Anda di halaman 1dari 43

DARI REDAKSI

Sidang Pembaca yang terhormat,

Penasehat
Pada edisi terakhir di penghujung tahun 2006 ini, Dexa Media menampilkan
Ir. Ferry A. Soetikno, M.Sc., M.B.A.
tema utama, yaitu dengan judul artikel “Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai
Ketua Pengarah/Penanggung Jawab
Dr. Raymond R. Tjandrawinata Terapi Nyeri Neuropatik”, yang menjelaskan bahwa penggunaan lamotrigine yang
pada awalnya sebagai antiepilepsi, sekarang ini digunakan sebagai analgesik
Pemimpin Redaksi
dr. Grace V.J., M.M. adjuvant untuk nyeri neuropatik.
Beberapa artikel dari rubrik tinjauan pustaka antara lain membahas mengenai
Redaktur Pelaksana
Tri Galih Arviyani, S.Kom. austistik, manajemen gagal jantung kronik, diagnosis dan penatalaksanaan gagal
jantung diastolik, infeksi cacing tambang, patogenesis dan lain sebagainya. Untuk
Staf Redaksi
dr. Della Manik Worowerdi Cintakaweni mengetahui lebih lanjut, kami persilahkan untuk membacanya.
Gelly Eka Prasasti, S.Si., Apt. Penelusuran jurnal yang memuat artikel-artikel terbaru sebagai tambahan
Herninta Pramitasari, S.Si., Apt wawasan dan pengetahuan untuk pembaca dan Kalendar Peristiwa yang memuat
Gunawan Raharja, S.Si., Apt.
Drs. Karyanto, MM jadwal simposium yang diadakan pada tahun 2006 ini tetap kami tampilkan tiap
dr. Marini Johan edisinya.
Puji Rahayu, S.Farm, Apt. Tak lupa kami terus mengundang para pembaca untuk berpartisipasi mengisi
dr. Ratna Kumalasari
lembaran Dexa Media dengan memberikan tulisan berupa Tinjauan Pustaka, Case
dr. Lydia Fransisca H. Tambunan
Yosi Krisyanti, S.Si, Apt Report, Artikel Penelitian.
Peer Review Akhir kata kami redaksi Dexa Media mengucapkan selamat Idul Fitri 1427 H
Prof. dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D., Sp.And. dan selamat Natal dan Tahun Baru 2007.
Prof. Dr. dr. Darmono, Sp.PD-KEMD
Prof. Dr. dr. Djokomoeljanto, Sp.PD-KEMD
Salam!
Jan Sudir Purba, M.D., Ph.D.
Prof. Dr. Med. Puruhito, M.D., F.I.C.S., F.C.T.S.
Prof. dr. Sudradji Soemapraja, Sp.OG.
DAFTAR ISI
Prof. Dr. dr. H. Sidartawan Soegondo, Sp.PD-KEMD, FACE
Prof. dr. Wiguno Prodjosudjadi, Ph.D., Sp.PD-KGH
Pengantar Redaksi 161
Redaksi/Tata Usaha Petunjuk untuk Penulisan Dexa Media 162
Jl. R.S. Fatmawati Kav. 33
Telp. (021) 7509575 Artikel Utama:
Fax. (021) 75816588 Penggunaan obat antiepilepsi sebagai terapi nyeri neuropatik 163
Email: tri.galih@dexa-medica.com
Tinjauan Pustaka:
Rekomendasi Depkes RI Tatalaksana farmakologis gangguan spektrum autistik:
0358/AA/III/88 Telaah pustaka terkini 167
Peran serotonin pada gangguan spektrum autistik 173
Ijin Terbit
Konsep baru kortikosteroid pada penanganan sepsis 177
1289/SK/Ditjen PPG/STT/1988
Patogenesis dan respon imun tubuh terhadap infeksi virus
Herpes simpleks 182
Infeksi cacing tambang 187

Artikel Penelitian:
Pemberian glutamin menurunkan kadar bilirubin darah serta
Mengurangi nekrosis sel-sel hati setelah pemberian aktivitas
Fisik maksimal dan parasetamol pada mencit 192
Diagnosis dan penatalaksanaan gagal jantung diastolik 196
Manajemen gagal jantung kronik 200

Cover: NEURON Sekilas Dexa Medica Group


Berkibarlah Merah Putih-ku 207
OGBdexa, Segitiga Merahnya, Bikin Hemat 207
SUMBANGAN TULISAN Delon semarakkan peluncuran TOXILITE 208
Redaksi menerima partisipasi berupa tulisan, foto, dan materi
lainnya sesuai dengan misi majalah ini. Tulisan yang tidak Penelusuran Jurnal 211
dimuat akan dikembalikan. Redaksi berhak mengedit atau Kalender Peristiwa 212
mengubah metode penulisan, tanpa mengubah tulisan yang
Daftar Iklan: Lamictal, Raivas, Dobuject, Toxilite, Tripoten, Generik
dimuat apabila dipandang perlu.

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 161


PETUNJUK PENULISAN

Redaksi menerima tulisan asli/tinjauan pustaka, penelitian atau laporan kasus den- 11. Nomor halaman dalam angka romawi
gan foto-foto asli dalam bidang Kedokteran dan Farmasi. Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology.
1. Tulisan yang dikirimkan kepada Redaksi adalah tulisan yang belum pernah Introduction Hematol Oncol Clin North Am 1995; Apr; 9(2):xi-xii
dipublikasikan di tempat lain dalam bentuk cetakan.
2. Tulisan berupa ketikan dan diserahkan dalam bentuk disket, diketik di pro- Buku dan monograf lain
gram MS Word dan print-out dan dikirimkan ke alamat redaksi atau melalui 12. Penulis perseorangan
e-mail kami. Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd
3. Pengetikan dengan point 12 spasi ganda pada kertas ukuran kuarto (A4) dan ed. Albany (NY):Delmar Publishers; 1996
tidak timbal balik. 13. Editor sebagai penulis
4. Semua tulisan disertai abstrak dan kata kunci (key words). Abstrak hendak- Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for eldery people. New
nya tidak melebihi 200 kata. York:Churchill Livingstone; 1996
5. Judul tulisan tidak melebihi 16 kata, bila panjang harap dipecah menjadi anak judul. 14. Organisasi sebagai penulis
6. Nama penulis harap disertai alamat kerja yang jelas. Institute of Medicine (US). Looking at the future of the medicaid program.
7. Harap menghindari penggunaan singkatan-singkatan Washington:The Institute; 1992
8. Penulisan rujukan memakai sistem nomor (Vancouver style), lihat contoh 15. Bab dalam buku
penulisan daftar pustaka. Catatan: menurut pola Vancouver ini untuk halaman diberi tanda p, bukan
9. Bila ada tabel atau gambar harap diberi judul dan keterangan yang cukup. tanda baca titik dua seperti pola sebelumnya).
10. Untuk foto, harap jangan ditempel atau di jepit di kertas tetapi dimasukkan ke Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner
dalam sampul khusus. Beri judul dan keterangan yang lengkap pada tulisan. BM, editors. Hypertension: Patophysiology, Diagnosis and Management.
11. Tulisan yang sudah diedit apabila perlu akan kami konsultasikan kepada peer 2nded. New York:Raven Press; 1995.p.465-78
reviewer. 16. Prosiding konferensi
12. Tulisan disertai data penulis/curriculum vitae, juga alamat email (jika ada), no. Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent Advances in clinical neurophysiology. Pro-
telp/fax yang dapat dihubungi dengan cepat. ceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology;
1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam:Elsevier; 1996
Contoh Penulisan Daftar Pustaka 17. Makalah dalam konferensi
Daftar pustaka di tulis sesuai aturan Vancouver, diberi nomor sesuai urutan pemuncu- Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and se-
lan dalam keseluruhan tulisan, bukan menurut abjad. Bila nama penulis lebih dari 6 curity in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, editors.
orang, tulis nama 6 orang pertama diikuti et al. Jumlah daftar pustaka dibatasi tidak MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informat-
lebih dari 25 buah dan terbitan satu dekade terakhir. ics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam:North-Hollan; 1992.
Artikel dalam jurnal p.1561-5
1. Artikel standar 18. Laporan ilmiah atau laporan teknis
Vega KJ, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:
an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996; Smith P, Golladay K. Payment for durable medi-cal equipment billed dur-
124(11):980-3. Lebih dari 6 penulis: Parkin DM, Clayton D, Black RJ, Ma- ing skilled nursing facility stays. Final report. Dallas(TX):Dept.of Health
suyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Cher- and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspections; 1994 Oct.
nobyl: 5 years follow-up. Br J Cancer 1996; 73:1006-12 Report No.: HHSIGOEI69200860
2. Suatu organisasi sebagai penulis Diterbitkan oleh unit pelaksana:
The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical Exercise Stress Test- Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Health Services Research:
ing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996; 164:282-4 Work Force and Education Issues. Washington:National Academy Press;
3. Tanpa nama penulis 1995. Contract No.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health
Cancer in South Africa (editorial). S Afr Med J 1994; 84:15 Care Policy and Research
4. Artikel tidak dalam bahasa Inggris 19. Disertasi
Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos Kaplan SJ. Post-hospital home health care: The eldery’s access and utiliza-
tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996; 116:41-2 tion [dissertation]. St. Louis (MO): Washington Univ.; 1995
5. Volum dengan suplemen 20. Artikel dalam koran
Shen HM, Zhang QE. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admis-
lung cancer. Environ Health Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82 sions annually. The Washington Post 1996 Jun 21; Sept A:3 (col.5)
6. Edisi dengan suplemen 21. Materi audio visual
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women’s psychological reactions to HIV + AIDS: The facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO):
breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1 Suppl 2):89-97 Mosby-Year Book; 1995
7. Volum dengan bagian
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin de- Materi elektronik
pendent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6 22. Artikel jurnal dalam format elektronik
8. Edisi dengan bagian Morse SS. Factors in the emergence of infection diseases. Emerg Infect Dis
Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap lacerations of the [serial online] 1995 jan-Mar [cited 1996 Jun 5];1(1):[24 screens]. Available
leg in ageing patients. N Z Med J 1990; 107(986 Pt 1):377-8 from: URL:HYPERLINK
9. Edisi tanpa volum 23. Monograf dalam format elektronik
Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrode-sis in CDI, Clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves
rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995; (320):110-4 JRT, maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0.
10.Tanpa edisi atau volum San Diego: CMEA; 1995
Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of the cancer patient and 24. Arsip komputer
the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Hemodynamics III: The ups and downs of hemodynamics [computer program].
Surg 1993;325-33 Version 2.2. Orlando [FL]: Computerized Educational Systems

162 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


ARTIKEL UTAMA

Penggunaan Obat Antiepilepsi


sebagai terapi Nyeri Neuropatik
Jan Sudir Purba
Departemen Neurologi FKUI/RSCM, Jakarta

Abstrak. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri neuroaptik
yang tergolong pada tipe nyeri kronik diakibatkan oleh lesi di jaringan susunan saraf baik perifer maupun pusat.
Penggunaan obat antiepilepsi pada nyeri neuropatik didasari oleh keidentikan dalam neuropatofisiologik antara
nyeri neuropatik dan epilepsi. Keidentikan ini termasuk kepekaan yang abnormal dari neuron-neuron sebagai
akibat kelainan pada reseptor seperti NMDA, AMPA/kainat yang pada saatnya nanti bisa memicu plastisitas
reseptor tersebut di post-sinaptik. Kepekaan yang abnormal inilah yang mengakibatkan tarjadinya perubahan
elektrik potensial di otak yang disebut sebagai bangkitan epilepsi. Obat antiepilepsi merupakan obat yang
berkemampuan untuk menekankepekaan yang abnormal dari neuron-neuron sehingga dengan demikian
bisa menekan bangkitan epilepsi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa obat antiepilepsi digunakan sebagai
analgesik adjuvant untuk terapi nyeri neuropatik. Ternyata obat antiepilepsi lamotrigine sangat efektif dalam
penanggulangan nyeri neuropatik terutama trigeminal neuralgia, nyeri neuropatik pada penderita HIV, nyeri
sentral pada penderita pasca stroke ataupun nyeri neuropatik yang intracktable. Cara kerja dari lamotrigine
adalah berperan dalam stabilisasi membrane sel neuron dengan memblok aktivitas kanal voltage-sensitive
natrium serta mencegah sekresi glutamate dan menstimulasi sekresi GABA di presinaptik ke sinaps.

Pendahuluan juga sebagai gangguan sistem alarm.3 Nyeri idiopatik yang

N
yeri seperti didefinisikan oleh International Association tidak berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun
for Study of Pain (IASP), adalah suatu pengalaman nosiseptif dan memunculkan simptom gangguan psikologik
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan memenuhi somatofovrm seperti stres, depresi, ansietas dan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau sebagainya.4,5 Dalam tulisan ini dibahas nyeri neuropatik dan
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.1,2 Nyeri penanggulangannya dengan penggunaan obat antiepilepsi
bisa bervariasi berdasarkan: waktu dan lamaya berlangsung lamotrigine.
(transient, intermittent, atau persisten), intensitas (ringan,
sedang dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), Neuropatologi dan Mekanisme Nyeri Neuropatik
penjalarannya (superficial, dalam, local atau difus).3 Di samping Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat
itu nyeri pada umumnya memiliki komponen kognitif dan lesi jaringan saraf baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan
emosional yang digambarkan sebagai penderitaan. Selain itu oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat
nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi
dan gangguan otonom yang oleh Woolf (2004)3 disebut misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-
sebagai pengalaman nyeri. lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.6
atau nyeri nosiseptif, atau nyeri akut dan nyeri maladaptif Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik
sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri neuropatik serta berbeda dengan nyeri akut atau nosiseptif dalam hal etiologi,
nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut atau nosiseptif patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri
yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah yang sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi
satu signal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang biologik melalui signal nyeri pada proses kerusakan jaringan.
rusak.3 Sedangkan nyeri neuropatik disebut sebagai nyeri Nyeri pada tipe akut merupakan simptoma akibat kerusakan
fungsional merupakan proses sensorik abnormal yang disebut jaringan itu sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan

DEXA MEDIA No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 163


ARTIKEL UTAMA

dan mempunyai efek psikologis sangat minimal dibanding sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri neuropatik
dengan nyeri kronik. Nyeri ini di picu oleh keberadaan harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses
neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor mengarah ke plastisitas sebagai nyeri kronik.6
serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di kulit,
tulang, jaringan ikat otot dan organ viskera. Stimulus ini bisa Penanggulangan
berupa mekhanik, kimia dan termis, demikian juga infeksi Nyeri neuropatik merupakan masalah dalam dunia
dan tumor.6,7 Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi kedokteran karena bukan hanya menyangkut kerusakan atau
neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, lesi dari jaringan saraf itu sendiri, akan tetapi juga menyangkut
substansi P, juga somatostatin (SS), cholecystokinin (CCK), efek dari penderitaan yang kronik terhadap quality of life si
vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related penderita. Nyeri neuropatik yang tergolong dalam nyeri
peptide (CGRP) dan lain sebagainya.8 Nyeri neuropatik adalah kronik menimbulkan tantangan yang berat dalam hal
non-self-limiting dan nyeri yang dialami bukan bersifat sebagai pengobatan karena tidak berespons terhadap pengobatan nyeri
protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung tradisional. Oleh sebab itu penanggulangan nyeri neuropatik
dalam proses patologi penyakit itu sendiri.6 Nyeri bisa membutuhkan tim yang multi disipliner baik menyangkut
bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun sesudah terapi non-farmaka maupun terapi farmaka. Penanggulangan
cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi secara farmakologik bukan hanya sebatas pada tingkat
pengobatan termasuk terapi gangguan psikologik. reseptor dan perbaikan lesi jaringan saraf saja, tapi juga yang
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari berkaitan dengan efek kronik dari nyeri tersebut misalnya
sensitisasi neuron sebagai stimulus noksious melalui jaras efek psikologik.11 Penelitian tentang nyeri termasuk klasifikasi
nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari berkembang terus. Sejajar dengan itu maka penelitian untuk
kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan menemukan obat juga berkembang tidak henti-hentinya.
kolum dorsalis (untuk viskeral), sampai talamus sensomotorik,
limbik, korteks prefrontal dan korteks insula.6 Karakteristik Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri Neuropatik
sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas Seperti diketahui dari sejumlah hasil penelitian baik itu
neuron; rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas malalui hewan percobaan maupun pada manusia ditemukan
neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang non- bahwa nyeri neuropatik mendasar pada kelainan jaringan
noksious, dan luasnya penyebaran areal yang mengandung saraf yang mengakibatkan perobahan komposisi biokimiawi
reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan atau neurotransmiter terhadap sistem saraf perifer maupun di
dari berbagai neuron.6 Sensitisasi ini pada umumnya sentral.12,13 Oleh sebab itu, penanggulangan nyeri neuropatik
berasosiasi dengan terjadinya denervasi jaringan saraf akibat juga mendasar pada kelainan atau patologi jaringan saraf yang
lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls disertai oleh perobahan pada biokimiawi atau neurotransmiter
aferen baik yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga baik di perifer maupun di sentral. Dengan kata lain tindakan
bergantung pada aktivasi kanal ion di akson yang berkaitan yang memfokus pada pengurangan input neuronal dengan
dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA.9 tujuan mengembalikan ke keadaan normal dengan cara
Sejalan dengan berkembangnya penelitian secara menekan fungsi akson misalnya memblok kanal natrium
molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan antara atau mengurangi sekresi eksitatorik serta meningkatkan
nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya sekresi inhibitorik.14 Penggunaan obat antiepilepsi pada
tentang keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan AMPA nyeri neuropatik didasari oleh keidentikan dalam hal
dan plastisitas disinapsis, immediate early gene changes. Yang neuropatofisiologik pada nyeri neuropatik dan epilepsi.15
berbeda hanyalah dalam hal burst discharge secara paroksismal Secara neurofarmakologi molekuler, diketahui bahwa standar
pada epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi adalah penanggulangan epilepsi mendasar pada blok kanal natrium,
ectopic discharge. Nyeri neuropatik muncul akibat proses sementara obat-obat antiepilepsi yang baru selain blok kanal
patologi yang berlangsung berupa perubahan sensitisasi natrium juga blok kanal Ca2+ secara spesifik di post sinaptik,
baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi yakni reseptor NMDA dan AMPA, stimulasi sekresi GABA
sistem inhibitorik serta gangguan interaksi antara somatik di presinaptik, reduksi sekresi glutamate di presinaptik. Hal
dan simpatetik. Keadaan ini memberikan gambaran umum ini juga telah dibuktikan melalui beberapa penelitian. Dengan
berupa alodinia dan hiperalgesia.10 Permasalahan pada nyeri demikian disimpulkan bahwa obat antiepilepsi digunakan
neuropatik adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan juga sebagai obat standar untuk nyeri neuropatik.12,13
kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya Epilepsi dan nyeri neuropatik timbul karena munculnya
hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui aktivitas abnormal dari sistem saraf sentral. Patologi nyeri
modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri maupun akibat neuropatik mendasar pada sensitisasi perifer, ectopic discharge,
proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik.6 Kejadian inilah sprouting, dan berakhir pada kelainan patologi di neuron
yang mendasari konsep nyeri kronik yang ireversibel pada berupa sensitisasi dan disinhibisi sentral. Epilepsi yang dipicu

164 DEXA MEDIA No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


ARTIKEL UTAMA

oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral mengakibatkan adjuvant untuk nyeri neuropatik. Hal ini telah terbukti
bangkitan spontan dan paroksismal dan mirip dengan nyeri karena lamotrigine berperan dalam inhibisi ion natrium, juga
spontan dan paroksismal pada nyeri neuropatik.16 Dalam inhibisi sekresi glutamat serta sekresi GABA yang berefek
keadaan ini peran reseptor NMDA terhadap influks Ca2+ terhadap stabilisasi membrane neuron.
merupakan proses dasar terhadap kindling pada epilepsi serupa
halnya dengan kejadian wind-up pada nyeri neuropatik. Atas Daftar Pustaka
dasar patologi ini maka antiepilepsi merupakan obat yang 11. Pain Terms: a list with definitions and notes on usage. Pain 1979;6:49-252
12. Merksey H, Bogduk N, editors. Classification of chronic pain: description of
berkemampuan untuk menekan kepekaan yang abnormal
chronic pain syndromes and definition of pain terms. 2nd edition. Seattle:
dari neuron-neuron di sistem saraf pusat dengan memblokade International Association for the Study of Pain;1994
reseptor NMDA, AMPA/kainat.16 Hal ini disimpulkan oleh 13. Woolf CJ. Pain: Moving from symptom control towards mechanisms- specific
Markman and Dworkin, (2006)17 bahwa permasalahan pharmacologic management. Ann Internal Med 2004;140:441-51
nyeri neuropatik adalah di kanal ion sebagaimana juga pada 14. Eccleston C. Role of psychology in pain management. Br J Anaestesia
2001;87:144-52
epilepsi. Oleh sebab itu target terapi adalah tertuju pada
15. Ludwick-Rosenthal R and Neufeld R. Stress management during noxious
voltage-gate kanal Na+ dan Ca2+.17 medical procedures. Psychological Bulletin 1988;104:326-42
Dari hasil penelitian ternyata bahwa obat antiepilepsi 16. Helme RD. Drug treatment of neuropathic pain. Austr Prescr 2006;29:72-5
seperti lamotrigine mempunyai sifat analgesik dalam lingkup 17. Price DD and Harkins SW. Combined use of experimental pain and visual
yang luas. Lamotrigine membatasi influks kalsium melalui analogue scale in providing standardized measurement of clinical pain.
Clin J Pain 1987;3:1-8
penekanan voltage-gate.18 Pada percobaan hewan menyangkut
18. Agnati LF, Tiengo M, Ferragutti F. Pain, analgesia, and stress: an integrated
hiperalgesia pemberian lamotrigine berefek sebagai analgesik.19 view. Clin J Pain 1991;7(S):S23-S37
Lamotrigine dengan dosis di atas 200 mg/hari sangat efektif 19. Dworkin RH, Backonja M, Rowbotham MC, et al. Advances in neuropathic pain:
dalam penanggulangan nyeri neuropatik terutama trigeminal diagnosis, mechanisms, and treatment recommendations. Arch Neurol
neuralgia, nyeri neuropatik pada penderita HIV, nyeri 2003;60:1524-34
10. Dogrul A, Gardell LR, Ossipov MH, et al. Reversal of experimental neuropathic
sentral pada penderita post stroke ataupun nyeri neuropatik
pain by t-type calcium channel blockers. Pain 2003;105:159-68
yang intracktable.12,13,20-23 Prinsip kerja dari lamotrigine 11. Teng J and Makhael N. Neuropathic pain: Mechanisms and treatment option.
yang diketahui sampai sekarang ini berperan aktif terhadap Pain Practice 2003;3:388-98
neurotransmiter eksitatorik glutamate dalam hal mencegah 12. Backonja MM. Use of anticonvulsants for treatment of neuropathic pain.
sekresi glutamate di presinaptik serta berperan dalam inhibisi Neurology 2002; 59:S14-S17
13.Tremont-Lukts IW, Megeff C, Backonja MM. Anticonvulsants for neuropathic
reuptake serotonin oleh presinaptik yang berefek pada
pain syndromes : mechanisms of action and place in therapy. Drugs
stabilisasi membrane sel neuron dengan memblok aktivitas 2000;60:1029-52
kanal voltage-sensitive natrium.24,25 Efek samping bisa muncul 14. Finnerup NB, Otto M, Mc Quuay HJ, et al. Algorithm for neuropathic pain
dengan dosis tinggi berupa dizziness, ruam, mual, insomnia.26 treatment: and evidence based proposal. Pain 2005; 118:289-305
15. Attal N. Antiepileptic drugs in the treatment of neuropathic pain. Ex Rev
Neurotherapeut 2001;1:199-206
Kesimpulan
16. Chong MS, Smith TE. Anticonvulsants for the management of pain. Pain Rev
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang sangat sulit dite- 2000;7:129-49
rapi dengan obat analgesik biasa. Hal ini diakibatkan oleh 17. Markman JD and Dworkin RH. Ion channel targets and treatment efficacy in
terjadinya kerusakan jaringan saraf baik di perifer maupun di neuropathic pain. J Pain 2006;7:S38-S47
sentral. Oleh karena nyeri neuropatik bukan nyeri adaptif akan 18. Wang SJ, Shira TS, Gean PW. Lamotrigine inhibition of glutamate release from
isolated cerebrocortical nerve terminals (sinaptosomes) by suppression
tetapi merupakan proses patologi yang berjalan di mana adanya
of voltageactivated Ca2+ channels activity. Neuroreport 2001;12:2255-8
perubahan struktur reseptor di membrane neuron baik itu di 19. Von WagenerJ, Hesslinger B, Berger M, et al. A Ca2+ antagonistic effect of
perifer maupun di sentral. Kelainan reseptor ini mengakibatkan the new antiepileptic drug lamotrigeine. Eur Neuropsychopharmacol
perubahan pada influks dan dari ion-ion seperti kalsium, 1997;7:77-8
natrium yang berperan dalam perobahan elektrik potensial sa- 20. Devulder J, De Laat M. Lamotrigine in the treatment of chronic refractory
neuropathic pain. J Pain Symptom Manage 2000;19:398-403
raf. Perubahan ini merupakan signal berupa stimulus yang akan 21. Kelompok studi Nyeri Perhimpunan Dokter spesialis saraf Indonesia (PErDOssI).
sampai ke korteks sensorik yang diterjemahkan dengan nyeri. Konsensus Nasional Penanganan Nyeri Neuropatik. Dalam: Meliala L,
Obat antiepilepsi berperan sebagai inhibitorik terhadap Suryamiharja A, Purba JS (Eds.) 2000.p.15, PERDOSSI, Jakarta
reseptor NMDA maupun AMPA/kainat akibat peran 22. Vestergaard K, Andersen G, Gottrup H, et al. Lamotrigine for central poststroke
glutamate dengan demikian mencegah masuknya ion kalsium pain: a randomized controlled trial. Neurology 2001;56:184-90
23. Zarzewska JM, Chaudry Z, Nurmikko TJ, et al. Lamotrigine in refractory
dan natrium yang berlebihan ke dalam sel. Mendasar pada trigeminal neuralgia in Ms patients. Neurology 2000;55:1587-88
cara kerja dari obat antiepilepsi ini maka obat antiepilepsi 24. Di Vadi PP, Hamann W. The use of lamotrigine in neuropathic pain. Anastesia
ini digunakan sebagai standard obat nyeri neuropatik 1998;53:808-9
yang secara neuropatologik mempunyai kesamaan dengan 25. Eisenberg E, Shifrin A, Krivoy N. Lamotrigine for neuropathic pain. Expert Rev
epilepsi. Penggunaan lamotrigine yang pada awalnya sebagai Neurother 2005;5:729-35
26. Elsworth, Allan J (Eds.). Mosby’s Medical Drug reference. St Louis, MO; Mosby,
antiepilepsi, sekarang ini digunakan sebagai analgesik Inc, 1999.

DEXA MEDIA No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 165


SEKILAS PRODUK

Lamictal mengandung Lamotrigine 50 mg dan 100 mg.


