Anda di halaman 1dari 16

UJI JOMINY

LAPORAN PRAKTIKUM
TME 243-Praktikum Material Teknik

Nama : Andrew Gare Zebua


NIM : 2014-041-019
Kelompok : MB 1
Tanggal Praktikum : 3 November 2015
Asisten : Harris Siahaan

LABORATORIUM KARAKTERISASI dan REKAYASA MATERIAL


PRODI TEKNIK MESIN - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
2015
I. TUJUAN
Mengukur kedalaman pengerasan baja.

II. TEORI DASAR


Berbagai definisi muncul untuk menjelaskan pengertian hardenability (mampu
keras). Grossman dan Bain mendefinisikan mampu keras baja sebagai kemampuan baja
dikeraskan dengan perlakuan panas yang diikuti dengan laju pendinginan cepat
(quenching); atau dengan kata lain merupakan kedalaman dari distribusi kekerasan
baja/paduannya yang dihasilkan dari suatu proses perlakuaan panas, yang diikuti
dengan laju pendinginan cepat (quenching). Dari kedua definisi tersebut tersirat
peningkatan nilai kekerasan baja yang hanya dapat dicapai melalui transformasi
martensit. Pengertian mampu keras tidaklah sama dengan kekerasan, namun ukuran
kualitatif yang menyatakan penurunan kekerasan terhadap jarak dari permukaan
pengerasan, karena penurunan jumlah kemampuan untuk bertransformasi menjadi
martensit.
Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai fasa
austenit didinginkan secara cepat/ di quench, sehingga atom karbon tidak sempat
berdifusi dan hanya sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral
pada struktur FCC austenit. Terisinya rongga-rongga tersebut mengakibatkan panjang
kisi struktur FCC di arah sumbu z lebih panjang, sehingga terjadi distorsi kisi. Sebagai
akibatnya struktur kristal yang semula FCC tidak berubah menjadi BCC namun
menjadi BCT. Efek ini disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.
Prosedur standar untuk mengetahui mampu keras baja/paduannya dilakukan
dengan pengujian Jominy end-Quench. Spesimen berbentuk silinder dengan diameter
25,4 mm (1 in.) dan panjang 100 mm (4 in.) dipanaskan hingga temperatur austenit,
dan ditahan pada waktu tertentu. Selanjutnya diletakan pada alat uji Jominy dan
disemprot dengan media pendingin pada salah satu sisinya. Setelah temperatur
spesimen turun hingga temperatur kamar dilakukan pengujian kekerasan dengan
metode Rockwell dari ujung end-quench spesimen, Gambar 2.1. Hasil pengiujian
kekerasan terhadap jarak kemudian diplot dalam bentuk grafik seperti pada skema
Gambar 2.2.
Gambar 2.1. Skema uji Jominy end-quench dan pengukuran kekerasan spesimen
[2]

Gambar 2.2. Skema grafik kekerasan terhadap jarak dari end-quench


III. PERALATAN PERCOBAAN
a. Alat uji Joiminy,

Gambar 3.1. Alat uji Jominy di Laboratorium Karakterisasi dan Rekayasa


Material.
b. Spesimen terbuat dari baja karbon medium/tinggi.
c. Tungku/furnace
d. Mistar dan spidol
e. Mesin uji kekerasan Universal Hardness Tester QV-700
f. OES (Optical Emission Spectrometer)

