Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia hal ini
dilatar belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan penyakit menua yang menyertainya diantaranya osteoporosis. Masalah
osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause.
Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan
wanita barat usia 60 tahun. Mulai berkurangnya paparan terhadap sinar matahari,
kurangnya asupan kalsium, perubahan gaya hidup seperti merokok, alcohol dan
berkurangnya latihan fisik,penggunaan obat steroid jangka panjang serta risiko
osteoporosis tanpa gejala klinis.
Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat
osteoporosis di seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka
ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050 dan 71%
kejadian ini akan terdapat di negara –negara berkembang. Di Indonesia 19,7 % dari
jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis (klinik
medis, 2008). Lima provisi dengan risiko osteoporosis lebih tinggia adalah Sumatra
selatan (27,7%), jawa tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra utara (22,82%),
jawa timur (21,42%), Kalimantan timur (10,5%) (depkes,2005). Patah tulang
osteoporosis telah hampir 24% dari ansia yang mengalami patah tulang pinggul
meninggal dunia pada tahun pertama sedangkan 50% mempunyai risiko tidak bias
melakukan aktivitas seumur hidup dan 25% memerlukan perawatan jangka panjang
dan butuh dana yang besar serta tidak akan bias hidup tanpa bantuan orang lain (Lane,
2001 dan Yatim 2000).
Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini atau paling sedikit ditunda
kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsure
kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari),
berolahraga secara teratur, tidak merokok,dan tidak mengkonsumsi alkohol karena
rokok dan alcohol meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat, namun kurangnya
pengetahuan masyarakat yang memadai tentang osteoporosis dan pencegahannya
sejak dini cenderung meningkat angka kejadian osteoporosis (Depkes, 2004).
Meilani (2007) dan Ashar (2008) dalam penelitiannya mengenai pengaruh
pengetahuan dan upaya lansia terhadap osteoporosis menyatakan bahwa terdapat
hubungan substansial antara pengetahuan dan upaya pencegahan dini osteoporosis.
Lansia yang kurang pengetahuannya mengenai osteoporosis dan upaya yang kurang
tepat mempunyai resiko lebih tinggi untuk meningkatnya derajat osteoporosis, dengan
meningkatkan pengetahuan lansia tentang osteoporosis dapat mencegah
meningkatnya osteoporosis (Ashar, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Osteoporosis ?
2. Bagaimana proses pembentukan tulang ?
3. Bagaimana klasifikasi dari Osteoporosis ?
4. Bagaimana etiologi dari Osteoporosis ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Osteoporosis ?
6. Bagaimana patofisiologi dari Osteoporosis ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Osteoporosis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Osteoporosis ?
9. Apa saja komplikasi dari Osteoporosis ?
10. Bagaimana prognosis dari Osteoporosis ?
11. Bagaimana woc (web of caution) dari Osteoporosis ?
12. Bagaimana pelaksanaan senam Osteoporosis ?
13. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dari Osteoporosis, senam osteoporosis dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi dari Osteoporosis.
b. Menjelaskan proses pembentukan tulang.
c. Menjelaskan klasifikasi dari Osteoporosis.
d. Menjelaskan etiologi dari Osteoporosis.
e. Menjelaskan manifestasi klinis dari Osteoporosis.
f. Menjelaskan patofisiologi dari Osteoporosis.
g. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien
dengan Osteoporosis.
h. Menjelaskan penatalaksanaan dari Osteoporosis.
i. Menjelaskan komplikasi dari Osteoporosis.
j. Menjelaskan prognosis dari Osteoporosis.
k. Menjelaskan WOC (web of caution) dari Osteoporosis.
l. Menjelaskan pelaksanaan senam Osteoporosis.
m. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis.
n. Manfaat Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang osteoporosis, asuhan keperawatan pada klien dengan
osteoporosis dan senam osteoporosis serta mampu mengimplementasikannya
dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan
perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas
tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah
kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total (Lukman dan Nurna Ningsih,
2012).
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dngan rendahnya
massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan
kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan tersebut
tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Pada
osteoporosis, terjadi penurunan kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang,
padahal keduanya sangat menentukan kekuatan tulang sehingga penderita
Osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau fraktur (Helmi, 2012).
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolic tulang
dengan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang tetapi kecepatan pembentukannya
berjalan lambat sehingga terjadi kehilangan massa tulang. Tulang yang terkena
gangguan ini akan kehilangan garam-garan kalsium serta fosfat dan menjadi porous,
rapuh serta secara abnormal rentan terhadap fraktur (Kowalak, 2011).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa
tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang
menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal (Brunner & Suddarth, 2000).
B. Proses Pembentukan Tulang
Modeling tulang adalah suatu kondisi saat proses resorpsi dan pembentukan
tulang terjadi pada permukaan tulang yang berlainan (pembentukan dan resorpsi tidak
berpasangan). Contohnya pada pertambahan panjang dan diameter tulang panjang.
Modeling tulang terjadi sejak kelahiran hingga dewasa dan proses ini berperan dalam
penambahan massa dan perubahan bentuk kerangka. Pada kondisi ini proses
pembentukan tulang lebih dominan terjadi daripada proses resorpsi tulang.
Remodeling tulang adalah pergantian jaringan tulang tua dengan jaringan tulang
muda. Kondisi ini sebagian besar terjadi pada kerangka hewan dewasa untuk
mempertahankan massa tulang. Proses ini mencakup pembentukan dan resorpsi tulang
secara bersamaan (berpasangan). Remodeling merupakan sebuah proses yang dinamis
termasuk penggantian dan pengisian kembali baik tulang kompak maupun trabekular.