3.0
Lamictal sudah digunakan di dunia oleh lebih dari 5 juta orang
lebih dari 15 tahun dan dilaunch di Indonesia pada bulan 160
140
Desember 1994 dengan indikasi obat anti-epilepsi (AED). 2.0
120
100
Lamictal adalah AED yang dapat digunakan sebagai 80
1.0
monoterapi maupun kombinasi dengan AED lain. 60
40
Indikasi Lamictal yang didaftarkan adalah untuk: 20
- Partial seizures (simple dan kompleks) 0 0
30 60 120 240
- Secondary general tonic-clonic seizure Dose (mg)
- Primary general tonic-clonic seizure
- Lennox-Gastaut syndrome
Hubungan linear antara dosis Lamictal dan konsentrasi
Epilepsi timbul karena adanya ketidakseimbangan antara plasma membuat tidak diperlukannya monitoring konsentrasi
pengeluaran dan penghambatan neurotransmitters. Lamictal plasma berulang untuk identifikasi dosis individu. Titrasi dosis
bekerja dengan menstabilkan membran saraf dengan cara dapat berdasarkan respons daripada konsentrasi plasma
menghambat saluran natrium dan mengurangi pelepasan darah. Monitoring terapi obat yang rutin tidak dianjurkan
neurotransmitter glutamat. Glutamat diketahui sebagai pada penggunaan Lamictal.
penyebab utama dalam epileptogenesis 1,2.
Beberapa dokter menyadari perlunya monitoring konsentrasi
Bioavailabilitas Lamictal setelah administrasi 75 mg dosis plasma pada penggunaan carbamazepine atau phenytoin5.
tunggal adalah 98%3. Konsentrasi plasma tertinggi tercapai Carbamazepine menunjukkan farmakokinetik non-linear
dalam waktu 1 – 3 jam. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh dan phenytoin menunjukkan hubungan konsentrasi erratic,
makanan, oleh karena itu pasien dapat minum obat sebelum pada penggunaan dosis tinggi memperlihatkan peningkatan
atau setelah makan. konsentrasi plasma yang tidak terkontrol.

Lamictal memiliki farmakokinetik linear dengan margin dosis Kesimpulannya Lamictal memberikan keuntungan pada
terapi, interaksi dengan obat lain yang rendah dan eliminasi pasien penderita epilepsi, yaitu:
watu paruh yang panjang (rata-rata 29 jam)3,4. - Telah digunakan oleh jutaan orang di dunia untuk mengatasi
Antara individu yang satu dengan yang lain dapat terjadi gangguan kejang
perbedaan waktu eliminasi obat, hal ini disebabkan adanya - Memiliki profil tolerabilitas yang baik
perbedaan pada klirens metabolisme pada masing-masing - Tidak memerlukan blood monitoring
individu. - Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan

Lamictal menunjukan farmakokinetik linear setelah pemberian Lamictal dapat diberikan sebagai monoterapi dan kombinasi
oral dosis tunggal 30 – 450 mg pada sukarelawan sehat (add-on)
dan pasien yang menerima obat sebagai monoterapi atau - Monoterapi untuk pasien epilepsi dari usia 12 tahun hingga
kombinasi (add-on)3. Lamictal dalam plasma meningkat dewasa.
berbanding lurus dengan dosis Lamictal (gb.1). - Kombinasi untuk epilepsi anak dari usia 2 tahun.

166 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


SEKILAS PRODUK

Dosis Lamictal untuk dewasa dan anak-anak di atas usia 12 Dosis titrasi pada Lamictal dapat meminimalkan insiden
tahun: terjadinya rash. Rash yang terlihat pada penggunaan Lamictal
dapat berupa reaksi kelainan kulit dari yang ringan hingga
Minggu 1 & 2 Minggu 3 & 4 Dosis Pemeliharaan berat dengan kejadian 2% dari yang diterapi. Sedangkan
add-on Lamictal 12,5 mg/hari 25 mg/hari 100-200 mg/hari yang menghentikan terapi kurang dari 3% pasien.
dengan sodium (diberikan 25 mg/hari (sekali sehari) (sekali sehari atau di bagi
valproate 2 hari sekali/selang sehari) dalam 2 kali pemberian)
Referensi:
Monoterapi 25 mg/hari 50 mg/hari 100-200 mg/hari
Lamictal (sekali sehari) (sekali sehari) (sekali sehari atau di bagi 1. Leach MJ et al. Lamotrigine: mechanism of action. In: Levy
dalam 2 kali pemberian)
RH et al (eds). Antiepileptic Drugs (4th ed.). New York
add-on Lamictal 50 mg/hari 100 mg/hari 200-400 mg/hari Raven Press; 1995. p.861 – 69
tanpa sodium (sekali sehari) (sekali sehari) (di bagi dalam 2 kali
valproate pemberian) 2. Xinmin X et al. Interaction of the antiepileptic drug lamotrigine
with recombinant rat type IIA Na+ channels and with native
Dosis Lamictal untuk anak-anak dari usia 2 – 12 tahun: Na+ channels in rat hippocampal neurones. Pflugers Arch
– Eur J Physiol 1995; 430: 437 – 46
Minggu 1 & 2 Minggu 3 & 4 Dosis Pemeliharaan
3. Pisani F. In: Reynolds EH (ed). Lamotrigine – a new advance
Add-on Lamictal 0,2 mg/kg/hari 0,5 mg/kg/hari 1-5 mg/kg/hari in the treatment of epilepsy. London Royal Society of
dengan sodium (sekali sehari) (sekali sehari) (sekali sehari atau di bagi
valproate dalam 2 kali pemberian) Medicine Service; 1993, p.15-24.
Monoterapi 0,5 mg/kg/hari 1 mg/kg/hari 2-10 mg/kg/hari 4. Cohen AF et al. Lamotrigine, a new anticonvulsant: pharma-
Lamictal (sekali sehari) (sekali sehari) (sekali sehari atau di bagi cokinetics in normal humans. Clin Pharmacol Ther 1987;
dalam 2 kali pemberian)
42 (suppl 5): 535 – 41
Add-on Lamictal 2 mg/kg/hari 5 mg/kg/day 5-15 mg/kg/hari
tanpa sodium (di bagi dalam di bagi dalam (di bagi dalam 5. Pugh CB, Garnet WR. Current issues in the treatment of
valproate 2 kali pemberian) 2 kali pemberian) 2 kali pemberian) epilepsy. Clin Pharm 1991; 10; 335 – 58

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 167


TINJAUAN PUSTAKA

Tatalaksana Farmakologis
Gangguan Spektrum Autistik:
Telaah Pustaka Terkini
Rizaldy Pinzon
SMF Saraf RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon

Abstrak. Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif. Penelitian terdahulu


menunjukkan kelainan neurotransmiter pada autisme. Penatalaksanaan farmakologis dengan
prinsip menyeimbangkan fungsi neurotransmiter merupakan dasar pendekatan terapi yang
rasional. Penelitian-penelitian terdahulu menggunakan terapi antagonis sistem dopaminergik,
pemacu sistem serotoninergik, antagonis opioid, dan pemacu GABA. Beberapa modalitas terapi
lain seperti penggunaan suplemen vitamin dan mineral dan penggunaan terapi imunologis telah
dilaporkan pula. Hasil kajian sistematis ini mendapatkan bahwa antagonis sistem dopaminergik
merupakan modalitas terapi yang cukup didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang baik.

Kata kunci: Autisme, treatment, randomized controlled trial, dopamine, serotonin, GABA (Gamma-
aminobutyric acid)

Pendahuluan kritis bukti-bukti ilmiah terapi farmaka untuk autisme.

A
utisme merupakan gangguan perkembangan yang
terutama ditandai oleh ketidakmampuan dalam Metode
komunikasi, sosialisasi, dan imajinasi.1 Penderita autisme Pelacakan Kepustakaan
akan menunjukkan disabilitas dalam interaksi sosial, disabilitas Pelacakan kepustakaan dilakukan dengan menggunakan
komunikasi dan kelambatan fungsi berbahasa, perilaku yang internet, MEDLINE database, dan pelacakan manual
terbatas dan stereotipik, dengan onset sebelum usia 3 tahun.2 pada berbagai penelitian dan kajian tentang tatalaksana
Tatalaksana farmakologis tidak akan mengubah riwayat farmakologis autisme dengan tahun publikasi 1995-2003.
keadaan atau perjalanan gangguan autistik.3 Terapi farmakologi Kata kunci yang dipergunakan adalah: autism, treatment,
bukan merupakan pendekatan terapi yang utama, namun randomized controlled trial, mechanism, dan pathophysiology.
penggunaan terapi farmaka untuk gejala-gejala tertentu dapat
membantu secara signifikan program terapi dan edukasi.4 Tingkat Bukti Ilmiah
Penggunaan terapi farmakologis yang memperbaiki Penetapan tingkat bukti ilmiah terhadap berbagai
keseimbangan neurotransmiter merupakan pendekatan yang penelitian terapi yang ada didasarkan sesuai dengan panduan
rasional pada penderita autisme.3 Kajian Rapin4 menunjukkan Scotish Intercollegiate Guidelines Network5 sebagai berikut:
bahwa obat-obat diberikan secara spesifik untuk gejala
Tabel 1. Derajat bukti ilmiah artikel terapi (SIGN, 2000)
tertentu sebagai berikut: (1) obat yang bekerja sistem
Levels Kejadian Deskripsi
noradrenergik terutama ditujukan untuk mengatasi gejala
agresif dan perilaku eksplosif, (2) obat-obat antidepresan IA Bukti diambil dari suatu penelitian meta-analysis

dan SSRI atau Selective Serotonin Reuptake Inhibitor ditujukan IB


Bukti diambil minimal dari suatu penelitian
randomized controlled trial
untuk mengatasi obsesif, agresivitas, dan depresi, (3) obat-
IIA Bukti diambil minimal dari suatu penelitian well-
obat penghambat dopamin ditujukan untuk gejala destruktif, designed controlled study without randomization
agresi, dan melukai diri sendiri, (4) obat-obat antagonis opioid Bukti diambil minimal dari suatu penelitian tipe lain
IIB
untuk gejala stereotipik dan melukai diri sendiri, (5) golongan dari well-designed quasi-experimental
antikonvulsan untuk mengobati epilepsi, agresivitas, dan III Bukti diambil minimal dari suatu penelitian
regresi yang berhubungan dengan gelombang epileptiformis well-designed non-experimental descriptive, seperti
comparative studies, correlation studies dan case
subklinis. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana studies
bukti ilmiah tatalaksana farmakologis gangguan spektrum IV Bukti diambil dari suatu laporan komite ahli
autistik. Tujuan penulisan makalah adalah mengkaji secara dan/atau pengalaman klinis pakar

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 169


TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan randomisasi dilakukan oleh McDougle, dkk8 pada 31 penderita


Hasil Pelacakan Pustaka gangguan autisme dewasa. Respon terapi diukur dengan
Hasil pelacakan kepustakaan secara manual dan Global Improvement Scale dengan skala likert. Perbaikan gejala
elektronik mendapatkan berbagai artikel terapi farmakologis didapatkan secara bermakna pada kelompok terapi risperidone
untuk autisme. Tabel 2 memperlihatkan berbagai artikel yang dibanding plasebo (57% VS 0%, p <0,002).
diperoleh dan tingkat bukti ilmiahnya, sbb: Penelitian uji klinik acak buta ganda (randomized clinical
trial) risperidone lebih baru dilakukan oleh McCracken, dkk7
Tabel 2. Peringkat bukti ilmiah hasil pelacakan pustaka dengan subjek 101 anak autisme yang berusia antara 2-8
Peneliti (tahun) Modalitas terapi Derajat bukti ilmiah tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon positif
Fankhauser (1992) Clonidine IB secara bermakna didapatkan pada kelompok terapi risperidone
Jaselskis (1992) Clonidine IIA
Sophie (1996) Naltrexone IB
dibanding kelompok plasebo (69% vs 12%, p<0,01). Tabel
Delong (1998) Fluoxetine IIB 4 menunjukkan karakteristik dan hasil penelitian uji klinik
McDougle (1998) Risperidone IB penggunaan Risperidone untuk terapi autisme.
Fatemi (1998) Fluoxetine III
Owley dkk (1999) Secretin IB
Sandler (1999) Secretin IB Tabel 4. Hasil penelitian terapi risperidone pada autisme
Adams (2000) Suplemen vitamin dan mineral IB
Pertejo (2000) Fluoxetine IIB Peneliti Metode Subjek Hasil
Lightdale (2001) Secretin IIB (tahun)
Roberts (2001) Secretin IB
McDougle RCT dengan dosis 31 penderita - Perbaikan gejala didapatkan secara
McCracken (2002) Risperidone IB (1998) risperidone harian autisme dewasa bermakna pada kelompok terapi
Chez (2002) L-Carnosine IB 2,9 ±1,4 mg/hari Risperidone dibanding plasebo
DeLong (2003) Fluoxetine IIB (57% vs 0%, p<0,002)
Nye (2004) Vitamin B6-Magnesium IA - Efek samping utama sedasi ringan
McCracken RCT dengan dosis 101 anak - Respon positif secara bermakna didapatkan
Antagonis Dopamin Tipikal (haloperidol) (2002) risperidone harian dengan autisme pada kelompok terapi risperidone dibanding
0,25 mg/hari kelompok plasebo (69% vs 12%, p<0,01)
Sistem dopaminergik berperan dalam pengaturan
perilaku motorik. Dopamin yang berlebih akan menyebabkan Penelitian McCracken, dkk7 memperlihatkan terjadinya
munculnya gerakan motorik berlebih, stereotipik seperti efek samping akibat terapi yang ringan, yang akan menghilang
yang diamati pada penderita autisme. Penggunaan antagonis dengan sendirinya setelah beberapa minggu. Efek samping
dopamin diharapkan memperbaiki gejala-gejala motorik konstipasi, pandangan kabur, mulut kering, dan mengantuk
seperti hiperaktivitas dan stereotipik, sehingga proses belajar disebabkan oleh perangsangan sistem antikolinergik.
menjadi lebih efektif.6 Perangsangan anti histamin akan menyebabkan penambahan
Obat-obat neuroleptik merupakan golongan obat yang berat badan dan mengantuk. Sifat antagonistik pada reseptor
secara luas digunakan pada autisme. Tabel 3 menunjukkan alfa satu akan menyebabkan penurunan tekanan darah,
kajian terhadap penggunaan haloperidol dalam terapi autisme. dizziness, dan mengantuk.9

Tabel 3. Uji klinik haloperidol untuk terapi autisme6


Opioid
Peneliti Rancangan Dosis Subjek Hasil
(tahun) Kadar opiat yang tinggi dalam LCS dan urine sering
Anderson Uji klinik 0,5–3,0 40 anak autisme, - Terdapat perbaikan dalam skor Corner dijumpai pada penderita autisme. Opioid dalam konsentrasi
(1984) randomisasi, mg/hari usia antara 2-7 Parent-Teacher Questonaire, Global
double blind tahun Improvement, dan Children's
yang tinggi akan menghambat faktor pertumbuhan neuronal.
cross over
Rating Scale Opioid berperan pula dalam perilaku maladaptif, seperti
- Penurunan perilaku maladaptif impulsivitas, perilaku berisiko abnormal, gangguan belajar,
- 36 tetap meneruskan haloperidol
gangguan perhatian, dan gangguan mood. Pasien-pasien
Anderson Uji klinik 0,25-0,40 45 anak autisme, - Terdapat perbaikan dalam skor Corner
(1988) randomisasi, mg/hari usia antara 2-7 Parent-Teacher Questonaire, Global dengan perilaku melukai diri sendiri sering mengalami
double blind, tahun
cross over
Improvement, dan Children's insensitivitas nyeri. Penderita dengan perilaku melukai
Rating Scale
- Penurunan hiperaktivitas dan
diri sendiri cenderung menunjukkan peningkatan kadar
stereotipik metenkephalin dan β endorfin plasma.10
Sophie, dkk11 melakukan penelitian uji klinik pada 23 anak
Efek samping utama penggunaan haloperidol adalah autisme (usia berkisar antara 3-7 tahun). Terapi naltrexone
diskinesia. Diskinesia muncul pada 25% kasus setelah 11 diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB selama 4 minggu. Efek
bulan terapi, dan 75% kasus setelah 3,5 tahun terapi.6 terapi dipantau dengan kuisioner yang diisi oleh orang tua
dan guru, serta observasi saat bermain. Hasil penelitian
Antagonis Dopamin Atipikal memperlihatkan bahwa para guru melaporkan adanya
Antipsikotik atipikal memblokade pula reseptor serotonin perbaikan perilaku (hiperaktivitas dan iritabilitas) secara
postsinaptik, sehingga melindungi terhadap munculnya signifikan. Pemberian naltrexone tidak memperbaiki kontak
efek samping ekstrapiramidal.7 Penelitian uji klinik dengan sosial dan perilaku stereotipik. Kajian Perry dan Kuperman6

170 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

menyatakan bahwa penggunaan naltrexone tidak dianjurkan Tabel 6. Kajian hasil penelitian penggunaan secretin sebagai terapi
sebagai terapi lini pertama untuk autisme. autisme
Peneliti Metode Subjek Hasil
(tahun)
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
RCT 60 anak - Tidak ada perubahan bermakna
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) Sandler17
autisme pada skorAutism Behavior
bekerja terutama pada terminal akson pre sinaptik dengan Checklist dan Clinical
Global Impression Scale
menghambat ambilan kembali serotonin. Hal tersebut akan
- Tidak didapatkan efek samping
menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps.9
Owley 18
RCT 20 anak Tidak berbeda bermakna antara
Tabel 5 memperlihatkan penelitian penggunaan fluoxetine autisme, kelompok terapi dan plasebo dalam
dalam terapi autisme. usia antara skor komunikasi sosial setelah
3-12 tahun 4 minggu terapi (p=0,74)
Tabel 5. Penelitian-penelitian penggunaan fluoxetine untuk terapi autisme Lightdale, Penelitian 20 penderita - Tidak dijumpai perbaikan ber-
dkk19 prospektif autisme, makna pada fungsi berbahasa
Peneliti open label usia rata-rata dan perilaku
Disain Terapi Subjek Hasil penelitian
(tahun) 5 tahun
- 70% orang tua secara subjektif
Cook, dkk 12
Open label trial fluoxetine 23 penderita Perbaikan pada Global
melaporkan adanya perbaikan
20-80 autisme Clinical Impressions
gejala setelah infus secretin
mg/hari pada 15 (65%) subjek
Roberts20 RCT 64 anak Tidak ada beda efek terapi yang
DeLong, dkk13 Open label trial fluoxetine 37 anak Perbaikan pada Independent
autisme, berbeda bermakna pada fungsi
autisme Developmental Testing
usia antara kognitif, perilaku, dan gejala
usia antara pada 22 (59%) subjek
2-7 tahun gastrointestinal antara kedua
2-7 tahun
kelompok
Fatemi, dkk14 Kajian data fluoxetine 7 pasien Perbaikan Abberant Behaviour
retrospektif 20-80 usia 9-20 Checklist dalam hal iritabilitas
mg/hari tahun 21%, letargi 37%, stereotipik
Obat Antiepilepsi pada Autisme
27%, dan gangguan bicara 21% Epilepsi dan abnormalitas gelombang otak sering dijumpai
DeLong, dkk15 Open label trial fluoxetine 129 anak Respon pada Autism pada penderita autisme. Kajian Martino dan Tuchman21
(post hoc analysis) 0,15-0,5 autisme Disgnostic Observation
selamarata-rata mg/kg (2-8 tahun) Schedule memperkirakan adanya hubungan antara adanya epilepsi
32-36 bulan - Sangat baik pada 17% kasus dan gelombang otak abnormal dengan gangguan fungsi
- Baik pada 52% kasus
- Buruk pada 31% kasus kognitif, berbahasa, perilaku, dan mood. Terminologi yang
sering dipergunakan adalah Transient Cognitive Impairment
Penelitian Buchsbaum, dkk16 mengukur efek pemberian
untuk menunjukkan gangguan adaptif fungsi serebral akibat
fluoxetine terhadap aliran darah regional dan tingkat
gelombang epileptiform di otak. Gelombang paku (spike) fokal
metabolisme otak. Penelitian dilakukan pada 6 pasien
interiktal dapat mengganggu fungsi kortikal sesuai dengan
dewasa dengan autisme dengan penggunaan possitron
lokasi munculnya spike tersebut. Sampai saat ini masih
emission tomography. Hasil penelitian menunjukkan adanya
ada kontroversi dalam penggunaan obat antiepilepsi pada
peningkatan tingkat metabolisme di regio frontal kanan
kelompok penderita autisme dengan pola EEG yang abnormal
(terutama gyrus cinguli anterior dan korteks orbito-frontal)
tanpa bangkitan epilepsi.
pada penderita yang diberikan terapi fluoxetine.
Penggunaan antiepilepsi pada penderita autisme
Secretin ditujukan untuk: (1) mengendalikan bangkitan epilepsi, (2)
Secretin merupakan suatu hormon peptida yang terdiri mengendalikan gelombang abnormal epileptiform, dan (3)
dari 27 asam amino yang befungsi untuk menstimulasi memperbaiki komunikasi dan interaksi sosial. Penggunaan
sekresi pankreas. Penggunaan secretin sebagai terapi autisme obat anti epilepsi untuk autisme didasarkan pada 2 mekanisme,
dimulai pada saat muncul laporan kasus serial tentang efek yaitu: (1) mengatasi bangkitan epilepsi dengan peningkatan
secretin. Laporan tersebut menyebutkan adanya perbaikan GABA, dan (2) perangsangan GABA akan meningkatkan
gejala pada beberapa penyandang autisme yang menjalani kadar serotonin di sistem limbik.22
pemeriksaan fungsi gastrointestinal dengan Secretin.17 Tabel
Suplemen Vitamin dan Mineral
6 memperlihatkan telaah hasil-hasil penelitian secretin dalam
Dasar pemikiran pemberian suplemen vitamin dan
terapi autisme.
mineral pada penderita autisme adalah: (1) penderita
autisme sering kali memiliki asupan vitamin dan mineral
Terapi farmakologi bukan merupakan yang terbatas atau picky eaters, (2) penderita autisme sering
pendekatan terapi yang utama, namun kali memiliki fungsi pencernaan yang buruk (25% penderita
dengan diare kronik), dan (3) berbagai penelitian terdahulu
penggunaan terapi farmaka untuk gejala- menunjukkan berkurangnya flora normal usus yang ikut
gejala tertentu dapat membantu secara berperan dalam penyerapan vitamin.23 Penelitian terdahulu
signifikan program terapi dan edukasi. tentang penggunaan suplemen vitamin dan mineral dapat
dilihat pada tabel 7 berikut.

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 171


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 7. Penelitian terdahulu tentang penggunaan suplemen penggunaan terapi imunologis telah dilaporkan pula. Hasil
vitamin dan mineral untuk terapi autisme. kajian sistematis ini mendapatkan bahwa antagonis sistem
Peneliti Disain Subjek Terapi Hasil
(tahun) (n)
dopaminergik merupakan modalitas terapi yang cukup
Dolske, dkk Uji klinik, buta ganda, 18 Vitamin C, Penurunan subjektif
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang baik.
(1993) cross over, 10 minggu 8 g/70 kg/hari gangguan perilaku
dan stereotipik Daftar Pustaka
Finding, dkk Uji klinik, buta ganda, 10 Vitamin B6 30 Tidak ada perbedaan 1. Herman A. Neurobiological insights into infantile autism. The Harvard Brain
(1997) cross over, 4 minggu mg/kg/hari dan efek terapi,sampel 1996:9-25
Mg 10 mg/kg/hari terlalu kecil
2. Tonge BJ. Autism, autistic spectrum and the need for better definition. MJA
Tolbert, dkk Uji klinik, buta ganda, 15 Vitamin B6 200 mg/ Tidak ada perbedaan 2002;176:412-3
(1993) cross over, 10 minggu 70kg dan Mg 100 efek terapi
3. Ratcliff J. Treatment and education for autistic and related communication
mg/ 70 kg
handicapped children. Autism Course Section 5. Bexley; 2002
Martineau, dkk Systematic assignment, 11 Vitamin B6 30 mg/ Penurunan dopamin
(1988) kg/hari dan Mg 10 di urin, respon klinis 4. Rapin I. Autism: current concept. N Engl J Med 1997;337(2):97-104
control group
mg/kg/hari tidak jelas dengan 5. SIGN. Classification of evidence levels and grades of recommendation.Scotish
skala pengukuran Intercolligiate Guideline Network; 2000
yang tidak sesuai
6. Perry P, Kuperman S. Pediatric psychopharmacology: autism. Clinical
Martineau, dkk Random assignment 6 Vitamin B6 30 Tidak ada perubahan Psychopharmacology Seminar, University of Iowa; 2003
(1988) mg/kg/hari dan pada metabolit
Mg 10 mg/kg/hari dopamin di urin
7. McCracken JT, McGough J, Shah B, et al. Risperidone in children with autism
and serious behavioral problems. N Eng J Med 2002; 347(5):314-21
Bolman, dkk Uji klinik, buta ganda, 8 Dimethylglisine 125 Tidak ada perubahan
(1999) dengan kontrol plasebo mg-350 mg/hari dalam observasi 8. McDougle CJ, Holmes JP, et al. A double-blind, placebocontrolled study
of risperidone in adults with autistic disorder and other pervasive
Penggunaan suplemen vitamin dan mineral dalam terapi developmental disorders. Ach Gen Psychiatry 1998;53:633-41
autisme didasarkan pada pemikiran bahwa vitamin dapat 9. Stahl SM. Essential psychopharmacology: neuroscientific basis and practical
applications. Cambridge University Press; 2000
memperkuat aksi neurotransmiter dengan meningkatkan
10. Villalba R, Harrington C. Repetitive self-injurious behavior: the emerging
aviabilitasnya dan bertindak sebagai kofaktor. Vitamin C dalam potential of psychotropic intervention.Psychiatric Times 2003; 20(2)
penelitian eksperimental dapat menghambat efek dopamin 11. Sophie HN, Swinkels W, et al. the effect of chronic naltrexone treatment in young
sentral. Vitamin B6 berperan dalam pembentukan beberapa autistic children: a double-blind placebo controlled crossover trial. Biol
neurotransmiter seperti serotonin, dopamin, GABA, dan Psychiatry 1996;39:1023-31
12. Cook EH, Rowlett R, Jaselkis C. Fluoxetine treatment of children and adults with
norepinefrin. Dimethylglisine merupakan suplemen nutrisi yang
autistic disorder and mental retardation. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry
memiliki efek neuroaktif serupa dengan Glysin.24 1992;31(4):734-45
Penelitian uji klinik double blind oleh Adams, dkk23 13. DeLong GR, Teagoe LA, Kamran M. Effect of fluoxetine treatment in young
melibatkan 18 anak dengan rata-rata umur 5,5 tahun dengan children with idiopathic autism. Dev Med Child Neurol 1998; 40(8):551-62
diagnosis klinis autisme. Sebanyak 9 orang anak terdiri atas 14. Fatemi SH, Realmuto Gm, Khan L, et al. Fluoxetine in treatment of adolescent
patients with autism: a longutudinal open trial. J Autism Dev Disord
8 laki-laki dan 1 perempuan mendapat terapi suplemen
1998;28(4):303-7
multivitamin dan mineral, dan 9 orang lainnya mendapat 15. DeLongGR, Ritch CR, Burch S. Fluoxetine response in children with autistic
plasebo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi spectrum disorders: correlation with familial major affective disorder and
peningkatan kadar vitamin C yang berbeda bermakna pada intelectual achivement. Dev Med Child Neurol 2002;44(10):652-9
kelompok terapi serta perbaikan dalam pola tidur dan gejala 16. Buchsbaum MS, Hollander E, Hazneder MM. Effect of fluoxetine on regional
cerebral metabolism in autistic spectrum disorder: a pilot study. Int J
gastrointestinal yang bermakna, namun pada perilaku dan
Neuropsychopharmacol 2001; 4(2):119-25
kemampuan bahasa tidak berbeda bermakna (p>0,05) 17. Sandler AD, Sutton KA, DeWeese J, et al. Lack of benefit of a single dose of
Kajian sistematis yang dilakukan oleh Nye dan Bryce25 synthetic human secretin in the treatment of autism and pervasive
menyimpulkan bahwa sampai saat ini belum ada rekomendasi developmental disorder. N Engl J Med 1999;341:1801-6
untuk penggunaan kombinasi vitamin B6 dan magnesium 18. Owley T, Steele E, Corsello C, et al. A double-blind, placebocontrolled trial of
secretin for the treatment of autistic disorder. Med Gen 1999
untuk terapi gangguan spektrum autisme. Hal ini disebabkan
19. Lightdale JR, Hayer C, Duer A, et al. Effects of intravenous secretin on language
karena berbagai penelitian yang ada saat ini memiliki and behaviour of children with autism and gastrointestinal symptoms: a
keterbatasan metodologi dan jumlah sampel yang kecil. single blinded, open-label pilot study. Pediatrics 2001;108(5)
20. Roberts W, Weaver L, Brian J, et al. Repeated doses of porcine secretin in the
Kesimpulan treatment of autism: a randomized, placebo-controlled trial. Pediatrics
Autisme merupakan kelainan yang kompleks, terutama 2001;107(5)
ditandai oleh gangguan fungsi berbahasa, interaksi sosial, 21. Martino AD, Tuchmann RF. Antiepileptic drugs: affective use in autism spectrum
disorders. Pediatr Neurol 2001; 25:199-207
dan gangguan perilaku. Penatalaksanaan farmakologis
22. Esles L. the role of serotonin in autism. University of California;2000
dengan prinsip menyeimbangkan fungsi neurotransmiter 23. Adams JB, Fabes R, Johnston C. Effect of vitamin/mineral supplements on
merupakan dasar pendekatan terapi yang rasional. Penelitian- children with autism. Arizona State University; 2000
penelitian terdahulu menggunakan terapi antagonis sistem 24. Hyman SL, Levy SE. Autistic spectrum disorders: when traditional medicine is
dopaminergik, pemacu sistem serotoninergik, antagonis not enough, contemporary. Pediatrics 2000; 10:101-23
25. Nye C, Brice A. Combined vitamin B6-magnesium treatment in autism spectrum
opioid, dan pemacu GABA. Beberapa modalitas terapi lain
isorder (Cochrane review). In: The Cochrane Library. Issue 2. Chichester, UK:
seperti penggunaan suplemen vitamin dan mineral dan John Wiley & Sons, Ltd.; 2004

172 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

Peran serotonin pada


Gangguan spektrum Autistik
Rizaldy Pinzon*, Lucas Meliala**, Sri Sutarni**

* SMF Saraf RSUD Dr. M. Haulussy Ambon


** Bagian IP Saraf FK UGM

Abstrak. Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif. Penelitian terdahulu


menunjukkan kelainan neurotransmiter pada autisme. Telaah pustaka ini membahas
peran serotonin pada autisme. Serotonin merupakan neurotransmiter yang berperan
besar dalam perkembangan otak. Berbagai penelitian sebelumnya memperlihatkan
bahwa sebagian besar penderita autisme adalah hiperserotonemia. Hal ini mungkin
berhubungan dengan kadar serotonin yang rendah di sistem limbik, dan penurunan
sintesis serotonin di nukleus raphe. Berbagai uji klinik terdahulu menunjukkan bahwa
pemberian obat-obat yang meningkatkan serotonin di sistem limbik akan memperbaiki
gejala autisme.

