PANSITOPENIA
Diajukan sebagai salah satu persyaratan menempuh
Disusun Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
1. Definisi dari pansitopenia?
Pancytopenia is defined as :
1. haemoglobin of < 9 gm/dl
2. WBC < 4,000/cmm
3. platelets < 100,000/cmm
Severe pancytopenia is defined as absolute neutrophil count < 500/cmm, platelet count <
20,000/cmm, and corrected reticulocyte count < 1%.
3. Faktor risiko dan etiologi terjadinya pansitopenia?
Insidensi berbagai gangguan yang menyebabkan pansitopenia bervariasi sesuai
dengan distribusi geografis dan mutasi genetik. Ini dapat terjadi karena kegagalan:
- produksi progenitor hematopoietik di sumsum tulang
- infiltrasi sel ganas
- penekan sumsum tulang yang dimediasi oleh antibodi
- hematopoiesis dan displasia yang tidak efektif
- sekuestrasi perifer sel darah dalam sistem endotel reticulo yang terlalu aktif.
Leukimia
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel
ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal.
Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
leukemia memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel
leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah
dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal
yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan
angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur
termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua
kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang
normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar
getah bening, ginjal, dan otak.
Proses patofisiologi leukimia akut dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologik
atau turunannya. Proliferasi sel ganas induk ini menghasilkan sel leukimia akan mengakibatkan :
1. Penekanan hemopoeisis normal sehingga terjadi bone marrow failure.
2. Infiltrasi sel leukimia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali.
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik
5. Pemeriksaan penunjang nya apa saja?
Anemia aplastic :
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah masing-masing
sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit. Apakah mengalami
penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan anemia aplastik mempunyai
bermacam-macam derajat pansitopenia. Tetapi biasanya pada stadium awal
penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia dihubungkan dengan
indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol
walaupun eritropoetinnya tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang dari
40.000/μL (40x109/L). Jumlah monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil
absolut kurang dari 500/μL (0,5x109/L) serta jumlah trombosit yang kurang dari
30.000/μL(30x109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat dan jumlah
netrofil dibawah 200/μL (0,2x109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat
berat. Jenis anemia aplastik adalah anemia normokrom normositer. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Ini dapat
dibedakan dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel eritrosit muda yang
ukurannya lebih besar dari yang tua dan persentase retikulosit yang meningkat.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang
dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia.
Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan
pada anemia aplastik konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis,
termasuk eritropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni
myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan
penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.
2) Pemeriksan sumsum tulang
Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan biopsi dan aspirasi.
Bagian yang akan dilakukan biopsi dan aspirasi dari sumsum tulang adalah
tulang pelvis, sekitar 2 inchi disebelah tulang belakang. Pasien akan diberikan
lokal anastesi untuk menghilangkan nyerinya. Kemudian akan dilakukan sayatan
kecil pada kulit, sekitar 1/8 inchi untuk memudahkan masuknya jarum. Untuk
aspirasi digunakan jarung yang ukuran besar untuk mengambil sedikit cairan
sumsum tulang (sekitar 1 teaspoon). Untuk biopsi, akan diambil potongan kecil
berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1/16 inchi dan panjangnya 1/3
inchi dengan menggunakan jarum. Kedua sampel ini diambil di tempat yang
sama, di belakang dari tulang pelvis dan pada prosedur yang sama. Tujuan dari
pemeriksaan ini untuk menyingkirkan faktor lain yang menyebabkan
pansitopenia seperti leukemia atau myelodisplastic syndrome (MDS).
Pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan secara tepat jenis dan jumlah sel
dari sumsum tulang yang sudah ditandai, level dari sel-sel muda pada sumsum
tulang (sel darah putih yang imatur) dan kerusakan kromosom (DNA) pada sel-
sel dari sumsum tulang yang biasa disebut kelainan sitogenik. Pada anaplastik
didapat, tidak ditemukan adanya kelainan kromosom. Pada sumsum tulang yang
normal, 40-60% dari ruang sumsum secara khas diisi dengan sel-sel
hematopoetik (tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia aplastik secara
khas akan terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak diisi
oleh sel-sel stroma dan lemak. Pada leukemia atau keganasan lainnya juga
menyebabkan penurunan jumlah sel-sel hematopoetik namun dapat dibedakan
dengan anemia aplastik. Pada leukemia atau keganasan lainnya terdapat sel-sel
leukemia atau sel-sel kanker.