Proses ini terus-menerus terjadi untuk mempertahankan massa tulang serta integritas
dan fungsi kerangka. Proses ini kompleks dan dikendalikan oleh susunan syaraf pusat
melalui hormon dan oleh tekanan mekanis. Proses ini bergantung pada keterpaduan
aksi dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Secara bersamaan, ketiga sel ini
membentuk BMU (Basic Multicellular Unit) atau unit remodeling tulang yang
berperan dalam proses remodeling pada hewan dewasa (Mills 2007).
Proses remodeling tulang terjadi dalam beberapa fase yaitu :
1. Aktivasi pre-osteoklas terstimulasi menjadi osteoklas dewasa yang aktif.
2. Resorpsi osteoklas mencerna matriks tulang tua.
3. Pembalikan akhir dari proses resorpsi, saat osteoklas digantikan oleh osteoblas.
4. Pembentukan osteoblas menghasilkan matriks tulang yang baru.
5. Fase pasif osteoblas selesai menghasilkan matriks dan terbenam di dalamnya.
Beberapa osteoblas membentuk sederet sel yang berjejer di permukaan tulang
yang baru (IPB, tt).
C. Klasifikasi Osteoporosis
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Osteoporosis Postmenopausal Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang
pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal,
wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada
wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Senilis Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis Sekunder Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit
osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki
kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).
D. Etiologi Osteoporosis
Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormone
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengankutan kalsium ke dalam tulang
pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia dintara 53 – 73 tahun,
tetapi bisa muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki
risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause, pada wanita kulit
putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan massa
tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasnya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis postmenopause dan
senilis. Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga menngalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit ini bisa diakibatkan oleh gagal ginjal kronik dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alcohol yang
berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang tidak
diketahui penyebabnya. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang
memiliki kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal dan
tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman dan Nurna
Ningsih, 2012). Faktor resiko terjadinya osteoporosis:
1. Wanita Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan
pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia
35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada
usia 45 tahun.
2. Usia Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada
usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam
mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan
kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia
memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium
wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa
dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik
memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga
pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung
fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab
pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol. Minuman berkafein seperti kopi dan
alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini
dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton
University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan
hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya
adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan
kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan
alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang
(osteoblas).
c. Malas Olahraga Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat
proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan
massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot
akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok
sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga
membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses
pelapukan.
Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi,
penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah
sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin
jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat
masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa
karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati
umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses
pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang
akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab,
kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti
kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan
tulang. Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi,
dan aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis
hanya fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga.
Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang.
Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian
dari pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot,
melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian,
latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah
tulang) (Mulyaningsih, 2008).
E. Manifestasi Klinis Osteoporosis
1. Patah tulang
2. Punggung yang semakin membungkuk
3. Penurunan tinggi badan
4. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra thorakalis.
5. Nyeri punggung
6. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan
atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
7. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur.
8. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas.
9. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan
kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat
terjadi paraparesis.
10. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya
datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan
gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan
keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal
paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh Kepadatan tulang
berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis),
sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa
penderita.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur, maka akan tibul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang
yang terutama terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, kaput vertebra
terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris. Kolaps tulang belakang menyebabkan
nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara
spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasaklan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika
beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal
dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot
dan rasa sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan
yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius)
di daerah persambungan dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles.
Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan
secara perlahan (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012). Osteoporosis mengakibatkan
patah tulang yang paling sering adalah pada punggung, paha, dan lengan bawah.
Menurut Susan J. G dialih bahasakan oleh Anton C. W (2001: 205- 206),
tulang yang pertama kali terkena osteoporosis biasanya pada vertebra spinalis dan
tipikalnya mengenai vertebra torakalis bawah dan vertebra lumbalis atas. Vertebra
torakalis menyokong terjadinya fraktur berbentuk baji, sedangkan fraktur yang remuk
sering mengenai vertebra lumbalis. Fraktur baji vertebra torakalis membentuk punuk
wanita tua (dowager’s hump). Proporsi lengan dan tungkai terhadap kerangka aksial
tubuh tidak normal dan tampak lebih panjang. Penurunan tinggi badan karena
osteoporosis bisa mencapai 5 sampai 8 inchi. Keadaan ini dapat berlangsung terus,
sehingga rongga rusuk bagian bawah menyentuh crista iliaca anterior.
Pada bagian paha, yang biasanya patah adalah bagian leher femur dan
trochanterica, dimana usia penderita pada leher femur rata-rata adalah 75 tahun.
Penderita patah tulang trochanterica umumnya berusia lima tahun lebih tua dari
penderita pada leher femur. Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Patah tulang pangkal paha pada penderita
osteoporosis merupakan salah satu komplikasi yang serius. Penderita penyakit ini
mempunyai risiko 50% tidak bisa melakukan aktivitas seumur hidup, 25%
memerlukan perawatan jangka panjang, dan kematian dalam tahun pertama setelah
patah tulang sebesar 20% (Faisal Yatim, 2000: 3). Patah tulang lengan bawah terjadi
pada bagian distal radius (ujung tulang, tepat sebelum sendi pergelangan tangan) yang
biasanya disebut Colles fractures. Resiko wanita mengalami Colles fractures adalah
kira-kira 15%, biasanya terjadi setelah menopause tetapi ada juga yang terjadi pada
pra-menopause (Prasetyo, tt). Gambar 3: Bagian osteoporosis pada paha dan lengan
bawah Keterangan: Pada paha yaitu di leher femur dan trochanterica, sedangkan
bagian lengan bawah adalah di distal radius. (Prasetyo, tt)
F. Patofisiologi Osteoporosis
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang
memiliki2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untukmenyerap danmenghancurkan/merusak
tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002).
Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali.
Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas
menyatu dengan matriks tulang). (Cosman, 2009)
Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel osteoklas dan
nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. (Tandra, 2009)
Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang
yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum
tulang belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling
tulang tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling
tersebut. Dan hormon yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsi tulang
menjadi lebih cepat) dan estrogen (resorpsi tulang akan menjadi lama). Sedangkan
pada osteoporosis, terjadi gangguan pada osteoklas, sehingga timbul
ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas. Aktivitas sel osteoclas
lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massa tulang pun akan
menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis.
(Ganong, 2008).
Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan
osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas
pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu
anorganik sekitar 30-40 % dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %.
Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 (90%), sedangakan
komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium,
sitrat, khlorid dan karbonat. Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan
mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase
konsolodasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa
tulang dan akan berakhir pada saat epifisi tertutup.
Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini
massa tulang bertambah dan mencapai puncak (peak bone mass) pada pertengahan
umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang
berkrang (bone Loss) sebanyak 35-50 tahun Secara garis besar patofisiologi
osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya
penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan
dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang
adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik
yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai
adanya penurunan massa tulang menyebabkan Densitas tulang menurun yang
merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya
adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan.
Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1
kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi
osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga
berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita
jauh lebih banyak. Terjadi percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai massa
puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi
tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai
seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang,
sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur. Setelah
usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih dominan
dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilanga massa tulang menjadi cepat
pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa
tahun kemudian pada masa postmenopause.
Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi
osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil pembentukan tulang sampai
tercapainya massa tulang puncak. Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal
kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga
menjdai solid. Pada usia rata-rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang
puncak.
Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat
bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita.
Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang
menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini
rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan akan
terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya
massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi
diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium,
aktifitas fisik, dan hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak
tulang adalah dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebiham
konsumsi alkohol, dan beberapa obat (Permana, 2009).
G. Pemeriksaan Diagnostic
Pada Pasien dengan Osteoporosis Seseorang yang ingin menentukan
terjadinya osteoporosis atau tidak, biasanya diagnosis yang digunakan yaitu dengan
pemeriksaan densitas mineral tulang (DMT) agar mengetahui kepadatan tulang pada
orang tersebut. (Hartono, 2004)
Untuk menentukan kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa
digunakan di Indonesia, antara lain :
1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry) Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang yang melakukan
pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5 - 15
menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita yang mempunyai
peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang memiliki ketidakpastian
dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan dalam hasil
pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009). Keuntungan yang didapatkan jika
melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan kepadatan tulang dengan baik
(memprediksi resiko patah tulang pinggul) dan mempunyai paparan radiasi yang
sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan
koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2
dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan
pengukuran dalam posisi yang tidak benar, maka akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009)
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat
perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak.
(Tandra, 2009) Hasil dari pemeriksaan BMD kriteria T-score dibagi menjadi 3,
yaitu T-score > -1 SD yang menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori
normal. T-score <-1 sampai - 2,5 dikategorikan osteopenia, dan < - 2,5 termasuk
dalam kategori osteoporosis, apabila disertai fraktur, maka orang tersebut
termasuk dalam osteoporosis berat. (WHO, 1994)
2. Densitometri US (ultrasound) Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat
didiagnosis dengan pengukuran ultrsound, yaitu dengan mengunakan alat
quantitative ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan dengan
gelombang suara, karena cepat atau tidaknya gelombang suara yang bergerak pada
tulang dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang
yang dimiliki padat. Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan
trabekular interior tipis. Pada beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS
dapat mengetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat
memperkirakan patah tulang . (Lane, 2003)
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena tidak menggunakan
sinar X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat
dilakukan pengukuran ulang sering terjadi kesalahan), tidak baik dalam
mengawasi pengobatan (perubahan massa tulang) (Cosman, 2009).
3. Pemeriksaan CT (computed tomography) Pemeriksaan CT merupakan salah satu
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dengan memeriksa biokimia CTx (C-
Telopeptide). Dengan pemeriksaan ini dapat menilai kecepatan pada proses
pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun dapat dipantau. (Putri,
2009) Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan
tulang belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan
akurat. Akan tetapi pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian
yang dimiliki tidak baik serta tingginya paparan radiasi. (Cosman, 2009)
(Agustin, 2009). Penilaian langsung densitas tulang untuk memngetahui ada
tidaknya osteoporosis dapat dilakukan secara:
1. Radiologic
2. Radioisotope
3. QCT (Quantitative Computerized Tomography)
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5. Densitometer (X-ray absorpmetry) Penilaian osteoporosis secara laboratorik
dilakukan dengan melihat patanda biokomia untuk osteoblas, yaitu osteokalsin,
prokolagen I peptide dan alkali fosfatase total serum. Petanda kimia untuk
osteoklas; dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr) Tartate Resistant Acid
Phosfotase (TRAP), kalisium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi glikosida. Secara
bioseluler, penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri dengan menilai
aktivitas osteoblas dan osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan diatas
biayanya masih mahal.
H. Penatalaksanaan Osteoporosis
1. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis di fokus kan kepada memperlambat atau menghentikan
kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai
dengan penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur
(patah tulang). Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat
kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat
yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi
misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak
mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel
osteoblas.
a. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas
maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam
pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon
(TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran
cerna.
Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan,
peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang
dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium,
perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma
ovarium, dan penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai
dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-
estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol
subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan.
Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium
dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah
menjalani histerektomi. Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen
mulai digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan
memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah
osteoporosis.
Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi. Ada golongan
preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen yang
disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja
pada reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian
keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan
TGF yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel
osteoklas.
b. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh
sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas. Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan
absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum).
Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation
divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi
hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan
apapun minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak,
tidak boleh berbaring. Sekitar 20 Ð 50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat
pada permukaan tulang setelah 12 Ð 24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan
beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama
berbulan- bulan bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan
diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya
pada penderita gagal ginjal.
Generasi Bisfosfonat adalah sebagai berikut:
1) Generasi I : Etidronat, Klodronat.
2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat.
3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat Hormon lain: hormon-hormon ini
akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh dan mencegah
kehilangan jarungan tulang. 1) Kalsitonin 2) Teriparatide Kalsium: kalsium dan
vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang. 1) Konsumsi perhari
sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen). 2) Konsumsi vitamin
D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang. c.
Latihan pembebanan (olahraga) Olahraga merupakan bagian yang sangat penting
pada pencegahan maupun pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi
penderita osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan
osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah
tulang harus dihindari.48 Jenis olahraga yang baik adalah dengan pembebanan
dan ditambah latihanlatihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan
keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan
kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan
gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga
sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral
tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran
secara umum untuk mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-
Ligand. Seperti diketahu terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas
sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L
sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas
dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan
mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs)
dari RANK-L yang dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan
adalah 60 mg dalam 3 atau 6 bulan (Kawiyana, 2009). 2. PENCEGAHAN a.
Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan
kalsium. Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan
protein hewani dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima
atau
22 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s lebih porsi per
minggu) secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan bawah pada perempuan,
dibandingkan dengan makan daging kurang dari sekali per minggu. Wanita lansia yang
mengkonsumsi sejumlah besar daging kehilangan tulang lebih cepat dan risiko lebih besar
terkena retak tulang pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein
hewani diganti dengan protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi klinis
dengan wanita menopause, makanan kedelai telah ditemukan mencegah keropos tulang.
Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara protein kedelai dan kepadatan mineral
tulang pada wanita menopause. Hal ini mungkin karena konsentrasi senyawa yang relatif
tinggi yang disebut isoflavon dalam protein nabati. b. Peningkatan konsumsi buah dan
sayuran Penelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran
berkaitan dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi ini
mungkin karena kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan dan sayuran. c.
Mengurangi asupan natrium Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium
menyebabkan hilangnya kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap
integritas tulang jangka panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan
penelitian lebih lanjut. d. Pola makan rendah lemak Studi telah menemukan bahwa asupan
lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah
tulang lebih besar. Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang
berlebihan mengurangi penyerapan kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara
khusus, asam lemak omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan
pembentukan tulang baru. e. Moderasi dalam penggunaan kafein Penelitian telah menemukan
bahwa perempuan yang mengkonsumsi paling banyak kafein telah mempercepat kehilangan
tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena patah tulang pinggul. Resiko
kehilangan tulang tampak tertinggi
23 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s pada wanita yang
mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein dari sumber lain. f.
Membatasi suplemen vitamin A Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang
terlalu tinggi, baik dengan makanan atau suplemen, dapat menyebabkan penurunan kepadatan
tulang dan peningkatan risiko fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat
dipastikan dengan beta-karoten dari sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan kuning. g.
Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium Pada pasien dengan obat-yang menyebabkan
osteoporosis, kombinasi dari kedua nutrisi tampaknya bermanfaat signifikan dalam
mengurangi kehilangan tulang lebih lanjut. Suplemen vitamin D (500 sampai 800 IU/hari)
dan kalsium (1200-1300 mg/hari) juga telah ditemukan meningkatkan kepadatan tulang dan
penurunan kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada wanita dewasa yang lebih tua.
Pasien wanita dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan asupan kalsium total dari
pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga atau lebih, ditambah
sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari. Namun, pasien yang tidak berisiko
tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak memerlukan suplemen kalsium. Hal ini terutama
berlaku untuk pria, yang mungkin memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat jika
mereka mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu. 2.9. Komplikasi Osteoporosi
Komplikasi osteoporosis yang mungkin meliputi: 1. Fraktur spontan ketika tulang kehilangan
densitasnya dan menjadi rapuh serta lemah 2. Syok, perdarahan, atau emboli lemak
(komplikasi fraktur yang fatal) (Kowalak, 2011). Komplikasi osteoporosis merupakan
kondisi sekunder, gejala maupun keadaan lain yang disebabkan oleh osteoporosis. Pada
banyak kasus, cukup sulit umtuk membedakan gejala osteoporosis maupun komplikasi
osteoporosis sehingga keduanya sering disamakan. Hal ini disebabkan karena osteoporosis
disebut dengan silent disease, yang tidak menunjukkan manifestasi klinis berarti sampai
munculnya fraktur. Gejala awal dari
24 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s osteoporosis yang
dapat dilihat antara lain rasa sakit punggung yang berat, tinggi badan berkurang dan terjadi
kelainan bentuk tulang belakang seperti kifosis. Berbagai fraktur yang terjadi akibat
komplikasi dari osteoporosis antara lain : a. Fraktur-lebih dari 1,5 juta orang setiap tahun
mengalami osteoporosis di USA b. Fraktur vertebrae, sekitar 700.000 orang setiap tahunnya
mengalami fraktur ini di USA c. Fraktur pinggul, sekitar 300.000 orang terkena fraktur yang
dikarenakan osteoporosis di USA d. Fraktur pergelangan tangan, sekitar 250.000 fraktur
pergelangan tangan dilaporkan di USA. e. Fraktur lain, lebih dari 300.000 fraktur tulang
lainnya di USA. f. Dowager’s hump, kondisi kifosis akibat osteoporosis tingkat lanjut. Spinal
vertebrae menjadi keropos dan lemah sehingga menyebabkan fraktur spontan. Proses yang
terjadi antara lain: wedge fracture: depan vertebra kolaps, biconcave fracture: bagian medial
vertebra kolaps, dan crush fracture: seluruh vertebra kolaps (Wahyuningtyas, 2010). 2.10.