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Menyiapkan spesimen dengan dimensi: diameter 25,4 mm dan panjang 100 mm.
b. Menguji komposisi kimia spesimen menggunakan OES (Optical Emission
Spectrometer).
c. Memanaskan spesimen di dalam tungku sampai temperatur austenit selama 60
menit. Selanjutnya spesimen dikeluarkan dan diletakan pada dudukannya di alat
uji Jominy, diikuti dengan pendinginan melalui penyemprotan menggunakan
media air pada bagian bawah, end quench.
d. Setelah proses pendinginan selesai, spesimen dikeluarkan dari dudukannya dan
dibersihkan dari kerak agar permukaan tetap rata. Bila diperlukan lakukan
pengampelasan sedikit.
e. Selanjutnya permukaan yang telah rata diuji keras pada jarak tertentu
menggunakan alat uji keras jenis Universal Hardness Tester QV-700, sesuai
petunjuk asisten.
V. TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Jelaskan bagaimana pengaruh kadar karbon terhadap mampu keras suatu baja ?
Perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan mampu keras (hardenability).
Kekerasan adalah ukuran daripada daya tahan terhadap deformasi plastis,
mampu keras adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Baja yang memiliki
kadar karbon yang tinggi memiliki kekerasan mendekati maksimum. Pada proses
perlakuan panas baja dengan mampu keras yang lebih besar memiliki kekerasan
mendekati maksimum. Jadi baja dengan kadar karbon tinggi, juga memiliki mampu
keras yang besar.
2. Jelaskan mengapa pada pengujian Jominy dihasilkan kekerasan yang tidak
seragam, kekerasan cenderung menurun pada kedalaman yang makin jauh dari end
quench ?
Hal ini dikarenakan pada proses perlakuan panas pada pengujian Jominy,
dilakukan laju pendinginan yang berbeda-beda pada seluruh bagian spesimen.
Pada bagian bawah baja mendapat laju pendinginan cepat sehingga martensit
terbentuk, laju pendinginan ini merambat ke bagian spesimen baja yang lain.
Namun pada bagian atas baja mendapat laju pendinginan normal, sehingga
martensit tidak terbentuk.
3. Jelaskan apa yang dimaksud hardenability band ?
Hardenability band adalah kurva pada diagram hardenability. Hardenability
sendiri adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa
martensite.
4. Peningkatan jumlah karbon, terutama diatas 0,5% wt, maka kekerasan akan
meningkat, namun di sisi lain akan menimbulkan crack akibat adanya internal
stress. Jelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi !
Hal ini dikarenakan apabila kekerasan meningkat maka di sisi lain kekuatan pun
meningkat sehingga keuletan menjadi turun. Hal ini mempengaruhi kempuan baja
menahan adanya internal stress, sehingga apabila kemampuan baja menahan
internal stress semakin turun akan menimbulkan crack yang terjadi.
5. Jelaskan mengapa fasa austenit pada jominy bar setelah dipanaskan dan dilakukan
quenching dapat berubah fasa martensit ?
Hal ini dikarenakan batangan spesimen baja yang mengalami quenching
(pendiginan cepat) tidak memberikan cukup waktu bagi karbon untuk berubah
fasa pearlite (𝛼 + Fe3c). Sehingga karbon akan pindah ke fasa ferrite (𝛼), hal ini
menyebabkan karbon pada fasa ferrite menjadi kelewat jenuh atau αSSSS (Super

Saturated Solid Solution). Fasa αSSSS sering disebut juga sebagai fasa
martensite.
6. Apa yang dimaksud 0,5 % wt ?
wt % merupakan persen konsentrasi yang terjadi pada suatu cairan kimia, wt%
adalah berat zat terlarut/ berat zat larutan atau dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 5.1 Rumus wt%

0,5% wt adalah persentase berat karbon (gram zat terlarut) dengan berat besi (gram
larutan) yang dicampurkan.
VI.II PERHITUNGAN

Jarak
Diameter Jejak HR VHN HR VHN
No Pengukuran
(mm) Percobaan Percobaan Perhitungan Perhitungan
(mm)