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel
pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada
individu yang berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari
25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat
pada sumsum tulang.
3) Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluoresence In Situ Hybridization)
Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik. Pada pemeriksaan
Flow cytometry, sel-sel darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya untuk
mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat di sumsum tulang. Pada
pemeriksaan FISH, secara langsung akan disinari oleh cahaya pada bagian yang
spesifik dari kromosom atau gen. Tujuannya untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan genetic atau tidak
4) Tes fungsi hati dan virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi pada
pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan sering negative
untuk semua jenis virus hepatitis yang telah diketahui. Onset dari anemia
aplastik terjadi 2-3 bulan setelah episode akut hepatitis dan kebanyakan sering
pada anak laki-laki. Darah harus di tes antibodi hepatitis A, antibodi hepatitis C,
antigen permukaan hepatitis B, dan virus Epstein-Barr (EBV). Sitomegalovirus
dan tes serologi virus lainnya harus dinilai jika mempertimbangkan
dilakukannya BMT (Bone Marrow Transplantasion). Parvovirus menyebabkan
aplasia sel darah merah namun bukan merupakan anemia aplastik.
5) Level vitamin B-12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan anemia
megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat menyebabkan
pansitopenia
6) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa
anemia aplastik. Survei skletelal khususnya berguna untuk sindrom kegagalan
sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan
abnormalitas skeletal
a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa kromosom
darah tepi untuk menyingkirkan diagnosis dari anemia fanconi
b. USG abdominal. Untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau pembesaran
kelenjar limfa yang meningkatkan kemungkinan adanya penyakit keganasan
hematologi sebagai penyebab dari pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak
dari ginjal yang salah atau abnormal merupakan penampakan dari anemia
Fanconi.
c. Nuclear Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan ini rnernpakan cara
terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat
pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang
berselular.
d. Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning. Luasnya
kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntik dengan koloid radoaktif technetium sulfur yang akan terikat pada
makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada
transferin. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapt ditentukan daerah
hemopoesis aktif untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau
kultur sel-sel induk
Leukimia
Pertama, tes darah dilakukan untuk menghitung jumlah setiap jenis sel darah
yang berbeda dan melihat apakah mereka berada dalam batas normal. Dalam AML,
tingkat sel darah merah mungkin rendah, menyebabkan anemia, tingkat-tingkat
platelet mungkin rendah, menyebabkan perdarahan dan memar, dan tingkat sel darah
putih mungkin rendah, menyebabkan infeksi.
Biopsi sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang mungkin
dilakukan jika hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum tulang, jarum
berongga dimasukkan ke tulang pinggul untuk mengeluarkan sejumlah kecil dari
sumsum dan tulang untuk pengujian di bawah mikroskop. Pada aspirasi sumsum
tulang, sampel kecil dari sumsum tulang ditarik melalui cairan injeksi.
Pungsi lumbal, atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk melihat
apakah penyakit ini telah menyebar ke dalam cairan cerebrospinal, yang mengelilingi
sistem saraf pusat atau sistem saraf pusat (SSP) - otak dan sumsum tulang belakang.
Tes diagnostik mungkin termasuk flow cytometry penting lainnya (dimana sel-sel
melewati sinar laser untuk analisa), imunohistokimia (menggunakan antibodi untuk
membedakan antara jenis sel kanker), Sitogenetika (untuk menentukan perubahan
dalam kromosom dalam sel), dan studi genetika molekuler (tes DNA dan RNA dari
sel-sel kanker). Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan,
diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT
or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal
tap/lumbar puncture.
Kelainan hematologis
Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.
Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 103 /mm3. Leukosit yang ada
dalam darah tepi terbanyak adalah myeloblas.
Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang mengandung
“badan auer” suatu kelainan yang pathogonomis untuk LMA.
Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung mieloblas yang masif, sedang
megakariosit dan pronormoblas dijumpai sangat jarang. Kelainan sumsum tulang ini
sudah akan jelas meskipun myeloblas belum tampak dalam darah tepi. Jadi kadang-
kadang ditemukan kasus dengan pansitopenia perifer akan tetapi sumsum tulang sudah
jelas hiperseluler karena infiltrasi dengan myeloblas. Kadang-kadang ditemukan “Auer
body” dalam mieloblas. Kadang manifestasi pertama sebagai eritroleukemia
(ploriferasi eritroblas dan mieloblas dalam sumsum tulang) yang berlangsung beberapa
bulan/tahun sebelum fambaran mieloblastiknya menjadi jelas benar.