Prognosis Osteoporosis Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada
pria dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
mengganggu pernafasan (Wirasadi, 2010).
25 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s 2.11. WOC (web
of caution) Osteoporosis Wanita Keturunan Penderita Osteo- porosis Ras Usia Malas
Olahraga Mengan- dung fosfor H. estrogen ↓ Kurang CaMinuman berkafein dan beralkohol
a. Mengeluark an urin yg mengandun g Ca b. Toksin, menghamb at pembentuk an massa
tulang Melepas Ca dari dalam darah Merokok Konsumsi obat Merang- sang pemben- tukan
PTH Daging merah dan minuman bersoda Lifestyle Kulit putih Fungsi organ tubuh ↓ Usia
(+) b. Susunan sel tidak kuat c. darah tersumbat a. Mempercepat penyerapan tulang b. H.
estrogen ↓ c. Ht, Peny. jantung, tersumbatnya aliran darah nikotinStruktur genetic tulang yg
sama Kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh Konsumsi Ca, terutama pd wanitanya
rendah Resiko besar Kepadatan massa tulang ↓ Menghambat proses pembentukan tulang c.
Sulit terjadi proses pembentukan tulang Ca tubuh (−) Kortikosteroid Dikonsumsi dlm jmlh
tinggi (-) massa tulang Termsuk dari tulang Mengambil Ca dr bag. tubuh lain Tubuh
mengeluar kan hormon Massa tulang (-) Menghambat proses osteoblas Ca tubuh (−) Malas
Olahraga
26 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s Fraktur Femur
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah Penurunan massa tulang Penyerapan tulang lebih
banyak daripada pembentukan baru OSTEOPOROSIS MK: Pola nafas tidak efektif dipsnea
Insufisiensi paru Relaksasi otot abdominal, perut menonjol Perubahan postural ↓ tinggi badan
Kifosis progresif Kolaps bertahap tulang vertebra MK: Hambatan mobilitas fisik MK: Ggn
citra diri, Ansietas Fraktur Colles Ggn fungsi ekstremitas atas bawah; pergerakan fragmen
tulang, spasme otot MK: Nyeri Fraktur kompresi lumbalis Kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik Konstipasi MK: Ggn eliminasi alvi ↓ kemepuan pergerakan MK: Risiko tinggi
taruma Deformitas skelet Perubahan postural Fraktur kompresi vertebra torakalis dowager’s
hump
27 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s 2.12. Senam
Osteoporosis Pada osteoporosis,latihan jasmani dilakukan untuk meencegah dan mengobati
penyakit osteoporosis. Latihan jasmani menggunakan beban berguna untuk melenturkan dan
menguatkan tulang. (Widianti, 2010) Banyak orang tidak menyadari kalau osteoporosis atau
penyakit keropos tulang merupakanpembunuh tersembunyi ( silent killer ). Penyakit ini
hampir tidak menimbulkan gejala yang jelas. Seringkali osteoporosis diketahui justru ketika
sudah parah. Contoh kasus seseorang terpeleset ringan ternyata mengalami patah tulang di
bagina tulang pangkal paha atau di pergelangan tangan. Banyak ahli mengatakan untuk
menghindari osteoporosis tidak bisa dilakukan sekali saja,tetapi harus melalui proses yang
dimulai dari pencegahan semenjak dini karena patah tulang yang dialami seseorang seperti
kurang mengonsumsi kalsium, jarang berolahraga , tidak mengkonsumsi gizi seimbang , dan
mingisi kegiatanya dengan gaya hidup tidak sehat, seperti merokok ,minum minuman
beralkohol, dan lain sebaginya. Pola makan yang hidup seperti itu bisa mendorong terjadinya
osteoporosis. (Widianti, 2010) Dalam mencegah osteoprosis selain dengan faktor gizi, harus
dibarengi dengan latiham fisik untuk itu ada senam osteoporosis yang bermanfaat untuk
mencegah dan mengobati terjadinya pengeroposan tulang. Daerah yang rawan osteoporosis
adalah area tulang punggung, pangkal paha, dan pergelangan tangan. (Widianti, 2010)
Olahraga osteoporosis Sebenarnya ada beberapa jenis lahraga, yang semuany berguna untuk
mempertahankan kebugaran, memperbaiki kesehatan serta mencegah osteoporosis, yaitu
olahraga aerobic, olahraga feksibilitas, olahraga atau latihan keseimbangan, latihan tahanan
serta olahraga beban. (Tandra, 2009) Prinsip pelatihan fisik untuk kesehatan tulang adalah
latihan pembebanan, gerakan dinamis dan ritmis, serta latihan daya tahan ( endurance ) dalam
bentuk aerobik low impact. Semua jeis latihan ini telah dikemas dalam bentuk senam
pencegahan osteoporosis dan senam terapi osteoporosis. Bentuk kedua jenis senam ini
berbeda, karena dipruntukkan bagi kelompok yang berbeda pula, dengan sangat
memperhatikan faktor manfaat dan keamanan bagi para pesertanya. Selain bermanfaat bagi
