USG : adanya
banyak / sedikit - DJJ (-) pola badai salju
(Snowstorm)
- Nyeri perut (+)
ringan - Mual

- muntah (+)

Blighted ovum - Perdarahan berupa TFU kurang dari - tes kehamilan


flek-flek usia kehamilan urin positif

- Nyeri perut ringan - OUE menutup - USG :


gestasional sac (+),
- Tanda kehamilan namun kosong
(+) (tidak terisi janin).

KET - Nyeri abdomen Nyeri abdomen (+) Lab darah : Hb


(+) rendah, eritrosit
- Tanda-tanda syok dapat meningkat,
- Tanda kehamilan (+/-) : hipotensi, leukosit dapat
(+) pucat, ekstremitas meningkat. - Tes
dingin. kehamilan positif -
- Perdarahan
pervaginam (+/-) - Tanda-tanda akut USG : gestasional
abdomen (+) : sac diluar cavum
perut tegang uteri.
bagian bawah,
nyeri tekan dan
nyeri lepas dinding
abdomen.

- Rasa nyeri pada


pergerakan servik.

22
- Uterus dapat
teraba agak
membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus
yang batasnya
sukar ditentukan.

- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri
bila diraba

2.9 Komplikasi (14)

Komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul
segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.

2. Syok akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat


mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan
bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil.
Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga
pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.

3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke


dalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain
cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan
pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan
terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan
kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah
dapat memastikan dengan segera.
23
4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang
dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan
panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan
secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu
dingin.

5. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia.


Antiseptik lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium
dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian.
Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat.
Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan
toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca


tindakan tetapi memerlukan waktu.

24
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien rujukan RS Karya Husada G4P2A1 hamil 4-5 minggu dengan


abortus imminens. Pasien datang ke RS Karya Husada dengan keluhan perdarahan
dari jalan lahir 1 hari SMRS. Pada kasus – kasus dengan perdarahan dari jalan
lahir perlu diperhatikan usia kehamilan pasien untuk menentukan apakah
perdarahan pada kehamilan muda atau pada kehamilan lanjut. Pada pasien ini
didapatkan hamil 4-5 minggu, namun berdasarkan konfirmasi USG didapatkan
usia kehamilan pasien yaitu 8minggu. Pasien mengatakan keluar darah dari jalan
lahir sejak 1 hari SMRS. Pasien mengatakan darah berupa bercak berwarna merah
segar seperti haid, tidak keluar gumpalan darah. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut VAS 2. Setiap perdarahan pada awal kehamilan dapat dianggap akan
mengancam kelangsungan kehamilan. Dalam hal ini perlu diketahui hari pertama
haid terakhir, tanda kehamilan, riwayat keluarga berencana, riwayat kehamilan
dan jumlah perdarahan. Demikian juga dalam hal ini perlu pemeriksaan penunjang
seperti USG dan tes kehamilan. Pada kasus – kasus perdarahan pada kehamilan
muda dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding diantaranya abortus, yang
kemudian dapat dibedakan nantinya klasifikasi abortus tersebut, kehamilan
ektopik terganggu, blighted ovum ataupun mola hidatidosa. Keluarnya perdarahan
dari jalan lahir dapat juga terjadi apabila didapatkan kondisi-kondisi tertentu pada
pasien misalkan terdapatnya polip servikal, infeksi pada area vagina dan serviks,
maupun pemeriksaan ginekolog yang dapat memicu perdarahan lokalis.
Pada pasien ini kemudian digali anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lanjut untuk mengarahkan diagnosis. Pada pasien ini
dilakukan pemeriksaan obsetri dan pada pemeriksaan inspekulo didapatkan OUE
tertutup, tidak ada perdarahan aktif. Kemudian dilakukan pemeriksaan USG
didapatkan Crown Rump Length (CRL) ~19.2mm sesuai 8+5 minggu. Hal ini
mengindikasikan bahwa hasil konsepsi masih seutuhnya berada didalam cavum
uteri.

25
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka pada arah diagnosa dari pasien ini adalah abortus. Abortus adalah
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan yaitu
berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
Secara umum abortus dibagi menjadi abortus spontan dan provokatus.
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable
abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus
habitualis (recurrent abortion), abortus infeksiosus, dan abortus septik. Abortus
iminens adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan sebelum 20 minggu tanpa
disertai keluarnya hasil konsepsi dan dilatasi uterus. Abortus iminens dapat
berujung pada abortus inkomplet yang memiliki komplikasi yang dapat
mengancam keselamatan ibu. Selanjutnya yaitu abortus insipiens, adalah abortus
yang sedang mengancam yang ditandai dengan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Pada abortus inkomplit sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
namun masih ada yang tertinggal. Sedangkan abortus komplit seluruh hasil
konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan ostium uteri sudah menutup kembali.
Pada pasien ini terjadi perdarahan bercak tanpa keluar gumpalan darah, kemudian
dilakukan pemeriksaan inspekulo didapatkan ostium uteri yang menutup dan
dengan USG didapatkan janin masih berada didalam uterus dengan CRL
~19.2mm sesuai 8+5 minggu. Maka dari itu pada pasien ini ditegakkan diagnosis
abortus imminens
Faktor risiko terjadinya abortus spontan diantaranya adalah usia ibu, jumlah
kehamilan (gravida), dan riwayat abortus spontan. Terdapat beberapa faktor risiko
yang menyebabkan pasien ini memiliki risiko untuk mengalami abortus
diantaranya usia ibu yang melebihi rentang usia ideal untuk kehamilan dan
persalinan, jumlah kehamilan dan pasien memiliki riwayat abortus spontan satu
kali. Usia yang ideal untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun.
Sedangkan pada pasien ini hamil yang pertama kali saat ia berusia 18 tahun dan