1 1 0,076 0,080 31,62 301,4 0,00186 304,73


2 2 0,076 0,083 29,87 288,4 0,00194 293,34

3 3 0,082 0,084 26,88 267,2 0,00211 269,12

4 4 0,076 0,088 27,83 274,0 0,00206 275,73

5 5 0,081 0,086 26,50 264,1 0,00213 265,91

6 6 0,079 0,084 28,25 276,4 0,00203 279,12

7 7 0,077 0,082 29,87 288,5 0,00194 293,34

8 8 0,076 0,083 29,87 288,4 0,00194 293,34

9 9 0,080 0,083 28,25 276,3 0,00203 279,12

10 10 0,082 0,085 26,33 263,9 0,00213 265,91

11 11 0,078 0,082 29,75 287,3 0,00196 289,69

12 12 0,081 0,082 27,00 296,0 0,00203 279,12

13 13 0,077 0,083 29,25 284,0 0,00196 289,69

14 14 0,078 0,079 31,38 299,6 0,00189 300,86

15 15 0,081 0,088 25,33 257,1 0,00219 259,65

16 16 0,082 0,079 29,25 283,5 0,00198 286,10

17 17 0,076 0,082 30,50 292,5 0,00191 297,07

18 18 0,079 0,084 28,38 277,7 0,00203 279,12

19 19 0,079 0,088 26,50 264,6 0,00213 265,91

20 20 0,085 0,092 21,88 236,3 0,00240 236,71


Contoh Perhitungan :

Jarak
Diameter Jejak Diameter HR VHN
No Pengukuran
(mm) rata-rata Percobaan Percobaan
(mm)

1 1 0,076 0,080 0,078 31,62 301,4

2 2 0,076 0,083 0,0795 29,87 288,4

3 3 0,082 0,084 0,083 26,88 267,2

4 4 0,076 0,088 0,082 27,83 274,0

5 5 0,081 0,086 0,0835 26,50 264,1

1) Perhitungan No.1 :
Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2
g = 9,81 m/s2
D = diameter indentor (10 mm)
d = diameter rata-rata

2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)
2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,078mm2 ) (9,81 m/s2 )

= 0,00186

2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g
1.854 (9,81 N)
=
(0,078 mm)2 (9,81 m/s2 )

= 304, 73

2) Perhitungan No.2 :
Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2

g = 9,81 m/s2

D = diameter indentor (10 mm)

d = diameter rata-rata

2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)

2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,0795mm2 ) (9,81 m/s2 )

= 0,00194
2P sin α/2
VHN =
d2 g

1.854 P
=
d2 g

1.854 (9,81 N)
=
(0,0795 mm)2 (9,81 m/s2 )

= 293,34

3) Perhitungan No.3 :

Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2

g = 9,81 m/s2

D = diameter indentor (10 mm)

d = diameter rata-rata

2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)

2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,083mm2 ) (9,81 m/s2 )

= 0,00211
2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g

1.854 (9,81 N)
=
(0,083 mm)2 (9,81 m/s2 )

= 269,12

4) Perhitungan No.4 :

Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2

g = 9,81 m/s2

D = diameter indentor (10 mm)

d = diameter rata-rata

2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)

2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,082mm2 ) (9,81 m/s2 )

= 0,00206

2P sin α/2
VHN =
d2 g

1.854 P
=
d2 g

1.854 (9,81 N)
=
(0,082 mm)2 (9,81 m/s2 )

= 275,73

5) Perhitungan No.5 :

Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2

g = 9,81 m/s2

D = diameter indentor (10 mm)

d = diameter rata-rata
2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)

2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,0835mm2 ) (9,81 m/s2 )

= 0,00213

2P sin α/2
VHN =
d2 g

1.854 P
=
d2 g

1.854 (9,81 N)
=
(0,0835mm)2 (9,81 m/s2 )

= 265,91
VI.III ANALISIS

Uji Jominy memiliki tujuan yaitu untuk mengukur kedalaman pengerasan baja, hal ini
dilakukan untuk membuktikan adanya mampu keras pada baja yang terjadi. Perlakuan
panas dengan diikuti pendinginan cepat akan menghasilkan fasa martensit pada baja.
Namun dalam uji kali ini praktikan membuktikan apakah proses perlakuan panas
diikuti dengan laju pendinginan cepat. Jika laju pendinginan tersebut hanya dilakukan
pada satu titik, sehingga asumsi laju pendinginan akan merambat ke bagian lainnya.
Akibatnya akan terjadi perbedaan kekerasan pada seluruh bagian baja, bagian paling
besar nilai kekerasannya berada pada dasar baja sedangankan bagian paling kecil nilai
kekerasannya berada pada baja paling atas.

