Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KAPITA SELEKTA HEWAN

SIFILIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Hewan


Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Priyantini Widiyaningrum, M.S.

Disusun oleh:
Susi Erlianti (0402518008)

PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah tentang penyakit
Sifilis untuk memenuhi Mata Kuliah Kapita Selekta Hewan.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, diantaranya: Prof. Dr.
Priyantini Widiyaningrum, M.S., selaku dosen pengampu Mata Kuliah Kapita Selekta
Hewan.
Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Semarang, 01 September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. 1


KATA PENGANTAR .............................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................... 3
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

2. PEMBAHASAN ................................................................................... 6
A. Sejarah/Riwayat Sifilis ............................................................... 6
B. Sruktur, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Sifilis ....................... 7
C. Patogenesis Sifilis ...................................................................... 8
D. Manifestasi Klinis Sifilis ............................................................ 9
E. Terapi Pengobatan Kepada Penderita Sifilis .............................. 11

3. PEMBAHASAN .................................................................................. 13

A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang masih menjadi
permasalahan secara global. Banyak orang dewasa yang terinfeksi akibat penyakit ini.
Sifilis tidak hanya menyebabkan morbiditas, tetapi juga dapat menyebabkan
mortalitas. Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum subspesies pallidum
yang berbentuk spiral. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang patogen
terhadap manusia.
Sifilis biasanya dapat ditularkan melalui kontak seksual dengan pasangan yang
terinfeksi, kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang
menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. Sifilis
dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi jika tidak segera ditangani dapat
menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Penyakit sifilis memiliki empat stadium
yaitu primer, sekunder, laten dan tersier.
Pada tahun 2008 diperkirakan kejadian kasus baru sebanyak 10,6 juta orang di
dunia terinfeksi oleh penyakit sifilis. Pada tahun yang sama, kejadian kasus baru
sifilis di Asia Tenggara diperkirakan sebanyak 3 juta kasus. Jumlah populasi di dunia
tahun 2008 diperkirakan sebanyak 6,7 milyar. Insiden sifilis di Indonesia pada tahun
1996 adalah sebanyak 0,61% (Adisthanaya, 2016). Berdasarkan rekam medis
Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dari Divisi Infeksi Menular Seksual RS.
dr. Hasan Sadikin Bandung, pada periode tahun 2006 sampai 2012 terdapat 151 kasus
sifilis. Data dari RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta, selama rentang tahun 2006-2009
ditemukan 108 kasus sifilis (Rowawi, 2013).
Dari data di atas menunjukkan bahwa penyebaran sifilis di dunia telah menjadi
masalah kesehatan yang besar & umum, serta masih banyaknya penderita sifilis yang
ditemui hampir pada setiap tahunnya. Pemeriksaan terhadap sifilis yang disebabkan
oleh bakteri Treponema pallidum dapat dilakukan melalui uji serologi. Terdapat dua
jenis uji serologi yaitu: 1) uji nontreponema, termasuk uji Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin (RPR), 2) uji treponema, termasuk
Fluorescent Treponemal Antibody Absorption (FTA-ABS) dan Treponema pallidum
Particle Agglutination (TP-PA). Dengan adanya pemeriksaan tersebut, diharapkan

4
penderita sifilis dapat menyadari lebih dini akan gejala yang ditimbulkan, sehingga
mempermudah dalam pengobatan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sejarah/riwayat dari penyakit sifilis?
2. Bagaimanakah struktur, morfologi, dan fisiologi dari bakteri penyebab penyakit
sifilis?
3. Bagaimanakah mekanisme patogenesis dari penyakit sifilis?
4. Bagaimanakah manifestasi klinis dari penyakit sifilis?
5. Bagaimanakah terapi atau pengobatan yang dapat diberikan kepada penderita
sifilis?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka diperoleh tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah/riwayat dari penyakit sifilis.
2. Untuk mengetahui struktur, morfologi, dan fisiologi dari bakteri penyebab
penyakit sifilis.
3. Untuk mengetahui mekanisme patogenesis dari penyakit sifilis.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit sifilis.
5. Untuk mengetahui terapi atau pengobatan apa saja yang dapat diberikan kepada
penderita sifilis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah/ Riwayat Sifilis