Kata kunci: Autisme, serotonin, hiperserotonemia, ssrI

Pendahuluan autisme.1 Faktor genetik diperkirakan berperan penting

A
utisme merupakan gangguan perkembangan yang pada kejadian autisme.1,4 Hal ini didasarkan pada penemuan
terutama ditandai oleh ketidakmampuan dalam autisme yang lebih sering pada anak laki-laki dibanding
komunikasi, sosialisasi, dan imajinasi.1 Terminologi perempuan (4:1).1 Faktor paparan zat kimiawi dianggap
yang sering digunakan adalah gangguan spektrum autistik/ berperan pula dalam kejadian autisme. Ada 2 faktor zat
autistic spectrum disorder, yang terdiri dari autisme, sindrom kimiawi yang berperan pada autisme dan didukung oleh
Asperger atau Asperger’s Syndrome, dan Pervasive Developmental bukti ilmiah, yaitu pemakaian thalidomide dan antikonvulsan
Disorder-Not Otherwise Specified/PDD-NOS.2,3 selama kehamilan.4
Gangguan spektrum autisme dinyatakan sebagai gangguan Saat ini telah disepakati secara luas bahwa autisme
dalam empati dan defisit pada fungsi perhatian, kontrol merupakan kelainan neurobiologik.1 Pengetahuan tentang
motorik dan persepsi. Penderita autisme akan menunjukkan aspek neuroanatomi autisme sangat dibantu oleh hasil
disabilitas dalam interaksi sosial, disabilitas komunikasi dan pemeriksaan histopatologis berbagai penelitian terdahulu.
kelambatan fungsi berbahasa, perilaku yang terbatas dan Pengetahuan tentang kelainan neuroanatomi, neuro-
stereotipik, dengan onset sebelum usia 3 tahun.2 kimiawi, dan perubahan molekuler pada autisme akan
Berbagai bukti dari penelitian terdahulu menunjukkan membantu dalam formulasi uji diagnosa dan terapi farmakologi
bahwa disfungsi otak dijumpai pada anak-anak dengan pada autisme.5

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 173


TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan sistem neurotransmiter sering dijumpai pada presinaptik, (4) mengaktivasi reseptor post sinaptik, dan
penderita autisme, dan berhubungan dengan munculnya (5) mengalami ambilan kembali (reuptake) ke pre sinaptik.7
gejala gangguan perilaku. Berbagai penelitian terdahulu Neurotransmiter serotonin memiliki 14 reseptor yang berbeda
memperlihatkan adanya disfungsi sistem neurokimiawi berdasar pada susunan protein dan lokasinya. Sebagian
pada penderita autisme yang meliputi sistem serotonin, reseptor serotonin berperan sebagai autoreseptor (misalnya:
norefinefrin, GABA, dan dopamin.5,6 Gangguan sistem 5HT1A dan 5-HT1D), perangsangan autoreseptor akan
neurokimiawi tersebut berhubungan dengan perilaku agresif, mengurangi sintesa dan pelepasan serotonin.7
obsesif kompulsif, dan stimulasi diri sendiri (self stimulating) Serotonin berperan dalam perkembangan otak (neuro-
yang berlebih.6 developmental) dengan cara menstimulasi neurogenesis,
Permasalahan yang ada adalah bagaimana keterlibatan berperan pada diferensiasi neuronal, perkembangan dendrit,
disfungsi sistem serotonin pada gangguan spektrum autistik. sinaptogenesis, dan mielinisasi akson. Kadar serotonin
Tinjauan pustaka ini secara mendalam akan membahas peran diatur melalui mekanisme umpan balik, kadar serotonin
disfungsi sistem serotonin pada autisme. Berbagai terapi yang berlebihan akan menghentikan produksi dan pelepasan
farmaka yang bekerja pada sistem serotonin akan dibahas serotonin.8
pula. Pembahasan dititikberatkan pada peran obatobat Fungsi sistem serotonin di otak ditentukan oleh
tersebut pada gangguan spektrum autistik. lokasi sistem proyeksinya. Proyeksi pada korteks frontal
diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia
Metode basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesif kompulsif.
Studi pustaka ini dilakukan secara kualitatif dengan Kecemasan dan panik diperantarai oleh fungsi serotonin
mengkaji berbagai penelitian terkini. Pelacakan kepustakaan pada sistem limbik, dan gangguan tidur diperantarai oleh
dilakukan dengan menggunakan internet, MEDLINE kurangnya serotonin pada pusat tidur di batang otak.9
database, dan pelacakan manual pada berbagai penelitian Kajian Wiznitzer10 menunjukkan bahwa serotonin berperan
dan kajian tentang hubungan disfungsi serotonin dan dalam hal-hal berikut: (1) perkembangan sistem saraf pusat,
autisme. Kata kunci yang dipergunakan adalah: autism, (2) perilaku sosial, (3) tidur, (4) agresi, (5) ansietas, dan (6)
serotonin, antidepressant drugs, treatment, mechanism, dan gangguan afektif. Berbagai penemuan yang menunjukkan
pathophysiology. adanya peran sistem serotonin pada autisme adalah sebagai
berikut:(1) dijumpai adanya hiperserotonemia pada 25%-30%
Pembahasan kasus autisme, (2) kadar serotonin dalam darah yang lebih
Gangguan fungsi serotonin pada penderita autisme tinggi pada saudara kandung penderita autisme, (3) deplesi
Serotonin dikenal juga dengan nama 5-hydroxytryptamine (5- kadar triptofan akan memperburuk gejala, (4) peningkatan
HT), suatu neurotransmiter yang dibentuk dari asam amino antibodi terhadap reseptor serotonin, (5) fungsi serotonin
tryptophan. Serotonin dimetabolisme oleh enzim monoamine yang abnormal pada pemeriksaan pencitraan (PET), dan (6)
oxidase menjadi 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA), sebuah dijumpai adanya perbaikan gejala dengan pemberian Serotonin
metabolit yang dapat digunakan untuk menilai fungsi Selective Reuptake Inhibitor (SSRI) pada penderita autisme.10
serotonergik sentral.7 Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa disfungsi
Sistem serotoninergik pada otak manusia terbagi dalam 2 sistem serotonin pada autisme dapat disebabkan oleh hal-
bagian besar, yaitu pada bagian rostral dan kaudal. Nukleus hal berikut: (1) menurunnya sintesa, (2) menurunnya
bagian rostral meliputi nukleus linearis, raphe dorsalis, raphe pelepasan serotonin, (3) peningkatan ambilan kembali, (4)
medialis, dan raphe pontis, yang berproyeksi hampir ke seluruh menurunnya sensitivitas postsinaps, dan (5) berkurangnya
bagian otak termasuk serebelum. Sementara nukleus bagian efek postsinaptik.10
kaudal terdiri dari raphe magnus, raphe pallidus, dan raphe Pada sebagian penderita dijumpai adanya hiperserotonemia.
obscuris dengan proyeksi yang lebih terbatas pada serebelum, Hiperserotonemia yang terjadi tidak berhubungan dengan
batang otak, dan medula spinalis.7 peningkatan volume platelet, peningkatan ambilan platelet,
Serotonin disintesa dari asam amino tryptophan, tryptophan peningkatan sintesis 5-HT, dan penurunan katabolisme 5-HT.
akan dihidroksilasi oleh enzim tryptophan hydroxylase (TPH) Pada penderita autisme diamati pula adanya antibodi yang
menjadi 5-Hydroxytryptophan yang kemudian mengalami bersirkulasi dan merusak reseptor serotonin. Faktor genetik
dekarboksilasi menjadi serotonin oleh enzim L-aromatic dianggap berperan besar dalam kejadian hiperserotonemia.1
amino acid decarboxylase. Metabolisme serotonin terutama Penelitian Leboyer, dkk11 pada penderita autisme dan
diperantarai oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) menjadi keluarganya memperlihatkan bahwa hiperserotonemia ter-
5-hydroxyindoleactic acid (5-HIAA).7 dapat pada 51% ibu penderita, 45% ayah penderita, dan 87%
Serotonin yang dilepaskan ke celah sinaps akan mengalami dari saudara kandung penderita.
satu atau lebih kejadian berikut: (1) difusi dari sinaps, (2) Peningkatan kadar serotonin di dalam darah (hiperseroto-
dimetabolisme oleh enzim MAO, (3) mengaktivasi reseptor nemia) akan menyebabkan penurunan sistesis serotonin

174 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

di raphe nuclei. Hyperserotonemia pada penderita autisme dengan cara memodulasi munculnya discharge pada amygdala
terutama dijumpai dengan adanya peningkatan serotonin melalui fungsi reseptor glutamat NMDA (NMethyl D-
pada platelet. Peningkatan serotonin pada platelet dapat Aspartate). Berbagai obat antiepilepsi memiliki efek yang
disebabkan oleh karena ambilan atau uptake platelet yang poten terhadap sistem serotoninergik.15
berlebih atau karena pelepasan atau release serotonin dari
platelet yang kurang. Kadar serotonin yang kurang di sinaps Penggunaan terapi farmakologi yang berperan pada
atau neuron serotoninergik dapat pula disebabkan oleh sistem serotoninergik
karena ambilan berlebih dari platelet.8
Perilaku melukai diri sendiri atau self injurious behaviors Agonis 5-Ht
merupakan masalah yang sering dijumpai pada gangguan Kelompok agonis 5-HT yang paling banyak digunakan
perkembangan pervasif atau autisme. Gangguan sistem dalam penelitian terapi autisme adalah fenfluramine.
serotonin diduga berperan dalam perilaku melukai diri sendiri Fenfluramine merupakan kelompok agonis 5-HT indirek yang
dengan cara mengganggu pengendalian impuls. Gangguan memacu pelepasan 5-HT presinaps dan menghambat ambilan
pengendalian impuls disebabkan oleh menurunnya aktivitas kembali (reuptake) oleh neuron 5-HT.7 Fenfluramine juga
dan fungsi 5-HT impuls. Sistem serotonin yang hiperaktif mempercepat pemecahan dopamin yang ditunjukkan dengan
dihubungkan dengan perilaku eksplorasi, mengambil risiko, adanya peningkatan ekskresi metabolit utama dopamin, yaitu
ide bunuh diri, perilaku impulsif dan agresif, sementara sistem homovanilic acid (HVA).6
serotonin yang hipoaktif menyebabkan temperamen yang Fenfluramine akan menginduksi pelepasan cepat serotonin
pasif impuls.12 dari neuron. Pemakaian fenfluramine jangka panjang akan
Isolasi sosial pada awal kehidupan akan memicu menyebabkan deplesi serotonin di neuron dan penurunan
perilaku melukai diri sendiri, hal ini dihubungkan dengan fungsi enzim tryptophan hydroxylase (TPH), dengan mekanisme
berkurangnya cabang-cabang dendrit pada korteks dan yang tidak diketahui secara pasti. Saat ini fenfluramine telah
serebelum, perubahan anatomis pada striatum dan hipo- ditarik dari pasaran obat di Amerika Serikat karena efek
kampus, dan menimbulkan gangguan pada kadar regional samping kerusakan katup jantung dan hipertensi pulmoner.7
neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin, substansia
P, dan leucine-enkephalin.12 Berbagai penelitian eksperimental Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
memperlihatkan adanya hubungan terbalik antara kadar Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
asam 5-hydroxyindole acetic acid sebagai metabolit serotonin bekerja terutama pada terminal akson presinaptik dengan
dengan perilaku kekerasan, mengambil risiko, dan mencederai menghambat ambilan kembali serotonin. Penghambatan
diri sendiri impuls.12,13 ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat
Serotonin berperan dalam pengaturan perkembangan (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang
otak, dengan mengatur divisi sel, diferensiasi sel, spesifik, sehingga tidak ada lagi neurotransmiter serotonin
pertumbuhan neuron dan sinaps, dan pengaturan faktor- yang dapat berikatan dengan transporter. Hal tersebut akan
faktor neurotropik.14 Peranan neurotransmiter serotonin menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps.
pada autisme ditunjukkan dengan hiperserotonemia pada Penggunaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
penderita autisme, perbaikan gejala regresi dan stereotipi terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik,
dengan pemberian obat-obat penghambat reuptake serotonin, perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-
dan pengurangan tryptopan akan memperburuk gejala hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi.16
autisme. Penderita autisme mengalami gangguan dalam Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat
kapasitas sintesis serotonin pada masa anak-anak.14 reuptake serotonin yang selektif adalah keamanan terapi.17
Pada penderita epilepsi dengan autisme, serotonin Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluoxetine
memiliki peran tersendiri dalam munculnya gangguan adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri kepala, dan mulut
perilaku. Timbulnya gangguan perilaku dan afektif pada kering. Tolerabilitas SSRI yang relatif baik disebabkan
penderita autisme dengan epilepsi atau abnormalitas oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak
gelombang EEG diperkirakan terjadi melalui mekanisme berinteraksi dengan reseptor neurotransmiter lainnya.18
kindling seizure pada amigdala. Kindling memperlihatkan Penelitian Awad17 dengan metode pengamatan kasus serial
sebuah model progresivitas kerusakan neuron akibat pacuan atau case series terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan
berulang baik subkonvulsif maupun konvulsif.15 untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan
Neurotransmiter serotoninergik diperkirakan ikut fluoxetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan selama 1
berperan dalam terjadinya kindling pada amygdala, pemberian bulan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan
agonis 5-HT1A akan menghambat pembentukan kindling, obsesif dan gejala cemas. Tabel 1 memperlihatkan penelitian-
sementara percepatan kindling teramati setelah pemberian penelitian terdahulu tentang penggunaan fluoxetine dalam
5-HT2A. Serotonin berperan dalam pembentukan kindling terapi autisme.

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 175


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Penelitian-penelitian terdahulu tentang penggunaan berbagai gangguan perilaku yang muncul pada autisme.
fluoxetine untuk terapi autisme19-22 Peranan neurotransmiter serotonin pada autisme ditunjukkan
Disain Terapi Subjek Hasil penelitian dengan hiperserotonemia pada penderita autisme, perbaikan
Perbaikan pada Global gejala regresi dan stereotipi dengan pemberian obat-obat
Open label trial Fluoxetine 23 penderita
20-80 mg/hari autisme
Clinical Impressions penghambat reuptake serotonin, dan pengurangan tryptophan
pada 15 (65%) subjek
37 anak Perbaikan pada Independent
akan memperburuk gejala autisme. Obat-obat yang bekerja
Open label trial Fluoxetine
autisme usia Developmental Testing pada sistem serotonin banyak dipergunakan dalam terapi
antara 2-7 tahun pada 22 (59%) subjek
autisme. Namun bukti-bukti ilmiah yang mendukungnya
Kajian data Fluoxetine 7 pasien usia Perbaikan Abberant
retrospektif 20-80 mg/hari 9-20 tahun Behaviour Checklist kurang kuat, sehingga diperlukan suatu uji klinik double blind
dalam hal iritabiltas 21%, randomisasi di waktu mendatang.
letargi 37%, stereotipik 27%,
dan gangguan bicara 21% Daftar Pustaka
Open label trial Fluoxetine 12 pasien usia Perbaikan pada 1. Herman A. Neurobiological insights into infantile autism. The Harvard Brain
selama 1 tahun 20 mg/hari 3-13 tahun Global Clinical Impressions
1996:19-25
129 anak Respon pada Autism
Open label trial Fluoxetine 2. Tonge BJ. Autism, autistic spectrum and the need for better definition. MJA
autisme Diagnostic Observation
(post hoc analysis) 0,15-0,5 2002; 176:412-3
mg/kg usia 2-8 tahun Schedule
selama rata-rata
- Sangat baik pada 17% kasus 3. Pusponegoro HD. Pandangan umum mengenai klasifikasi spektrum gangguan
32-36 bulan
- Baik pada 52% kasus
- Buruk pada 31% kasus
autistik dan kelainan susunan saraf pusat. Konferensi Nasional Autisme
Pertama. Jakarta; 2003
Penelitian Buchsbaum, dkk23 mengukur efek pemberian 4. Szatmari P. the causes of autism spectrum disorder: multiple factors has
fluoxetine terhadap aliran darah regional dan tingkat been identified, but a unifying cascade of events is still elusive. BMJ
metabolisme otak. Penelitian dilakukan pada 6 pasien dewasa 2003; 326:173-4
5. Rapin I. Autism: current concept. N Engl J Med 1997; 337(2):97-104
autisme dengan penggunaan Possitron Emission Tomography.
6. Perry P, Kuperman S. Pediatric psychopharmacology: autism, clinical
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan tingkat psychopharmacology seminar. University of Iowa; 2003
metabolisme di regio frontal kanan (terutama gyrus cinguli 7. Nestler EJ, Hyman SE, Malenka RC. Molecular neuropharmacology: a
anterior dan korteks orbito-frontal) pada penderita yang foundation for clinical neuroscience. McGraw-Hill Companies; 2001
diberikan terapi fluoxetine. 8. Esles L. the role of serotonin in autism. University of California;2000
9. Stahl SM. Essential psychopharmacology: neuroscientific basis and practical
applications. Cambridge University Press; 2000
Antidepresan trisiklik
10. Wiznitzer M. Autism spectrum disorder in 2002: an update. Cleveland Ohio,
Clomipramine merupakan golongan antidepresan trisiklik USA:Western Reserve University; 2002
yang digunakan sebagai terapi gangguan obsesif-kompulsif 11. Leboyer M, Philippe A, Bouvard M, et al. Whole blood serotonin and plasma
dan autisme. Agen terapi obsesif-kompulsif pada autisme beta endorphin in autistic probands and their first degree relatives. Biol
terutama digunakan untuk mengurangi perilaku stereotipik Psychiatry 1999; 45:158-63
12. Villalba R, Harrington C, repetitive self-injurious behavior: the emerging
dan gerakan yang berulang-ulang, meningkatkan interaksi
potential of psychotropic intervention. Psychiatric Times 2003; 20(2)
sosial, dan menurunkan kecenderungan agresivitas.8 13. Levin AL. Neurobiological aspects of agression. Neuropsychiatry Bulletin 2002
Mekanisme kerja utama clomipramine adalah menghambat 14. Schultz RT. The Neural basis of autism. International Encylopedia of the Social
ambilan kembali (reuptake) 5-HT dan norepinefrine. Lima and Behavioral SciencesNew York: Elsevier Science, 2001.p.983-7
penelitian terdahulu tentang clomipramine sebagai terapi 15. Martino AD, Tuchmann RF. Antiepileptic drugs: affective use in autism
spectrum disorders. Pediatr Neurol 2001; 25:199-207
autisme masih bervariasi dan belum konklusif. Perbaikan
16. Widyawati I. Manajemen multidisiplin pada individu dengan autistic spectrum
gejala hiperaktivitas, stereotipik, kompulsif, perilaku yang disorder. Konferensi Nasional Autisme Pertama. Jakarta; 2003
ritual, dan kemarahan diamati pada sebagian besar kasus, 17. Awad GA. the use of selective serotonin reuptake inhibitors in young children
namun ada pula penderita yang menunjukkan perburukan with pervasive developmental disorders: some clinical observations. Can
gejala. Pada kelompok anak-anak pemberian clomipramine J Psychiatry 1996; 41(6):361-6
18. Ferguson JM. ssrI, anti depressant medications, adverse effects and
memerlukan monitor EKG yang ketat karena kemungkinan
tolerability. J Clin Psychiatry 2001; 3:22-7
efek samping takikardia dan perpanjangan interval QT.6 19. Cook EH, Rowlett R, Jaselkis C. fluoxetine treatment of children and adults
with autistic disorder and mental retardation. J Am Acad Child Adolesc
Kesimpulan Psychiatry 1992; 31(4):734-45
Autisme merupakan kelainan yang kompleks, terutama 20. DeLong GR, Teagoe LA, Kamran M. Effect of fluoxetine treatment in young
children with idiopathic autism. Dev Med Child Neurol 1998; 40(8):551-62
ditandai oleh gangguan fungsi berbahasa, interaksi sosial,
21. Fatemi SH, Realmuto Gm, Khan L, et al. fluoxetine in treatment of adolescent
dan gangguan perilaku. Morbiditas epilepsi dan retardasi patients with autism: a longutudinal open trial. J Autism Dev Disord 1998;
mental dilaporkan tinggi pula. Aspek neuroanatomi yang 28(4):303-7
mendasari munculnya autisme sangat kompleks. Gangguan 22. DeLongGR, Ritch CR, Burch S. fluoxetine response in children with autistic
neurotransmiter dianggap berperan pula dalam patofisiologi spectrum disorders: correlation with familial major affective disorder and
intelectual achivement. Dev Med Child Neurol 2002; 44(10): 652-9
autisme. Gangguan yang terjadi terutama pada sistem
23. Buchsbaum MS, Hollander E, Hazneder MM. Effect of fluoxetine on regional
dopaminergik, serotoninergik, dan GABA. Gangguan pada cerebral metabolism in autistic spectrum disorder: a pilot study. Int J
sistem neurotransmiter dianggap bertanggung jawab pada Neuropsychopharmacol 2001; 4(2):119-25

176 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Baru Kortikosteroid


Pada Penanganan Sepsis
IGP Suka Aryana, Sjaiful I Biran

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah


Denpasar - Bali

Abstrak. Sepsis adalah respon inflamasi sistemik akibat infeksi. Mekanisme terjadinya sepsis masih merupakan
mekanisme yang tidak sepenuhnya jelas. Sepsis yang sebelumnya dianggap sebagai peningkatan respon
inflamasi ternyata juga peningkatan respon antiinflamasi. Pada sepsis ternyata terjadi keadaan imunosupresif
di mana didapatkan peningkatan respon antiinflamasi, anergi dan apoptosis sel imun. Peranan genetik
juga berpengaruh pada prognosis dari sepsis. Pengobatan kortikosteroid masih merupakan kontroversi.
Penelitian-penelitian terbaru membuktikan bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tinggi tidak ada
manfaatnya pada terapi sepsis dan syok sepsis. Beberapa penelitian baru menunjukkan bahwa pemberian
kortikosteroid dosis rendah, dosis fisiologis dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik, perbaikan fungsi
organ dan menurunkan mortalitas. Tetapi belum banyak studi yang membuktikan hal tersebut. Pengobatan
kortikosteroid dosis rendah sebaiknya diberikan pada penderita sepsis dengan disertai adanya adrenal
insufisiensi.