kesehatan tulang, peserta juga akan
28 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s lebih merasa lebih
segar dan bugar. Senam ini dikhususkan bagi para peserta usia dewasa dan lanjut usia baik
pria maupun wanita. (Widianti, 2010) Senam pencegahan dan terapi osteoporosis. Selain
menjaga kebugaran , senam ini juga berguna untuk melindungi tubuh terutama tulang-
tulangnya agar menjadi lebih kuat. Dengan begitu, pertahanan tulangnyamaupun otot-ototnya
menjadi lebih baik lagi. Tetapi ada baiknya para manula mencegah terjadinya osteoporosis
sejak dini dengan mengetahui masalah osteoporosis secara tuntas, konsumsi susu dan kacag-
kacangan dan beraktifitas serta latihan fisik secara rutin. (Widianti, 2010) Senam
osteoporosis terdiri dari : 1. Pemanasan + peregangan. 2. Latihan inti : aerobik, latihan beban,
latihan keseimbangan 3. Pendinginan + peregangan. (Widianti, 2010) Gerakan senam bagi
penderita osteoporosis lebih banyak mengandalkan posisi duduk di kursi, menggunakan
tongkat atau beban ( dumble) serta mantras. Posisi duduk yang digunakan dalam senam
osteoporosis ini oleh karena pada penderita osteoporosis, ada tiga lokasi yang renta parah dan
mudah rapuh yaitu tulang belakang, pergelangan tanga, dan tulang paha atas ( daerah
panggul.). Sebelum melakukan senam penderita harus melakukan pemerikasaan tensi darah
dan nadi terlebih dahulu. Bila ada pendertita yang memiliki tekanan darah tinggi atau
memiliki keluhan sakit di bagian tertentu disarankan untuk tidak mangikuti beberapa gerakan
dan juga tak menggunakan alat. (Widianti, 2010) Gerakan-gerakan yang ada pada senam
pencegahan osteoporosis ini berupa double low impact, dan senam ini hanya membutuhkan
waktu sekitar 45 menit. Pada gerakan inti, terbagi menjadi lima gerakan yaitu sedikit aerobik
yang terdiri dari lima gerakan yaitu sedikit aerobik yang terdiri dari lima gerakan dengan
hitungan satu gerakan 4 x 8, dan terakhir matras yang terdiri tujuh gerakan yang setiap
gerakannya dengan hitungan 4 x 8. (Widianti, 2010) Olahraga Aerobik Senam aerobic
memperbaiki funsi jantung dan peredaran darah, dan baik untuk penderita hipertensi atau
diabetes. Contoh olahraga aerobic adalah jalan kaki, jogging, sepeda statis, berenang atau
senam.
29 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s Pada jalan
aerobic, tulang tungkai dan panggul bergerak teratur sedeangkan kedua kaki menginjak atau
menyentuh tanah secara bergantian. Apabila jalan aerobic dilakukan dengan perlahan-lahan
atau intensitas ringan, hanya sedikit pengaruhnya bagi kepadatan tulang. Bila diteliti memang
ditemukan bahwa jalan kaki bisa diperbaiki masa tulang panggul dan tulang belakang dengan
intensitas yang lebih keras, artinya harus jalan cepat, dengan kecepatan sampai 8-10 km per
jam. Jalan perlahan-lahan atau hanya 4-6 km per jam tidak banyak gunanya untuk kepadatan
tulang. Aerobic lain yang dianjurkan untuk tulang adalah dansa, jogging, atau naik turun
tangga. Sedangkan olahraga ski, cross country, atau hiking tidak ada manfaatnya bagi tulang.
(Tandra, 2009) Program Aerobik Bertumpu pada Kaki Meliputi berjalan kaki atau berlari
pelan, berdansa, olahraga raket, dan aerobik. Bisa menggunakan alat-alat olahraga seperti
Itreadmill, elipiticak walker, alat stepper atau stair-climbing, alat yang meniru ski lintas alam.
Apabila menggunkan alat-alat olahraga 1. Mulailah dengan sangat pelan 2. Menggunakan
lebih dari satu alat tetapi biasanya total durasinya tidak boleh lebih dari 45-60 menit 3.
Apabila sebelumnya tidak aktif mulailah dengan latihan selama 5-10 menit dengan kecepatan
yang sangat pelan 4. Secara perlahan tingkatkan durasi latihan sampai total sekitar 30 menit
tambahkan sekitar 1-2 menit setiap 1 atau 2 minggu 5. Setelah durasi 30 menit tercapai
tingkatkan kecepatan dengan sangat pelan, dengan melakukan perubahan kecil setidaknya
setiap 1-2 minggu.(Cosman, 2003) Olahraga Flesibilitas Yaitu gerakan peregangan otot yang
bertujuan untuk keseimbangan dan menghindari jatuh, yang membuat sendi-sendi menjadi
lebih kuat dan lebih lentur. Contohnya adalah yoga, dengan berbagai variasinya, merupakan
olahraga yang menyangga berat badan dan gerakan ototnya bisa merangsang proses
pembentukan tulang kembali. (Tandra, 2009)
30 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s Konsentrasi pada
sebagian otot besar panggul, bahu, dan lengan atas, pantat, panggul, dan kaki bagian atas.