Treponema (Trepo dan nema) berasal dari bahasa Yunani yang artinya turning
thread (benang bergulung). Treponema pallidum merupakan bakteri Spirochetes yang
patogen secara dominan pada manusia. Treponema pallidum sudah dikenal selama
500 tahun sebagai penyebab penyakit menular seksual yaitu sifilis. Asal mula sifilis
belum diketahui secara pasti. Ada dua hipotesis utama, yang pertama menyebutkan
bahwa sifilis dibawa dari Amerika ke Eropa oleh awak kapal Christopher Columbus,
hipotesis kedua mengatakan bahwa sifilis sebenarnya sudah ada di Eropa tetapi belum
diketahui secara pasti. Hipotesis ini dikenal dengan hipotesis Columbia dan pre-
Columbia. Hasil penelitian yang diterbitkan tahun 2008 oleh Harper dan Armelagos
mengatakan bahwa hipotesis yang mendekati adalah hipotesis Columbia.
Sifilis pertama kali dikenal di Eropa pada abad ke-15. Penyakit ini muncul
pertama kalinya di daerah Meditarian dan secara cepat menjadi endemik pada saat itu.
Pada abad ke- 18 baru diketahui bahwa penyakit ini merupakan penyakit menular
seksual. Penggambaran karakteristik sifilis terhalangi karena menyamai gejala
gonorrhea. Tahun 1767, John Hunter seorang ahli biologis ternama dari Inggris
menginokulasi eksudat dari urethera pasien gonorrhea, yang kebetulan juga mengidap
penyakit sifilis. Penemuan oleh John Hunter ini juga didukung oleh dua ahli
kedoteran lainnya. Pemisahan sifat dasar gonorrhea dan sifilis dilakukan pada tahun
1838 oleh Ricord, yang melaporkan hasil observasinya dengan lebih dari 2500 sampel
inokulasi pasien. Pengenalan stadium sifilis dilanjutkan sampai pada tahun 1905 Fritz
Schaudinn seorang ahli zologi dari Jerman dan Erich Hoffman seorang ahli kulit
menemukan sumber penyebabnya yang kemudian diberi nama Treponema pallidum
yang merupakan bakteri gram negatif, tipis, motil, dan berbentuk spiral. Pada tahun
1906 August von Wasserman pertama kali memperkenalkan uji diagnostik serologi
(Elvinawaty, 2014).

6
B. Struktur, Morfologi, Dan Fisiologi Dari Bakteri Penyebab Penyakit Sifilis
Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral dengan
lebar kira-kira 0,2 μm dan panjang 5-15 μm. Lengkung spiralnya teratur terpisah satu
dengan lainnya dengan jarak 1 μm, dan rata-rata setiap bakteri terdiri dari 8-14
gelombang. Organisme ini aktif bergerak, berotasi hingga 900 dengan cepat di sekitar
endoflagelnya bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip.
Aksis panjang spiral biasanya lurus tetapi kadang-kadang melingkar, yang membuat
organisme tersebut dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan kembali lurus
ke posisi semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat secara langsung
kecuali menggunakan pewarnaan imunofluoresensi atau iluminasi lapangan gelap dan
mikroskop elektron.
Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding selnya
dilapisi oleh peptidoglikan tipis, dan membran sel bagian luar. Treponema pallidum
memiliki endoflagel yang menyebabkan bakteri ini bergerak seperti alat pembuka
tutup botol (Corkscrew). Filamen flagel memiliki sarung/ selubung dan struktur inti
yang terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga
memiliki filamen sitoplasmik, yang disebut dengan fibril sitoplasmik. Filamen
bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran membran
bagian luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang rendah ini diduga
menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons imun pejamu.
Treponema pallidum merupakaan salah satu bakteri yang patogen terhadap
manusia (parasit obligat intraselular) dan sampai saat ini tidak dapat dikultur secara
invitro. Dahulu Treponema pallidum dianggap sebagai bakteri anaerob obligat,
sekarang telah diketahui bahwa Treponema pallidum merupakan organisme
mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam konsentrasi rendah (20%).
Bakteri ini dapat mati jika terpapar dengan oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan,
pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di refrigerator. Bakteri ini berkembang
biak dengan pembelahan melintang dan menjadi sangat invasif, patogen persisten
dengan aktivitas toksigenik yang kecil dan tidak mampu bertahan hidup diluar tubuh
host mamalia. Mekanisme biosintesis lipopolisakarida dan lipid Treponema pallidum
sedikit. Kemampuan metabolisme dan adaptasinya minimal dan cenderung kurang,
hal ini dapat dilihat dari banyak jalur seperti siklus asam trikarboksilik, komponen
fosforilasi oksidatif dan banyak jalur biosintesis lainnya.

