Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PANGAN

ABON

Dosen Pembimbing: Rahmani STP,.MP

Ir.Hj.Ermina Syainah,.MP

Zulfiana Dewi,SKM,.MP

Oleh:

FEBRIYANITA (P07131118128)

Kelompok: 8

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI

2019/ 2020
Praktikum : Pengamatan Abon Ayam

Pertemuan : 2 (Dua)

Hari/Tanggal : Rabu, 21 agustus 2019

Tempat : Lab ITP/Ilmu Pangan Dasar

Pembimbing Praktikum : Rahmani STP,.MP

Ir.Hj.Ermina Syainah,.MP

Zulfiana Dewi,SKM,.MP

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI

2019/ 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abon ayam merupakan salah satu produksi pangan kering yang diolah melalui proses
penggorengan dan penambahan bumbu-bumbuan. Beberapa keuntungan dari proses
pembuatannya ialah mudah dilakukan. Produk yang dihasilkan memiliki aroma dan rasa yang
khas serta dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha baik dalam skala industri kecil maupun
menengah. salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang
disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan
dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah
suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui,
digoreng dan dipres.

Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat.
Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon merupakan produk nomor
empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk
tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah
sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya
daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al,
2007).

Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai
daya simpan yang relatif lama. Karyono dan Wachid (1982) menyatakan, abon ikan adalah
produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses
penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan
pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat
dari daging ternak, abon ikan cocok dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai
lauk-pauk.
1.2 Tujuan Praktikum

1.2.1 Membuat produk Abon

1.2.2 Menghitung rendemen


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abon

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,ikan
laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian
ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan
abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-
sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.

Abon adalah suatu jenis lauk pauk yang kering dibuat dari daging dengan penambahan
bumbu dan digoreng. Pembuatan abon merupakan salah satu cara memperpanjang masa simpang
daging. Selain itu abon merupakan bahan makanan yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia karena abon mempunyai rasa yang khas dan abon mudah diterima oleh konsumen
(Hilda, 2002).

Lisdiana (1998) mengemukakan bahwa abon umumnya memiliki komposisi gizi yang
cukup baik dan dapat dikonsumsi sebagai makanan ringan dan sebagai lauk pauk. Pembuatan
abon dapat dijadikan sebagai salah alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan
bahan pangan dapat lebih lama, disamping itu cara pembuatan abon juga cukup mudah sehingga
dapat dikembangkan sebagai suatu unit usaha keluarga (home industri) dan layak untuk dijadikan
sebagai salah satu alternatif usaha. Pada prinsipnya cara pembuatan berbagai jenis abon sama.
Prosedur umum yang dilakukan dimulai dari pemilihan bahan buku, penyiangan dan pencucian
bahan, pengukusan atau perebusan, peremahan, pemasakan atau penggorengan, penirisan minyak
atau pres, penambahan bawang goreng kering dan pengemasan.

Pada dasarnya pembuatan abon menggunakan prinsip pengawetan bahan pangan dengan
memakai panas (pengeringan). Pengeringan adalah suatu usaha menurunkan kandungan air dari
suatu bahan dengan tujuan untuk memperpanjang daya simpannya. Bahan pangan yang
dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan
segarnya. Selama pengeringan juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Lisdiana (1998) menyatakan bahwa abon sebagai salah satu produk industri pangan
memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen perindustrian. Penetapan standar
mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi
kesehatan. Kriteria mutu untuk abon berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 1. Standar Industri Indonesia (SII) untuk abon

No Komponen Nilai
1 Bentuk, aroma, warna, Khas
dan rasa
2 Kadar air 7% maks
3 Kadar abu 7% maks
4 Kadar abu tidak larut 0,1%
dalam asam
5 Kadar lemak 30%
6 Kadar protein 15%
7 Kadar serat kasar 1%
8 Kadar cemaran logam -
(Cu, Pb, Hg, Zn, As)
9 Jumlah bakteri 3000 koloni/g maks

2.2 Standar Mutu Abon

Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar mutu yang telah
ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa
suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi konsumen. Para produsen abon
disarankan membuat produk abon dengan memenuhi Standar Industri Indonesia (SII).

Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon antara lain :


1. Kadar air – berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.

2. Kadar abu – menurunkan derajat penerimaan dari konsumen.

3. Kadar protein – sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang digunakan untuk
abon.

2.3 Nilai Organoleptik

Uji organoleptik adalah penilaian untuk mengetahui keadaan sekitar atau lingkungan
dengan menggunakan indera dan kemampuan sensorik. Penilaian ini meliputi antara lain bau,
rasa dan warna (Soekarto, 1985). Nasoetion (1980) mengemukakan bahwa tujuan organoleptik
untuk mengenal sifat atau faktor-faktor dan cita rasa serta daya terima terhadap makanan.

Selanjutnya dijelaskan bahwa tujuan dari uji organoleptik adalah agar pemilik perusahaan
makanan terlebih dahulu menyelidiki makanan apa yang disukai konsumen sehingga usaha yang
dilakukan lebih efektif dan lancar serta mampu bersaing dipasaran. Dijelaskan juga ada dua cara
penggolongan penilaian cita rasa berdasarkan tujuan penilaian yaitu:

1. Metode Analisa
Tujuan cara ini dapat melihat antara makanan yang dinilai dan tingkat bedanya.
2. Metode Hedonik
Tujuan cara ini untuk mengetahui apakah penilai menyukai makanan yang dinilainya
dan bagaimana derajat kesukaannya.

Menurut Soekarto (1985) bahwa untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik


diperlukan panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan subjektif. Orang yang
menjadi anggota panel disebut panelis.

2.4 Daging Ayam dan Nilai Gizinya

Lawrie (1979), mengatakan bahwa daging mengandung sekitar 75 % air, protein 19 %,


lemak 2,5 % dan kandungan substansi non protein 3,5 %. Selain itu komposisi daging
dipengaruhi beberapa faktor anatara lain jenis ternak, enis kelamin, umur dan jenis makanan
yang diberikan kepada ternak tersebut.
Menurut Soeparno (1994), berdasarkan sifat fisiknya dapat dikelompokan menjadi : (a)
daging segar tanpa pelayuan dan yang dilayukan, (b) daging seghar yang dilayukan dan
didinginkan, (c) daging segar yang bdilaukan kemudian dibekukan, (d) daging masak, (e) daging
asap dan (f) daging olahan.

Tabel 2. perbandingan gizi dari beberapa jenis daging

Jenis Daging Kalori Protein Lemak Besi Vitamin


Sapi 129 20 5 2,1 65

Kambing 162 17 10 2,1 60

Itik 129 20 5 2,0 100


Ayam 125 20 5 2,0 3

Sumber : lembaga makanan rakyat (Murtidjo, 1990)

Dilihat dari nilai gizinya, daging ayam merupakan sumber gizi yang baik karena banyak
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk hidup manusia diantaranya protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang berbeda dengan manusia (Mountney dan Parkhust, 1995).
Kualitas daging ayam ditentukan oleh komposisi kimia daging ayam dipengaruhi oleh jenis
turunan, jenis kelamin, umur dan pengaturan gizi dalam ransum (Buckle, dkk, 1987).

Daging adalah bagian dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulu yang
mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin dalam komposisi yang berbeda tergantung
pada bangsa, makanan, jenis ternak dan umur ternak. Daging jugadapat didefenisikan semua
jaringan hewan dan semua bentuk olahannya yang dapat dimaka dan tidak memebahayakan
kesehatan bagai yang memakannya (Pallupi, 1986 ; Soeparno, 1994).

Dilihat dari nilai gizinya, daging ayam merupakan sumber gizi yang baik karena banyak
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk hidup manusia diantaranya protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang berbeda dengan manusia (Mountney dan Parkhust, 1995).
Kualitas daging ayam ditentukan oleh komposisi kimia daging ayam dipengaruhi oleh jenis
turunan, jenis kelamin, umur dan pengaturan gizi dalam ransum (Buckle, dkk, 1987).