Jika menggunakan peralatan senam atau alat-alat olahraga : 1. Umumnya lebih baik tidak
menggunakan lebih dari dua alat atau perlengkapan didaerah otot yang sama 2. Mulailah
dengan 1 set alat yang diulang 3-12 kali, tergantung pada kekuatan dasar anda 3. Mulailah
dengan tidak menambahkan beban 4. Tingkatkan jumlah pengulangan maksimum sampai 15
kali 5. Tambahkan beban sebesar mungkin (perlu mengurangkan jumlah pengurangan beban
atau mulai ditambahkan) 6. Jangan menambahkan beban lebih dari satu kali setiap 2 minggu
7. Tambahkan 2 set pengulangan jika semua latihan diatas sudah dilakukan (Cosman, 2009)
Untuk punggung : 1. Gravitron atau alat lain yang bisa diangkat dan bisa diturunkan 2. Alat
untuk memperpanjang punggung 3. Sepeda duduk 4. Latissimus pull-downs (alat untuk
melatih otot punggung bagian bawah) (Cosman, 2009) Untuk lengan atas : 1. Gravitron yang
bisa diangkat atau diturunkan 2. Latissimus pull-downs 3. Bench press/arm press (alat angkat
beban dengan berbaring diatas bangku dan mengangkat beban dengan kedua tangan)
(Cosman, 2009) Untuk pantat : 1. Elliptical walker mundur (1 menit) 2. Stair-climbing maju
atau mundur 3. Pergelangan kaki dikaitkan pada universal gym dengan gerakan menekuk
pinggul atau meluruskan pinggul 4. Leg abductor and abductor machine (alat untuk melatih
otot kaki) (Cosman, 2009) Untuk kaki bagian atas : 1. Alat quadricep (meluruskan lutut) 2.
Alat harmstring (menekuk lutut) 3. Leg press
31 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s 4. Thigh abductor
dan adductor machine (alat untuk melatih otot paha) (Cosman, 2009) Latihan keseimbangan
(Balance Training) Dengan bertambahnya usia, keseimbangan tubuh cenderung akan makain
terganggu. Contoh olahraga jenis ini adalah taichi, yang akan melatih anda menjaga
keseimbangan. Olahraga ini terbukti baik dan mengurangi kemungkinan terjatuh pada orang
tua sampai 47 persen, selain juga menambah kekuatan, kelenturan, serta memperbaiki
ketahanan tubuh menghadapi radang sendi yang kronis seperti osteoarthritis. Olahraga ini
baik sebagai gerakan menyangga berat badan, dan bisa untuk mengurangi bengkak dan nyeri
sendi. (Tandra, 2009) Gambar 8: Latihan Keseimbangan Latihan Tahanan (Resistance
Training) Latihan ini memakai beban, missal mengangkat beban, yang bermanfaat untuk
membangun seluruh tulang kerangka, terutama di daerah yang rentan terhadap fraktur. Selain
itu juga untuk merangsang kekuatan otot dan memperbaiki stamina dan keseimbangan. Yang
dinamakan latihan tahanan adalah semua gerakan yang melawan sesuatu atau melawan
tahanan, seperti mendorong, mernarik, atau mengakat. Gerakan seperti ini memacu
pertumbuhan tulang, karena otot yang menempel pada tulang terus digerakan, sehingga otot
semakin kuat dan sel tulang menjadi lebih aktif. Mengangkat barbel (barbell) atau dumbel
(dumbbell) termasuk olahraga tahanan ini. Gerakan mengangkat kursi, mengangkat cucu bagi
orang tua, atau naik turun tangga juga termasuk aktivitas fisik yang menyangga beban dan
menguatkan otot. Latihan
32 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s tahanan
bermanfaat untuk menambah massa tulang dan otot, bahkan mencegah terjadinya fraktur
tulang. (Tandra, 2009) Gambar 9: Latihan Tahanan untuk Anggota Gerak Atas Gambar 10:
Gerakan naik turun tangga Petunjuk Umum Untuk Latihan 1. Konsultasi dahulu kepada
dokter atau petugas kesehatan 2. Lakukan pemanasan untuk mencegah cedera otot atau sendi
3. Mulai dari olahraga yang ringan, kemudian intensitasnya berangsur ditingkatkan 4. Mulai
dari otot besar seprti otot paha, dilanjutkan dengan otot kecil seperti otot kaki 5. Beban atau
tahanan untuk kanan dan kiri harus sama
33 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s 6. Jangan berlatih
berlebihan 7. Atur napas dengan baik, otot yang dilatih memerlukan oksigen yang cukup 8.
Lakukan peregangan otot pada akhir latihan untuk menghindari kekakuan atau cedera
(Tandra, 2009)
34 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s BAB 3 ASUHAN
KEPERAWATAN 3.1 Uraian Kasus Ny. M umur 59 tahun datang ke RSU Sutomo dengan
keluhan ngilu pada persendian daerah kaki yang sering dirasakan sejak 3 bulan yang lalu,
rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. M tidak
memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. M dianjurkan untuk tes darah
dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. M menderita osteoporosis diperkuat
lagi dengan hasil BMD (Bone Mineral Density) T-score -3. Klien mengalami menopause
sejak 7 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda dan
tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena
usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak
pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS. Pola
aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya bekerja di perkantoran.