Kata kunci: sepsis, kortikosteroid, proinflamsi, antiinflamasi

Pendahuluan akibat infeksi dengan manifestasi SIRS. Severe sepsis adalah

S
epsis adalah merupakan respon inflamasi yang bersifat sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau
sistemik akibat adanya infeksi berat. Respon imun hipotensi dan kadang disertai laktoasidosis, oligouri dan
sistemik muncul setelah respon imun lokal tidak penurunan kesadaran. Syok sepsis adalah bagian dari severe
berhasil mengeliminasi antigen dengan baik. Respon ini sepsis yang disertai dengan hipotensi. Multiorgan Dysfunction
dikenal sebagai istilah Systemic Inflammatory Responses adalah sepsis yang disertai dengan adanya gangguan fungsi
Syndrome (SIRS). Keberhasilan dari respon ini ditentukan organ akibat homeostasis tidak bisa dipertahankan.1-3
oleh kekuatan proses inflamasi dan keseimbangan antara Insiden sepsis mempunyai kecenderungan terus
respon inflamasi dan kompensasi respon antiinflamasi.1,2 meningkat. Sepsis merupakan penyebab kematian terpenting
Beberapa istilah yang harus dipahami sehubungan dengan pasien-pasien yang di rawat di ruang intensif. Laporan Central
sepsis antara lain infeksi, bakterimia, SIRS, sepsis, severe Disease Control (CDC) di Amerika, insiden septikemia
sepsis, syok sepsis, dan Multiorgan Dysfunction (MOD). Infeksi meningkat dari 73,6 per 100.000 pasien pada tahun 1979
adalah respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme atau menjadi 175,9 per 100.000 pasien pada tahun 1987. Laporan
invasi mikroorganisme ke jaringan yang seharusnya steril. terakhir tahun 1990 insiden septikemia di Amerika 450.000
Bakterimia adalah ditemukannya bakteri pada darah. Systemic kasus pertahun dengan angka kematian lebih dari 100.000
Inflammatory Responses Syndrome adalah respon inflamasi orang.2,4 Di Eropa didapatkan 2-11% pasien yang dirawat
sistemik akibat berbagai sebab dengan 2 atau lebih manifestasi di Intensive Care Unit (ICU) menderita severe sepsis. Angka
berikut: temperatur >38oC atau <36oC, denyut jantung >90 mortalitas dari syok sepsis berkisar 40%. Angka kematian
kali/menit, respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg, sepsis di Amerika didapatkan lebih rendah, yaitu 9,3% pada
dan leukosit >12.000/mm2, <4.000/mm2 atau >10% bentuk tahun 1995. Total biaya yang diperlukan per kasus berkisar
(band) immature. Sepsis adalah respon inflamasi sistemik 22.10 dolar. Tingginya angka mortalitas membuat sepsis

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 177


TINJAUAN PUSTAKA

semakin diperdebatkan dalam hal patogenesis dan terapi Inflamatory Responses Syndrome) SIRS. SIRS ditandai
yang terus berkembang. Terapi kortikosteroid telah dimulai dengan adanya hipersitokinemia. Peningkatan respon imun
sejak tahun 1950 ternyata masih menjadi perdebatan. berlebihan ternyata berakibat buruk pada pasien. Pasien
Pada tinjauan pustaka ini akan kami uraikan secara praktis dapat mengalami fase syok dan MOD dan berakhir pada
penggunaan kortikosteroid dalam terapi sepsis.1,2,5 Multiple Organ Faillure (MOF) dan kematian. Pada SIRS
terjadi patogenesis yang sangat kompleks, melibatkan banyak
Patofisiologi Sepsis sel, dan merangsang sekresi berbagai hormon. Terapi tidak
Sistem kekebalan alami (nonspesifik) adalah pertahanan akan berhasil jika berkerja hanya pada satu titik saja. Terapi
lini pertama tubuh terhadap infeksi yang diaktifkan bila ada dengan antibodi antiTNF gagal menunjukan hasil bermakna
patogen masuk melewati pertahanan fisik, mekanik dan pada peningkatan angka harapan hidup pasien dengan sepsis
kimiawi tubuh. Sistem kekebalan alami bisa berupa seluler berat.1,7 Hal ini menimbulkan munculnya teori baru tentang
yang terdiri dari sel monosit, makrofag, neutrofil, eosinofil dan sepsis tersebut.
sel Natural Killer (NK) dan humoral berupa protein terlarut Beberapa penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa
seperti komplemen, C Reactive Protein (CRP) dan sitokin. ternyata pada sepsis tidak ada bukti bahwa peran reaksi
Sistem kekebalan yang didapat (spesifik) akan membantu proinflamasi lebih dominan. Hal ini yang menyebabkan
sistem kekebalan alami melalui aktivitas dari sel limfosit. kita harus lebih banyak mengerti konsep baru di mana
Limfosit T bersifat seluler dan limfosit B bersifat humoral. ditambahkan 2 istilah baru yang dapat terjadi pada sepsis,
Sistem imun akan diaktifkan oleh protein patogen yang yaitu Compensatory Anti Inflammatory Responses (CARS)
dapat berasal dari berbagai jenis mikroorganisme, misalnya dan Mixed Proinflammatory and Antiinflammatory Responses
endotoksin (lipopolysaccharide), peptidoglycan, lipoechoic acid, (MARS).1,7
lipopeptide, flagelin, mannan dan RNA virus. Kegagalan sistem
imun mengatasi infeksi dan menimbulkan reaksi imun yang
Respon Respon
tidak sesuai dikatakan sebagai sepsis.4 Elemen kunci pada proinflamasi antiinflamasi
patofisiologi sepsis adalah sitokin. Sitokin yang dihasilkan lokal Luka awal lokal
(bakteri, virus,
oleh sel yang mengalami injuri bersifat sebagai peptida kondisi traumatis,
imunoregulator yang polimorfik. Sitokin Tumor Necrosing termal)
Factor (TNF), interleukin(IL)-1 dan IL-8 sebagai sitokin Sebaran sistemik Sebaran sistemik
mediator proinflamasi mediator antiinflamasi
proinflamasi dan IL-6, IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi.6
Toksin mikroba akan merangsang produksi TNF dan IL-1 Reaksi
menyebabkan terjadinya adhesi dari lekosit pada endotel dan sistemik:
SIRS (proinflamasi)
mensekresi protese dan metabolit arakidonat. Hal ini akan CARS (antiinflamasi)
mengaktifasi sistem pembekuan.6 Jadi ada beberapa faktor MARS
yang berperan pada proses ini, yaitu: respon tubuh, peranan (campuran)

sel endotel dan monosit dan aktivasi sistem inflamasi dan


koagulasi. Ketiga hal ini berperan dalam menentukan C H A O S
prognosis dari pasien sepsis. Inflamasi dan koagulasi Cardiovascular Homeostatis Apoptosis Disfungsi organ Supresi sistem
compromise (sel-sel mati) organ
merupakan 2 keadaan yang akan saling berpengaruh untuk (syok)
menentukan prognosis pasien yang mengalami infeksi. Kematian
SIRS Keseimbangan dengan inflamasi SIRS CARS
Predominate CARS dan SIRS minimal mendominasi mendominasi

Elemen kunci pada patofisiologi Gambar 1. Konsep baru sepsis

sepsis adalah sitokin. Sitokin yang Imunomodulasi pada sepsis sangat kompleks dan saling
tumpang tindih. Konsep baru ini menjelaskan bahwa ada 5
dihasilkan oleh sel yang mengalami tahapan terjadinya MOD pada sepsis, yaitu:2

injuri bersifat sebagai peptida 1. Stadium reaksi lokal


Respon awal tubuh adalah menginduksi mediator
imunoregulator yang polimorfik. proinflamasi untuk menghancurkan jaringan yang rusak,
benda asing, kuman dan merangsang pertumbuhan
jaringan baru. Kompensasi mediator antiinflamasi segera
Adanya infeksi menghasilkan endotoksin atau toksin muncul untuk mencegah agar proinflamasi tidak terlalu
akan meningkatkan sitokin proinflamasi. Reaksi dari sitokin destruktif. IL-4, IL-10, IL-11, IL-13, reseptor TNFa
proinflamasi ini yang bermanifestasi sistemik sebagai (Systemic terlarut, antagonis reseptor IL-1, tumor growth factor

178 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

didapatkan ekspresi human leucocyte antigen (HLA)


DR monosit menurun kurang dari 30%. Penambahan
Beberapa penelitian sebelumnya interferon (IFN) g-1b dapat meningkatkan ekspresi HLA
DR pada permukaan monosit sehingga memperbaiki
mendapatkan bahwa ternyata fungsi monosit dan sekresi IL-6 dan TNFa sehingga

pada sepsis tidak ada


kondisi pasien membaik.
5. Stadium imunologi dissonance

bukti bahwa peran Stadium akhir dari sepsis adalah imunologis dissonance,
jadi terjadi ketidaksesuaian atau sistem imunomodulator

reaksi proinflamasi berada di luar keseimbangan. Keadaan ini sering dianggap


sebagai keadaan yang persisten sehingga mempunyai

lebih dominan.
angka kematian yang tinggi.
Adanya kenyataan seperti ini berarti masih banyak
misteri sepsis yang belum terungkap dengan jelas. Sepsis yang
didefinisikan sebagai respon inflamasi sistemik ternyata tidak
(TGF)b dan mediator lainnya bertujuan mengurangi sepenuhnya terjadi respon inflamasi. Hal ini dapat dilihat
ekspresi Major Histocompability Complex (MHC) klas II, dari beberapa penelitian yang mencoba memberikan terapi
menurunkan aktivitas Antigen Precipating Cell (APC), antiinflamasi dengan kortikosteroid, antibodi antiendotoksin,
dan menurunkan aktivitas sel untuk memproduksi sitokin antagonis TNF, antagonis reseptor IL-1 dan lainnya ternyata
inflamasi. Semua reaksi ini berlangsung lokal tanpa reaksi gagal sebagai terapi pada sepsis. Penelitian lain mendapatkan
sistemik berlebihan. bahwa ternyata sepsis adalah suatu kondisi imunosupresif.
Hal ini didasari oleh didapatkannya bukti bahwa pada sepsis
2. Stadium respon sistemik awal
terjadi kehilangan kemampuan pada reaksi hipersensitivitas
Bila mediator proinflamasi didapatkan dalam sirkulasi
tipe lambat dan kemampuan eliminasi infeksi sehingga pada
menandakan bahwa kerusakan/kuman tidak dapat
sepsis mudah terjadi infeksi nosokomial. Ada beberapa teori
dikontrol oleh reaksi lokal saja. Mediator proinflamasi
yang menjelaskan terjadinya imunosupresif pada sepsis,
bertujuan membantu menarik neutrofil, sel limfosit T,
yaitu: (1) perubahan/pergantian sitokin yang mulanya
dan B, trombosit dan faktor koagulasi untuk datang ke
proinflamasi menjadi antiinflamasi, (2) anergi: penurunan
injury location atau infeksi. Reaksi ini akan merangsang
respon terhadap antigen akibat kegagalan proliferasi dan
respon kompensasi sistemik antiinflamasi. Tetapi respon
sekresi sitokin sehubungan dengan terjadinya apoptosis
ini akan segera menurunkan respon sistemik proinflamasi.
limfosit akibat sepsis, (3) kematian sel imun akibat terjadinya
Manifestasi klinis akan muncul tetapi tidak berat dan
apoptosis baik pada sel B, sel T CD4 maupun sel dentritik
jarang menimbulkan disfungsi organ.
folikular. Peranan genetik dikatakan ikut mempengaruhi
3. Stadium inflamasi sistemik masif prognosis pasien. Neutrofil yang sebelumnya diduga dapat
Pada stadium ini terjadi kehilangan mekanisme regulasi mengeradikasi kuman patogen ternyata juga dapat berakibat
respon proinflamasi sehingga timbul manifestasi klinis kerusakan jaringan yang lebih luas karena produksi oksidan
SIRS. Hal ini terjadi akibat dari: (1) progresivitas disfungsi dan protease yang berlebihan.8 Karena mekanisme sepsis
endotel sehingga terjadi peningkatan permiabilitas yang masih belum jelas diketahui, maka terapi kortikosteroid
mikrokapiler; (2) Trombosit yang memblok mikrosirkulasi juga masih merupakan kontroversi dan masih diperdebatkan.
sehingga timbul iskemia atau injuri reperfusi dan Beberapa penelitian baru telah menunjukkan adanya manfaat
menginduksi Heat Shock Protein (HSP); (3) aktivasi dari terapi kortikosteroid tersebut.
sistem koagulasi dan gangguan jalur inhibisi protein C dan
protein S; (4) adanya vasodilatasi dan maldistribusi aliran Perkembangan Pemakaian Kortikosteroid pada Terapi
darah sehingga pasien jatuh pada fase syok. Pada stadium Sepsis
ini merupakan ancaman terjadinya disfungsi organ dan Kortikosteroid telah banyak digunakan pada beberapa
MOF bila homeostasis tidak segera diatasi. penyakit yang ditandai dengan peningkatan respon inflamasi
seperti asma, penyakit kolagen, vaskulitis, sarcoidosis dan
4. Stadium imunosupresi masif
penyakit lainnya. Pada syok sepsis terjadi peningkatan respon
Pada keadaan ini terjadi reaksi antiinflamasi kompensasi
inflamasi yang disertai dengan manifestasi syok dengan
yang tidak efektif dan menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran, laktoasidosis, dan penurunan produksi
imunodefisiensi. Keadaan ini sering disebut sebagai
urin. Kortikosteroid dikatakan dapat mengatasi respon inflamasi
immune paralysis atau CARS. Pada suatu penelitian
ini melalui beberapa cara seperti terlihat pada tabel 1.1
didapatkan bahwa pada pasien dengan SIRS. Pada CARS

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 179


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Efek kortikosteroid sebagai antiinflamasi1 dapat mengontrol inflamasi. Hal ini sering disebut sebagai
Efek pada lipokortin: functional adrenal insufficiency atau relative adrenal insufficiency
1. Meningkatkan respon PMN pada rangsangan artinya walaupun kadar kortisol tinggi tetapi belum cukup
2. Hambatan phospholipase A2 dan cegah aktivasi untuk menekan proses inflamasi.1,9
prostaglandin
3. Perubahan membran sel pada pengikatan kalsium A B C
Fungsi nonstres normal Fungsi normal aksis hipotalamus- Fungsi normal aksis hipotalamus-
4. Hambat kemampuan netrofil untuk melepaskan metabolit hipofisis andrenal hipofisis-adrenal selama sakit hipofisis-adrenal selama sakit
oksigen aktif Mengurangi
Efek pada interleukin: asupan balik penyakit sistem
Hipotalamus
saraf pusat,
1. Hambat sintesis IL-1 dan hambat IL-6 Corticotropin Stress sitokin Pelepasan hormon kortikostroid
releasing hormonie Kortikotropin
2. Menurunkan waktu paruh mRNA IL-3 melepaskan kortikotropin
Apoplexy hipofisis,
hormon
3. Down egulasi sitokin dan growth factor kortikosteroid
Hipofisis
4. Cegah TNF dan IL-1 dilepas oleh sel mononuklear
Efek pada netrofil: Kortikotropin Kortikotropin Kortikotropin Sitokin anastesi,
antiinfeksi,
1. Stabilisasi lisosom neutrofil kortikosteroid
2. Hambat pelepasan enzim lisosom hemorrhage
Andrenal infeksi termasuk
3. Menormalkan respon inflamasi infutrasi HIV
4. Cegah hiperagregasi dan adesi lekosit oleh endotoksin
Lain-lain: Terikatnya kortisol dengan Meningkatkan kortisol dan menurunkan Menurunkan kortisol dan menurunkan
1. Cegah aktivitas kaskade koagulasi kortikosteroid - mengikat globulin kortikostenoid-mengikat globulin kortikosteroid-mengikat globulin
2. Hambat sintesis NO eksogen Sitokin, aktivasi
kortikostenoid lokal
3. Menurunkan platelet-activating factor selama rangsangan
endotoksin Aksis normal Meningkatkan aksi Menurunkan aksi
pada jaringan pada jaringan pada jaringan

Kortisol bentuk kortikosteroid yang disekresi oleh kortek


adrenal pada orang sehat tanpa stress mempunyai kadar Gambar 2. Aksis hipotalamus-pituitaria-adrenal
diurnal sesuai dengan rangsangan kortikotropin yang disekresi
oleh kelenjar pituitaria. Sekresi kortikotropin dirangsang Konsep Lama Pemakaian Kortikosteroid pada Terapi
oleh Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang berasal Sepsis
dari hipotalamus (gambar 3). Kedua hormon ini mempunyai Sejak tahun 1950 penggunaan kortikosteroid pada sepsis
negative feedback control. Kortisol dalam darah terikat dengan sudah diperdebatkan.1 Beberapa penelitian yang dilakukan
Corticosteroid Binding Globulin (CBG), di mana <10% dalam dari tahun 1950 sampai tahun 1971 menunjukkan banyaknya
bentuk bebas. Pada keadaan infeksi berat/sepsis, trauma, luka kortikosteroid digunakan pada sepsis oleh karena bakteri.
bakar, dan operasi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol Hasil-hasil penelitian ini sulit dievaluasi karena banyaknya
akibat peningkatan sekresi hormon kortikotropin dan CRH. data-data dan metode yang tidak valid.5 Pada tahun 1970-an
Mekanisme feed back tidak bekerja maksimal sehingga beberapa penelitian menggunakan kortikosteroid dosis tinggi
variasi diurnal sekresi kortisol tidak normal. Gangguan pada pada sepsis berat dan syok sepsis. Schumer dkk., mendapatkan
mekanisme aksis hipotalamus-pituitaria-adrenal dikatakan pada studi prospektifnya bahwa pemberian metilprednisolon
disebabkan oleh banyaknya sitokin di dalam sirkulasi pada 30 mg/kg berat badan (BB) atau deksametason 3 mg/kg BB
keadaan tersebut. Pada keadaan ini juga terjadi penurunan diberikan 1 atau 2 kali dalam 24 jam dapat menurunkan
CGB sehingga kortisol bebas akan semakin tinggi. Proses angka kematian dari 38,4% menjadi 10,5%. Pemberian
inflamasi dikatakan dapat memecah ikatan CBG dengan kortikosteroid dosis tinggi didasarkan pada asumsi bahwa
kortisol oleh enzim neutrofil elastase. Sitokin inflamasi pemberian kortikosteroid dosis tinggi akan dapat menguatkan
juga dapat meningkatkan kortisol di jaringan karena efek antiinflamasi untuk melawan efek proinflamasi yang
sitokin ini dapat merubah metabolisme kortisol perifer dan tidak terkontrol. Pemberian kortikosteroid juga diharapkan
meningkatkan afinitas reseptor glukokortikoid terhadap dapat mengobati relative adrenal insufficiency yang biasanya
kortisol. Tetapi tingginya kadar sitokin inflamasi pada sepsis terjadi pada pasien sepsis.1,10-13
secara langsung dapat menghambat sintesis kortisol oleh
adrenal. Pemberian terapi kortikosteroid jangka lama dapat Konsep Baru Pemakaian Kortikosteroid pada Terapi
menekan sekresi kortikotropin dan CRH akan menimbulkan Sepsis
atropi adrenal terutama jika mendapat hidrokortison 30 mg Banyak studi mendapatkan bahwa pemberian
perhari selama lebih dari 3 minggu. Pada keadaan kadar kortikosteroid dosis tinggi pada sepsis tidak bermanfaat
sitokin yang rendah dalam darah jaringan akan lebih sensitif bahkan dapat merugikan karena dapat menimbulkan infeksi
terhadap kortisol dibandingkan dengan keadaan sitokin sekunder, perdarahan saluran cerna dan peningkatan gula
tinggi yang akan menyebabkan terjadi resistensi. Hal ini darah. Penggunaan kortikosteroid dosis rendah masih
menandakan perlukan respon adrenal yang normal untuk diharapkan bermanfaat karena dapat menurunkan efek
kerusakan sistem imunologis dan menurunkan insiden

180 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

antiinflamasi, dan genetik. Pengobatan kortikosteroid


masih merupakan kontroversi. Beberapa penelitian baru
Pemberian kortikosteroid menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dosis rendah,
dosis fisiologis dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik,
dosis tinggi didasarkan pada perbaikan fungsi organ dan menurunkan mortalitas.

asumsi bahwa pemberian


Daftar Pustaka
kortikosteroid dosis tinggi 1. Chacko J. Steroid in sepsis. Crit Care & Shock 2004; 7:129-33

akan dapat menguatkan efek


2. Aird WC. The role of the endothelium in severe sepsis and multiple
dysfunction syndrome. Blood 2003; 101:3765-77

antiinflamasi untuk melawan 3. Abraham E, Matthay MA, Dinarello CA, et al. Consensus conference
definitions for sepsis septic shock, acute lung injury, and acute

efek proinflamasi yang respiratory distress syndrome: time for a reevaluation. Crit Care
Med 2000;28:232-5.
tidak terkontrol. 4. Bochud PY, Calandra. Pathogenesis of sepsis: new concepts and
implications for future treatment. BMJ 2003; 326:262-6
5. Sessler CN. Steroid for septic shock. Back from the dead?(Con).
terjadinya infeksi sekunder. Terapi ini menjadi rasional karena
dianggap pada keadaan sepsis terjadi relatif defisiensi adrenal. Chest 2003; 123:482S-489S

Terapi ini sering disebut sebagai terapi fisiologi/replacement 6. Wheeler AP, Bernard GR. Treating patients with severe sepsis. N Engl
dari kortikosteroid.5 J Med 1999; 340:207-14
Metaanalisis terakhir oleh Minneci mendapatkan bahwa 7. Bone RC, Grodzin CJ, Balk RA. Sepsis: a new hypothesis for patho-
terapi kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu pendek dapat genesis of the disease process. Chest 1997; 112:235-43
menurunkan harapan hidup, sedangkan terapi kortikosteroid
8. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis.
dosis selama 5-7 hari dapat meningkatan umur harapan
N Engl J Med 2003; 384:138-50
hidup, dapat memperbaiki kondisi syok dan meningkatkan
respon vaskular terhadap vasopresor.11,14,15 9. Cooper MS, Stewart. Coricosteroid insuffeciency in acutle ill patients.
Kelenjar adrenal mensekresi kortisol pada saat ada N Engl J Med 2003; 348:727-34
stressor seperti pada sepsis. Baik tinggi maupun rendahnya 10. Lamberts SW, Bruining HA, DeJong FH. Corticosteroid therapy in
kadar kortisol endogen yang disekresi akan berhubungan severe illness. N Engl J Med 1997; 337:1285-92
dengan mortalitas yang terjadi pada penderita sepsis.
11. Minneci PC, Deans KJ, Banks SM, et al. Meta-analysis: the effect of
Manfaat dari kortisol adalah dapat sebagai antiinflamasi
steroid on survival and shock during sepsis depends on the dose. Ann
(menghambat sekresi sitokin dan migrasi sel radang) dan
efek kardiovaskularnya dapat menghambat rangsangan Intern Med 2004; 141:47-56

sintesis Nitric Oxide (NO) dan meningkatkan respon 12. Luce MJ. Physician should administer low dose corticosteroid
vasokonstriksi vaskular terhadap katekolamin.16 Pemberian selectively to septic patients untill an ongoing trial is completed.
kortikosteroid dosis tinggi tidak dianjurkan karena lebih Ann Intern Med 2004; 141:70-2
banyak merugikan. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 13. Bornstein SR. A new role for glucocorticoid in septic shock. Am J
dikatakan lebih memberikan manfaat tetapi masih belum
Respir Crit Care Med 2003; 167:485-9
disepakati. Penelitian terbaru yang sedang berjalan dilakukan
14. Balk RA. Steroid for septic shock. Back from the dead?(pro). Chest
oleh Sprung dkk., dalam studi yang disebut CORTICUS
akan menjawab pertanyaan penggunaan steroid pada sepsis. 2003; 123:490S-499S
Sementara menunggu hasil studi pemberian kortikosteroid 15. VanAmersfoort ES, VanBerkel TJ, Kuiper J. Receptors, mediators, and
dosis rendah hanya direkomendasi apabila didapatkan adanya mechanism involved in bacterial sepsis and septic shock. Clin
adrenal insufisiensi pada sepsis.12-14,17 Microbiol R 2003; 16:379-414
16. Burry LD, Pharm B. Role of corticosteroids in septic shock. Annals
Kesimpulan
Pharm 2004; 38:464-72(abstract)
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik akibat infeksi.
Mekanisme terjadinya sepsis masih merupakan mekanisme 17. Annene D, Bellisant E, Bollaert PE, et al. Corticosteroid for severe

yang tidak sepenuhnya jelas. Sepsis merupakan kombinasi sepsis and septic shock: a systematic review and meta-analysis.
kompleks peningkatan respon inflamasi, peningkatan respon BMJ 2004; 329:480

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 181


TINJAUAN PUSTAKA

Patogenesis dan Respon Imun Tubuh


terhadap Infeksi Virus Herpes Simpleks
Ary Widhyasti Bandem, Satiti Retno Pudjiati

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit Kelamin


Fakultas Kedokteran UGM/RS Dr. Sardjito
Yogyakarta

Abstrak. Herpes genital (HG) disebabkan oleh virus herpes simpleks (VHS) yang bermanifestasi sebagai papule vesicle
yang dengan mudah menjadi ulkus dangkal pada genital. Infeksi HG dapat berupa infeksi primer, rekuren dan bahkan
asimptomatis sehingga dengan mudah dapat menular kepada orang lain. Infeksi HG prevalensinya makin meningkat
dan memudahkan transmisi infeksi HIV maupun penyakit menular seksual lainnya. Manifestasinya dapat ringan
maupun berat pada penderita imunocompromise sehingga penting untuk diketahui patogenesis dan respon imun
tubuh terhadap infeksi VHS. Pada tulisan ini akan diuraikan tentang karakteristik VHS, patogenesis infeksi VHS pada
mukokutan, diagnosis HG serta respon imun tubuh terhadap infeksi VHS baik yang bersifat alamiah dan adaptif.