1. Protein
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung nsr C, H, O dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur fosfor (F),
belerang (S). Fungsi utama protein dalam tubuh adalah untuk membentuk jaringan tubuh
yang baru dan mempertahankan jaringan tubuh yang telah ada (Winarno, dkk, 1991). Daging
ayam merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, karena selain mudah dicerna juga
mengandung asam amino esensial yang sangat penting untuk tubuh, lebih kurang 25-35 %
protein terdapat dalam daging ayam (Mountney dan Parkhust 1995 ).
Protein daging sebagian besar terdiri dari serabut otot dan jaringan ikat Sebagian besar
serabut otot mengandung lebih dari 50 % protein myofibril dan protein sarkoplasma yang
terdiri dari enzim-enzim Sedangkan protein jaringan ikat sebagian besar terdiri dari kolagen
dan elastin (Soeparno, 1996).
2. Lemak
Lemak. Natasasmita (1987 ) menyatakan bahwa kandungan lemak daging sangat
bervarasi dan tergantung pada potongan daging serta pemisahan daging dari tulangnya.
Ditambahkan oleh Mountney dan Parkhust (1995) bahwa kandungan lemak daging ayam
bervariasi menurut jenis kelamin dan spesies menurut Soeparno (1996 ) bahwa paha ayam
(brunstik) dan paha ( gending) dan bagian daging merah gelap lainnya dari ayam mempunyai
kandungan lemak dan kalori yang lebih tinggi dari daging dada atau daging - daging putih
lainnya.
Lemak yang paling menentukan kualitas daging adalah lemak yang terdapat di dalam
urat daging (intramascular) dan lemak inilah yang sangat menentukan keempukan, rasa,
aroma, dan daya tarik daging oleh konsumen. Daging yang baik adalah daging yang cukup
mempunyai kadar perlemakan dalam urat dagingnya (Gunardi, 1986) Soeparno (1994)
mengatakan bahwa daging ayam mengandung 4,7 lemak.
Menurut Harjoswo dkk (2000) sebagian besar lemak pada daging ayam terdapat pada
bagian bawah kulit hanya sedikit yang berada pada daging Lemak yang terdapat pada daging
ayam adalah lemak tak jenuh, diantaranya adalah palmitoleat oleat linoleat aracidonat dan
klupadonat.
3. Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan tekstur serta akseptabilitas kesegaran dan daya tahan bahan
makanan ( Winarno ,1991).Menurut Soeparno (1996 ) kadar air dalam sel otot berkisar antara
65 - 85 % Selanjutnya di jelaskan bahwa air yang terdapat dalam otot di sebut air tericat Air
terikat di dalam otot dapat di bagi menjadi komponen air yaitu : air terikat secara kimiawi
oleh otot sebesar 4-5 % sebagai lapisan pertama air terekat agak lemah sebesar 4 % yang
merupakan lapisan kedua yang akan terikat oleh air bila tekanan uap air meningkat Lapisan
ketiga merupakan molekul-molekul daging yang berjumlah kira - kira 10 %.
Air merupakan bagian terbanyak dan terpenting dari jaringan hewan dan tumbuh-
tumbuhan. Air yang terkandung dalam tubuh ternak berbeda besarnya tergantung umur
ternak tersebut (Anggordi, 1994) Ditambahkan oleh Soeparno (1996) daging unggas muda
mengandung lebih kurang 70 % air sedangkan daging unggas tua 60 %.
4. pH

pH daging Soeparno (1996) menyatakan faktor yang mempengaruhi variasi pH daging


adalah stress sebelum pemotongan pemberian injeksi hormone dan obat-obatan tertentu
spesies individu ternak macam otot dan aktivitas enzim Ditambahkan juga pH unggas
mengalami penurunan atau peningkatan selama processing menurut Nurwantoro dan Djarijah
(1997) hampir semua mikroba tumbuh pada pH mendekati netral (6.5 - 7.5). Berdasarkan
nilai pH bahan pangan di bedakan dalam beberapa kelompok yaitu :

 Pangan berasam rendah yaitu pangan yang mempunyai pH di atas 5.3


 Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 4.5 - 5.4
 Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 3.7 - 4.5
 Pangan berasam tinggi yaitu pangan yang mempunyai pH di bawah 3.7

