“Reaksi Alergi”
Disusun oleh:
B-12
Ketua:
Putri Azzahra Nur Azrina 1102016170
Sekertaris:
Tifany Lazuardian Amiga 1102016216
Anggota:
Much Hasyim Asyari 1102015142
Nurrahmi Ayu Rizki 1102016162
Rasyiqah Saratiana 1102016180
Regina Dian Fajriah Ameliani 1102015193
Rislamia Oktafiani 1102016189
Naufal Rizky Fadhi Hakim 1102016152
Putri Azzahra Nur Azrina 1102016170
Vonna Meutia 1102016222
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017
Jawaban
1. Histamin adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel mast yang berperan
dalam prosesn inflamasi
2. Terjadi angioedema karena cairan yang keluar dari vaskuler dan urtikaria terjadi
karena adanya vasodilatasi dan produksi histamin yang berlebihan
3. Karena antihistamin dapat menurunkan reaksi alrgi dan menurunkan produksi
histamin, sedangkan kortikosteroid dapat menekan respon imun, penggantian hormon,
dan agen inflamasi
4. Anamnesis (kapan timbuk gejala dan reaksi alergi)
Pemeriksaan fisik (terdapat gejala angioedema dan urtikaria)
Pemeriksaan penunjang (uji serologi dan skin test)
5. Karena angioedema menyerang jaringan mukosa dan submukosa yang merupakan
jaringan ikat longgar
6. Karena produksi histamin yang berlebihan
7. Karena paracetamol mengandung asetaminofen yang ada cincin Nitrogen dan di
dalam cincin Nitrogen tersebut dianggap sebagai alergen
8. Dikarenakan oleh durasi , tipe alergen , dan respon imun
9. Kemungkinan timbul beberapa saat setelah minum obat, dan hilang 2 jam untuk
hipersensitivitas tipe I
10. Tipe 1 : pajanan mengaktifkan Th 2 lalu merangsang sel B, terjadi ikatan silang IgE
dam sel mast yang meningkatkan permeabilitas , vasodikatasi, dan anafilaksis
11. Tergantung dari gejala yang timbul saat reaksi alergi terjadi
12. Stres, makanan, udara lingkungan, hereditas, obat-obatan
13. Hipersensitivitas Tipe I (cepat)
Hipersensitivitas Tipe II (sitotoksik)
Hipersensitivitas Tipe III (Kompleks imun)\
Hipersensitivitas Tipe IV (Lambat)
Pemeriksaan Laboratirium
1. Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Sel
Pada penyakit alergi jumlah leukosit normal, kecuali kalau disertai infeksi. Eosinofilia
sering dijumpai tetapi tidak spesifik,sehingga dapat dikatakan eosinofilia tidak identik
dengan alergi. Pada penyakit alergi eosinofilia berkisar antara 5-15% beberapa hari
setelah pajanan alergen,tetapi pada pasien dengan pengobatan kortikosteroid dapat
timbul eosinopenia. Eosinofilia merupakan petanda hipersensitivitas dan beratnya
hipersensitivitas tersebut.
4. IgE spesifik
Dilakukan untuk mengukur IgE terhadap alergen tertentu secara in vitro dengam cara
RAST atau ELISA . keuntungan pemeriksaan IgE spesifik dibandingkan dengan tes
kulit adalah risiko pada pasien tidak ada, hasilnya kuantitatif, tidak dipengaruhi obat
atau keadaan kulit alergen stabil . kerugiaannya adalah mahal , hasil tidak segera
dapat dibaca , kurang sensitif dibandingkan tes kulit. Untuk alergi makanan tes ini
kurang mendukung.
Tes Kulit
Tes kulit sebagai sarana penunjang diagnosis penyakit alergi, telah dilakukan sejak lebih 100
tahun yang lalu, karena cara pelaksaannya cukup sederhana dan terbukti mempunyai kolerasi
yang baik dengan kadar IgE spesifik atau dengan tes provokasi. Tujuannya adalah untuk
menentukan antibodi IgE spesifik dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung
menggambarkan adanya antibodi yang serupa pada organ yang sakit. Tes kulit hanya
dilakukan pada alergen yang dicurigai merupakan penyebab keluhan pasien. Cara-cara tes
kulit :
1. Tes Tusuk (Prick Test)
Mula-mula kulit bagian volar dari lengan bawah dibersihkan dengan alkohol ,
biarkan hingga kering . tempat penetesan alergen ditandai secara berbaris
dengan jarak 2-3 cm di atas kulit tersebut. Teteskan setetes alergen pada
tempat yang disediakan, juga kontrol positif dan kontrol negatif. Denga jarum
disposibel ukuran 26 dilakukan tusukan dangkal masing-masing ekstrak yang
telah diteteskan . tiap-tiap tusukan dijaga supaya alergen tidak tercampur.