7
Keseimbangan penggunaan dan toksisitas oksigen adalah kunci pertumbuhan
dan ketahanan Treponema pallidum. Organisme ini juga tergantung pada sel host
untuk melindunginya dari radikal oksigen, karena Treponema pallidum membutuhkan
oksigen untuk metabolisme tetapi sangat sensitif terhadap efek toksik oksigen.
Treponema pallidum akan mati dalam 4 jam bila terpapar oksigen dengan tekanan
atmosfer 21%. Keadaan sensitivitas tersebut dikarenakan bakteri ini kekurangan
superoksida dismutase, katalase, dan oxygen radical scavengers. Superoksida
dismutase berfungsi untuk mengkatalisis perubahan anion superoksida menjadi
hidrogen peroksida dan air. Treponema pallidum tidak dapat menular melalui benda
mati seperti bangku, tempat duduk toilet, handuk, gelas, atau benda-benda lain yang
bekas digunakan/dipakai oleh pengindap, karena pengaruh suhu dan rentang pH. Suhu
yang cocok untuk organisme ini adalah 30-370C dan rentang pH adalah 7,2-7,4.

C. Patogenesis Sifilis
Sifilis dapat menular melalui hubungan seksual (membran mukosa vagina dan
uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi, dan ibu yang menderita
sifilis ke janinnya melalui plasenta pada tahap akhir masa kehamilan. Darah dari
pasien yang baru terinfeksi sifilis atau yang masih dalam masa inkubasi bersifat
infeksius. Waktu berkembang biak Treponema pallidum selama masa aktif penyakit
secara invivo 30-33 jam (LaFond & Lukehart, 2006). Bakteri Treponema pallidum
masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang lecet,
kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar ke
seluruh organ tubuh. Bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan cara
gerakan cork-screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar
terjadi infeksi sistemik meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat
itu . Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasanya bertahan
selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya,
kuman mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat
yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat
sebagai papul.
Treponema pallidum tidak bersifat toksigenik, karena didalam dinding selnya
tidak ditemukan eksotoksin ataupun endotoksin. Meskipun didalam lesi primer
dijumpai banyak bakteri namun tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas
karena kebanyakan bakteri yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi

8
ada sejumlah kecil Treponema yang dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di
dalam sel lainya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Hal ini dapat
membuat Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu
yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit
sifilis (Elvinawaty, 2014).

D. Manifestasi Klinis Sifilis


Penyakit sifilis terbagi menjadi empat stadium yaitu primer, sekunder, laten, dan
tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda.
1. Sifilis Primer
Sifilis primer terjadi tiga minggu setelah kontak infeksi, dapat sembuh dalam
4–8 minggu dengan atau tanpa pengobatan. Manifestasi klinis sifilis primer adalah
papul kecil soliter, kemudian dalam satu sampai beberapa minggu, papul ini
berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik dari sifilis primer disebut dengan chancre,
ulkus yang keras dengan dasar yang bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas
tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan berlokasi pada sisi Treponema pallidum
pertama kali masuk. Ukuran chancre bervariasi dari 0,3-3,0 cm. Chancre dapat
ditemukan di daerah genital dan ekstragenital, tetapi paling sering ditemui pada
penis, serviks, dinding vagina rektum anus, rongga mulut, jari tangan, dan
payudara.

Gambar 1. Chancre Ekstragenital

2. Sifilis Sekunder
Apabila pada gejala sifilis primer tidak segera diobati, gejala sifilis sekunder
akan mulai timbul dalam 2 sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu
setelah chancre muncul. Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan
spirokaeta yang menyebar dari chancre dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah

9
dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan beragam gejala yang jauh dari lokasi
infeksi semula. Salah satu gejala sifilis sekunder adalah munculnya makulopapula.
Ukuran makulopapula sekitar 0,5-2,0 cm. Sistem yang paling sering terkena adalah
kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat (Arief &
Hutomo, 2010).

Gambar 2. Makulopapula Pada Telapak Tangan

3. Sifilis Laten
Sifilis laten dapat terjadi setelah stadium primer dan sekunder yang
selanjutnya dapat masuk ke stadium laten. Sifilis laten atau asimtomatik adalah
periode hilangnya gejala klinis sifilis sekunder sampai gejala klinik tersier muncul.
Sifilis laten dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut.
Pembagian berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada
pasien yang tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam satu tahun,
94% muncul dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun. Sifilis laten dini
terjadi kurang satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya
mengalami relaps sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis laten lanjut
muncul setelah satu tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien
dengan sifilis laten dini lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan
serologi pada stadium laten lanjut adalah positif (Rowawi, 2013).

4. Sifilis Tersier
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat
dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut
(6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Sepertiga pasien berkembang
menjadi sifilis tersier tanpa pengobatan. Pasien dengan sifilis tersier tidak menular.
Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun setelah
infeksi awal, dengan rerata 15 tahun. Karakteristik pada stadium ini ditandai

10
dengan adanya guma kronik, lembut, seperti tumor yang inflamasi dengan ukuran
yang berbeda-beda. Guma merupakan lesi yang granulomatous, nodular dengan
nekrosis sentral, muncul paling cepat setelah dua tahun infeksi awal, meskipun
guma bisa juga muncul lebih lambat. Lesi ini bersifat merusak biasanya mengenai
kulit dan tulang, meskipun bisa juga muncul di hati, jantung, otak, lambung dan
traktus respiratorius atas. Lesi jarang yang sembuh spontan tetapi dapat sembuh
secara cepat dengan terapi antibiotik yang tepat. Guma biasanya tidak
menyebabkan komplikasi yang serius.