26
hamil saat ini disaat pasien berusia 41 tahun. Saat ini pasien hamil yang ke-4,
dengan G4P2A1 dengan anak pertama laki-laki, usia saat ini 23 tahun, lahir
spontan di bidan, berat badan saat lahir 3000 gram, hidup. Pada saat pasien hamil
pertama kali, pasien masih berusia 18 tahun. Anak kedua perempuan usia saat ini
17 tahun, lahir spontan di bidan, berat badan saat lahir 3500 gram, hidup. Hamil
ketiga pasien mengalami keguguran pada usia kehamilan 8 minggu di usia pasien
yang menginjak 35 tahun. Angka kejadian abortus sangat tergantung kapada
riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang
sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir
dengan kelahiran hidup dimana ibu hamil dengan riwayat abortus sebelumnya
memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami abortus pada kehamilan
selanjutnya.
Tidak terdapat riwayat penyakit pada pasien seperti tekanan darah tinggi,
tekanan darah tinggi selama kehamilan, diabetes mellitus, alergi, asma, penyakit
jantung, maupun penyakit kronis lainnya
Pasien memiliki faktor risiko yaitu dalam keluarga, terdapat riwayat abortus
pada kakak pasien (+), Riwayat tekanan darah tinggi, alergi, asma, penyakit
jantung, penyakit kronis pada keluarga pasien disangkal.
Makadari itu pada pasien ini ditegakkan diagnosis abortus imminens karena
terdapat perdarahan dari jalan lahir pada usia kehamilan muda, dengan perdarahan
berupa bercak tanpa pengeluaran jaringan. Pada pemeriksaan inspekulo
didapatkan tidak ada pembukaan atau ostium uteri menutup. Hasil pemeriksaan
USG didapatkan janin seutuhnya masih berada didalam uterus dengan CRL
~9.8mm sesuai dengan usia kehamilan 8+5minggu. Kemudian pasien diobservasi
diruangan dengan penatalaksanaan berupa tirah baring dan mengedukasi pasien
agar tidak melakukan kegiatan berat dan hanya bed rest. Pasien diberikan
tatalaksana medikamentosa berupa Uterogestan 1x200mg. Uterogestan sendiri
berisi progesteron. Progesteron diberikan sebagai tata laksana abortus imminens
karena adanya teori yang menyatakan bahwa kadar progesteron yang kurang dapat
menyebabkan abortus. Progesteron dan β-hCG adalah hormon yang sangat

27
berperan penting untuk mempertahankan kehamilan, terutama pada awal
kehamilan sehingga rendahnya kadar progesteron dan kadar β-hCG diduga dapat
menyebabkan terjadinya abortus.
Pasien dilakukan observasi selama total 5 hari. Namun pada hari perawatan ke
4 pasien mengeluh keluarnya gumpalan daging saat pasien ke kamar mandi.
Dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk menilai serviks dan didapatkan ostium
terbuka. Pasien ini kemudian dilakukan USG ulang untuk mengonfirmasi dan
didapatkan hasil sisa konsepsi berdiameter 4.64 x 1.43 x 2.04 cm. Pasien
kemudian direncanakan untuk kuretase cito dan MOW atas indikasi cukup anak.
Setelah tindakan dilakukan, pasien kembali diobservasi di ruangan Pasien
diberikan injeksi Ceftriaxone 1x2gr, injeksi Ketorolac 3x30mg dan Methergin tab
3x1. Post operasi pasien tidak ada keluhan dan keadaan umum pasien membaik.
Pasien kemudian dipulangkan dengan diberikan obat-obatan Cefadroxil 2x500mg,
Tab Sulfat Ferrosus 1x300mg, Tab Asam Mefenamat 3x500mg. Pasien juga
dijadwalkan kontrol ke poliklinik untuk kontrol 2 minggu kemudian, dan pada
saat kontrol pasien tidak ada keluhan, luka operasi kering.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Cunningham et al. Obstetri Williams 23rd Volume 1 : Abortus. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2016. P226-246
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan: Perdarahan pada Kehamilan Muda.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.
3. Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010
4. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. J
akarta: EGC, 2005.
5. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimha
dhi T, Wiknjosastro GH (editor), In : Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jaka
rta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
6. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetri
cs Illustrated, 6th Edition. London : Churchill-Livingstone, 2003.
7. Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010
8. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008.
9. Sharing responsibility : women, society and abortion worldwide. New Yor
k, The Allan Guttmacher Institute,1999.
10. Christopher P. Crum. The Female Genital Tract. In: Ramzi S. Cotran, Vina
y Kumar, Tucker Collins. Pathologic Basis of Disease.7th ed. Philadelphia :
WB. Saunders 2004; 1079-80.
11. Greenwold N, Jauniaux E. Collection of villous tissue under ultrasound gu
idance to improve the cytogenetic study of early pregnancy failure. Hum R
eprod 2002; 17: 452–56.
12. Fawcus S, McIntyre J, Jewkes RK, Rees H, Katzenellenbogen JM,Shabodi
en R, et al. Management of incomplete abortions at South African public h
ospitals. National Incomplete Abortion Study Reference Group. S Afr Med
J 1997;1(4):438–442.
13. Norwitz, E.R., Schorge, J.O, 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. J
akarta: Penerbit Erlangga; Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakus
umah, F.F., 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Ja
karta : EGC.
14. Evans & Arthur T. Manual of Obstetric 7th. Lippincott Williams and Wilki
ns. 2007.
15. POGI. Standar Pelayanan Medik. POGI, 2006.

29
30

Anda mungkin juga menyukai