2.5 Proses Pemasakan

Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) mengemukakan bahwa pengolahan yang
sering dilakukan ibu-ibu rumah tangga pada prinsipnya berupa pemanasan dengan menggunakan
medium penghantar panas yang berlainan. Ditambahkan oleh Winarno, dkk (1980) bahwa dalam
proses pemanasan ada hubungannya dengan suhu dan waktu, jika suhu rendah maka pemanasan
lebih lama sebaliknya jika suhu tinggi maka pemanasan lebih cepat. Pengolahan dengan suhu
rendah dalam waktu relatif lama akan menghasilkan kadar protein yang lebih tinggi dari pada
pengolahan dengan suhu tinggi dalam waktu yang cepat (Trenggono, 1983 yang dikutip oleh
Harun, 1996).

Lebih lanjut ia jelaskan, berbeda cara pengolahan maka akan berbeda pula kadar protein
yang dihasilkan sebab faktor-faktor yang berperan langsung dalam proses pengolahan akan
berbeda misalnya medium penghantar panasnya.

Sugitha dkk (1991) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas secara konduksi,
konveksi dan radiasi yang merupakan prinsip dasar dari pemanasan. Pemanasan dengan
konduksi melibatkan panas secara langsung dari partikel ke partikel (misalnya transfer panas
secara langsung dari bagian permukaan ke bagian dalam daging) tanpa melalui medium selain
produk itu sendiri.

Menurut Winarno dkk (1980) perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat dari pada
perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan, maka perambatan panas
semakin lambat. Lebih lanjut ia jelaskan bahwa ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam
pengawetan dan pengolahan dengan panas yaitu:

1. Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan
mikroba pathogen.
2. Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa
makanan.

Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak, karbohidrat
menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut dijelaskan ketika daging
dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau lainnya, ia akan mengisut dan kehilangan
air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991) yang perlu diperhatikan agar kualitas daging tetap
baik pada waktu pengolahan adalah : kadar air selama dimasak (karena air adalah medium
penghantar panas). Air merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi air untuk
menghantar panas akan cepat.

Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) menyatakan bahwa dengan
pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia dari daging sehingga nilai gizinya
akan berubah. Protein dan vitamin yang terkandung di dalamnya akan mengalami denaturasi
yang ditandai oleh pengerutan daging.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Bahan
 1 kg daging sapi/ayam
3.2 Bumbu
 2 kelapa tua diambil santannya menjadi ± 900 kg air santan kental
 Gula merah 50 kg
 Ketumbar sangria 7.5 gram (1/4sdm)
 Kemiri 7,5 gram
 Bawang merah 1 ons
 Bawang putih 50 gram
 Garam halus secukupnya
 Lengkuas 2 ruas jari
 Daun salam 4 lembar
( Bumbu no 3 – 6 dihaluskan )

3.3 Prosedur Kerja


1. Daging ayam dibersih/dicuci bersih
2. Kukus daging ayam sampai empuk, pisahkan bagian tulang dan bagian yang tidak dipakai
3. Dilakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir / disuwir dengan suwir abon
4. Masuk suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu, sampai air santan habis
5. Digoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus dibolak balik agar masaknya rata
dan tidak gosong
6. Dipres / turuskan sampai dengan benar-benar kering
7. Abon siap dikemas / dikonsumsi
3.4 Diagram Alir
Daging ayam dibersih

Kukus daging ayam sampai empuk

Dilakukan pengecilan dengan cara disuwir

Masuk suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu

Digoreng sampai warna coklat masak

Dipres / turuskan sampai dengan benar-benar kering

Abon siap dikemas / dikonsumsi


DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2012, “Abon Ayam” http://konsultansolokselatan.blogspot.com/2012/01/abon-


ayam.html?m=1 (Diakses pada hari, Sabtu 17 agustus 2019 )

Anonim 2015, “Makalah Pembuatan Abon Ikan”


http://lakombulo.blogspot.com/2015/06/makalah-pembuatan-abon-ikan.html?m=1 (Diakses pada
hari, Sabtu 17 agustus 2019)

Anda mungkin juga menyukai