Pembacaan dilakukan setelah 15-20 menit dengan mengukur diameter bentol
eretmia yang timbul. Hasil :
Hasil negatif = sama dengan kontrol negatif
Hasil +1 = 25% dari kontrol positif
Hasil +2 = 50% dari kontrol positif
Hasil +3 = 100% dari kontrol positif
Hasil +4 = 200% dari kontrol positif
Harus diingatkan sebelum melakukan tes kulit, pasien diminta menghentikan
konsumsi beberapa obat.
TES PROVOKASI
Tes provokasi merupakan tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada
pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan
ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya.
1. Tes Provokasi Nasal
Pada tes ini alergen diberika pada mukosa hidung baik dengan disempritkan
atau menghisap alergen yang keirng melalui satu lubang hidung sedan libang
hidung yang lain ditutup. Tes dianggap positif bila dalam beberapa menit
timbul bersin-bersin,pilek, hidung tersumbat, dan batuk.
Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan
atau kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin,
yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk
mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah
burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit
kelenjar adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh,
misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan
pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit
darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan
sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara
difusi pasif.
a. Farmakodinamik :
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf dan organ lain.
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
1. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil.
Mediator Kerja
Histamin ECF-A Meningkatkan permeabilitas
kapiler; kontraksi otot polos
Seretonin Meningkatkan permeabilitas
kapiler; kontraksi otot polos
HMW-NCF Perekrutan neutrofil
Protease (misal, triptase) Degredasi membran basal;
membelah protein komplemen
Mediator Kerja
Leukotrien (C,D, dan E) Meningkatkan permeabilitas
kapiler; kontraksi otot polos
Platelet-activating factor (PAF) Agregasi trombosit;kontraksi
otot polos
Prostaglandin D2 Kontriksi otot polos bronkus
Sitokin (IL-4 ,-5,-6) Berbagai kerja yang berbeda
Aktivasi antigen sel Tfh dan sel Th2 dan rasangan perubahan kelas IgE pada sel B
Produksi IgE
Peningkatan IgE ke FceRI di sel mast
Paparan berulang pada alergen Amine vasoaktif ,mediator lipid
Aktivasi sel mast: pelepasan mediator Sitokin
Interaksi ikatan silang antara Fce-RI dan IgE pada permukaan sel mast memacu aktivasi Syk.
Sinyal dari Syk dengan cepat ditransduksi yang menimbulkan degranulasi,produksi LT dan
Dari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum asing
akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan
rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat
berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi
tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.
(Imunologi UI,2014)
LI V Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV
L.O 5.1 Mekanisme
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV:
a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th
diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD
pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar
limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi
sel Th1 (umumnya).
IFN-𝛾 dan TNF-𝛽 yang diproduksi sel CD4+ Th1 mengaktifkan makrofag
lebih aktif berperan sel efektor dan sebagai APC melepas IL-12. Yang akhir
menginduksi Th1 dan lebih efektif menginduksi IFN-𝛾 yang menekan aktifitas
sel Th2 dan mengaktifkan makrofag yang meginduksi inflamasi. Pada DTH,
kerusakan jaringan disebabkan oleh produksi makrofag yang diaktifkan seperti
enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat dan sitokin
proinflamasi. IL-18 adalh sitokin lain yang diproduksi makrofag yang bersama
IL-12 memacu Th1 untuk lebih banyak memproduksi IFN-𝛾. Respon yang sifat
proteksi yang menguntungkan dan respons yang merusak yang ditandai oleh
kerusakan jaringan.
(Imunologi UI,2014)
LI VI Memahami dan Menjelaskan tentang Pandangan Islam terhadap Alergi Obat
1. Maslahah
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah
yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat
atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab
meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan
kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan
maslahah adalah memelihara tujuan syara. Ungkapan al-Ghazali ini memberikan
isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu:
a) Kemasalahatan menurut manusia, dan
b) Kemaslahatan menurut syari‟at.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar
terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota
Abbas, Abul K., Andrew H. Lichtman, Shiv Pillai. (2016) Imunologi Dasar Abbas: Fungsi dan
Kelainan Sistem Imun, edisi Indonesia kelima. Elsevier.
Gunawan, S. G. (ed). ( 2012 ). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI
Katzung, Bertram G., Susan B. Masters, Anthony J, Trevor (2012) Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.
12, Vol. 2. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.