Leukemia
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif
meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia, komplikasi dan tindakan
yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi. Perawatan suportif
tersebut antara lain transfusi darah/ trombosit, pemberian antibiotik pada infeksi/
sepsis, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/ spesifik bertujuan untuk menyembuhkan penderita. Strategi umum
kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi (profilaksi susunan
saraf pusat) dan lanjutan. Klasifikasi resiko standar dan resiko tinggi, menentukan
protokol kemoterapi. Pada induksi remisi diberikan kemoterapi maksimum yang dapat
ditoleransi dan perawatan suportif yang maksimum. Kemungkinan hasil yang dicapai
remisi komplet, remisi parsial atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif
tambahan setelah remisi komplet dan untuk profilaksi terjadi leukemia pada saluran
syaraf pusat.
Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan
meningkatkan kesembuhan. Pengobatan lanjutan sampai sekitar 2 tahun, diharapkan
tercapai perpanjangan remisi dan dapat bertahan hidup.
Sitostatika yang digunakan pada tiap tahap pengobatan leukemia merupakan
kombinasi dari berbagai sitostatika. Pengobatan dengan granulocyte-colony
stimulating factor (G-CSF) bermanfaat untuk mengatasi penurunan granulosit sebagai
efek samping sitistatika, namun tidak mengurangi lama perawatan di rumah sakit.
Penderita dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala
leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapat selularitas normal dan jumlah sel blast
< 5% dari sel berinti, hemoglobin > 12 gr/dL tanpa transfusi, jumlah sel leukosit >
3000/µl, dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit > 2000/ µl, jumlah
trombosit > 100.000/ µl, dan pemeriksaan cairan serebropinal normal.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang
mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan adanya efek samping, serta
perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien
apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga lamanya
pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika
bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia
(memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan
sebagainya. Penderita dengan granulositopenia sebaiknya dirawat di ruang isolasi.
Untuk mengatasi kebosanan karena perawatan yang lama perlu disediakan ruang
bermain dan pelayanan psikologis. Penderita yang telah remisi dan selesai pengobatan
kondisinya akan pulih seperti anak sehat. Problem selama pengobatan adalah
terjadinya relap (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi
penyakitnya.
Pada dasarnya ada 3 tempay relaps :
Intramedular (Sumsum tulang)
Ekstramedular (Susunan saraf pusat, testis, iris)
Intra dan ekstra meduler.
Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama
pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang
terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan
7. Hal apa saja yang harus di follow up pada pasien curiga pansitopenia?
- tanda infeksi
- kebutuhan nutrisi terpenuhi
- pasien dapat meningkatkan / mempertahankan ambulansi/aktivitas
- peningkatan perfusi jaringan
- dapat meningkatkan integritas kulit
- Pasien mengerti dan memahami tentang diagnostik dan rencana pengobatan
Laboratorium : Pancytopenia dapat dicatat pada hitung darah lengkap (CBC). Langkah
pertama dalam mengevaluasi tingkat rendah semua sel adalah mengulangi CBC. Apusan
darah tepi kemudian dilakukan untuk melihat lebih jauh pada masing-masing jenis sel
yang berbeda.
8. Bagaimana prognosis dari pasien dengan pansitopenia?
Anemia Aplastik
o Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.
Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain.
Jumlah netrofil kurang dari 500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai
anemia aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter)
dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang
jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak
memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik
konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid
akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi
sumsum tulang.
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokkan lain untuk
membedakan anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan
pengobatan prognosis menjadi lebih baik. Penggunaan imunosupresif dapat
meningkatkan keganasan sekunder. Pada penelitian di luar negeri dari 103
pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah
menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi
hepatoma. Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit
walaupun komplikasi tersebut lebih jarang ditemukan pada transplantasi
sumsum tulang (Aru W. S., 2010).
