Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMI
DI RUANG IBS RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN

Di Susun Oleh :
Fya Ratnasari S.
(2412009)

PROGRAM STUDI PROFESI ANGKATAN II


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

2012
LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik, Mahasiswa,

…………………………… ……………………….. Fya Ratnasari S.


CRANIOTOMI

A. DEFINISI
Kraniotomi adalah setiap operasi terhadap cranium. (Dorland,1998 )
Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi
TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff, Sue. 1999).
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses
pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak untuk,
untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan
perdarahan.
Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan
mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.
Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan
lapisan duramater.
Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga
diantara lapisan duramater dengan araknoidea
B. INDIKASI
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
 Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
 Adanya tanda herniasi/ lateralisasi
 Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan
Kepala tidak bisa dilakukan.
 Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
 Mengurangi tekanan intrakranial.
 Mengevakuasi bekuan darah .
 Mengontrol bekuan darah, dan
 Pembenahan organ-organ intrakranial.
 Tumor otak
 Perdarahan (hemorrage)
 Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
 Peradangan dalam otak
 Trauma pada tengkorak.
C. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pre operatif
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi
antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum
pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral.
Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat
diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi
intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi
untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk memungkinkan
haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat
terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga
adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.

2. Intra operatif
Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang lebih 15
derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi
lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke
kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak
yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik.
Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi
kontak dengan meja operasi

Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan
melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus –
untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai
batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan
canthus lateralis orbita)
Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang
mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
Operasi
 Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
 Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
 Buka flap secara tajam pada loose connective tissue.
 Kompres dengan kasa basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya
pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala).
 Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.
 Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium
pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT
scan.
 Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula
interna. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan
dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.
 Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
 Buka tulang dengan gigli.
 Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.
 Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole.
 Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang
boorhole di sebelahnya.
 Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
 Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
 Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling
dan suctioning sedikit demi sedikit.
 Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.
 Gantung dura (hitch stich) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
 Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle.
 Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan degan diatermi. Bila ada
perdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stich pada
daerah tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang.
 Bila perdarahab profus dari bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh
diknabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
 Bila ada dura yang robekjahit dura denga silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul
dengan jarak kurang dari 5mm.
 Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
 Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah
salanjutnya adalah membuka duramater. Sayatan pembukaan dura
seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla wanan dengan sayatan
kulit.
 Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang terangkat disayat
dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai
keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat).
 Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam
ruang subdural, dan selanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap
kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
 Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah
kulit atau subkutan.
 Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena. Semua pembuluh darah
baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang subarahnoidal, sehingga
bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi.
 Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang
direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter
bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak
gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.

Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/ tidaknya tulang dengan


evaluasi klinsi pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapangan
operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut. Teugel dura di tengah
lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit. Periost dan fascia ototo dijahit
dengan vicryl 2.0. Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl 2.0. Jahit kulit
dengan silk 3.0. Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain). Operasi selesai. Bila
tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yang tidak
diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk
menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan
lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel
dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis
seperti diatas.

3. Post operatif
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau tekanan
darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi dan mendapat terapi
oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral
meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air
bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan
malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam
selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama
suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala
setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi
selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk
menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan
untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi
setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk
mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering
dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui
pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan
sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan
memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang
pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk
menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel
bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal
dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat.
Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol
hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim
PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP
dr.Sardjito, yogyakarta.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-


Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia,
USA

Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai