Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi dan mulut merupakan organ penting yang harus dijaga kebersihannya.

Masyarakat pada umumnya masih mengabaikan pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut mereka. Hal ini berdampak pada timbulnya penyakit gigi dan mulut seperti

karies yang banyak terjadi di masyarakat. (Syahida dkk, 2017; Rahman 2018).

Berdasarkan data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, sekitar 25,9%

penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut. Provinsi Kalimantan

Selatan memiliki masalah kebersihan gigi dan mulut yaitu sebesar 36,1%. Di

Kalimantan Selatan angka DMF-T mencapai 7,2. Kabupaten banjar termasuk kepada

lima kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan dengan tingkat keparahan gigi

(indeks DMF-T) di atas rata-rata. Kabupaten Banjar memiliki indeks DMF-t yang

tinggi sebesar 7,80 meliputi 5,88 gigi yang dicabut/indikasi pencabutan, 1,62 gigi

karies/berlubang, dan 0,34 gigi ditumpat (Riskesdas, 2013; Basuni dkk, 2014;

Rohimin, 2018).

Kebersihan mulut mempunyai peran penting di bidang kesehatan gigi, karena

kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit baik

lokal maupun sistemik. Pengukuran kebersihan gigi dan mulut merupakan upaya

untuk menentukan keadaan kebersihan gigi dan mulut seseorang. Secara klinis tingkat
kebersihan mulut dinilai dengan kriteria Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S).

Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau debris dan karang gigi

atau kalkulus. Status kebersihan gigi dan mulut dipengaruhi oleh empat faktor yaitu

lingkungan (sosial budaya dan ekonomi), perilaku, keturunan dan pelayanan

kesehatan. Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan yang

berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan gigi. Berdasarkan data RISKESDAS tahun

2013 menyatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Kalimantan Selatan akan

menyikat gigi dengan baik dan benar sebesar 5% dimana kabutapen Banjar hanya

sebesar 3,1%. (Riskesdas, 2013; Basuni dkk, 2014; Narulita dkk, 2016)

Karies gigi adalah penyakit dengan penyebab multifaktor. Insiden karies gigi

dalam suatu populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor resiko salah satu faktor resiko

yang paling berpengaruh adalah permasalahan sosial ekonomi. Masalah akan karies

gigi lebih sering dijumpai pada anak-anak dari keluarga dengan tingkat sosial

ekonomi yang rendah. Hal ini dikarenakan orang dengan kemampuan ekonomi

kurang akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga akan sulit

memberikan pelayanan kesehatan untuk keluarganya. Rendahnya status ekonomi dan

pengetahuan juga menyebabkan orang tua tidak memahami pentingnya menjaga

kesehatan gigi dan mulut. Keadan tersebut juga mempengaruhi pola asuh orang tua

terhadap kesehatan gigi dan mulut anaknya. Banyak penelitian menunjukkan bahwa

prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berstatus sosial ekonomi rendah.

Penelitian yang pernah dilakukan di Chidambaram (India), meneliti tentang hubungan


status sosial ekonomi dengan prevalensi karies gigi pada anak-anak sekolah usia

antara 5-15 tahun, didapatkan hasil bahwa persentase karies yang dialami oleh anak-

anak tersebut tergolong tinggi. Dalam penelitian tersebut 80,4% siswa adalah

kelompok sosial ekonomi rendah (Susi dkk, 2012; Basuni dkk, 2014 Ngantung dkk,

2015; Setiawan dkk 2016).

SDN Keraton 2 Martapura merupakan sekolah dasar yang terletak di kelurahan

Keraton Martapura. Berdasarkan data RKPP (Rencana Pembangunan Kawasan

Permukiman Prioritas) Kota Martapura menyatakan bahwa keadaan kelurahan

Keraton Martapura merupakan daerah lingkungan padat penduduk, kondisi rumah

relatif padat dan kurang layak huni, sanitasi langsung dibuang ke sungai, dan keadaan

ekonomi dari masyarakat kelurahan Keraton tergolong menengah kebawah dengan

kebanyakan penduduk bermata pencaharian sebagai pedangan. Berdasarkan keadaan

sosial ekonomi pada masyarakat yang terletak di daerah keraton tersebutlah penulis

tertarik untuk meneliti tentang “Status Kesehatan Gigi Pada Anak Kelas 1 Di SDN

Keraton 2 Martapura”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu:

Bagaimana status kesehatan gigi siswa di SDN Keraton 2 Martapura.

1.3. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui status kesehatan gigi melalui indeks DMF-T dan indeks

OHIS pada siswa kelas 1 SDN Keraton 2 bulan April 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut :

 Dapat digunakan sebagai masukan bagi Puskesmas Martapura 2 sebagai

pemilik wilayah kerja dan instansi lain yang terkait sebagai pengambil

kebijakan program yang berhubungan dengan usaha perbaikan kesehatan

gigi dan mulut


 Dengan diketahuinya status kesehatan gigi dan mulut di wilayah kerja

puskesmas Martapura 2 diharapkan dapat menunjang kegiatan preventif,

promotif, dan kuratif dalam usaha perbaikan kesehatan gigi dan mulut
 Dapat digunakan sebagai referensi mengenai status kesehatan gigi dengan

menggunakan indeks DMF-T dan indeks Ohis pada siswa kelas 1 di SDN

Keraton 2 Martapura untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Karies Gigi

Karies merupakan penyakit infeksi kronis yang paling sering diderita oleh hampir

95% populasi di dunia ( Chandrabhan et al, 2012). Karies merupakan suatu penyakit

jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh

aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan

(A.M.Kidd, et al, 2013). Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat

jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses

dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara

enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan menembus

email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010). Karies gigi

merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses

tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam rongga mulut yang

berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor gigi,

mikroorganisme, substrat dan waktu (Chemiawan, 2004).

2.2 Etiologi Karies


Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies yaitu etiologi

adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis

normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah

faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat

mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu

kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses

yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit

multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya

karies (Chemiawan, 2004). Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu

faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan

ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-

tindih (Gambar 2.1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut

harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang

kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004). Karies

gigi terjadi karena adanya kerusakan pada email gigi oleh kuman Streptococcus

mutans yang ada pada plak ( Wulandari et al, 2016). Terdapat beberapa faktor yang

dianggap sebagai faktor resiko adalah pengaruh oral hygiene, kebiasaan makan,

kondisi kesehatan umum serta faktor resiko demografi atau faktor modifikasi karies

seperti umur, jenis kelamin, riwayat sosial, fluor, jumlah bakteri dan saliva (Juwita,

2013 ; Putri et al, 2014).


Gambar 2.1 Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit

multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen,

substrat dan waktu (Chemiawan, 2004).

2.3 Patofisiologi Karies

Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak

terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel

jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula

terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri

(Suryawati, 2010). Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh

sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu

yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis

(5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies
gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui

lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru

timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu

banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis,

yang menghasilkan kavitasi yang secara makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin

yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas

tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme

dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam

tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang

odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada

proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan

demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan

empat dan lapisan lima (Kidd, 2012).

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Rongga Mulut

Kesehatan manusia diperngaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal atau dari dalam diri manusia terdisi dari faktor fisik dan

psikis. Faktor eksternal terdisi dari beberapa faktor, antara lain sosial, budaya

masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Menurut

Bloom (1974) dalam buku Notoatmodjo secara umum faktor yang mempengaruhi

kesehatan terbagi menjadi 4 bagian yaitu yang pertama l ingkungan yang terdapat sosial,
fisik, politik, dan ekonomi serta berbagai macam budaya didalamnya, yang kedua perilaku,

yang ketiga pelayanan kesehatan, dan yang terakhir adalah keturunan ( Suryawati, 2010;

Basuni dkk, 2014)

Dari keempat faktor tersebut, keadaan sosial ekonomi sangat berpengaruh

terhadap keadaan kesehatan rongga mulut. Hal ini dikarenakan keadaan ekonomi

menentukan akan kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk suatu

Keluarga. Rendahnya status ekonomi dan pengetahuan pada suatu keluarga juga

mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut anaknya,

terutama dalam pemilihan makanan yang sehat untuk anak. Hal ini berdampak pada anak

yang berasal dari orang tua dengan latar pendidikan dan ekonomi yang rendah sering

memakan makanan kariogenik seperti permen, coklat dll. Makanan kariogenik tersebut bila

dikonsumsi dengan intensitas yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya karies gigi

(Setiawan dkk 2016; Mendur dkk, 2017).

2.5. Penilaian Indeks Kebersihan Mulut dengan OHIS dan DMF-t

Kesehatan mulut yang baik mencerminkan status kesehatan keseluruhan seorang

individu. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya

meningkatkan kesehatan. Kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor

lokal yang pengaruhnya sangat dominan dan dapat menyebabkan berbagai masalah

gigi dan mulut (Lisa, 2016)

Masalah kesehatan gigi dan mulut dapat dinilai melalui status oral hygiene.

Status oral hygiene dapat ditentukan dengan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S).
Status kesehatan gigi dan mulut masyarakat atau perorangan menurut Hendrik L.

Belum dipengaruhi oleh empat faktor yaitu lingkungan (fisik maupun sosial budaya),

perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. Perilaku memegang peranan yang

penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Perilaku kesehatan

gigi meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan pemeliharaan

kesehatan gigi. (Lisa, 2016).

OHI-S dilakukan dengan mengukur enam permukaan gigi. Gigi yang diperiksa

adalah gigi molar dan insisive kanan dan kiri pada rahang atas dan rahang bawah.

Pemeriksaan ini mewakili segmen anterior dan posterior dari permukaan gigi.

Pengukuran OHI-S merupakan kombinasi antara Debris Index Simplified (DI-S) dan

Calculus Index Simplified (CI-S). Skor OHI-S per individu didapat dari jumlah total

skor DI-S dan CI-S (Tantin, 2016)

Hasil Skor OHI-S didapatkan berdasarkan rumus berikut :


OHI-S = DI-S + CI-S

Penilaian skor debris dan skor kalkulus adalah sebagai berikut

(1) Baik, apabila nilai berada diantara 0-0,6

(2) Sedang, nilai berada diantara 0,7-1,8; dan

(3) Buruk, nilai berada diantara 1,9-3,0.[2]

Untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal ini karies gigi

digunakan nilai indeks. Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari

keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-


ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit

mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies

seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama

atau seragam (Putri, dkk., 2010).

Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut

dalam hal karies gigi permanen. Karies gigi umumnya disebabkan karena kebersihan

mulut yang buruk, sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai

macam bakteri. DMF-T merupakan singkatan dari Decay Missing Filled-Teeth (Putri,

dkk., 2010). Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies

pada seseorang atau sekelompok orang. Angka D (decay) adalah gigi yang berlubang

karena karies gigi, angka M (missing) adalah gigi yang dicabut karena karies gigi,

angka F (filled) adalah gigi yang ditambal karena karies dan dalam keadaan baik.

Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :

DMF-T = Jumlah D + M + F

Jumlah orang yang diperiksa

Kategori DMF-T menurut WHO :

0,0 – 1,1 = sangat rendah


1,2 – 2,6 = rendah
2,7 – 4,4 = sedang
4,5 – 6,5 = tinggi
6,6 > = sangat tinggi
2.6. Kerangka Teori
Status Kesehatan Masyarakat
dipengaruhi oleh 4 Faktor :

Lingkungan Perilaku Pelayanan Keturunan


Kesehatan

Sosial Ekonomi
Kebiasaan Menyikat Gigi

Kebersihan Indeks DMF-t


Rongga Mulut

Indeks OHIS
Kesehatan Rongga Mulut

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei deskriptif observasional

dengan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian dengan cara pengamatan

atau observasi dan pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu atau point time

approach.

3.2. Populasi Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 1 di SDN Keraton

2 Martapura

3.3. Metode Sampling


Proses pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Total Sampling. Pada

penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan adalah 13 orang anak dari kelas 1 SDN

SDN Keraton 2 Martapura

3.4. Faktor Penelitian


Faktor efek dalam penelitian ini adalah karies pada gigi anak berupa nilai indeks

DMF-T dan status kebersihan rongga mulut berupa indeks OHIS pada siswa siswi

kelas 1 SDN Keraton 2 Martapura


 Faktor resiko yang diteliti dalam penelitian ini yaitu berhubungan dengan

keadaan sosial ekonomi di daerah kelurahan Keraton Martapura dengan

kesehatan rongga mulut masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Anshori Rohimi, Widodo, Rosihan Adhani. Hubungan Perilaku Kesehatan

Gigi Dan Mulut Dengan IndeksKaries Dmf-T Dan Sic. DentinJurnal

Kedokteran Gigi. Vol II. No 1. April 2018

Chandrabhan D, Hemlata R, Renu B, Pradeep V. Isolation of dental caries

bacteria from dental plaque and effect of tooth pastes on acidogenic

bacteria. Open Journal of Medical Microbiology. 2012; 2: 65-69.

Chemiawan E, Gartika M, Indriyanti. 2004. Perbedaan Prevalensi Karies

pada Anak Sekolah Dasar Dengan Program UKGS dan Tanpa

UKGS.

Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed 31. Jakarta:

EGC

Juwita L. Perilaku menyikat gigi dan insiden karies gigi. Jurnal Ners

Lentera. 2013; 1(1): 22-29.


Kidd EAM, SJ Bechal. 2012. Dasar-dasar Karies Penyakit dan

Penanggulangannya. EGC, Jakarta.

Lisa N, Viona D, Suzanna S. Oral hygine index simplified (OHI- S) pada

murid kelas IV SD Negeri 24 Kuta Alam. Journal Caninus Dentistry

Vol 1 (4); November 2016.

Putri, Megananda Hiranya, Eliza Herijulianti dan Neneng Nurjannah. Ilmu

Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi.

Jakarta: EGC. 2010

Rara Warih Gayatri. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku

Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak Sdn Kauman 2 Malang. Journal

of Health 2 . 2017

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan.

Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.

Tantin E. Profil kebersihan dan perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut

pada lansia di Desa Darsono kabupaten Jember. Jurnal IKESMA Vol

12 (2) ; September 2016.

Wulandari D, Suharjono, Hidayati S. The conception of plaque ccore on

7th grade students of SMP Muhanmmadiyah 1 Godean Sleman.

Jurnal Gigi dan Mulut. 2016; 3(2): 60 – 69.

Anda mungkin juga menyukai