Gambar 3. Guma Sifilis yang Ulser dan Soliter

Neurosifilis merupakan infeksi yang melibatkan sistem saraf sentral, dapat


muncul lebih awal, asimtomatik atau dalam bentuk sifilis meningitis, lebih lanjut
sifilis meningovaskular, general paresis, atau tabes dorsalis. Neurosifilis muncul
dengan rentang waktu >2 tahun – 20 tahun. Sifilis kardiovaskular muncul 10-30
tahun setelah infeksi awal. Sifilis kardiovaskular ditandai aneurisma aorta,
regurgitasi aorta, dan stemosis osteum.

E. Terapi/ Pengobatan Yang Dapat Diberikan Kepada Penderita Sifilis


Terapi/ pengobatan dilakukan dengan memberikan Antibiotik seperti Penisilin
atau turunannya. Pemantauan serologi dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun
pertama dan setiap 6 bulan pada tahun kedua. Selain itu, kepada penderita perlu
diberikan penjelasan yang jelas dan menyeluruh tentang penyakitnya dan
kemungkinan penularan sehingga turut mencegah transmisi penyakit lebih lanjut.
Bagi penderita yang tidak tahan dengan penisilin dapat diganti dengan tetrasiklin atau
eritromisin, yang harus dimakan 15 hari. Sifilis yang telah menyebabkan penderita
lumpuh biasanya tidak dapat diobati lagi (Elvinawaty, 2014).

11
Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis sifilis dapat
dilakukan dengan cara uji atau pemeriksaan serologis. Secara umum, tes serologi
sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Tes Non-Treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory). Tes serologis yang termasuk dalam
kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-
bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi
terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi
lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis
(misalnya: penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan
bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi
infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena
tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes
ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif,
selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya.
2. Tes Spesifik Treponemal
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum
Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA
(Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini
mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes
ini jarang memberikan hasil positif palsu. Tes ini dapat menunjukkan hasil
positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak
dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah
diterapi secara adekuat. Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah
terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang
mengalami infeksi aktif. Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T. pallidum dari
infeksi treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan
dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk
menentukan diagnosis banding.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum. Bakteri tersebut bersifat patogen terhadap manusia (parasit
obligat intraselular).
2. Penyakit sifilis terbagi menjadi empat stadium yaitu sifilis primer, sekunder, laten,
dan tersier.
3. Sifilis dapat menular melalui hubungan seksual (membran mukosa vagina dan uretra),
kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi, dan ibu yang menderita sifilis ke
janinnya melalui plasenta pada tahap akhir masa kehamilan.
4. Terapi/ pengobatan dilakukan dengan memberikan Antibiotik seperti Penisilin sesuai
rentang waktu yang telah ditentukan.
5. Diagnosis sifilis dapat dilakukan dengan cara tes atau pemeriksaan serologis. Tes
serologis dibedakan menjadi dua yaitu tes non treponema dan tes spesifik treponema.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan penulis
adalah pentingnya pemeriksaan dini, kesadaran akan gejala yang ditimbulkan dari
penyakit sifilis, agar penyakit sifilis tidak menjadi penyakit kronis serta menghindari
hal-hal yang dapat memicu timbulnya penyakit sifilis .

13
DAFTAR PUSTAKA
Adisthanaya, S. 2016. Gambaran Karakteristik Sifilis di Poliklinik Kulit dan Kelamin Sub
Divisi Infeksi Menular Seksual RSUP Sanglah Denpasar/Fk Unud Periode Januari
2011-Desember 2013. E-Jurnal Medika. 5 (9): 1-4.

Arief, I. & M. Hutomo. 2010. Sifilis Sekunder debgan Manifestasi Klinis Kondilomata Lata
(Secondary Syphilis with Condylomata Lata as a Clinical Manifestation). Laporan Kasus.
22 (3): 211-215.

Elvinawaty, E. 2014. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan Serologi.


Jurnal Kesehatan Andalas. 3 (3): 572-587.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk
Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan
RI.

LaFond & Lukehart. 2006. Biological Basis For Syphilis. National Library Of Medicine
National Institute Of Health. 19 (1): 29-49.

Rowawi, R. 2013. Sifilis Laten: diagnosis dan Pengobatan. Global Medical and Health
Communication. 1 (2): 79-86.

14

Anda mungkin juga menyukai