Kata kunci: Herpes genital, patogenesis, diagnosis, karakteristik, respon imun

Pendahuluan telah didapatkan meningkat sampai 20% dan disebabkan

H
erpes Genitalis (HG) adalah infeksi genital yang karena dari hubungan oral-genital.10
disebabkan oleh virus herpes simpleks (VHS) Manifestasi klinis HG bervariasi, dikenal dengan infeksi
ditandai secara klasik dengan timbulnya erupsi primer, infeksi rekuren, dan bahkan infeksi dapat tidak
papulovesikular dengan dasar eritema pada kulit, dan pada dirasakan penderita (asimptomatis) tetapi terjadi viral
mukosa dengan mudah menjadi ulkus dangkal. Virus Herpes shedding yang dapat menularkan kepada orang lain. Tentunya
Simpleks merupakan virus DNA dari famili Herpesviridae transmisi ini berbahaya apalagi dengan adanya infeksi HG juga
dan menginfeksi epitel mukokutan secara inokulasi langsung memudahkan transmisi HIV ataupun penyakit menular seksual
melalui lesi abrasi. Pada saat terjadinya infeksi di mukokutan, lainnya.11-13 Manifestasi klinis yang bervariasi, rekureni yang
VHS juga menginfeksi sel saraf sensoris, menuju ganglion tinggi dan komplikasi berat pada penderita imunocompromise,
sakralis (S2-S4), selanjutnya menetap sebagai infeksi laten. serta kesembuhan permanen yang tidak pernah terjadi, maka
Pada beberapa keadaan seperti adanya trauma lokal, menstruasi, diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang patogenesis
stres emosi, demam, dan paparan sinar ultraviolet, VHS ini dan respon imun tubuh terhadap infeksi VHS. Dengan
mengalami reaktivasi, secara axonal kembali ke mukokutan demikian, diharapkan dapat membantu menegakkan diagnosis
dan memberikan gambaran klinis sebagai infeksi rekuren.1-8 dan penatalaksanaan yang lebih tepat untuk penderita HG.
Prevalensi HG di Amerika Serikat meningkat dari 100.000 Pada makalah ini akan dibahas mengenai karakteristik
di tahun 1970-an menjadi 200.000 di tahun 1990. Hal ini di VHS, patogensis infeksi VHS pada mukokutan, diagnosis
samping karena jumlah kasus yang memang meningkat, juga HG serta respon imun tubuh terhadap infeksi VHS baik yang
disebabkan karena perbaikan dalam menegakkan diagnosis bersifat alamiah dan adaptif.
dan meningkatnya kepedulian pasien.9 Pada tahun 1988-1994,
seroprevalensi VHS-2 pada penduduk Amerika Serikat yang Karakteristik VHS
berusia di atas 12 tahun sebesar 21,9% dari 45 juta penduduk Virus herpes simpleks tergolong ke dalam virus Herpes tipe
yang terinfeksi. Saat ini secara nasional di Amerika Serikat alfa yang mempunyai sifat neurotropik dan replikasi virus yang
dideteksi VHS-2 positif pada 1 dari 5 orang yang berusia di atas relatif cepat serta dapat menginfeksi berbagai sel pada kultur.
12 tahun.6 VHS-1 sebagai penyebab HG di Amerika Serikat Sejak tahun 1960 dikenal ada dua serotipe, yaitu VHS-1 dan

182 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

VHS-2. Strain VHS-1 umumnya diisolasi dari labia, fasial dan Patogenesis
okular sedangkan strain VHS-2 dari lesi genital dan dari bayi VHS masuk ke dalam tubuh manusia untuk pertama kali
baru lahir yang terinfeksi lewat jalan lahir. Akan tetapi kedua (infeksi inisial, infeksi primer) melalui kontak virus dengan
strain ini dapat dijumpai pada tempat yang sebaliknya. Kedua mukosa atau lesi abrasi. VHS-2 menginfeksi pejamu di mukosa
strain ini sulit dibedakan dari patogenesisnya, hanya disebutkan genital dan mengadakan replikasi dalam sel epitel. Virus
bahwa VHS-2 lebih sering menimbulkan infeksi rekuren pada memasuki sel secara fusi dimulai dengan glikoprotein amplop
daerah genital daripada oral dan demikian sebaliknya.2,3 VHS mengikat reseptor spesifik sel pejamu, yaitu heparin sulfat
VHS mempunyai genom yang linier, double stranded DNA, permukaan sel. Nukleokapsid ditransfer ke inti sel pejamu
dengan ukuran 160 x 103 kDa, dikelilingi selubung protein melewati sitoplasma, terjadi uncoating (selubung VHS lepas),
dan amplop lipid. Virion VHS terdiri dari inti DNA, kapsid dan akhirnya genom (DNA) VHS ditransfer ke inti sel pejamu.
ikosahedral berdiameter 100 nm dengan permukaannya ditutupi Setelah terjadi fusi amplop virion dengan membran sel pejamu,
beberapa protein virus dilepaskan dari virion VHS. Beberapa
protein tersebut menghentikan sintesa protein pejamu dan
Manifestasi klinis yang bervariasi, yang lainnya menghidupkan transkripsi early-genes untuk
replikasi VHS. Early genes atau gen alfa diperlukan untuk
rekureni yang tinggi dan komplikasi berat sintesis kelompok polipetida, atau gen beta yang merupakan
protein regulator dan enzim yang diperlukan untuk replikasi
pada penderita imunokompromais, serta DNA. Kelompok gen VHS yang ketiga adalah gen gamma
yang dibutuhkan untuk replikasi DNA, yaitu untuk ekspresi
kesembuhan permanen yang tidak pernah dan penggantian protein struktural virus. Setelah replikasi
terjadi, maka diperlukan pemahaman yang genom virus dan pembentukan protein struktural virus,
nukleokapsid di susun di inti sel pejamu. Pembentukan amplop
lebih baik tentang patogenesis dan respon melalui budding melewati membrana inti, ruang perinuclear
dan akhirnya virion ditransfer melalui retikulum endoplasma
imun tubuh terhadap infeksi VHS. Dengan dan apparatus golgi ke permukaan sel. Seluruh siklus replikasi
ini membutuhkan waktu 12-16 jam.14,15
demikian, diharapkan dapat membantu Replikasi VHS dalam sel epidermis dan dermis menghasil-
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan kan kerusakan sel dan inflamasi. Secara klinis tampak lesi
vesikular di atas kulit eritem dan secara mikroskopis dijumpai
yang lebih tepat untuk penderita HG. multinucleated giant cells, nekrosis sel setempat dan degenerasi
balon pada sel yang terinfeksi. Infeksi virus menyebabkan
degenerasi balon dengan kromatin yang padat di dalam inti sel,
162 kapsomer serta dibatasi oleh amplop yang mengandung diikuti degenerasi selular inti sel parabasal dan sel intermediate.
lipid. Antara nukleokapsid dan amplop dipisahkan oleh Sel yang terinfeksi kehilangan kontak dengan plasma membran
tegumen. Genom VHS-1 dan VHS-2 mempunyai 50% sekuen dan membentuk multinucleated giant cells. Bila sel mengalami
nukleotida yang sama (homolog) sedangkan 50% lainnya lisis akan terlihat sebagai vesikel pada lapisan epidermis dan
berbeda. Genom virus mengkode 50 protein virus spesifik dermis. Cairan vesikel mengandung depris sel, sel-sel inflamasi,
termasuk 5-6 glikoprotein spesifik yang dipresentasikan pada dan multinucleated giant cell. Pada lapisan subdermis terjadi
permukaan virus dan pada permukaan sel yang terinfeksi respon inflamasi yang intens dan penyembuhan pada kulit di
virus. Glikoprotein VHS ditemukan ada 11 dan yang berfungsi mulai dengan vesikel menjadi pustul dan akhirnya menjadi
sebagai attachment pada hospes adalah glikoprotein B dan C, krusta. Pada mukosa tidak terbentuk krusta tetapi mudah
sedangkan untuk entry dan terpenting dalam menginduksi menjadi ulkus dangkal. Pada infeksi inisial penyebaran infeksi
antibodi netralisir terhadap virus adalah glikoprotein D. dari 5- virus dapat melalui sistem limfatik ke limfonodi regional.
6 glikoprotein pada VHS tersebut, hanya satu dari glikoprotein Saat infeksi inisial, virus secara asenden mencapai neuron
permukaan ini yang bersifat spesifik, gG1 untuk VHS-1 dan sensoris perifer dan mengalami latensi pada ganglia saraf sensoris
gG2 untuk VHS-2. Secara signifikan didapatkan adanya maupun autonom serta mempunyai hubungan permanen
reaktivitas silang pada antibodi yang terbentuk di antara kedua antara virus dengan pejamu. Saat latensi di ganglion dorsalis,
tipe virus tersebut.1,14-16 virus melakukan replikasi dalam jumlah sangat terbatas dan
Genom VHS juga menyandi sejumlah protein non-struk- transkripsi yang terjadi dikenal dengan LAT (latentcy associated
tural yang penting untuk replikasi DNA virus, termasuk virus transcripts).2,8,15-17
timidin kinase, DNA polimerase, ribonukleotida reduktase dan Pada model binatang percobaan, VHS terdeteksi di neuron
alkaline DNase. Enzim virus ini berbeda dengan enzim sel yang ganglion 2 hari setelah infeksi. Replikasi virus dalam jaringan
terinfeksi dan menjadi dasar penghambat obat antivirus.1 saraf terbatas tetapi mempunyai kemampuan untuk migrasi

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 183


TINJAUAN PUSTAKA

kembali ke akson dekat tempat inokulasi awal sehingga dapat dentritik membawa antigen atau partikel virus ke limfonodi,
memperjelas luasnya area permukaan yang terlibat pada infeksi mempresentasikan MHC (Major Histocompability Complex),
primer. Pada penderita yang imunokompeten replikasi virus ini mensekresikan sitokin dan menstimulasi sel T untuk
terkendali dan terjadi penyembuhan (reepitealisasi).3 berdiferensiasi menjadi sel Th1 dan Th2.13 Respon imun adaptif
Reaktivasi dan replikasi VHS laten (infeksi rekuren) terjadi diperankan oleh antibodi dan sel limfosit sitotoksik. Antibodi
karena adanya stimuli multipel seperti dengan adanya pajanan berperan saat virus berada di ektraseluler, yaitu saat virus
sinar ultraviolet, immunsupreisan, demam, infeksi dan trauma akan masuk ke dalam sel pejamu atau saat virus berada di luar
pada neuron yang terinfeksi. Virus diantarkan di kulit kembali sel, saat sel pejamu lisis akibat efek sitopatik virus. Antibodi
melalui saraf sensoris tepi dan mengadakan replikasi lagi di berfungsi sebagai antiviral dengan atau tanpa bantuan
epidermis. Gejala yang timbul lebih ringan dibandingkan infeksi komplemen. Antibodi antiviral ini berfungsi sebagai antibodi
inisial, tergantung dari jumlah virus yang mengalami replikasi, netralisir yang mencegah attachment dan entry ke dalam sel
virulensi strain VHS dan status imun penderita. Reaktivasi pejamu. Antibodi netralisir ini menyatu dengan amplop
dan replikasi virus dapat terjadi secara periodik pada penderita virus atau antigen kapsid. Antibodi netralisir menghambat
asimtomatis dan pada fase ini virus dapat dideteksi walaupun terjadinya infeksi virus dan penyebaran virus dari sel ke sel,
tanpa gejala dan tanda dari penyakit.10,15 tetapi bila virus dapat masuk ke dalam sel, antibodi sudah tidak
berperan. Sehingga pemberian vaksinasi ataupun imunitas
Respon Alamiah dan Adaptif Tubuh terhadap Infeksi VHS humoral yang terbentuk dari infeksi sebelumnya hanya dapat
Virus adalah mikroorganisme obligat intraselular dan memproteksi dengan mencegah terjadinya infeksi tetapi tidak
saat masuk ke dalam sel epitel, pertama kali direspon tubuh dapat mengeliminasi infeksi virus yang telah terjadi.20
pejamu melalui barier mekanis, misalnya pada genitalia wanita, Untuk virus yang dapat masuk ke dalam sel pejamu
dengan adanya mukus, flora normal dan glikokaliks. Sekresi (intraseluler), diatasi oleh respon imun adaptif yang diperankan
tersebut mengandung pula komplemen dan IgM alamiah oleh sel T sitotoksik (CD8). Sel T (CD8) mengenali sel terinfeksi
yang akan mengurangi jumlah sel yang terinfeksi akan tetapi karena adanya presentasi antigen oleh sel panyaji antigen,
bila virus dapat menembus pertahanan ini tubuh berespon yaitu adanya ekspresi MHC kelas I. Diferensiasi sel CD8 juga
dengan stimulasi respon imun alamiah lainnya. Replikasi virus memerlukan sitokin yang dihasilkan oleh sel CD4 T helper. Efek
mengaktifkan komplemen, stimulasi kemokins dan interferon antiviral CD8 dengan cara melisiskan sel yang terinfeksi dan
(IFNab). Substansi-substansi ini mengaktifkan endotel kapiler, aktivasi enzim nuklease di dalam sel terinfeksi sehingga genom
menjadi bocor (leaky) dan mengekspresikan molekul adesi. virus terdegradasi dan tersekresi sitokin dengan aktivitas IFN.
Substansi tersebut pula yang mengaktifkan sel dentritik dan Virus Herpes Simpleks tetap mengadakan upaya untuk
makrofag residen untuk mempresentasikan patogen. Sel menghindarkan diri dari pengenalan oleh CD8, yaitu dengan
dentritik imatur memakan antigen atau partikel VHS dan menghasilkan protein ICP-47 yang mengikat pada TAP
mengantarkan ke limfonodi regional untuk aktivasi sel T (transporter associated within antigen processing). Hal ini akan
sebagai permulaan respon imun adaptif. Saat sel dentritik keluar mencegah transporter menangkap peptida sitosolik yang
dari mukosa yang terinfeksi, terjadi influks neutrofil, monosit dibawa ke dalam retikulum endoplasma untuk pengikatan
dan sel pembunuh alami, atau sel NK (natural killer). Sel-sel molekul kelas I. Ini dikenal dengan mekanisme shutt off MHC
ini melewati kapiler endotel yang teraktifasi dan mengikuti kelas I. (bagan pathway class I MHC). Dengan demikian MHC
kemokins di tempat yang terinfeksi. Sel- sel ini berusaha untuk kelas I tidak terekspresikan sehingga sel terinfeksi tersebut
memfagositosis partikel virus dan sel-sel yang terinfeksi.13 tidak dikenali oleh sel CD8. Akan tetapi tubuh mengatasi hal
Respon imun alamiah (innate) yang paling berperan ini dengan adanya sel NK yang dapat berespon melawan sel
terhadap infeksi virus adalah interferon tipe I (IFN) dan terinfeksi virus tersebut walaupun tidak mengekspresikan
dimediasi oleh sel NK. Sel yang terinfeksi virus secara langsung MHC kelas I.19,20
memproduksi IFN dan menginduksi sel yang belum terinfeksi Pada fase laten, virus di neuron tidak melakukan replikasi
virus ke dalam antiviral state (keadaan di mana sel-sel pejamu dan tidak menimbulkan penyakit (infeksius). Sel neuron
mendapatkan kekebalan terhadap infeksi virus). IFN gamma sensoris tetap terinfeksi namun virus dalam keadaan quiescent
mengaktifkan sel NK dan memfokuskan sel ini pada tempat (diam, tanpa gerak) dan peptida yang dihasilkan sedikit,
infeksi. Sel NK juga merupakan mediator utama dalam antibody- sehingga hanya sedikit pula yang dipresentasikan sebagai MHC
dependent cellular cytotoxicity (ADDC), yaitu sitotoksisitas sel kelas I. Neuron yang tidak mengekspresikan MHC kelas I
yang tergantung antibodi. Sel NK melisiskan sel yang telah membuat sel T sitotoksik (CD8) tidak mengenalinya. Keadaan
terinfeksi dan berperan penting sebelum terbentuknya respon ini menguntungkan, karena sel T (CD8) tidak merusak neuron
imun yang adaptif. Sel NK aktif dapat terdeteksi 2 hari setelah yang mempunyai regenerasinya memang lambat. Pada keadaan
infeksi virus. Sel NK mengenali sel yang terinfeksi karena tidak tertentu virus dapat menjadi aktif, menuju ke sel epidermis yang
terekspresikan MHC kelas I.13,18-21 diinervasi saraf terinfeksi tersebut dan mengadakan replikasi
Respon imun adaptif dimulai dengan adanya sel sehingga siklus berulang kembali dan menjadi infeksius yang

184 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

disebut infeksi rekuren.22,23

Diagnosis
1. Manifestasi klinis
Pada infeksi rekuren, 90%
Gambaran klinis HG primer dan HG rekuren sangat berbeda.
Pada infeksi primer disertai dengan adanya gejala sistemik
didahului adanya gejala prodromal
(demam, nyeri kepala, malaise dan myalgia), durasi penyakit
lebih lama (bisa sampai 20 hari), lesi genital yang multipel
sebelum timbul erupsi. Gejala
dan disertai lesi ektragenital. Gejala lokal antara lain: nyeri,
gatal, disuria, discar uretra atau vagina, dan pembengkakan
prodromal hanya berupa rasa
limfonodi inguinal. Lesi klasik dimulai dengan makula dan
papul yang berkembang menjadi vesikel, pustul dan ulkus. tingling selama 0,5 sampai 48 jam,
Kulit akan menjadi krusta sedangkan pada mukosa terjadi
ulkus dangkal.10 Penderita yang mengalami infeksi primer akan tetapi dapat pula disertai nyeri
(baik infeksi VHS1 atau VHS2) mengalami gejala penyakit
yang lebih berat dibandingkan yang secara klinis ataupun menusuk pada pantat, paha dan
serologis telah terinfeksi VHS-1 sebelumnya. Hal ini
disebabkan karena pada infeksi berikutnya sudah terbentuk pinggang yang dapat berlangsung
antibodi spesifik dan infeksi VHS-1 dapat memberikan
proteksi parsial terhadap infeksi VHS-2.24 1-5 hari sebelum timbal erupsi.
Gambaran klinis herpes genitalis rekuren lebih terlokalisasi
di genital area. Gejala nyeri, gatal lebih ringan dibandingkan
pada infeksi primer. Pada infeksi rekuren, 90% didahului melihat efek sitopatik pada sel epitel. Sel membesar,
adanya gejala prodromal sebelum timbul erupsi. Gejala dengan intranuclear inclusion dan sering terjadi fusi sel yang
prodromal hanya berupa rasa tingling selama 0,5 sampai 48 memberi gambaran multinucleated giant cell. Pemeriksaan
jam, akan tetapi dapat pula disertai nyeri menusuk pada Tzanck mempunyai sensitivitas yang rendah dan tidak
pantat, paha dan pinggang yang dapat berlangsung 1-5 hari dapat membedakan VHS-1 dan VHS-2 ataupun virus
sebelum timbul erupsi. varisela-zoster.24,28
Pemeriksaan penunjang secara indirek (serologis) saat ini
2. Pemeriksaan penunjang
ada 3 macam yang telah disetujui oleh FDA (Food and
Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan bila secara klinis
Drug Association), yaitu Herpes Western Blot, Herpect Select
tidak menunjukkan gejala dan tanda khas (klasik) apalagi
(Elisa dan Immnublot Kit) dan POC Rapid Test. Herpes
pada herpes genitalis dapat bersifat asimtomatis sehingga
Western Blot merupakan baku emas dalam mendeteksi
penderita tidak menyadari menjadi sumber penularan.
antibodi terhadap VHS dan dengan pemeriksaan ini dapat
Kultur viral dan viral typing masih merupakan baku emas
membedakan VHS-1 dan atau VHS-2. Dengan demikian
dalam mendiagnosis infeksi herpes dengan spesifisitas
tes ini dapat mengetahui adanya serokonversi awal VHS-
100% akan tetapi sensitivitasnya tergantung dari episode
2 pada penderita yang sebelumnya terinfeksi VHS-1.
infeksinya. Pada infeksi primer sensitivitasnya 74% dan
Kekurangan pemeriksaan ini adalah harganya mahal, tidak
50% pada infeksi rekuren. Sampel sebaiknya diambil pada
tersedia secara komersil (University of Washington, Amerika
awal penyakit dan tidak melewati fase erupsi vesikuler.
Serikat) dan masih memerlukan 2-5 hari untuk mengetahui
Sel yang terinfeksi virus banyak didapatkan pada tepi dan
hasil.26-29
di dasar lesi. VHS adalah virus yang tumbuh cepat dan
Pemeriksaan EIAs (enzyme-linked immunosorbent assays)
memperlihatkan efek sitopatik pada kultur sel dalam 24
berdasarkan deteksi glikoprotein yang spesifik seperti
jam. Virus ini dapat diisolasi dalam berbagai sel, seperti
glikoprotein G meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya
sel embrionik paru manusia, ginjal kelinci, HEp2 (berasal
menjadi 93-98%. Test ini masing-masing untuk VHS-1 dan
dari karsinoma laring manusia) dan A549 (karsinoma paru
ada untuk VHS-2. Tes ini diproduksi oleh Focus Technologies,
manusia).4,15,17,25
dengan nama ELISA Kits dan Immunoblot Kit.24,26,27
Deteksi antigen VHS dapat dilakukan dengan metode
Saat ini juga tersedia pemeriksaan yang dapat dipakai
PCR (polymerase chain reaction) walaupun penggunaannya
mendeteksi antibodi secara lebih cepat dan dapat dipakai
masih terbatas untuk penelitian. Metode ini mempunyai
langsung di klinik. Contoh yang telah mendapatkan
spesifisitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dari kultur.
persetujuan FDA dan khusus untuk mendeteksi antibodi
Pemeriksaan ini berdasarkan amplifikasi DNA VHS dan
terhadap VHS-2 adalah POCkit HSV-2 Rapid Test
hasil dapat diketahui dalam 2 hari.18,26,27
(Diagnology Incoporation) yang mempunyai sensitivitas 96%
Tes Tzanck (pemeriksaan sitologi) bertujuan untuk

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 185


TINJAUAN PUSTAKA

dan spesifisitas 87-98%.15,16,18 Tes ini lebih cepat hasilnya p.791-6


karena memerlukan hanya kurang dari 10 menit dan darah 8. Patel R. Genital Herpes. In: Medicine International. Vol 36; 1996.p.80-2
9. Patrick TB, Johnson RA, Surmond D, et al. Herpes simplex virus: Genital
diambil dari tusukan jari saja.30,31
infection. In: Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 4th ed.
Tes serologis berguna pada penderita dengan manifestasi
International Edition; 2001.p.874-81
klinis yang tidak klasik (konfirmasi diagnosis), untuk 10. Kimberlin DW and Rouse DJ. Genital herpes. N Engl J Med 2004;
skrining pada yang orang yang berisiko tinggi terinfeksi VHS 350:1970-7
seperti pada penderita HIV, penderita dengan penyakit 11. Arvin AM. Herpes simplex virus type 2. A persistent problem. N Engl
menular seksual lainnya, atau penderita dengan partner J Med 1997; 337:1158-9
dengan riwayat herpes. Semua tes ini direkomendasikan 12. Roe VA. Living with genital herpes. How effective is antiviral therapy?
untuk dikerjakan 12-18 minggu setelah paparan VHS, J Perinat Neonat Nurs 2004; 18(3):206-15
13. Ashley RL and Wald A. Genital herpes: Review of the epidemic and
karena pada saat itu telah melewati window period dan
potensial use of type-spesific serology. Clinical Microbiology
telah terbentuk antibodi.30,31 Review 1999; 12(1):1-8
14. Brooks GF, Butel JS, and Ornston LN. Herpes viruses. In: Jawets,
Kesimpulan Melnick and Adelberg’s. Medical Microbiology. 20th ed. London:
Virus herpes simpleks (VHS) adalah virus double standed Prentice International Hall; 1995.p. 358-67
DNA yang terdiri dari dua serotipe VHS1 dan VHS2. VHS 15. Duerst RJ and Morrison LA. Review innate immunity to herpes simples
sebagai penyebab herpes genital menginfeksi tubuh melalui lesi virus type 2. Viral Immunology 2003; 16(4):475-90
16. Whitley RJ, Kimbelin DW, and Roizman B. Herpes simples virus.
abrasi yang secara klinis dapat ditegakkan dengan dijumpai lesi
Clinical Infectious Diseases 1998; 26:541-55
papul vesikel yang menjadi ulkus dangkal pada area genital. 17. Morrison LA. Vaccine against genital herpes. Drugs 2002; 62(8):1119-29
Pemeriksaan penunjang sederhana yang dapat dikerjakan 18. Bellanti JA. Mechanisms of immunity to viral diseases. In: Immunology
adalah tes Tzanck dengan menemukan multinucleated giant cell III. 2nd ed. Philadelphia:Saunders Co.; 1985.p.283-305
sedangkan secara serologis dengan pemeriksaan Herpes Western 19. Roitt I, Brostoff J, Male D. Immunity to viruses. In: Immunology. 6th ed.
Blot, Herpect Select (Elisa dan Immunublot Kit) dan POC Rapid London:Mosby; 2001.p.235-42
Test. 20. Abbas AK, Lichtman AH, and Pober JS. Immunity to microbes. In:
Cellular and Molecular Immunology. 4th ed. Philadelphia:WB Saunders
Herpes genital masih merupakan penyakit menular seksual
Company; 2000.p.343-62
yang tidak dapat sembuh permanen. Berat ringannya penyakit 21. Mary Norval. Viral infection. In: Bos JD (ed). Skin Immune System (SIS).
yang diakibatkan virus ini tergantung oleh respon imun tubuh 2nd edition. New York:CRP Press; 1997.p.555-68
dalam usahanya mengeliminasi virus. Respon imun pada 22. Lemon SM and Sparling PF. Pathogénesis of sexually transmitted
penderita dengan infeksi VHS terdiri dari respon imun alamiah viral and bacterial infections. In: Holmes KK, Sparling PF, Mardh
dan adaptif, baik selular maupun humoral. Virus yang berada PA, et al.(eds). Sexually Transmitted Diseases. 3rd ed. New York:
di ekstraselular dihambat oleh INF dan antibodi netralisir McGraw-Hill; 1999.p.205-11
23. Janeway CA, Travers P, Walport M, et al. Failure of host defence
sedangkan yang berperan dalam menghambat virus intraselular
mechanism. In: Janeway (ed), Immunobiology. 4th ed. New York:
adalah sel NK dan sel CD8 sitotoksik. Akan tetapi infeksi VHS Garland Publishining; 2001.p.425-65
tetap dapat berlangsung seumur hidup karena selalu adanya 24. Xu F, Schillinger JA, Stenberg MR, et al. Seroprevalence and co
upaya penghindaran VHS terhadap sistem imun pejamu. infection with herpes simples virus type 1 and type 2 in the
United Status, 1988-1994. The Journal Infectious Diseases 2002;
Daftar Pustaka 185:1094-24
1. Crumpacker CS. Herpes simplex. In: Freeberg IM, Eisen AZ, Wolff K, 25. Barton S, Brown D, Cowan FM, et al. National guidelines for
Austen KF, et al.(eds). Dermatology in General Medicine. 4th ed. New management of genital herpes. Diakses melalui internet http://
York:McGraw-Hill, 1999.p.2414-25 search epnet.com
2. Pertel PE and Spear PG. Biology of herpesviruses. In: Holmes KK, 26. Davison VE and Alderson GL. Clinical virology. In: Mahon CR (eds).
Sparling PF, Mardh PA, et al.(eds). Sexually Transmitted Diseases. Textbook of diagnostic microbiology. Philadelphia. WB Saunders,
3rd ed. New York:McGraw-Hill; 1999.p.269-78 1995.p.796-826
3. Corey L and Wald Ann. Genital herpes. In: Holmes KK, Sparling PF, 27. Lowy, DR. Viral diseases: General considerations. In: Freeberg IM,
Mardh PA, et al.(eds). Sexually Transmitted Diseases. 3rd ed. New Eisen AZ, Wolff K, et al.(eds) Dermatology in General Medicine. 4th
York:McGraw-Hill; 1999.p.285-306 ed. New York:McGraw-Hill; 1999.p.2389-2394
4. Oates JK. Anogenital herpes. In: Csonka and Oates (eds). Sexually 28. Cusini M and Ghislanzoni M. The importance of diagnosing genital
Transmitted Diseases. A Textbook of Genitourinary Medicine. London: herpes. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 2001;47:9-16
Bailleire Tindall; 1990.p.129-51 29. Stanberry L, Cunningham A, Mertz G, et al. Mini review: New
5. Berger TG, James WD, and Odom RB (eds). Herpes simplex. In: developments in the epidemiology, natural history and
Andrew’s Diseases of the Skin. 9th ed. Philadelphia:WB Saunders management of genital herpes. Antiviral Research 1999; 42:1-14
Company; 2001.p.473-82 30. Mark HD, Hanahan AP and Stender SC. Herpes simplex virus type 2:
6. Habib TP. Genital herpes simplex. In: Clinical Dermatology. 4th ed. An update. The Nurse Practioner 2003; 28(11):34-40
Edinburgh:Mosby; 2004.p.346-55 31. Wald A and Asley-Morrow R. Serological testing for herpes simplex
7. Heaton CL. Herpes simplex. In: Moschella SL and Hurley HJ (eds). virus (HSV)-1 and HSV-2 infection. Clinical Infectious Diseases
Dermatology. 3rd ed. Philadelphia:WB Saunders Company; 1992. 2002; 35:S173-82

186 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi
Cacing Tambang
Mangatas SM Manalu*, SI Biran**
* Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam
** Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Bagian/SMF ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah
Denpasar - Bali

Abstrak. Infeksi cacing tambang masih menjadi masalah kesehatan yang besar di Indonesia karena merupakan
salah satu penyebab utama anemia defisiensi besi. Dan juga menyebabkan kekurangan protein. Pada akhirnya
infeksi ini dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, hambatan tumbuh kembang balita dan penurunan
kecerdasan anak usia sekolah serta produktivitas kerja orang dewasa. Pengenalan dan pemahaman akan penyakit
yang “sederhana” ini serta pengkajian terapinya diharapkan akan membantu para klinisi untuk dapat melakukan
pencegahan dan diagnosis, mengingat belum ditemukannya vaksinasi dan terapi imunologis yang efektif untuk
infeksi cacing tambang.

