LAPORAN PRAKTIKUM
TME 243-Praktikum Material Teknik
1. Jelaskan bagaimana pengaruh kadar karbon terhadap mampu keras suatu baja ?
Perlu dibedakan antara pengertian kekerasan dan mampu keras (hardenability).
Kekerasan adalah ukuran daripada daya tahan terhadap deformasi plastis,
mampu keras adalah kemampuan bahan untuk dikeraskan. Baja yang memiliki
kadar karbon yang tinggi memiliki kekerasan mendekati maksimum. Pada proses
perlakuan panas baja dengan mampu keras yang lebih besar memiliki kekerasan
mendekati maksimum. Jadi baja dengan kadar karbon tinggi, juga memiliki mampu
keras yang besar.
2. Jelaskan mengapa pada pengujian Jominy dihasilkan kekerasan yang tidak
seragam, kekerasan cenderung menurun pada kedalaman yang makin jauh dari end
quench ?
Hal ini dikarenakan pada proses perlakuan panas pada pengujian Jominy,
dilakukan laju pendinginan yang berbeda-beda pada seluruh bagian spesimen.
Pada bagian bawah baja mendapat laju pendinginan cepat sehingga martensit
terbentuk, laju pendinginan ini merambat ke bagian spesimen baja yang lain.
Namun pada bagian atas baja mendapat laju pendinginan normal, sehingga
martensit tidak terbentuk.
3. Jelaskan apa yang dimaksud hardenability band ?
Hardenability band adalah kurva pada diagram hardenability. Hardenability
sendiri adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa
martensite.
4. Peningkatan jumlah karbon, terutama diatas 0,5% wt, maka kekerasan akan
meningkat, namun di sisi lain akan menimbulkan crack akibat adanya internal
stress. Jelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi !
Hal ini dikarenakan apabila kekerasan meningkat maka di sisi lain kekuatan pun
meningkat sehingga keuletan menjadi turun. Hal ini mempengaruhi kempuan baja
menahan adanya internal stress, sehingga apabila kemampuan baja menahan
internal stress semakin turun akan menimbulkan crack yang terjadi.
5. Jelaskan mengapa fasa austenit pada jominy bar setelah dipanaskan dan dilakukan
quenching dapat berubah fasa martensit ?
Hal ini dikarenakan batangan spesimen baja yang mengalami quenching
(pendiginan cepat) tidak memberikan cukup waktu bagi karbon untuk berubah
fasa pearlite (𝛼 + Fe3c). Sehingga karbon akan pindah ke fasa ferrite (𝛼), hal ini
menyebabkan karbon pada fasa ferrite menjadi kelewat jenuh atau αSSSS (Super
Saturated Solid Solution). Fasa αSSSS sering disebut juga sebagai fasa
martensite.
6. Apa yang dimaksud 0,5 % wt ?
wt % merupakan persen konsentrasi yang terjadi pada suatu cairan kimia, wt%
adalah berat zat terlarut/ berat zat larutan atau dirumuskan sebagai berikut :
0,5% wt adalah persentase berat karbon (gram zat terlarut) dengan berat besi (gram
larutan) yang dicampurkan.
VI.II PERHITUNGAN
Jarak
Diameter Jejak HR VHN HR VHN
No Pengukuran
(mm) Percobaan Percobaan Perhitungan Perhitungan
(mm)
Jarak
Diameter Jejak Diameter HR VHN
No Pengukuran
(mm) rata-rata Percobaan Percobaan
(mm)
1) Perhitungan No.1 :
Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2
g = 9,81 m/s2
D = diameter indentor (10 mm)
d = diameter rata-rata
2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)
2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,078mm2 ) (9,81 m/s2 )
= 0,00186
2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g
1.854 (9,81 N)
=
(0,078 mm)2 (9,81 m/s2 )
= 304, 73
2) Perhitungan No.2 :
Dik : P = 9,81 N = 9,81 kg.m/s2
g = 9,81 m/s2
d = diameter rata-rata
2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)
2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,0795mm2 ) (9,81 m/s2 )
= 0,00194
2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g
1.854 (9,81 N)
=
(0,0795 mm)2 (9,81 m/s2 )
= 293,34
3) Perhitungan No.3 :
g = 9,81 m/s2
d = diameter rata-rata
2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)
2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,083mm2 ) (9,81 m/s2 )
= 0,00211
2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g
1.854 (9,81 N)
=
(0,083 mm)2 (9,81 m/s2 )
= 269,12
4) Perhitungan No.4 :
g = 9,81 m/s2
d = diameter rata-rata
2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)
2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,082mm2 ) (9,81 m/s2 )
= 0,00206
2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g
1.854 (9,81 N)
=
(0,082 mm)2 (9,81 m/s2 )
= 275,73
5) Perhitungan No.5 :
g = 9,81 m/s2
d = diameter rata-rata
2P
HR =
(πD) (D-√D2 −d2 ) (g)
2 . (9,81 N)
=
(π.10mm) (10 mm - √10 mm2 −0,0835mm2 ) (9,81 m/s2 )
= 0,00213
2P sin α/2
VHN =
d2 g
1.854 P
=
d2 g
1.854 (9,81 N)
=
(0,0835mm)2 (9,81 m/s2 )
= 265,91
VI.III ANALISIS
Uji Jominy memiliki tujuan yaitu untuk mengukur kedalaman pengerasan baja, hal ini
dilakukan untuk membuktikan adanya mampu keras pada baja yang terjadi. Perlakuan
panas dengan diikuti pendinginan cepat akan menghasilkan fasa martensit pada baja.
Namun dalam uji kali ini praktikan membuktikan apakah proses perlakuan panas
diikuti dengan laju pendinginan cepat. Jika laju pendinginan tersebut hanya dilakukan
pada satu titik, sehingga asumsi laju pendinginan akan merambat ke bagian lainnya.
Akibatnya akan terjadi perbedaan kekerasan pada seluruh bagian baja, bagian paling
besar nilai kekerasannya berada pada dasar baja sedangankan bagian paling kecil nilai
kekerasannya berada pada baja paling atas.
Hal ini membuktikan teori, bahwa pada baja paling dasar yang mengalami laju
pendinginan cepat memiliki nilai kekerasan paling besar. Akibat adanya martensit
yang terbentuk pada daerah tersebut, sedangkan pada baja paling atas yang mengalami
laju pendinginan normal. Tidak membentuk fasa martensit, akibatnya nilai
kekerasannya paling kecil diantara bagian yang lain.
Dari data percobaan yang diperoleh didapat grafik antara kekerasan terhadap jarak
pengujian:
HRC Percobaan
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Dilihat dari grafik yang diperoleh, kedua grafik tersebut sangat berbeda dengan
grafik pada teori yang ada. Hal ini dikarenakan karena pada spesimen baja ketika
dilakukan laju pendinginan, daerah yang terkena laju pendinginan tersebut berbeda-
beda. Karena spesimen yang dipasang pada alat Jominy tidak seimbang, sehingga
air kemudian berpencar-pencar. Dan kemungkinan besar air tersebut mengenai
bagian tengah spesimen baja sehingga daerah tersebut terjadi pembentukan
martensit. Hal ini menyebabkan nilai kekerasan pada bagian tengah baja menjadi
berbeda-beda, dan tidak terjadi adanya penurunan nilai kekerasan.
IX. LAMPIRAN