Leukemia
Faktor prognosis yang kurang baik antara lain : usia kurang dari 2 tahun, usia lebih dari
10 tahun, jumlah leukosit (sel darah putih) saat awal lebih dari 50x109/L, jumlah
trombosit (keping darah) kurang dari 100x109/L, ada masa mediastinum, ras hitam, laki-
laki, ada pembesaran kelenjar limfe, pembesaran hati lebih dari 3 cm, tipe limfoblas L2
atau L3, dan adanya penyakit susunan syaraf pusat saat diagnosisi. Viana dkk (1994)
mendapatkan, penderita dengan gizi buruk (menurut standar tinggi badan/ umur) resiko
kambuhnya lebih tinggi dibanding yang gizinya baik. Di Singapura walaupun ada
perbaikan, 30%-40% penderita mengalami kambuh, dan kelompok ini prognosisinya
baik. Perkembangan dan keberhasilan pengobatan pencegahan untuk leukemia meningeal
yang diikuti dengan kemoterapi sistemik memperbaiki secara progresif angka
kesembuhan LLA pada anak. Angka kelangsungan hidup 5 tahun LLA sekitar 66-67%.
Pada LMA, jumlah lekosit yang tinggi (>100.000/µL), ras hitam, koagulasi abnormal
berprognosis jelek.
Fanconi’s anemia. Ini merupakan bentuk kongenital dari anemia aplastik dimana merupakan
kondisi autosomal resesif yang diturunkan sekitar 10% dari pasien dan terlihat pada masa
anak-anak. Tanda-tandanya yaitu tubuh pendek, hiperpigmentasi pada kulit, mikrosefali,
hipoplasia pada ibu jari atau jari lainnya, abnormalitas pada saluran urogenital, dan cacat
mental. Fanconi’s anemia dipertegas dengan cara analisis sitogenetik pada limfosit darah
tepi, yang dimana menunjukkan patahnya kromosom setelah dibiakkan menggunakan zat
kimia yang meningkatkan penekanan kromosom (seperti diepoxybutane atau mitomycin C).
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria. PNH adalah sebuah kerusakan yang didapat yang
dikarakteristikan dengan anemia yang disebabkan oleh hemolisis intravaskular dan
dimanifestasikan dengan hemoglobinuria yang bersifat sementara dan life-threatening venous
thromboses. Suatu kekurangan CD59, antigen pada permukaan eritrosis yang menghambat
lisis reaktif, sangat bertanggung jawab terhadap hemolisis. Kira-kira 10% sampai 30% pada
pasien anemia aplastik mengalami PNH pada rangkaian klinis nantinya. Ini menunjukkan
bahwa sangat mungkin bahwa mayoritas pasien dengan PHN dapat mengalami proses
aplastik. Diagnosis PNH biasanya dibuat dengan menunjukkan pengurangan ekpresi dari sel
antigen CD59 permukaan dengan cara aliran sitometri, mengantikan tes skrining yang
sebelumnya dipergunakan seperti tes hemolisis sukrosa dan pemeriksaan urin untuk
hemosiderin.
Myelodiysplastic Sindrome. MDSs adalah sebuah kumpulan dari kerusakan sel batang
hematopoetik klonal yang ditandai oleh diferensiasi dan maturasi abnormal sumsum tulang,
dimana dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dengan peripheral sitopenias,
disfungsional elemen darah, dan memungkinkan perubahan leukemi. Sumsum tulang pada
MDS memiliki tipe hiperselular atau normoselular, walaupun hiposelular biasanya juga
ditemukan. Sangat penting membedakan hiposelular MDS dengan anemia aplastik karena
diagnosis yang ditegakkan untuk penanganan dan prognosis.
Idiopathic Myelofibrosis. Dua keistimewaan idiopathic myelofibrosis adalah hematopoesis
ekstramedulari menyebabkan hepatosplenomegali pada kebanyakan pasien. Biopsi spesimen
sumsum tulang menunjukkan berbagai tingkat retikulin atau fibrosis kolagen, dengan
megakariosit yang mencolok.
Aleukemic Leukemia. Aleukemic leukemia merupakan suatu kondisi yang jarang yang
ditandai oleh tidak adanya sel blast pada darah tepi pasien leukemia, terjadi kurang dari 10%
dari seluruh pasien leukemi dan penyakit ini biasanya terjadi pada remaja atau pada orang
tua. Aspirasi sumsum tulang dan biopsy menunjukkan sel blast.
Pure red cell aplasia. Kerusakan ini jarang terjadi dan hanya melibatkan produksi eritrosit
yang ditandai oleh anemia berat, jumlah retikulosit kurang dari 1%, dan normoselular
sumsum tulang kurang dari 0.5% eritroblast yang telah matang.
1. Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus pada daerah resiko rendah
2. Umur kehamilan 40 minggu
3. Bayi mendapat susu formula penuh
4. Kulit hitam
5. Bayi dipulangkan setelah 72 jam
Transfusi darah adalah pemberian darah atau komponen darah dari donor ke resipien melalui
selang infuse yang dihubungkan dengan jarum yang dimasukkan melalui pembuluh darah
vena.
Umumnya pemberian transfuse dilakukan setelah adanya pemicu transfuse atau trigger
tranfuscion yaitu parameter yang mengancam transport oksigen atau status oksigenasi
jaringan seperti kadar Ht < 25%, kadar Hb < 8 g/ml, atau kehilangan darah > 30 %. Namun
keputusan transfuse juga didasarkan atas faktor resiko terjadinya komplikasi yang akan
Terdapat berbagai macam komplikasi atau efek samping yang dapat menyertai dari tindakan
transfuse darah , seperti komplikasi procedural ( human error ) , komplokasi lokal sekitar
tempat pengambilan darah ( proses menyimpang dalam transfuse), dibedakan menjadi
imulogik dan non imunologik .
Salah satu efek reaksi non imunologik pasca transfuse adalah kelebihan beban cairan .
kelebihan terjadi bila pemberian tranfusi darah terlalu banyak dan terlalu cepat sehingga
dapat menyebbakan gagal jantung akut . Terapi yang diberikan adalah obat golongan diuretic
loop dan terapi supportif seperti posisi pasien setengah duduk untuk mencegah terjadinya
reaksi dari transfuse darah
Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan perdarahan masih terus
terjadi, anemia berat, Syok septik
14. Apakah ada hubungannya antara riwayat penyakit dahulu dbd dengan penyakit sekarang?
Pansitopenia sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia,leukopenia, dan
trombositopenia dengan segala manifestasinya. Gejala-gejala yang timbul akan sesuai dengan
jenis selsel darah yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan
menimbulkan gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah, letih, lesu, pucat,
pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan dan palpitasi. Bila terjadi leukositopenia maka
terjadi peningkatan resiko infeksi, penampakan klinis yang paling sering nampak adalah
demam dan nyeri. Dan bila terjadi trombositopenia maka akan mudah mengalami pendarahan
seperti perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
Hal itu disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen darah, atau
akibat kerusakan komponen darah, atau akibat kerusakan komponen darah di darah tepi, atau
akibat maldistribusi komponen darah
Pada pasien ini pertama kali didiagnosis sebagai dbd . tanda perdarahan dan adanya
trombositipenia bisa mengarah kepada tanda dan gejala dari dbd yaitu adanya perdarahan
pada gusi, hepatomegali , dan penurunan pada trombositnya .
Pada keganasan hematologi atau anemia aplastik juga menunjukkan tanda dan gejala dari
perdarahan itu sendiri disertai adanya trombositopenia dan anemia serta neutropenia.
15. Bagaimana cara mengukur status gizi pada pasien tsb? (hepatomegali)
Anak – anak dengan suspek adanya keganasan akan memiliki tanda dan gejala malnutrisi
dalam setiap fase perjalanan penyakitnya.
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB)
atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai
acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk
anak lebih dari 5 tahun
Klasifikasi status gizi terdiri dari gizi normal, gizi buruk, gizi kurang, overweight, dan
obesitas. Klasifikasi status gizi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Suspek adanya keganasan dan pengobatannya dapat memengaruhi asupan energi dan
penggunaannya. Ketidakseimbangan energi mendasari perkembangan malnutrisi di setiap
penyakit, termasuk keganasan. Ketidakseimbangan ini merupakan hasil dari beberapa
kombinasi asupan yang berkurang, menurunnya tingkat penyerapan (termasuk malabsorpsi),
dan peningkatan kebutuhan. Selain itu, terdapat perubahan dalam metabolisme lemak,
karbohidrat, dan protein. Perubahan ini meliputi peningkatan kerusakan lipid yang
mengakibatkan berkurangnya penyimpanan lipid, dan perubahan dalam metabolisme
karbohidrat, sehingga menyebabkan kehilangan energi. Hasil akhirnya ialah penurunan berat
badan dan hilangnya massa otot yang bermanifestasi sebagai malnutrisi.
Perlu diketahui studi prevalensi malnutrisi pada anak-anak dengan keganasan ditentukan oleh
status gizi pada awal diagnosis, ini penting karena membangun dampak potensial pada
perkembangan pasien sebelum pengobatan dimulai. Pasien yang menderita keganasan
dengan obesitas akan mempengaruhi insidens keganasan dan juga pengobatannya.