Kata kunci: Infeksi cacing tambang, anemia, diagnosis, pencegahan

Pendahuluan tumbuh kembang anak dan berperan besar dalam mengganggu

I
nfeksi cacing tambang pada manusia terutama disebabkan kecerdasan anak usia sekolah.1,2
oleh Ancylostoma duodenale (A. duodenale) dan Necator Penyakit akibat cacing tambang lebih banyak didapatkan
americanus (N. americanus).1,2 Kedua spesies ini termasuk pada pria yang umumnya sebagai pekerja di keluarga. Hal
dalam famili Ancylostomidae dari filum Nematoda.3 Selain ini terjadi karena kemungkinan paparan yang lebih besar
kedua spesies tesebut, dilaporkan juga infeksi zoonosis oleh terhadap tanah terkontaminasi larva cacing.2,4,5
A. braziliense dan A. caninum yang ditemukan pada berbagai Sampai saat ini infeksi cacing tambang masih merupakan
jenis karnivora dengan manifestasi klinik yang relatif lebih salah satu penyakit tropis terpenting. Penurunan produktivitas
ringan, yaitu creeping eruption akibat cutaneus larva migrans. sebagai indikator beratnya gangguan penyakit ini,
Terdapat juga infeksi A. ceylanum yang diduga menyebabkan menempatkan infeksi cacing tambang di atas tripanosomiasis,
enteritis eosinofilik pada manusia.2 demam dengue, penyakit chagas, schisostomiasis dan lepra.2
Diperkirakan terdapat 1 miliar orang di seluruh dunia
yang menderita infeksi cacing tambang dengan populasi Siklus Biologis Cacing Tambang
penderita terbanyak di daerah tropis dan subtropis, terutama Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan
di Asia dan subsahara Afrika. Infeksi N. americanus lebih luas yang betina berukuran 10-13 mm. Cacing betina
penyebarannya dibandingkan A. duodenale, dan spesies ini menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host)
juga merupakan penyebab utama infeksi cacing tambang di dan mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur
Indonesia.1 akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1) yang
Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2)
penyebab terpenting dari anemia defisiensi besi. Selain atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi larva tingkat
itu infeksi cacing tambang juga merupakan penyebab ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga
hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin disebut sebagai larva filariform. Proses perubahan telur
karena perdarahan kronik pada saluran cerna. Anemia sampai menjadi larva filariform terjadi dalam 24 jam.3,5 Larva
defisiensi besi dan hipoproteinemia sangat merugikan proses filariform kemudian menembus kulit terutama kulit tangan

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 187


TINJAUAN PUSTAKA

dan kaki, meskipun dikatakan dapat juga menembus kulit


perioral dan transmamaria. Adanya paparan berulang dengan
larva filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa
bawah kulit (subdermal). Secara klinis hal ini menyebabkan
rasa gatal serta timbulnya lesi papulovesikular dan eritematus
pada usus sampai dengan timbulnya gejala
yang disebut sebagai ground itch.2,4,6 klinis seperti nyeri perut, berkisar antara
Dalam 10 hari setelah penetrasi perkutan, terjadi migrasi
larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi 1-3 bulan. Untuk meyebabkan anemia
ventrikel kanan. Larva kemudian memasuki parenkim paru-
paru lalu naik ke saluran nafas sampai di trakea, dibatukkan,
diperlukan kurang lebih 500 cacing
dan tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu bersarang dewasa. Pada infeksi yang berat dapat
terutama pada daerah 1/3 proksimal usus halus. Pematangan
larva menjadi cacing dewasa terjadi disini. Proses dari mulai terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/
penetrasi kulit oleh larva sampai terjadinya cacing dewasa
memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan betina
hari, meskipun pada umumnya didapatkan
berkopulasi di saluran cerna selanjutnya cacing betina perdarahan intestinal kronik yang terjadi
memproduksi telur yang akan dikeluarkan bersama dengan
feses manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama perlahan-lahan
terjadi pada lingkungan pedesaan dengan tanah liat dan
lembab dengan suhu antara 23-33o C. Penularan A. duodenale
Patofisiologi
selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui jalur orofekal,
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting
akibat kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga
yang membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan
bentuk penularan melalui hewan vektor (zoonosis) seperti
submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan,
pada anjing yang menularkan A. brazilienze dan A. caninum.
otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang
Hewan kucing dan anjing juga menularkan A. ceylanum. Jenis
menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul
cacing yang yang ditularkan melalui hewan vektor tersebut
bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan
tidak mengalami maturasi dalam usus manusia.2,5,6
arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim
Cacing N. americanus dewasa dapat memproduksi 5.000-
hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan
10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5
pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi
tahun, sedangkan A. duodenale menghasilkan 10.000-30.000
berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor
telur/hari, dengan masa hidup sekitar 1 tahun.4,5
VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna
Selengkapnya siklus biologis cacing tambang dapat dilihat
sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim
pada gambar 1 berikut ini:
hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut
Larva di atas rumput Larva masuk/
penetrasi ke kulit,
akan keluar melalui saluran cerna.2,4,5
masuk ke aliran Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai
darah
dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar
antara 1-3 bulan. Untuk meyebabkan anemia diperlukan
kurang lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat
Larva menetas
dan berkembang dapat terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari, meskipun
didalam pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang
Telur dikeluarkan terjadi perlahan-lahan.1,2,4,5
bersama dengan
Larva feces Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing
Telur
tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu,
beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta
spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan
N. americanus.2,4,5

Manifestasi Klinis
Anemia defisiensi besi akibat infeksi cacing tambang
Cacing dewasa Larva dewasa masuk Larva dibatukkan dan tertelan menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan kecerdasan
ke usus halus
anak. Pada wanita yang mengandung, anemia defisiensi besi
Gambar 1. Siklus biologis cacing tambang2 menyebabkan peningkatan mortalitas maternal, gangguan

188 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

laktasi dan prematuritas. Infeksi cacing tambang pada wanita disini.2,3


hamil dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir Sistem kekebalan seluler pada infeksi cacing tambang
rendah. Diduga dapat terjadi transmisi vertikal larva filariform terutama dilakukan oleh eosinofil. Hal ini dicerminkan
A. duodenale melalui air susu ibu.1,2,5 oleh tingginya kadar eosinofil darah tepi. Eosinofil
Pada daerah subsahara Afrika sering terjadi infeksi melepaskan superoksida yang dapat membunuh larva
campuran cacing tambang dan malaria falsiparum. Diduga filariform. Jumlah eosinofil makin meningkat saat larva
infeksi cacing tambang menyebabkan eksaserbasi anemia berkembang menjadi bentuk dewasa (cacing) di saluran
akibat malaria falsiparum dan sebaliknya.2 cerna. Sistem komplemen berperan dalam perlekatan
Kebanyakan infeksi cacing tambang bersifat ringan bahkan larva pada eosinofil.3,7
asimtomatik. Dalam 7-14 hari setelah infeksi terjadi ground Bukti-bukti penelitian menunjukkan bahwa eosinofil
itch. Pada fase awal, yaitu fase migrasi larva, dapat terjadi lebih berperan dalam membunuh larva filariform, bukan
nyeri tenggorokan, demam subfebril, batuk, pneumonia dan terhadap bentuk dewasa. Interleukin-5 (IL-5) yang
pneumonitis. Kelainan paru-paru biasanya ringan kecuali berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil
pada infeksi berat, yaitu bila terdapat lebih dari 200 cacing meningkat pada infeksi larva yang diinokulasikan pada
dewasa. Saat larva tertelan dapat terjadi gatal kerongkongan, tikus percobaan. Pada manusia hal tersebut belum
suara serak, mual, dan muntah. Pada fase selanjutnya, saat terbukti.3
cacing dewasa berkembang biak dalam saluran cerna, timbul
rasa nyeri perut yang sering tidak khas (abdominal discomfort). b. Respons terhadap infeksi cacing tambang dewasa
Karena cacing tambang menghisap darah dan menyebabkan Respons humoral dilakukan oleh IgG1, IgG4 dan IgE,
perdarahan kronik, maka dapat terjadi hipoproteinemia yang yang dikontrol oleh pelepasan sitokin pengatur sel Th2.
bermanifestasi sebagai edema pada wajah, ekstremitas atau Sitokin yang utama, ialah IL-4. Pada percobaan, setelah
perut, bahkan edema anasarka.1,2,4,5 1 tahun pemberian terapi terhadap infeksi N. americanus,
Anemia defisiensi besi yang terjadi akibat infeksi cacing didapatkan bahwa kadar IgG terus menurun sementara
tambang selain memiliki gejala dan tanda umum anemia, kadar IgM dapat meningkat kembali meskipun tidak
juga memiliki manifestasi khas seperti atrofi papil lidah, setinggi seperti sebelum dilakukan terapi. Di sini kadar
telapak tangan berwarna jerami, serta kuku sendok. Juga IgE hanya menurun sedikit, sedangkan kadar IgA
terjadi pengurangan kapasitas kerja, bahkan dapat terjadi dan IgD meningkat setelah 2 tahun pasca terapi. Para
gagal jantung akibat penyakit jantung anemia.3 pakar menyimpulkan bahwa dibutuhkan lebih sedikit
paparan antigen untuk meningkatkan IgE, IgA dan IgD
Respons Imun Terhadap Infeksi Cacing Tambang dibandingkan untuk meningkatkan IgG dan IgM. Selain
a. Terhadap larva filariform itu disimpulkan bahwa kadar IgG dan IgM merupakan
Saat menembus kulit, larva filariform melepaskan bagian indikator terbaik untuk infeksi cacing tambang dewasa
luar kutikula dan mensekresi berbagai enzim yang dan untuk menilai efikasi pengobatan. Hanya sedikit bukti
mempermudah migrasinya. Pada proses ini banyak larva yang menyatakan bahwa kadar antibodi berhubungan
yang mati dan mengakibatkan pelepasan berbagai molekul dengan imunoproteksi terhadap infeksi cacing tambang
imunoreaktif oleh tubuh. Saat memasuki sirkulasi,
terutama sirkulasi peparu, larva filariform menghasilkan
berbagai antigen yang bereaksi dengan sistem imun Anemia defisiensi besi
peparu dan menyebabkan penembusan sejumlah kecil
alveoli. Pada infeksi zoonotik (melalui vektor), terjadi
creeping eruption atau ground itch akibat terperangkapnya
yang terjadi akibat infeksi
larva dalam lapisan kulit, yang menyebabkan reaksi
hipersensitivitas tipe I (alergi). Jumlah larva yang masuk
cacing tambang selain memiliki
ke sirkulasi jauh lebih banyak dari yang berdiam di kulit. gejala dan tanda umum anemia, memiliki
Pada infeksi antropofilik (langsung pada manusia) tidak
terjadi kumpulan larva di kulit.3 manifestasi khas seperti atrofi papil lidah,
Antibodi humoral terhadap N. americanus hanya reaktif
terhadap lapisan dalam kutikula, hal ini menjelaskan
telapak tangan berwarna jerami, serta kuku
mengenai minimnya reaksi kulit terhadap parasit ini. sendok. Terjadi pengurangan kapasitas
Antibodi yang berperan ialah Imunoglobulin M (IgM),
IgG1 dan IgE. Yang paling spesifik ialah IgE yang bersifat kerja, bahkan dapat terjadi gagal jantung
cross reactive. Diduga reaksi hipersensitivitas tipe II
(antibody dependent cell mediated cytotoxicity) juga berperan
akibat penyakit jantung anemia.

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 189


TINJAUAN PUSTAKA

dewasa.3
Sitokin perangsang sel T helper 2 (Th2), yaitu IL-4, Diagnosis Cacing Tambang
IL-5 dan IL-13 yang merangsang sintesis IgE, merupakan I. Secara klinis dan epidemiologis
sitokin yang predominan, sedangkan sitokin perangsang II. Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi
sel Th1 seperti interferon yang menghambat produksi IgE, (fase migrasi larva) mendapatkan:
lebih sedikit ditemukan. Para peneliti membuktikan bahwa a. eosinofilia (1.000-4.000 sel/ml)
IgE lebih sensitif untuk menentukan adanya infeksi baik b. feses normal
infeksi larva maupun cacing tambang dewasa, sedangkan c. infiltrat patchy pada foto toraks
IgG4 lebih spesifik sebagai marker infeksi cacing dewasa d. peningkatan kadar IgE
N. americanus. Pada infeksi A. caninum, ternyata IgE lebih Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10%
spesifik dibandingkan IgG4.2,3 dilakukan secara langsung dengan mikroskop cahaya.
Peran IgG4 belum diketahui sepenuhnya. Kemung- Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. americanus
kinan IgG4 berperan menghambat respons imun dengan dan A. duodenale. Pemeriksaan yang dapat membedakan
inhibisi kompetitif terhadap mekanisme kekebalan tubuh kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter paper
yang dimediasi oleg IgE, misalnya aktivasi sel mast. strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara
Imunoglobulin G4 tidak mengikat komplemen dan hanya mikroskopis antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing
mengikat reseptor Fc-g secara lemah. Pada infeksi cacing tambang dengan larva cacing strongyloides stercoralis.4-6,8
tambang didapatkan fenomena pembentukan auto- III. Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa
antibodi IgG terhadap IgE.3 1. Didapatkan telur cacing dan atau cacing dewasa pada
Respons imun seluler terhadap infeksi cacing tambang pemeriksaan feses.
dewasa adalah terutama oleh adanya respons sel Th2 yang 2. Tanda-tanda anemia defisiensi besi yang sering
mengatur produksi IgE dan menyebabkan eosinofilia. dijumpai adalah anemia mikrositik-hipokrom, kadar
Terjadinya eosinofilia dimulai segera setelah L3 menembus besi serum yang rendah, kadar total iron binding
kulit dengan puncak pada hari ke 38 sampai hari ke 64 capacity yang tinggi. Di sini perlu dieksklusi penyebab
setelah infeksi. anemia hipokrom mikrositer lainnya.
Sel mast yang terdegradasi akibat pengaruh IgE 3. Dapat ditemukan peningkatan IgE dan IgG4, tetapi
melepaskan berbagai protease terhadap kutikula kolagen pemeriksaan IgG4 tidak direkomendasikan karena
N. americanus. Selain itu terjadi pelepasan neutralizing tinggi biayanya.2,4,5,8
antibody terhadap IL-9, yang akan menghambat perusak-
an sel mast oleh enzim mast cells protease I. Cacing Pengobatan Infeksi Cacing Tambang
tambang tampaknya lebih tahan terhadap reaksi inflamasi
1. Pada fase migrasi larva
dibandingkan dengan famili nematoda lainnya.3,7
Batuk-batuk dan bronkokonstriksi diatasi dengan
agonis b2 inhalasi. Pemberian inhalasi steroid
c. Bentuk larva hipobiosis
dapat menyebabkan eksaserbasi gejala pulmonal,
Pada infeksi A. duodenale dapat terjadi bentuk hipobiosis
terutama bila terdapat ko-infeksi cacing strongyloides
di mana terjadi penghentian pertumbuhan larva pada
stercoralis.2,4
jaringan otot. Pada waktu tertentu, misalnya saat mulai
2. Fase infeksi awal (ground itch)
bersinarnya bulan ini, merupakan saat yang optimal
Diatasi terutama dengan thiabendazole topikal
untuk pelepasan larva A. doudenale. Penyebab fenomena
3. Fase infeksi lanjut
tersebut tidak diketahui. Pada bentuk hipobiosis pelepasan
Diet tinggi protein dan suplemen besi diperlukan untuk
telur cacing melalui feses baru terjadi 40 minggu setelah
mengatasi anemia dan hipoproteinemia. Jika terjadi
masuknya larva A. duodenale melalui kulit. Fenomena ini
perdarahan yang hebat (>200 ml/hari) diperlukan
juga terjadi pada infeksi A. caninum pada anjing. Bukti-
transfusi darah, demikian juga jika terjadi penyakit
bukti menunjukkan bahwa aktivasi bentuk hipobiosis
jantung anemia.2,4,8
pada akhir kehamilan yang berakhir dengan penularan
transmamaria/transplasental dari A. duodenale.3
Badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan pemberian
mebendazole dan pirantel pamoate, dengan pemberian ½ dosis
Proteksi Sistem Imun Terhadap Infeksi Cacing Tambang
dewasa untuk anak-anak usia 2-12 tahun. Pemberian obat
Tidak terdapat bukti yang jelas mengenai proteksi
antihelmintik untuk anak berusia di bawah 2 tahun belum
imunologis tubuh terhadap infeksi cacing tambang. Beberapa
direkomendasikan keamanannya, sedangkan untuk wanita
penelitian di Papua New Guinea menunjukkan bahwa
hamil, obat cacing tambang dapat diberikan pada trimester
penderita yang memiliki titer IgE lebih tinggi, lebih jarang
II dan III. Selengkapnya obat-obatan anti cacing tambang
mengalami reinfeksi N. americanus.3,7
terdapat pada tabel 1 berikut ini.

190 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Obat yang direkomendasikan WHO untuk infeksi cacing tambang.4


Pyrantel pamoate (Antimint, Pin-Rid, Pin-X) agen penghambat
depolarisasi neoromuskular. Menghambat kolinesterase, sehingga
Perbaikan lingkungan dengan meniadakan
Nama Obat
menyebabkan poralisis spastik pada cacing. Aktif melawan Enter-
obius Vermicularis (pinworm), ascaris lumbricoides (round-worm), tanah berlumpur serta pemakaian alas kaki saat
A.duodenale (hook worm) obat pencahar tidak dibutuhkan dan boleh
diminum dengan susu atau Jus buah. melewati daerah habitat cacing tambang, sangat
Dosis dewasa 11 mg/kg/hari peroral selama 3 hari, tidak lebih dari 1 gr/hari.
Dosis anak 11 mg/kg/hari peroral selama 3 hari, tidak lebih dari 500 gr/hari. dianjurkan. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Kontraindikasi Hipersensitif, penyakit hati
Kadar serum teofilin dapat meningkat pada pasien anak-anak setelah
makan menurunkan kemungkinan infeksi A.
Interaksi
duodenale. Belum terdapat vaksin
pemberian pirantel pamoet
C - keamanan untuk penggunaan pada wanita hamil belum
Kehamilan
ditetapkan
Perhatian perhatian pada kerusakan hati, anemia dan mal nutrisi cacing tambang yang efektif untuk
Mebendazole (vermox) menyebabkan kematian cacing secara efektif
dan secara irreversible menghambat uptake glukosa dan nutrien lain
manusia.
Nama Obat
pada usus manusia yang rentan , yang menjadi tempat tinggal bagi
cacing
Dosis dewasa 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 3 hari atau 500 mg per oral sekali Kesimpulan
< 2 tahun : belum ditentukan Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah
Dosis anak
> 2 tahun : berikan seperti orang dewasa kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia
Kontraindikasi hipersensitif
defisiensi besi dan hipoproteinemia. Spesies cacing tambang
karbamazepin dan fenitroin dapat menurunkan efek mebendazole
Interaksi
cimeditin dapat meningkatkan kadar mebendezole yang terutama di Indonesia ialah N. americanus. Siklus
Kehamilan
C – keamanan untuk penggunaan pada wanita hamil belum biologis cacing tambang berupa perubahan telur menjadi
ditetapkan.
Perhatian Penyesuaian dosis pada gangguan hati
larva (L1) sampai bentuk filariform (L3) di tanah, yang
kemudian menembus kulit manusia sampai akhirnya masuk
Albendazole (Albenza) – menurunkan produksi atp pada cacing, ke saluran cerna dan menjadi dewasa di sini. Terdapat
Nama Obat menyebabkan penurunan energi, immobilisasi, dan akhirnya cacing
menjadi mati penularan melalui hewan vektor (zoonosis) dengan gejala
Dosis dewasa 400 mg sekali per oral klinis berupa ground itch dan creeping eruption. Pneumonitis,
Dosis anak 200 – 400 mg sekali per oral abdominal discomfort, hipoproteinemia dan anemia defisiensi
Kontraindikasi Hipersensitif
besi merupakan manifestasi infeksi antropofilik. Komponen
Pemberian bersamaan dengan karbamazepin dapat menurunkan
Interactions efikasi, deksametason, cimisidine dan praziquantel dapat meningkatkan sistim imun yang berperan utama ialah eosinofil, IgE, IgG4
toksisitas
dan sel Th2. Tidak terdapat kekebalan yang permanen dan
Pregnancy C – Kehamilan untuk penggunaan pada wanita hamil belum ditetapkan
Hentikan jika terjadi peningkatan LFTs yang signifikan (lanjutan adekuat terhadap infeksi cacing tambang. Diagnosis data
Perhatian
pengobatan jika kadar menurun untuk menilai protest) epidemiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang
Thiabendazole (Mintezol) – menghambat cacing yang spesifik pada
termasuk pemeriksaan imunologis. Pengobatan dilakukan
Nama Obat microchondria fumarate reductase dan mengurangi gejala trikinosis dengan mebendazole, albendazole, pirantel pamoat dan
selama fase infasiv untuk penggunaan topical.
Dosis dewasa 0.25 – 1.5 g per oral 2 kali sehari selama 2 hari, tidak lebih dari 3 g/hari
berbagai terapi suportif. Belum ada vaksin yang efektif
50 mg /kg/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, tidak lebih terhadap cacing tambang sehingga perbaikan higiene dan
Dosis anak
dari 3 g/hari
sanitasi adalah hal yang terutama.
Kontraindikasi Hipersensitif
Dapat meningkatkan kadar serum teofillin , meningkatkan toksisitas
Interaksi
(amati kadar serum dan kurangi dosis bila perlu) Daftar Pustaka
Pregnancy C – Kehamilan untuk penggunaan pada wanita hamil belum ditetapkan 1. Pohan HT. Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah. In: Noer
Pengawasan yang ketat pada disfungsi hati atau ginjal , sebelum memulai HMS editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, 3rd ed. Jakarta:
terapi, terapi suportif perlu dilakukan pada pasien anemia , dehidrasi , atau Balai Penerbit FKUI; 1996.p.515-6
Perhatian
mal nutrisi digunakan bila benar ada parasit cacing (bukan profilaksis),
dapat menyebabkan mual, muntah dan depresi susunan saraf pusat. 2. Hotez PJ, Broker S, Bethony JM, et al. Hookworm infection. N Engl J
Med 2004; 351(8):799-807
Dalam 2-3 minggu setelah terapi selesai, dilakukan 3. Loukas A, Prociv P. Immune responses in hookworm infection. Clin
pemeriksaan ulang feses. Jika masih terdapat telur maupun Microbiol Rev 2001:689-703
4. Weiss EL. Hookworm. 2001. Available from:http://www.eMedicine.com.
cacing dewasa, dilakukan terapi ulang. Downloaded in June 23, 2005
5. Keshavarz R. Hookworm infection. 2000. Available from: http://www.
Pencegahan dan Imunisasi eMedicine.com. Downloaded in June 23, 2005
Perbaikan lingkungan dengan meniadakan tanah 6. Montressor A, Sanioli L. Ancylostomiasis. 2004. Available from: http://
www.orphanet.com. Downloaded in July 2, 2005
berlumpur serta pemakaian alas kaki saat melewati daerah
7. MacDonald AS, Araujo MI, Pearce EJ. Immunology of parasitic
habitat cacing tambang, sangat dianjurkan. Cuci tangan helminth infections. Infect and Immun 2002; 70(2):427-33
sebelum dan sesudah makan menurunkan kemungkinan 8. Mahmoud AAF. Intestinal Nematodes. In: Mandell GL, Bennet JE, Dolin
infeksi A. duodenale. Belum terdapat vaksin cacing tambang R, editors. Principles and Practice of Infectious Diseases. 4th ed. New
yang efektif untuk manusia.2,3 York:Churchill Livingstone; 1995.p.2529-31

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 191


ARTIKEL PENELITIAN

Pemberian Glutamin Menurunkan Kadar Bilirubin


Darah serta Mengurangi Nekrosis Sel-Sel Hati
setelah Pemberian Aktivitas Fisik Maksimal dan
Parasetamol pada Mencit
I Made Jawi*, I B Rai Manuaba**, I W P Sutirtayasa***
dan Gopinath Muruti****
* Staf Pengajar Bagian Farmakologi - Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
** Staf Pengajar Bagian Patologik Anatomi - Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
*** Staf Pengajar Bagian Patologi Klinik - Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
**** Mahasiswa Semester VIII - Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Abstrak.Stres oksidatif dapat terjadi akibat pemberian beban maksimal dan parasetamol secara bersamaan, yang akan
menyebabkan terjadinya kerusakan sel dan organel sel, termasuk sel hati. Banyak penelitian telah dilakukan untuk
melihat kerusakan sel hati akibat beban maksimal dengan mengukur kadar bilirubin dan SGPT darah. Penelitian yang
melihat pengaruh beban maksimal dan parasetamol serta efeknya terhadap gambaran histologis hati yang diawali
pemberian glutamin yang merupakan bahan baku glutathione nampaknya belum ada. Tujuan dari penelitian ini adalah
melihat pengaruh glutamin terhadap kadar bilirubin dan gambaran histologis hati setelah pemberian parasetamol dan
beban maksimal pada mencit. Penelitian dilakukan terhadap 40 ekor mencit jantan umur 4–5 bulan jenis Balb/C yang
dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok glutamin dan non-glutamin masing-masing 20 ekor. Masing-masing
kelompok dibagi menjadi 2 kelompok kecil, yaitu kelompok kontrol, kelompok renang maksimal dengan parasetamol,
masing-masing terdiri dari 10 ekor, dengan rancangan randomized control group post test only design. Terhadap
semua kelompok dilakukan pengamatan kadar bilirubin dan gambaran histologis hati setelah perlakuan. Data yang
diperoleh dianalisis dengan uji T untuk bilirubin, dan data tentang gambaran histologis hati dianalisis secara non-
parametrik, yaitu dengan Mann-Whitney U dengan program SPSS. Hasil yang didapat menunjukan terjadi peningkatan
kadar bilirubin yang bermakna (p<0,05) pada kelompok glutamin dan non-glutamin setelah perlakuan. Peningkatan
bilirubin lebih tinggi pada kelompok non-glutamin dibandingkan kelompok dengan glutamin (p<0,05). Sel hepatosit
menunjukkan tingkat degenerasi, nekrosis yang lebih banyak dan peningkatan sel-sel radang setelah perlakuan
dengan glutamin dan non-glutamin (p<0,05). Kelompok non-glutamin mengalami peningkatan sel nekrosis dan sel
radang yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok glutamin (p<0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
glutamin dapat melindungi fungsi hati pada pemberian parasetamol dan beban maksimal pada mencit.