Riwayat penggunaan KB hormonal dengan metode pil. Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg
(BB sebelumnya 78 kg). 3.2 Pengkajian 1. Data demografi Nama : Ny. M Umur : 59 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : IRT 2. Riwayat Penyakit Sekarang Ny. M umur 59
tahun datang ke RSU Sutomo dengan keluhan ngilu pada persendian daerah kaki yang sering
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang
lalu, namun Ny. M tidak memperdulikannya. 3. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Klien terlihat
bungkuk (kifosis), penurunan berat badan, perubahan gaya berjalan.
35 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s b. Palpasi Klien
merasakan nyeri saat dilakukan palpasi pada area punggung. 4. Riwayat Psikososial Klien
cemas untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berat. 5. Hasil pemeriksaan laboratorium
BMD T-score -3 3.3 Analisis Data Data Etiologi Masalah keperawatan DS: 1. Klien
mengatakan ngilu di bagian sendi didaerah kaki sejak beberapa tahun lalu. 2. Klien
mengatakan banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya bekerja di perkantoran 3. Klien
mengatakan terasa sakit pada sendi ketika berjalan 4. Klien mengatakan aktivitas sehari-hari
terhambat DO : 1. Klien mengalami menopause sejak 6 tahun yang lalu. 2. Riwayat
penggunaan KB hormonal dengan metode pil. 3. Wajah klien terlihat meringis. 4. Sering
terlihat memegang area yang sakit 5. Skala nyeri 7 Penurunan massa tulang / osteoporosis
Fraktur vertebra Deformitas Vertebra Teregangnya ligamentum dan otot/ spasme otot Nyeri
Nyeri
36 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s DS: 1. Klien
mengatakan ngilu di bagian sendi sejak beberapa tahun lalu. 2. Klien mengatakan banyak
beraktifitas duduk karena dulu dirinya bekerja di perkantoran 3. Klien mengatakan terasa
sakit pada sendi ketika berjalan 4. Klien mengatakan aktivitas sehari-hari terhambat 5. Klien
mengatakan merasakan ngilu saat beraktivitas yang berat. DO : 1. Ny. M umur 59 tahun 2.
Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. M menderita osteoporosis. 3. Hasil BMD T-score -3.
4. Hasil darah lengkap dalam (ca: 9,98 mg/dL, na: 142 mmol/L, K: 47 mmol/L, Cl: 108
mmol/L ) 5. Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg. 6. Kifosis Penurunan massa tulang /
osteoporosis Fraktur vertebra Deformitas Vertebra Bungkuk Hambatan mobilitas fisik
Mobilitas fisik DS : Klien mengatakan merasakan ngilu saat beraktivitas yang berat. DO : 1.
Klien terlihat sangat berhati-hati berjalan. 2. Klien terlihat kifosis ( bungkuk) 3. Hasil rongent
menunjukkan bahwaNy. Penurunan massa tulang/osteoporosis Resiko cedera Resiko cedera
37 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s M menderita
osteoporosis 4. Hasil BMD T-score -3. 3.4 Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan Rasionalisasi Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari
fraktur, spasme otot, deformitas tulang 1. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri
terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang. 2. Ajarkan pada klien tentang
alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya. 3. Kaji obat-obatan untuk
mengatasi nyeri. 4. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan
berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit 1. tulang dalam peningkatan
jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal. 2. Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya. 3. Keyakinan klien tidak dapat
menoleransi obat yang adekuat atau tidak adekuat untuk mengatasi nyerinya. 4. Kelelahan
dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder
atau fraktur baru. 1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada. 2. Rencanakan tentang
pemberian program latihan 3. Bantu klien jika diperlukan latihan 4. Ajarkan klien tentang
aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan 5. Ajarkan pentingnya latihan. 6. Bantu
kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari hari, rencana okupasi . 1.
Dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemapuannya. 2.
Latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah. 3. Aktifitas hidup
sehari-hari secara mandiri 4. Dengan latihan fisik: 5. Masa otot lebih besar sehingga
38 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s 7. Peningkatan
latihan fisik secara adekuat: dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
8. instruksikan klien untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat
dengan berbaring selama 15 menit 9. hindari latihan fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat memberikan perlindungan pada osteoporosis 6. Program latihan
merangsang pembentukan tulang 7. Gerakan menimbulkan kompresi vertical dan fraktur
vertebra. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh. 1.Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya: a) Tempatkan
klien pada tempat tidur rendah. b) Amati lantai yang membahayakan klien. c) Berikan
penerangan yang cukup d) Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk
diobservasi. e) Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan. 2.
Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan: a) Kaji kebutuhan untuk berjalan. b)
Konsultasi dengan ahli therapist. c) Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan. d)
Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar ruangan. e) Bantu klien untuk melakukan aktivitas 2.
Menciptakan lingkungan yang aman dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Ambulasi
yang dilakukan tergesa- gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
39 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s hidup sehari-hari
secara hati-hati. 6. 3.Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tanggga,
dan mengangkat beban berat. 8. 4.Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah osteoporosis: a)
Rujuk klien pada ahli gizi b) Ajarkan diet yang mengandung banyak kalsium c) Ajarkan klien
untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi d) Ajarkan tentang efek rokok
terhadap pemulihan tulang 1 5. Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan 6.
Penarikan yang terlalu keras akan menyebabkan terjadinya fraktur. 7. Pergerakan yang cepat
akan lebih memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis. 8. Diet
kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan kalsium serum, mencegah bertambahnya
kehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kalsium dalam urine. Alcohol akan
meningkatkan asidosis yang meningkatkan resorpsi tulang Rokok dapat meningkatkan
terjadinya asidosis. 9. Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.

Anda mungkin juga menyukai