Hal ini membuktikan teori, bahwa pada baja paling dasar yang mengalami laju
pendinginan cepat memiliki nilai kekerasan paling besar. Akibat adanya martensit
yang terbentuk pada daerah tersebut, sedangkan pada baja paling atas yang mengalami
laju pendinginan normal. Tidak membentuk fasa martensit, akibatnya nilai
kekerasannya paling kecil diantara bagian yang lain.

Dari data percobaan yang diperoleh didapat grafik antara kekerasan terhadap jarak
pengujian:

HRC Percobaan
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Gambar 4. Grafik HRC Percobaan Terhadap Jarak Pengujian


VHN Percobaan
350
300
250
200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Gambar 5. Grafik VHN Percobaan Terhadap Jarak Pengujian

Dilihat dari grafik yang diperoleh, kedua grafik tersebut sangat berbeda dengan
grafik pada teori yang ada. Hal ini dikarenakan karena pada spesimen baja ketika
dilakukan laju pendinginan, daerah yang terkena laju pendinginan tersebut berbeda-
beda. Karena spesimen yang dipasang pada alat Jominy tidak seimbang, sehingga
air kemudian berpencar-pencar. Dan kemungkinan besar air tersebut mengenai
bagian tengah spesimen baja sehingga daerah tersebut terjadi pembentukan
martensit. Hal ini menyebabkan nilai kekerasan pada bagian tengah baja menjadi
berbeda-beda, dan tidak terjadi adanya penurunan nilai kekerasan.

Nilai HR pada percobaan, sangat berbeda dengan nilai HR perhitungan dikarenakan


kesalahan rumus yang digunakan untuk mengitung nilai HR teoritis. Seperti
diameter identor yang digunakan, pada percobaan Rockwell diameter identor berupa
bola baja dengan diameter 10 mm. Namun pada percobaan Vickers identor yang
digunakan yakni berupa intan dengan diameter yang tidak diketahui, hanya sudut
intan tersebut yaitu 136°. Oleh karena itu ketika dimasukkan ke dalam rumus untuk
mencari HR perhitungan, data yang diperoleh tidak valid atau kemungkinan besar
salah.
VII. SIMPULAN
1. Proses perlakuan panas yang diikuti laju pendinginan cepat secara merambat,
akan menghasilkan nilai kekerasan yang berbeda-beda pada tiap bagian baja.
2. Pembentukan fasa martensit yang terjadi pada baja, secara garis besar dapat
terjadi melalui laju pendinginan cepat secara merambat.
3. Nilai HR percobaan berbeda jauh dengan nilai HR perhitungan, karena
perbedaan identor yang digunakan.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


[1]. ---------, (2000): ASM Metal Handbook Volume 8 : Mechanical Testing and
Evaluation, ASM Internasional, Ohio.
[2]. Callister, W.D., (2001): Fundametals of Materials Science and
Engineering, John willey & sons, New York.
[3]. ---------, (1991) : Annual Book of ASTM Standards, Section 3 : Metal Test
Methods and Analytical Procedure, Philadelphia.
[4]. Dieter, G.E., (1988) : Mechanical Metallurgy, McGraw hill book
Co.,London.
[5]. Davis, H.E., et al., (1964): The Testing and Inspection of Engineering
Materials, McGraw Hill Book Co., London.

IX. LAMPIRAN

Gambar 6. Spesimen Jominy


Gambar 7. Alat Uji Jominy

Gambar 8. Alat Uji Keras

Anda mungkin juga menyukai