Kata kunci: Renang maksimal, glutamin, parasetamol, radikal bebas, kerusakan sel hati, mencit

Pendahuluan tubuh yang akan menghasilkan radikal bebas (oxidant) yang

H
ati merupakan organ tubuh yang penting dalam menjaga merusak sel-sel termasuk sel-sel hati.
dan menentukan derajat kesehatan seseorang. Dalam Pada penelitian yang dilakukan oleh banyak peneliti,
menjalankan fungsi tersebut hati akan dipengaruhi ditemukan peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS)
oleh berbagai faktor baik dari dalam tubuh maupun dari yang akan menimbulkan oxidative damage setelah melakukan
lingkungan. Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini latihan fisik yang berat.1 Pada latihan fisik berat berupa lari
menyebabkan perubahan lingkungan yang pada akhirnya akan 80 km terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dan
berpengaruh terhadap hati. Penggunaan berbagai zat kimia baik antioksidan intraselular yang dapat menimbulkan kerusakan
berupa food additive maupun berupa pestisida serta obat-obatan, sel hati sehingga terjadi peningkatan plasma aspartat
akan ikut memperberat kerja hati. Di samping itu kehidupan transaminase (AST/SGOT) 4 kali lipat dan peningkatan
yang semakin susah dan selalu dituntut untuk bekerja keras kadar bilirubin yang merupakan tanda dari gangguan fungsi
dalam mempertahankan kehidupan, sering menyebabkan lupa hati.2 Setelah melakukan lari jarak jauh terjadi peningkatan
untuk mengatur waktu istirahat. Kerja keras tanpa istirahat yang signifikan dari SGOT/AST 193% dan SGPT/ALT 42%
pada akhirnya akan membebani hati. Aktivitas fisik yang berat serta bilirubin total 106%. Hal ini terjadi karena kerusakan
ternyata akan menimbulkan perubahan metabolisme dalam hati dan kerusakan otot serta terjadi hemolisis.3 Pada

192 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


ARTIKEL PENELITIAN

penelitian terhadap pelari maraton ditemukan peningkatan kadar bilirubin darah setelah melakukan aktivitas fisik
yang signifikan dari SGOT, SGPT dan bilirubin.4 renang maksimal dan pemberian parasetamol pada mencit,
Latihan yang dilakukan sesaat, juga dapat meningkatkan mengetahui efek glutamin terhadap perubahan gambaran
AST/ SGOT dan Alanin aminotransaminase (ALT/SGPT) histologis hati setelah pemberian beban aktivitas fisik renang
dalam darah.5 Latihan fisik berat akut meningkatkan kadar maksimal dan parasetamol pada mencit.
malandialdehyde (MDA) sangat bermakna pada hati, yang
merupakan pertanda dari meningkatnya oxidative stress akibat Bahan dan Cara Kerja
oxidant/radikal bebas.6 Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan
Penelitian yang dilakukan pada mencit dengan memberikan rancangan randomized control group posttest only. Sampel
beban aktivitas fisik berupa gerakan cepat 10 m/menit selama 2 dalam penelitian ini adalah mencit Balb/C jantan dengan
jam dalam suatu rotating cage yang diikuti pemberian paracetamol/ umur 4-5 bulan yang diperoleh dari kandang hewan coba Lab.
acetaminophen 700 mg/Kg BB, terjadi peningkatan efek Farmakologi FK Unud. Besar sampel dalam penelitian ini adalah
hepatotoksik dibandingkan dengan tanpa beban maksimal. 40 ekor. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok masingmasing 10
Pada penelitian tersebut terjadi peningkatan kadar SGOT ekor mencit. Kelompok 1 atau kelompok kontrol tanpa diberi
dan SGPT yang diukur setelah 24 jam kemudian.7 Peningkatan perlakuan. Kelompok 2 adalah kelompok kontrol dengan
SGPT, SGOT dan bilirubin setelah aktivitas fisik dan setelah glutamin secara oral dengan dosis 3,2 mg/hari/ekor selama
pemberian acetominophen adalah akibat menurunnya kadar satu minggu. Kelompok 3 diberi perlakuan parasetamol secara
glutathione yang merupakan antioksidan8 yang melindungi oral 7,5 mg/ekor dan latihan fisik berupa renang sekuat-
sel-sel hati.9 Glutathione adalah suatu tripeptida yang terdiri kuatnya sampai hampir tenggelam atau nampak tanda-
dari glycine-glutamate-cysteine.10 tanda kelelahan berupa tenggelamnya hampir semua badan
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan kecuali hidung dan melemahnya gerakan anggota gerak serta
kadar glutathione sehingga efek hepatotoksik dari radikal menurunnya waktu reaksi. Lamanya renang berkisar antara
bebas dapat diatasi. Pemberian n-acetylcystein pada saat 45-50 menit. Perlakuan ini dilakukan di Lab. Farmakologi FK
melakukan aktivitas fisik berat ternyata dapat meningkatkan Unud, hanya satu kali dilanjutkan dengan pengambilan darah
kadar glutathione tapi tidak dapat mengurangi kelelahan.9 secara intrakardial sehingga mencit mati. Darah dikirim ke
Penelitian lain yang meneliti pengaruh pemberian Lab. Patologi Klinik FK Unud untuk dilakukan pemeriksaan
nacetylcystein pada penderita hepatitis oleh karena virus ternyata kadar bilirubin. Setelah mencit mati dilakukan pembedahan
tidak mampu meningkatkan kadar glutathione dalam sirkulasi.11 laparatomi untuk mengambil hati. Hati direndam dengan
Meskipun peran glutathione dalam mengatasi keracunan hati formalin 10% lalu dikirim ke Lab. Patologi Anatomi FK Unud
oleh parasetamol/acetaminophen telah jelas12,13 namun pemberian untuk dibuat sediaan PA. Kelompok 4 diberikan glutamin
enzim glutathione sintetase pada mencit yang diberikan secara oral dengan dosis 3,2 mg/ekor/hari selama seminggu
parasetamol/acetaminophen ternyata tidak mampu meningkatkan sebelum perlakuan renang maksimal. Setelah seminggu mencit
kadar glutathione.14 Nampaknya perlu dicari usaha lain untuk diberi perlakuan seperti kelompok 3. Terhadap kelompok
dapat meningkatkan kadar glutathione saat melakukan aktivitas kontrol dilakukan pengambilan darah dan pengambilan hati
fisik berat dan setelah pemberian acetaminophen. tanpa diawali dengan renang.
Glutamin adalah salah satu asam amino yang diperlukan Variabel dalam penelitian ini meliputi: (a) variabel bebas,
untuk sintesa glutathione dalam sel. Glutamat yang yaitu renang sekuat-kuatnya sampai hampir tenggelam,
merupakan salah satu komponen dari glutathione baru bisa dengan parasetamol dan glutamin serta tanpa glutamin,
terpenuhi bila ada glutamin yang cukup dalam darah.10 Peran (b) Variabel tergantung, yaitu kadar bilirubin darah serta
glutamin dalam mempercepat waktu pemulihan jumlah gambaran histologis hati, (c) Variabel kendali, yaitu jenis
limfosit lien dan limfosit darah setelah beban aktivitas fisik hewan coba, umur, kandang hewan coba.
berat pada mencit telah terbukti.15 Sehingga perlu diteliti Variabel gambaran histologis hati adalah keadaan sel-sel
peran glutamin dalam mencegah gangguan fungsi hati akibat hati serta adanya tanda-tanda degenerasi yang dilihat dengan
pemberian parasetamol dan beban aktivitas fisik maksimal, mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali pada 10
dengan mengukur kadar bilirubin darah dan melihat gambaran lapangan pandang untuk setiap sediaan, dan dilakukan oleh
histologis jaringan hati. seorang ahli patologi.
Masalah dalam penelitian ini apakah pemberian glutamin Uji statistik yang digunakan adalah uji T dan statistik
dapat memperkecil kenaikan bilirubin darah akibat olahraga non-parametrik, yaitu uji Mann Whitney.
berat/aktivitas fisik maksimal dan parasetamol? Masalah lain
apakah pemberian glutamin dapat mengurangi terjadinya Hasil Penelitian
perubahan gambaran histologis hepar akibat olahraga Hasil penelitian berupa kadar bilirubin darah dapat dilihat
berat/aktivitas fisik maksimal dan parasetamol? Tujuan pada tabel 1,dan gambaran histopatologi jaringan hati dapat
dari penelitian ini mengetahui efek glutamin terhadap dilihat pada grafik 1 dan 2 serta tabel 2.

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 193


ARTIKEL PENELITIAN

Tabel 1. Rata-rata kadar bilirubin dari ke empat kelompok percobaan yang mengalami nekrosis lebih banyak pada kelompok tanpa
Kelompok Keterangan: glutamin, dan secara statistik signifikan (p<0,05). Sel-sel yang
N Rata-rata
Std Deviasi Kelompok I: mengalami degenerasi tidak berbeda secara statistik(p>0,05).
I. 0,3557 10 0,7370 Kelompok kontrol tanpa glutamin
II. 0,3554 10 0,7350 Kelompok II:
Kelompok kontrol dengan glutamin
III. 0,4889 10 1,2450
Kelompok III:
IV. 0,2884 10 0,8200
Kelompok perlakuan yang diberikan
parasetamol dan aktivitas fisik maksimal
Kelompok IV: Kelompok perlakuan yang diberikan glutamin,
parasetamol dan aktivitas fisik maksimal
Pada tabel 1 terlihat terjadi kenaikan bilirubin darah setelah
pemberian parasetamol dan aktivitas fisik maksimal. Pada rata-
rata kontrol bilirubin darah baik yang diberikan glutamin dan
tanpa glutamin hampir sama, yaitu 0,7370 dan 0,7350.
Setelah diberikan perlakuan parasetamol dan aktivitas
Grafik 2. Perbandingan sel yang mengalami degenerasi dan nekrosis
fisik maksimal tanpa glutamin menjadi 1,2450. Secara
serta PMN dan sel limfosit pada kelompok tanpa glutamin dan
statistik perbedaan ini bermakna (p<0,05). Sedangkan kelompok dengan glutamin
pada kelompok yang diberikan glutamin, parasetamol dan Keterangan:
aktivitas fisik maksimal kadar bilirubin darah naik menjadi Skala degenerasi dan nekrosis 0= tidak ada, 1=1%-25 %, =26%-
0,8200, secara statistik tidak berbeda dibandingkan kontrol 50%, 3=51%-75%, 4=76%-100%. (dalam lapangan pandang 10 x)
(p>0,05). Perbandingan keadaan sel-sel jaringan hati dapat Skala PMN dan Limfosit: 0= tidak ada, 1=1 sel-25 sel, 2=26 sel-50 sel,
dilihat pada grafik 1 dan 2. 3=51 sel-75 sel, 4=76 sel-100 sel. (dalam lapangan pandang 10x)

Pada Grafik 2 terlihat tidak ada perbedaan sel yang mengalami


degenerasi pada kelompok glutamin dengan kelompok tanpa
glutamin (P>0,05). Sel yang mengalami nekrosis dan sel-sel
radang lebih tinggi pada kelompok tanpa glutamin.
Dengan uji Mann-Whitney perbedaan tersebut bermakna
(p<0,05). Gambaran jaringan hati pada ke-4 perlakuan dapat
dilihat pada gambar 1 berikut.

A.

Grafik 1. Perbandingan gambaran PA pada kelompok tanpa glutamin


dan kelompok dengan glutamin
Keterangan:
Skala degenerasi dan nekrosis 0= tidak ada, 1=1%-25%, 2=26%-
50%, 3=51%-75%, 4= 76%-100%. (dalam lapangan pandang 10x)
Skala PMN dan Limfosit: 0= tidak ada, 1=1 sel-25 sel, 2= 26 sel-50 sel,
3=51 sel-75 sel, 4=76 sel-100 sel. (dalam 10 lapangan pandang) B.

Pada Grafik 1 terlihat perbandingan fokus degenerasi dan


nekrosis pada kontrol adalah 0 baik tanpa glutamin maupun
dengan glutamin (tidak ada degenerasi dan nekrosis). Setelah
pemberian beban renang maksimal terjadi peningkatan
jumlah degenerasi dan nekrosis sel pada kelompok tanpa
glutamin maupun dengan glutamin.
Secara statistik perbedaan tersebut bermakna dibanding- C.
kan dengan kontrol (p<0,05). Begitu juga sel-sel PMN dan
limfosit (p<0,05). Kalau dibandingkan antara kelompok
tanpa glutamin dengan kelompok dengan glutamin setelah
diberikan beban maksimal terlihat perbedaan jumlah sel-
sel yang mengalami degenerasi dan nekrosis. Terlihat sel-sel

194 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


ARTIKEL PENELITIAN

D. Seperti telah disebutkan bahwa glutathione merupakan


antioksidan yang penting dalam sel hati yang akan mengikat
radikal bebas serta metabolit toksik parasetamol.16 Glutamin
adalah salah satu asam amino yang diperlukan untuk sintesa
glutathione dalam sel. Glutamate yang merupakan salah satu
komponen dari glutathione baru bisa terpenuhi bila ada
glutamin yang cukup dalam darah.10

Gambar 1. Gambaran histologis hati mencit kontrol dan setelah Kesimpulan dan Saran
perlakuan dengan pembesaran 400x Pembebanan aktivitas fisik maksimal dan parasetamol
Keterangan: dapat meningkatkan kadar bilirubin darah dan dapat
A. Kontrol tanpa glutamin nampak sel hepatosit normal meningkatkan degenerasi serta nekrosis sel hati mencit.
B. Kontrol dengan glutamin nampak sel hepatosit normal Pemberian glutamin sebelum pembebanan aktivitas fisik dan
C. Renang, parasetamol tanpa glutamin nampak degenerasi dan
parasetamol dapat melindungi fungsi hati serta mengurangi
nekrosis yang banyak
D. Renang, parasetamol dengan glutamin nampak degenerasi
nekrosis sel hati mencit.
dan nekrosis yang lebih jarang dibandingkan tanpa glutamin.
Agar hasil penelitian ini dapat diaplikasikan perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melihat kadar
Pembahasan radikal bebas pada jaringan hati setelah aktivitas fisik dengan
Pada penelitian ini terjadi peningkatan kadar bilirubin darah pemberian parasetamol dan dilindungi dengan glutamin.
setelah pemberian parasetamol dan aktivitas fisik maksimal.
Parasetamol dosis tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan Daftar Pustaka
1. Li Li Ji. Antioxidants and oxidative stress in exercise. Proceedings of the Society for
hati melalui beberapa mekanisme, yaitu akibat dari terbentuknya Experimental Biology and Medicine 1999;222:283-92
metabolit toksik atau metabolit reaktif dari parasetamol, yaitu 2. Chevion S, Molan DS, Heled Y, et al. Plasma antioxidant status and cell injury after
N-acetyl-p-benzoquinon imine (NAPQI) yang terjadi akibat severe physical exercise. PNAS 2003;100(9):5119-23
dari aktivasi enzim cytochrom P450. NAPQI akan ditoksifiksi 3. De Paz JA, Villa JG, Lopez P, et al. 1995. Effect of long-distance running on serum
bilirubin. Med Sci Sports Exerc 1995;27(12):1590-4
oleh glutathion (GSH) menjadi acetaminophen-GSH. Pada
4. Wu HJ, Chen KT, Shee BW, et al. Effect of ultra-marathon on biochemical and
keracunan parasetamol GSH menurun hingga 90%. Akibatnya hematological parameters. World J Gastroenterol 2004;15; 10(18):2711-4
metabolit reaktif NAPQI akan berikatan dengan cystein group 5. Koutedakis Y, Raafat A, Sharp NC, et al. Serum enzyme activities in individuals with
protein membentuk acetaminophen-protein adducts baik dengan different levels of physical fitness. J Spotts Med phys Fitness 1993;33(3):252–7
enzim maupun protein dalam sel maupun dalam mitochondria 6. Liu J, Yeo HC, Hagen T, et al. Chronically and acutely exercised rats: biomarkers of
oxidative stress and endogenous antioxidants. J Appl Physiol 2000;89: 21-8
sehingga terjadi gangguan fungsi pada akhirnya terjadi kerusakan
7. Yoon MY, Kim SN, Kim YC. Potentiation of acetaminophen hepatotoxicity by acute
sel/lisis/nekrosis. Gangguan pada mitochondria menyebabkan physical exercise in rats. Res Commun Mol Pathol Pharmacol 1997;96(1):35-44
kekurangan ATP. Gangguan tersebut menyebabkan hilangnya 8. Phels DT, Deneke SM, Daley DL, et al. Elevation of glutathione levels in bovine
keseimbangan ion dalam sel dan mitokondria sehingga terjadi pulmonary artery endothelial cells by N-acetylcysteine. J Appl Physiol
peningkatan kalsium sitosolik pada akhirnya menyebabkan 1992;7(3):293-9
9. Medved, Brown MJ, Bjorksten AR, et al. N-acetylcysteine infusion alters blood redox
aktivasi protease, endonuklease dan kerusakan DNA.16 Selain
status but not time to fatigue during intense exercise in humans. J Appl Physiol
mekanisme tersebut akibat pemberian parasetamol dosis tinggi 2003;94:1572-82
menyebabkan stres oksidatif. 10. Frick R. Function of glutamine. Available at: http://www.medfaq.com/glulong 3.htm
Selama pembentukan NAPQI oleh Cytochrome P450 juga 11. Bernhard MC, Junker E, Hettinger A, et al. Time Course of total cystein, glutathione
terbentuk ion superoksida yang sangat reaktif. Kurangnya and homocysteine in plasma of patients with chrinic hepatitis C treated with
interferon-alpha with and without supplementation with N-acetylcysteine. J
glutathion akibat NAPQI akan menyebabkan ion superoksida
Hepatol 1998; 28(5):751-5
tidak dapat dinetralisir sehingga terjadi stres oksidatif. 12. Song H, Chen TS. p-Aminophenol-induced liver toxicity: tentative evidence of a
Aktivitas fisik berat yang diberikan berupa renang role for acetaminophen. J Biochem Mol Toxicol 2001; 15(1):34-40
maksimal pada mencit akan memperberat terjadinya stres 13. Chen TS, Richie JP, Nagasawa HT, et al. Glutathione monoethyl ester protects
oksidatif karena meningkatkan terbentuknya radikal bebas2 against glutathione deficiencies due to aging and acetaminophen in mice.
Mech Ageing Dev 2000;120(1-3):127-39
sehingga terjadi kerusakan sel-sel hati yang terlihat dari 14. Rzucidlo SJ, Bounous DI, Jones DP, et al. Acute acetaminophen toxicity in transgenic
meningkatnya SGOT, SGPT dan bilirubin.4,17 Meningkatnya mice with elevated hepatic glutathione. Vet Hum Toxicol 2000; 42(3):146-50
bilirubin juga disebabkan oleh karena terjadi kerusakan otot 15. Jawi M. Glutamin mempercepat waktu pemulihan limfosit darah dan limfosit lien
dan hemolisis akibat aktivitas fisik berat.3,17 setelah pemberian beban aktivitas fisik maksimal pada mencit. Penelitian Due-
Pemberian glutamin sebelum pemberian parasetamol dan like 2002. Konas Ikafi XI Denpasar 2004
16. James LP, Mayyeux PR, Hinson JA. Acetaminophen-induced hepatotoxicity. Drug
beban maksimal dapat memperingan kerusakan jaringan hati Metabolism and Disposition 2003;31:1499-506
sehingga kadar bilirubin darah lebih rendah dibandingkan 17. Fallon KE, Sivyer G, Sivyer K, et al. The biochemistry of runners in a 1600 km
dengan tanpa glutamin. ultramarathon. Br J Sports Med 1999;33(4):264-9

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 195


ARTIKEL PENELITIAN

Diagnosis dan Penatalaksanaan


Gagal Jantung Diastolik
L. Liza Nellyta* , Eko Purnomo**
* Alumni FKUP/RSHS
** RSPAD Gatot Subroto

Abstrak.Tiga juta penduduk Amerika terdiagnosis gagal jantung kongesti dan tidak kurang dari setengah
juta penderita baru dirawat di rumah sakit setiap tahun. Sayangnya data tentang prevalensi kasus gagal
jantung di Indonesia belum tersedia. Padahal angka kematian akibat gagal jantung cukup tinggi. Lebih
dari 50% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 5 tahun setelah diagnosis. Penyakit
gagal jantung dijuluki pula sebagai heart cancer karena risikonya setara dengan bahaya penyakit kanker.
Insidensi gagal jantung diastolik meningkat sesuai pertambahan umur; oleh karena itu, 50% pasien yang
berusia >65 tahun dengan gagal jantung mempunyai ”Isolated Diastolic Dysfunction (IDD)”. Gagal jantung
diastolik diperkirakan 40-60% dari pasien gagal jantung kongesti, pasien ini mempunyai prognosis yang
lebih baik dibandingkan dengan gagal jantung sistolik. Gagal jantung diastolik adalah suatu sindroma
klinis yang ditandai dengan keluhan dan tanda gagal jantung di mana fungsi sistolik ventrikel kiri normal
(ejeksi fraksi >45%) dengan fungsi diastolik yang abnormal. Membedakan gagal jantung diastolik
dari sistolik penting sebab terdapat perbedaan patogenesis, prognosis dan penanganannya. Terapi
farmakologi yang merupakan pilihan untuk gagal jantung diastolik adalah angiotensin converting enzyme
inhibitors, angiotensin reseptor blockers, diuretics dan beta blockers.

Kata kunci: Gagal jantung diastolik, gagal jantung sistolik, ejeksi fraksi

Pendahuluan gagal jantung sistolik baik secara klinis dan radiografi, oleh

T
iga juta penduduk Amerika terdiagnosis gagal jantung karena itu perlu pemeriksaan penunjang lainnya, seperti
kongesti dan terdapat 500.000 kasus baru tiap tahun. ekokardiografi dua dimensi (alat noninvasif terbaik untuk
Diagnosis tersebut paling sering ditemukan pada menegakkan diagnosis)/radionuclide angiography (digunakan
pasien dengan usia >65 tahun.15 Gagal jantung diastolik pada pasien yang secara teknis sulit dilakukan ekokardiografi),
diperkirakan terjadi pada 40-60% dari pasien gagal jantung namun kateterisasi jantung tetap merupakan metode yang
kongesti, pasien ini mempunyai prognosis yang lebih baik disarankan untuk mendiagnosis disfungsi diastolik.11,12
dibandingkan dengan gagal jantung sistolik.13 Oleh karena itu sangatlah penting bagi seorang dokter
Insidensi gagal jantung diastolik meningkat sesuai untuk mengenali perbedaan gagal jantung diastolik dan
pertambahan umur. Lima puluh persen pasien yang berusia gagal jantung sistolik, serta memperbaiki penatalaksanaan
>65 tahun dengan gagal jantung mempunyai ”Isolated Diastolic pengobatan pada pasien gagal jantung diastolik.
Dysfunction (IDD)”. Dengan diagnosis dini dan penanganan
yang tepat, prognosis disfungsi diastolik lebih baik daripada Definisi dan Kriteria Diagnosis
disfungsi sistolik.12 Baik disfungsi diastolik maupun sistolik Gagal jantung diastolik adalah suatu sindrom klinis yang
dapat menyebabkan gagal jantung kongesti. Oleh karena itu, ditandai dengan keluhan dan tanda gagal jantung (dyspnea on
pasien tidak hanya mempunyai gagal jantung sistolik murni. exertion, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, pulmonary
Meskipun penyakit kardiovaskular tertentu seperti hipertensi edema, jugular venous distension, rales, third or fourth heart
dapat menyebabkan disfungsi diastolik tanpa disertai sounds, edema perifer, kardiomegali) di mana fungsi sistolik
disfungsi sistolik.17 Terapi farmakologi yang menjadi pilihan ventrikel kiri normal (efeksi fraksi >45%) dengan fungsi
untuk gagal jantung diastolik adalah angiotensin converting diastolik yang abnormal.2,3,12,18
enzyme inhibitors, angiotensin reseptor blockers, diuretik dan beta Suatu penelitian menyarankan para dokter meng-
blocker.12 kombinasikan informasi klinis dan ekokardiografi untuk
Gagal jantung diastolik tidak dapat dibedakan dari mengkategorikan pasien gagal jantung diastolik berdasarkan

196 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


ARTIKEL PENELITIAN

tingkat kepastian diagnostik (tabel 1).16 berat, ventrikel menjadi kaku sehingga otot atrium gagal
Tabel 1. Kriteria diagnostik gagal jantung diastolik16 mengkompensasi dan volume akhir diastolik tidak dapat
Kriteria Definitif Kriteria Probable* Kriteria Possible
dinormalisasi dengan peningkatan tekanan pengisian. Proses
Bukti definitif gagal jantung kongesti**
ini mengurangi stroke volume dan cardiac output, sehingga
Dan Dan Dan
menyebabkan effort intollerance.8
Bukti objektif fungsi sistolik ventrikel kiri normal Φ Ejeksi fraksi ventrikel kiri ≥50%
tidak dalam 72 jam kejadian CHF
Tabel 2. Patofisiologi gagal jantung diastolik8
Dan Dan Dan

Bukti objektif disfungsi Kelebihan tekanan Hipertrofi infark otot


Tidak ada informasi yang menyimpulkan fungsi diastolik iskemia
diastolik ventrikel kiri Ψ jantung
ventrikel kiri
normal Φ

Relaksasi abnormal Relaksasi abnormal Kekakuan


* Pasien yang memiliki bukti definitif gagal jantung kongesti dan Kekakuan

dan bukti objektif fungsi sistolik ventrikel kiri normal pada saat
kejadian CHF, mempunyai kemungkinan gagal jantung diastolik Tekanan pengisian
ventrikel kiri
setelah penyakit katup mitral, cor pulmonale, primary volume
Tekanan dan ukuran
overload dan penyebab di luar jantung telah disingkirkan. atrium kiri
** Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis, radiografi toraks yang
Pengisian awal Tekanan paru-paru
mendukung dan respon klinis yang spesifik terhadap diuretik selama aktivitas fisik
abnormal
dengan atau tanpa peningkatan tekanan pengisian ventrikel Fibrilasi atrium dan
kiri atau indeks jantung yang rendah. curah jantung
Toleransi aktivitas Toleransi
F Ejeksi fraksi ventrikel kiri lebih besar sama dengan 50% dalam fisik normal aktivitas fisik
72 jam kejadian CHF
Y Relaksasi/pengisian/peregangan ventrikel kiri abnormal meru-
pakan indikator kateterisasi jantung. Toleransi aktivitas fisik dan
tanda-tanda gagal jantung

Prevalensi dan Etiologi


40% pasien gagal jantung mempunyai fungsi sistolik yang Abnormalitas Disfungsi Gagal jantung
baik.14 Insidensi gagal jantung diastole meningkat dengan diastolik diastolik diastolik
pertambahan umur, dan lebih banyak ditemukan pada wanita
lansia.1,9 Hipertensi dan penyakit jantung iskemik merupakan
penyebab tersering gagal jantung diastolik. Faktor presipitasi Diagnosis
tersering meliputi kelebihan volume; takikardi; hipertensi; Gagal jantung dapat menyebabkan kelelahan, dyspnea on
iskemik; stressor sistemik (seperti anemia, demam, infeksi, exertion, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea, distensi vena
tirotoksikosis); arritmia (seperti atrial fibrilasi, AV blok); jugularis, ronki, takikardi, bunyi jantung tiga atau empat,
meningkatnya konsumsi garam dan penggunaan obat anti hepatomegali dan edema. Kardiomegali dan kongesti vena
inflamasi nonsteroid.12 pulmonalis sering ditemukan pada rontgen toraks. Namun
penemuan klinis ini tidak spesifik dan sering ditemukan
Patofosiologi pada penyakit di luar jantung seperti penyakit paru, anemia,
Diastol merupakan proses dimana jantung kembali hipotiroidisme dan obesitas. Lebih jauh lagi sulit untuk
pada keadaan relaksasi. Secara konvensional, diastol dapat membedakan gagal jantung diastolik dari gagal jantung
dibagi menjadi 4 fase: isovolumetric relaxation, ditandai oleh sistolik hanya berdasarkan klinis saja.12
penutupan katup aorta sampai pembukaan katup mitral; Test serum brain natriuretic peptide (BNP) dapat
early rapid ventricular filling, setelah pembukaan katup mitral; membedakan secara akurat gagal jantung dari penyakit di
diastasis, merupakan suatu periode aliran lambat selama mid- luar jantung pada pasien dengan sesak nafas, namun tidak
diastol; dan late rapid filling selama kontraksi atrial.6 Secara dapat membedakan gagal jantung diastolik dari sistolik.7
luas isolated diastolic dysfunction dapat didefinisikan sebagai Tabel 3. Keakuratan kadar BNP dalam mendiagnosis gagal jantung7
gangguan relaksasi isovolumetrik ventrikular dan penurunan
Gagal jantung kongesti vs nonkongesti Gagal jantung sistolik vs nonsistolik
compliance ventrikel kiri. Dengan disfungsi diastolik, jantung Kadar BNP Sensitivitas Spesifisitas Sensitivitas Spesifisitas
LR+ LR- LR+ LR-
dapat memenuhi kebutuhan metabolik tubuh baik saat (pg per mL) (%) (%) (%) (%)
istirahat atau selama bekerja, tetapi dengan peningkatan 100 90 73 4.5 0.12 95 14 1.1 0.36
200 81 85 5.4 0.22 89 27 1.2 0.41
tekanan pengisian. Transmisi tekanan akhir diastolik yang
300 73 89 6.6 0.3 83 29 1.4 0.44
tinggi ke sirkulasi pulmonal menyebabkan kongesti pulmonal.
400 63 91 7 0.41 74 50 1.48 0.52
Dengan disfungsi ringan, late filling meningkat sampai volume
akhir diastolik ventrikel kembali ke normal. Pada kasus yang BNP= Brain Natriuretic Peptide; LR+= positive likelihood ratio; LR-=
negative likelihood ratio

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 197


ARTIKEL PENELITIAN

Sebagai tambahan untuk memperoleh informasi tentang Association mengeluarkan panduan yang menyarankan
chamber size, ketebalan dinding dan pergerakan, fungsi sistolik, dokter untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung,
katup dan perikardium, ekokardiografi dua dimensi dengan pengurangan volume darah sentral dan mengurangi iskemia
doppler dapat digunakan untuk mengevaluasi karakteristik otot jantung. Target panduan ini adalah untuk mengatasi
transmitral diastolik dan pola aliran vena pulmonalis.10 faktor-faktor penyebab, meningkatkan fungsi ventrikel kiri dan
Pada ekokardiografi, kecepatan puncak aliran darah mengoptimalkan hemodinamik.5 Adapun tujuan penanganan
melewati katup mitral selama early diastolic filing dinyatakan gagal jantung diastolik dapat dilihat pada tabel 4.12
sebagai gelombang E dan kontraksi atrial dinyatakan sebagai
gelombang A. Oleh karena itu ratio E/A dapat dihitung. Pada Tabel 4. Tujuan penanganan gagal jantung diastolik12
keadaan normal, E lebih besar dari A dan ratio E/A mendekati Mengobati faktor-faktor presipitasi dan penyakit yang mendasarinya.
Mencegah dan mengobati hipertensi dan penyakit jantung iskemik.
1,5.12 Menghilangkan secara bedah penyakit perikardium.
Pada disfungsi diastolik awal, relaksasi terganggu dengan Memperbaiki relaksasi ventrikel kiri.
kontraksi atrial kuat, ratio E/A menurun sampai <1. Selama ACE inhibitors
Calcium channel blokers
perjalanan penyakit, compliance ventrikel kiri berkurang, Mengurangi hipertropi ventrikel kiri(mengurangi penebalan dinding dan
di mana terdapat peningkatan tekanan atrial dan akhirnya menghilangkan kolagen yang berlebih).
ACE inhibitors dan ARBs
terdapat peningkatan early left ventricular filling selain Aldosterone antagonists
gangguan relaksasi. Keadaan ini disebut pseudonormalisasi. Beta blocker
Calcium channel blockers
Pada pasien dengan disfungsi diastolik berat, pengisian Menjaga sinkronikasi atrioventrikular dengan menangani takikardi (takiaritmia).
ventrikel kiri terjadi pada awal diastol, sehingga membuat Beta blocker (pilihan)
Calcium channel blockers (obat golongan kedua)
ratio E/A>2. Kecepatan gelombang E dan A dipengaruhi Digoksin (kontroversial)
oleh volume darah, anatomi katup mitral, fungsi katup mitral Ablasi nodus atrioventrikular (kasusnya jarang)
dan atrial fibrilasi, hal ini membuat standard ekokardiografi Optimalisasi volume sirkulasi (hemodinamik).
ACE inhibitors
kurang dapat dipercaya. Pada kasus ini, tissue doppler imaging Aldosterone antagonists (bermanfaat secara teoritis)
sangat berguna untuk mengukur mitral annular motion Pembatasan garam dan air
Diuresis, dialisis, atau plasmapheresis
(pengukuran aliran transmital bergantung pada faktor-faktor Meningkatkan harapan hidup.
yang telah disebutkan).12 Beta blocker
ACE inibitors
Kateterisasi jantung tetap merupakan metode yang Mencegah relaps dengan menekankan follow-up pada pasien rawat jalan.
disarankan untuk mendiagnosis disfungsi diastolik. Namun Kontrol tekanan darah
Konsultasi gizi (garam)
dalam prakteknya, ekokardiografi dua dimensi dengan Memonitor status volume (daily weights dan diuretic adjustment)
doppler merupakan alat noninvasif terbaik untuk menegakkan Program aktivitas fisik (olahraga) oleh suatu institusi
diagnosis. Walaupun sangat jarang, radionuclide angiography ACE= Angiotensin-Converting Enzyme;
digunakan pada pasien yang secara teknis sulit dilakukan ARB= Angiotensin Receptor Blocker
ekokardiografi.12
Memperbaiki Fungsi Ventrikel Kiri
Penatalaksanaan Ketika menangani pasien dengan disfungsi diastolik,
Pencegahan primer gagal jantung diastolik meliputi penting untuk mengontrol denyut jantung dan mencegah
berhenti merokok dan penanganan agresif hipertensi, takikardi untuk memaksimumkan periode pengisian
hiperkolesterolemia dan penyakit arteri koroner. Modifikasi diastolik. Beta bloker berguna untuk tujuan ini, namun
gaya hidup seperti penurunan berat badan, berhenti merokok, tidak secara langsung menyebabkan relaksasi otot jantung.
perubahan pola makan, pembatasan asupan alkohol dan Dalam memperlambat denyut jantung, beta bloker terbukti
olahraga, efektif dalam mencegah gagal jantung diastolik dan bermanfaat dalam mengurangi tekanan darah dan iskemia
sistolik. Disfungsi diastolik dapat muncul beberapa tahun otot jantung, mengurangi hipertropi ventrikel kiri dan
sebelum terdapat bukti klinis.8 mengurangi stimulasi adrenergik berlebihan selama gagal
Diagnosis dan pengobatan dini sangat penting dalam jantung. Beta bloker dapat memperbaiki harapan hidup
mencegah perubahan struktural ireversibel dan disfungsi pada pasien dengan gagal jantung diastolik, khususnya bila
sistolik. Namun tidak ada obat tunggal yang murni lusitropic terdapat hipertensi, penyakit arteri koroner atau aritmia.12
properties (selektif meningkatkan relaksasi otot jantung tanpa
menghambat fungsi atau kontraktilitas ventrikel kiri). Oleh Optimalisasi Hemodinamik
karena itu, terapi medis untuk disfungsi diastolik dan gagal Optimalisasi hemodinamik terutama dicapai dengan
jantung diastolik sering empiris dan tidak sebaik terapi gagal mengurangi preload dan afterload. Angiotensin Converting
jantung sistolik. Pada permukaan tampaknya terapi farmako Enzyme (ACE) inhibitor dan Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
untuk gagal jantung sistolik dan diastolik tidak berbeda jauh.12 secara langsung mempengaruhi compliance dan relaksasi otot
American College of Cardiology dan American Heart jantung dengan menghambat produksi atau memblok reseptor

198 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


ARTIKEL PENELITIAN

angiotensin II, dengan cara mengurangi cadangan kolagen Kesimpulan


interstitial dan fibrosis. Manfaat tidak langsung dari optimalisasi Terdapat perbedaan patogenesis, prognosis dan
hemodinamik meliputi perbaikan pengisian ventrikel kiri penanganan antara gagal jantung diastolik dan gagal jantung
dan mengurangi tekanan darah. Lebih penting lagi, terdapat sistolik. Dokter perlu mengkombinasikan informasi klinis dan
perbaikan kapasitas kerja dan kualitas hidup.12,19 ekokardiografi untuk mengkategorikan pasien gagal jantung
Diuretik efektif dalam penanganan optimal volume diastolik. Gagal jantung diastolik diperkirakan 40-60% dari
intravaskular dan mengurangi sesak nafas dan mencegah pasien gagal jantung kongesti, pasien ini mempunyai prognosis
gagal jantung akut pada pasien dengan disfungsi diastolik. yang lebih baik dibanding gagal jantung sistolik. Terapi
Meskipun diuretik mengontrol tekanan darah, memperbaiki farmakologi yang merupakan pilihan untuk gagal jantung
hipertropi ventrikel kiri dan mengurangi kekakuan ventrikel diastolik adalah angiotensin converting enzyme inhibitors,
kiri, beberapa pasien dengan gagal jantung diastolik sensitif angiotensin reseptor blockers, diuretics dan beta blockers.
terhadap pengurangan preload dan dapat mengakibatkan
hipotensi dan azotemia prerenal berat. Diuretik intravena Daftar Pustaka
seharusnya hanya digunakan untuk mengurangi gejala akut.12 1. Ahmed A, Nanda NC, Weaver MT, et al. Clinical correlates of isolated
Hormon aldosteron menyebabkan fibrosis jantung left ventricular diastolic dysfunction among hospitalized older
heart failure patient. Am J Geriatr Cardiol 2003;12:82-9
dan berperan dalam kekakuan diastolik. Efek antagonis
2. Braunwald E, Michael JG, Wilson SC. Clinical aspect of heart failure.
aldosteron, spironolactone (Aldactone®) pada gagal jantung In: Heart Disease: Textbook of Cardiovascular Medicine 6th edition.
sistolik menunjukkan penurunan angka mortalitas, sedangkan Philadelphia:Saunders; 2001.p.534-62
efeknya pada disfungsi diastolik tidak jelas.12 Calcium channel 3. Grossman W. Defining diastolic dysfunction. Circulation 2000;101:2020-1
blockers telah menunjukkan dapat memperbaiki fungsi 4. Gutierrez C, Blanchard DG. Diastolic heart failure: challenges of
diagnosis and treatment. Am Fam Physician 2004;69:2609-16
diastolik secara langsung dengan mengurangi konsentrasi
5. Hunt SA, Baker DW, Chin MH, et al. ACC/AHA guidelines for the
kalsium sitoplasmik dan menyebabkan relaksasi otot evaluation and management of chronic heart failure in the
jantung atau secara tidak langsung mengurangi tekanan adult: executive summary. A report of the american college of
darah, mencegah atau mengurangi iskemik otot jantung, cardiology/american heart association task force on practice
mengurangi hipertropi ventrikel kiri dan memperlambat guidelines. J Am Coll Cardiol 2001;38:2101-13
denyut jantung. Bagaimanapun juga nondihydropyrimidine 6. Kovacs SJ, Meisner JS, Yellin EL. Modelling of distole. Cardiol Clin
2000;18:459-87
calcium channel blockers (seperti verapamil (Calan®)),
7. Maisel AS, McCord J, Nowak RM, et al. Bedside B-type natriuretic
diltiazem (Cardizem®) seharusnya tidak digunakan pada peptide in the emergency diagnosis of heart failure with reduced
pasien dengan gangguan disfungsi ventrikel kiri. Long-acting or perseved efection fraction. Results from the breathing not
dihydropyrimidine (seperti amlodipine (Norvasc®) seharusnya properly multinational study. J Am Coll Cardiol 2003; 41:2010-7
hanya digunakan untuk mengontrol irama dan angina ketika 8. Mandinov L, Eberli FR, Seiler C, et al. Diastolic heart failure.
Cardiovascular Research 2000;45:813-25
beta bloker kontraindikasi atau tidak efektif. Akhirnya pada
9. McCullough PA, Philbin EF, Spertus JA, et al. Confirmation of a heart failure
penelitian random terkontrol berskala besar, calcium channel epidemic: findings from the resource utilization among congestive
blockers belum terbukti menurunkan angka kematian pada heart failure (REACH) study. J Am Coll Cardiol 2000;39:60-9
pasien dengan isolated diastolic dysfunction.4,12 10. Naqvi TZ. Diastolic function assessment incorporating new techniques
Vasodilator (seperti nitrat, hydralazine (Apresoline®)) in doppler echocardiography. Rev Cardiovasc Med 2003;4:81-99
mungkin berguna karena menurunkan preload dan efek 11. Philbin EF, Hunsberger S, Garg R, et al. Usefulness of clinical information
to distinguish patients with normal from those with low ejection
antiiskemik, khususnya ketika ACE inhibitor tidak dapat
fractions in heart failure. Am J Cardiol 2002;89:1218-21
digunakan. Vasodilator digunakan secara hati-hati karena 12. Satpathy C, Mishra TK, Satpathy R, et al. Diagnosis and management
penurunan preload dapat memperburuk cardiac output. of diastolic dysfunction and heart failure. Am Fam Physician 2006;
Tidak seperti obat lain yang digunakan untuk gagal jantung 73:841-6
diastolik, vasodilator tidak mempunyai efek regresi ventrikel 13. Senni M, Redfield MM. Heart failure with preserved systolic function.
A different natural history? J Am Coll Cardiol 2001;38:1277-82
kiri. Penelitian gagal jantung dengan vasodilator tidak
14. Tecce MA, Pennington JA, Segal BL, et al. Heart failure: clinical implications
menunjukkan manfaat harapan hidup yang signifikan pada of systolic and diastolic dysfunction. Geriatrics 1999;54:24-8, 31-3
pasien gagal jantung diastolik.12 15. van Kraaij DJ, van Pol PE, Ruiters AW, et al. Diagnosing diastolic heart
Peranan digoksin masih kontroversial dalam penanganan failure. Eur J Heart Fail 2002;4:419-30
pasien dengan gagal jantung diastolik. Pada pasien dengan 16. Vasan RS, Larson MG, Benjamin EJ, et al. Congestive heart failure in
ejeksi fraksi normal, digoksin dapat merusak fungsi jantung subjects with normal versus reduced left ventricular efection
fraction: prevalence and mortality in a population-based cohort. J
dengan meningkatkan kontraktilitas dan konsumsi oksigen,
Am Coll Cardiol 1999;33:1948-55
dimana oksigen menghambat kalsium klirens intraselular saat 17. Vasan RS, Levy D. Defining diastolic heart failure: a call for standardized
diastolik sehingga mengganggu relaksasi diastolik. Digoksin diagnostic criteria. Circulation 2000;101:2118-21
berperan untuk mengontrol laju ventrikel pada pasien atrial 18. Warner JG, Metzger DC, Kitzman DW, et al. Losartan improves exercise
fibrilasi atau flutter.12 tolerance in patients with diastolic dysfunction and a hypertensive
response to exercise. J Am Coll Cardiol 1999;33:1567-72

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 199


SEKILAS DEXA MEDICA GROUP

Berkibarlah Merah Putih-Ku

Dexa Media. Keheningan saat merah putih dikibarkan oleh


petugas upacara, seolah meneguhkan kembali tingginya rasa
nasionalisme warga Dexa Medica Group (DXG). Diiringi
lagu Indonesia Raya, sang Merah Putih berkibar, melambai
ditiup sang bayu…!
Gelanggang Olah Raga Ragunan Jakarta, 17 Agustus 2006,
pukul 08.10 WIB, menjadi saksi kebersamaan warga Dexa
Group di dalam memperingati HUT Proklamasi Republik itu tampil mempesona, selaras dengan kostum para petugas
Indonesia yang ke-61. Sekitar 650 warga DXG dari kantor upacara bendera yang tampil gagah layaknya pasukan
pusat dan perwakilan Jabotabek berbaris berbanjar, khidmat pengibar bendera.
mengikuti prosesi upacara bendera.Usai upacara bendera, Dalam amanatnya, Pak Ferry mengingatkan agar warga
dilanjutkan pertandingan DXG CUP II, yang berjalan meriah DXG terus berkarya demi nusa dan bangsa. “Setiap niatan
dan penuh persaudaraan. yang baik, dan diproses dengan baik akan memberikan hasil
Bapak Ir. Ferry A. Soetikno, MSc,MBA, Corporate yang baik,” demikian salah satu amanat yang penting dari
Managing Director DXG, selaku Pembina Upacara, pagi Pak Ferry Soetikno. Karyanto

OGBdexa, Segitiga Merahnya, Bikin Hemat


Dexa Media. Pada hari Rabu, tanggal 20 September 2006, Tim OGB
Dexa di seluruh Indonesia mengadakan perhelatan bertajuk “Sehari
Bersama OGBdexa”.
Sejak pagi hari itu, kesibukan rekan-rekan Tim OGB Dexa di tiap-tiap
cabang mulai bergulir. Sekitar pukul 8.30, rekan-rekan Tim OGB Dexa
bergerak menuju Rumah Sakit Umum, baik swasta maupun pemerintah
yang telah ditetapkan.
Kegiatan di tiap lokasi diawali dengan membagi brosur “Kenali OGB”
kepada pasien dan pegawai apotek di Rumah Sakit. Tim OGB Dexa
juga melakukan survei dengan mewawancarai pasien untuk mengetahui
awareness masyarakat terhadap obat generik berlogo dan sekaligus
mengenalkan brand OGBdexa di kalangan awam.
Secara keseluruhan acara berjalan lancar dan mendapatkan respon
positif dari Rumah Sakit maupun masyarakat luas. OGBdexa: Segitiga
Merahnya, Bikin Hemat. Natalia

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 207


SEKILAS DEXA MEDICA GROUP

Delon Semarakkan
Peluncuran TOXILITE
Dexa Media. Komitmen Dexa Medica Group untuk terus
mengembangkan produk-produk non-konvensional semakin
nyata. Hal ini dibuktikan dengan peluncuran Toxilite di Hard
Rock Café Jakarta, 12 September 2006.
Penyanyi Dellon dan presenter Novita Angie, menjadi
bintang tamu yang menghangatkan suasana. Toxilite
mengandung bahan–bahan alami seperti ekstrak Curcuma
xanthorizza (100 mg), Lecithin(25 mg), dan Vitamin E (100
mg). Toxilite bekerja membantu memperbaiki sel-sel hati
(liver), sehingga dapat mengoptimalkan fungsi detoksifikasi
yang dilakukan oleh hati terhadap toxin (racun) yang diserap Communications Manager DXG.
tubuh. Toxin tersebut bisa berasal dari lingkungan disekitar kita, Menjelang puncak acara, Novita Angie selaku MC,
seperti: asap rokok, obat serangga, zat pengawet, zat pewarna, mengundang sejumlah dancer untuk menyajikan komposisi
pestisida, alkohol, ataupun polusi kendaraan bermotor. tarian unik dari Toxic Dancers. Dalam tarian itu digambarkan
Grand Launching Toxilite dikemas atraktif, dihadiri perwa- toxin–toxin itu akhirnya mati, berguguran, saat Toxilite
kilan outlet wilayah Jabodetabek, rekan-rekan Dexa Medica menggempur mereka.
Group, dan sekitar 30 media cetak dan elektronik. Sebelum Sebelum Delon menampilkan sejumlah lagu-lagu
grand launching digelar, diawali dengan Konferensi Pers. manis, talkshow singkat digelar dengan topik mengenai
Rekan-rekan media diajak berbagi wawasan mengenai apa dan bagaimana Toxilite bekerja memkasimalkan proses
Kiat Menetralkan Racun dalam Tubuh Secara Sehat dan penetralan racun tubuh. Serta keunggulan Toxilite. Talkshow
Alami. Saat itu, Bapak Ferry A. Soetikno, Corporate menampilkan Bapak Raymond R. Tjandrawinata, Director
Managing Director Dexa Medica Group, dan Ibu Sylvia of Scientific Affairs & Corporate Development Dexa
A. Rizal, Head of Marketing and Sales OTC Dexa Medica Medica, dan dokter spesialis Hepatologi, Dr. Rino A Gani,
sebagai narasumber, dipandu Bapak Karyanto, Corporate Sp.PD,KGEH. Indriana

208 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006


PROFIL
PENELUSURAN JURNAL

Pembaca yang budiman,


Mulai edisi ini Dexa Media melayani permintaan penelusuran jurnal hanya dengan
melalui Tim Promosi Dexa Medica Group, apabila tidak melalui Tim Promosi Dexa
Medica Group, kami tidak melayani permintaan. Di bawah ini akan diberikan daftar
isi beberapa jurnal terbaru yang dapat anda pilih. Bila anda menginginkannya, mohon
halaman ini difotokopi, artikel yang dimaksud diberi tanda p dan dikirimkan ke alamat
redaksi.

Avian influenza: Preparing for a pandemic. American Academy of Family Physicians 2006;74:783-90
Cognitive impairment in bipolar II disorder. British Journal of Psychiatry 2006;189:254-9
Effect of celecoxib on cardiovascular eventsand blood pressure in two trials for the prevention of
colorectal adenomas. Circulation 2006;114:1028-35
Hypoglycemia in type 1 and type 2 diabetes:Physiology, pathophysiology, and management.
Clinical Diabetes 2006; 24(3):115-21
Ferritin and transferrin are both predictive ofthe onset of hyperglycemia in men and women over
3 years. Diabetes Care 2006; 29:2090-4
Effect of weight loss with lifestle intervention on risk of diabetes. Diabetes Care 2006;29:2102-7
Oral anticoagulations in development. Focus on thromboprophylaxis in patients undergoing
orthopaedic surgery. Drugs 2006; 66(11):1411-29
Pharmacological approaches to the management of cognitive dysfunction in schizophrenia. Drugs
2006;66(11):1465-73
Risk for tuberculosis among children. Emerging Infectious Diseases 2006;12(9):1383-8
Clinical events in high-risk hypertensive patients randomly assigned to calcium channel blocker
versus angiotensin-converting enzyme inhibitor in the antihypertensive and lipid-lowering
treatment to prevent heart attack trial. Hypertension 2006;48:374-84
Topical ciprofloxacin/dexamethasone superior to oral amoxicillin/clavulanic acid in acute otitis
media with otorrhea through tympanostomy tubes. Pediatrics 2006;118:561-9
Mycoplasma genitalium as a sexually transmitted infection: implications for screening, testing,
and treatment. Sexually Transmitted Infections 2006;82:269-71
Role of minimally invasive surgery in gynecologic cancers. The Oncologist 2006;11:895-901
Celecoxib for the prevention of sporadic colorectal adenomas. The New England Journal of Medicine
2006;355(9):873-84
Cerebral aneurysms. The New England Journal of Medicine 2006;355(9):928-39

No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 211


KALENDER PERISTIWA

1) Biennial Symposium DIGM: “Geriatri Update 2006” 6) WFAS International Symposium on Acupuncture
Tempat: Hotel Le Meridien, Jakarta Tempat: Sanur Paradise Plaza, Sanur, Bali
Tanggal: 04-05 November 2006 Tanggal: 22-26 November 2006
Sekretariat: Global Medica Communications, Jakarta Sekretariat:
E-mail: globalmedica@cbn.net.id Pacto Convex Lagoon Tower, Level B-1 Jakarta Hilton
Telp: 021-30042089 Int’l, Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270
Faks: 021-30041027 E-mail: convex1@indosat.net.id
Telp: 62-21-5705800 ext 420
2) XVIII FIGO World Congress of Gynecology and Faks: 62-21-5705798
Obstetrics Contact: Reny Yetri
Tempat: Kuala Lumpur Convention Center, Malaysia
Tanggal: 5-10 November 2006 7) Kongres I PERKAPI (Perhimpunan Kedokteran Anti
Sekretariat: AOS Convention & Events Sdn Bhd Penuaan Indonesia) Anti Aging: New Challenge in
No. 39240, Jl. Mamandan 9, Ampang Point 68000, Medicine
Ampang Kuala Lumpur - Malaysia Tempat: Jakarta Convention Center, Jakarta
E-mail: consec@figo2006kl.com Tanggal: 24-25 November 2006
Telp: +60 3 4252 9100 Sekretariat:
Faks: +60 3 4257 1133 Sekretariat Kongres Nasional I PERKAPI Perkantoran
Website: http://www.figo2006kl.com Kebun Jeruk Baru Blok A No. 13-14 Jl. Arjuna Selatan,
Jakarta 11530
3) The 6th Asian & Oceanian Epilepsy Congress E-mail: hospex@cbn.net.id
Tempat: Kuala Lumpur, Malaysia Telp: 021-5367 7981-82
Tanggal: 16-19 November 2006 Faks: 021-5367 7983
Sekretariat:
ILAE/IBE Congress Secretariat 7 Priory Hall, Stillorgan, 8) Seminar & Workshop PASTI (Perkumpulan Awet Sehat
Dublin 18, Ireland Indonesia) Restoring Youthful Hormone Level
Telp: +353 1 2059720 Tempat: Hotel Borobudur, Jakarta
Faks: +353 1 2056156 Tanggal: 25 November 2006
Website: http://www.epilepsykualalumpur2006.org Sekretariat:
PASTI Jl. Sultan Iskandar Muda No. 30 A-B
4) World Menopause Day: Menopause and Aging Jakarta 12240
Quality of Life and Sexual Telp: 021-729 0623
Tempat: Hotel Borobudur, Jakarta Faks: 021-7289 5871
Tanggal: 16-19 November 2006 Contact: dr. Fredy Wilmana / dr. Arjati Daud
Sekretariat: Yayasan Sehat Wanita Indonesia PERMI
Jl. Saharjo 120 Jakarta 12960 Indonesia 9) 11th Asian Symposium on Rhinology
E-mail: permijakarta@yahoo.com Tempat: Kuala Lumpur, Malaysia
Telp: 021-8292672 / 8312378 Tanggal: 02-04 Desember 2006
Faks: 021-830190 Sekretariat:
Contact person: Nelly Hutajulu, SKM Academy of Medicine
E-mail: acadmed@po.jaring.my
5) The 2nd International Symposium Jakarta for Healthy
Travellers 10) PIN PAPDI
Tempat: Jakarta Tempat: Hotel Mercure, Ancol - Jakarta
Tanggal: 18-19 November 2006 Tanggal: 15-17 Desember 2006
Sekretariat: Global Medica Communications, Jakarta Sekretariat:
E-mail: globalmedica@cbn.net.id E-mail: pb_papdi@indo.net.id
Telp: 021-30042089 Telp: 021-3910294, 31931384, 3193808 pswt: 6703
Faks: 021-30041027 Faks: 021-3148163

212 No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006

Anda mungkin juga menyukai