Anda di halaman 1dari 32

POLA PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA

PASIEN ASMA ANAK DI APOTEK ANUGERAH S.O.S

Oleh
Putri Dalem Nuning Stiti (161200093)
Putu Agus Andi Dharma (161200094)
Putu Ita Yuliana Wijayanti (161200095)
Putu Ryan Mahardika (161200096)
Sang Ayu Nyoman Wahyu Astika Dewi (161200097)
Vincent Gunawan (161200098)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
POLA PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA
PASIEN ASMA ANAK DI APOTEK ANUGERAH S.O.S

Oleh
Putri Dalem Nuning Stiti (161200093)
Putu Agus Andi Dharma (161200094)
Putu Ita Yuliana Wijayanti (161200095)
Putu Ryan Mahardika (161200096)
Sang Ayu Nyoman Wahyu Astika Dewi (161200097)
Vincent Gunawan (161200098)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

ii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sembahkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya proposal ini dapat diselesaikan tepat waktu. Proposal yang berjudul
“Pola Penggunaan Obat Kortikosteroid Pada Pasien Asma Anak di Apotek Anugerah
S.O.S” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam menempuh mata
kuliah Metodelogi Penelitian yang diampu oleh ibu Dewi Puspita Apsari, S.Farm.,
M.Farm., Apt pada Semester Genap Tahun Akademik 2019.
Dalam penyusunan proposal ini penyusun mengalami banyak rintangan dan
hambatan. Akan tetapi, berkat adanya bantuan dari semua pihak, rintangan dan
hambatan tersebut dapat diatasi sehingga terwujudlah proposal ini. Terkait hal itu,
penyusun mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari yang
sempurna. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
penyusun dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
perbaikan sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal dan karya-karya penyusun
berikutnya.

Denpasar, 17 Maret 2019

Penulis

iv
ABSTRAK

POLA PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA


ANAK DI APOTEK ANUGERAH S.O.S

Asma merupakan salah satu penyakit saluran napas yang banyak dijumpai,
baik pada anak-anak maupun dewasa. Menurut Survei Kesehatan Nasional
(Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas merupakan penyakit penyebab
kematian terbanyak kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan pembuluh
darah. Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan
jumlah pasien mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat
asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Angka kejadian asma paling
tinggi ditemukan pada anak yaitu sebanyak 14% anak menderita asma di seluruh
dunia (Global Asthma Report, 2014). Prevalensi asma pada anak tahun 2013 di
kawasan Asia Pasifik semakin meningkat jika dibandingkan 6 sampai 7 tahun
sebelumnya yaitu sebesar 12,6% pada anak usia 13 sampai 14 tahun dan 11,4% pada
anak 6 sampai 7 tahun. Asma masa anak-anak sangat terkait dengan alergi, tetapi
beberapa hal juga dapat memicu asma seperi asap rokok, udara, dan infeksi saluaran
pernapasan. Indonesia menempati urutan ke-6 dengan prevalensi asma anak pada usia
13 sampai 14 tahun sebesar 12,6% dan anak usia 6 sampai 7 tahun sebesar 4,8%
(Wong dkk, 2013). Angka prevalensi asma di Bali menempati urutan ke-5 yaitu
sebesar 6,2% (Riskesdas, 2013).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional - deskriptif


retrospektif dengan cara pengumpulan data, analisis data, dan interpreatasi data.
Penelitian dilakukan dengan menganalisis penggunaan obat golongan kortikosteroid
pada pasien anak yang menderita penyakit asma di Apotek pada data kasus (resep dan
rekam medik) yang telah terjadi disebut retrospektif.

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI iii
KATA PENGANTAR iv
HALAMAN ABSTRAK v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA ix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 3
1.4 Manfaat Penulisan 4
1.4.1 Manfaat Teoritis 4
1.4.2 Manfaat Praktis 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA 5
2.1. Penyakit Asma 5
2.1.1 Definisi Asma 5
2.1.2 Epidemiologi dan Etiologi Asma 5
2.1.3 Patofisiologi Asma 6
2.1.4 Klasifikasi Asma 7
2.1.5 Faktor Resiko Asma 9
2.1.6 Tatalaksana Terapi Asma 10
2.2 Obat Golongan Kortkosteroid 14

vi
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN 16
3.1 Kerangka Berpikir 16
3.2 Kerangka Konsep penilitian 17
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 18
4.1 Rancangan Penelitian 18
4.2 Populasi dan Sampel 18
4.2.1 Populasi 18
4.2.2 Sampel 18
4.2.3 Kriteria Inklusi 19
4.2.4 Kriteria Eksklusi 19
4.2.5 Teknik Sampling 19
4.3 Instrumen Penelitian 19
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian 19
4.5 Definisi Operasional 20
4.6 Metode Pengumpulan Data 21
4.7 Analisis Data 21

DAFTAR PUSTAKA 22

vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis-Jenis Obat Asma ......................................................... 13
Tabel 2. Ciri-Ciri Tingkatan Asma .................................................... 14

viii
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan salah satu penyakit saluran napas yang banyak dijumpai,
baik pada anak-anak maupun dewasa. Menurut Survei Kesehatan Nasional
(Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas merupakan penyakit penyebab
kematian terbanyak kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan pembuluh
darah (Ikawati, 2006).

Penyakit asma merupakan penyakit lima besar penyebab kematian di dunia


yang bervariasi antara 5-10 %. Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara
pasti namun diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita Asma. Kementrian
Kesehatan memperkirakan penyakit asma termasuk sepuluh besar penyebab kesakitan
dan kematian di Rumah Sakit dan diperkirakan 10 % dari 25 juta penduduk Indonesia
menderita asma (Syamsudin, dkk., 2013).
Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat
kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun
belakangan ini obat-obatan asma banyak dikembangkan. National Health
Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta
orang penduduk neger itu mengidap bronkhitis kronik, lebih dari 2 juta orang
menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderita salah satu bentuk
asma. Laporan organiasi kesehatan dunia (WHO) dalam World Health Report
2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh
kematian di dunia, masing-masing terdiri dari Infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%,
Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1%, dan asma 0,3%.
Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan
jumlah pasien sma mencapa 400 juta. Jumlah ini dapat sjaa lebih besar mengingat
asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan

1
2

berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya


penderita asma. Data dari berbaga negara menunjukan bahwa prevalens penyakit
asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2013
didapatkan prevalensi asma di Indonesia 4,5% dengan kejadian terbanyak pada
perempuan sebesar 4,6%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi
Selatan (6,7%). Sulawesi Utara masuk ke urutan 18 dari 33 provinsi dengan
prevalensi sebesar 4,7%. Prevalensi asma pada anak yang tertinggi di usia 5-14 tahun
sebesar 3,9%.3 Prevalensi asma pada anak telah meningkat di sebagian negara maju,
meskipun prevalensi telah mulai menurun di negara-negara barat. Etiologi dari asma
sampai saat ini masih belum jelas tetapi terdapat berbagai faktor-faktor risiko yang
dapat menyebabkan terjadinya asma. Asma masa anak-anak sangat terkait dengan
alergi, tetapi beberapa hal juga dapat memicu asma seperi asap rokok, udara, dan
infeksi saluaran pernapasan. (Indri,dkk.2016)
Kortikosteroid adalah pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma. Kortikosteroid bekerja dengan menekan proses inflamasi dan
mencegah timbulnya berbagai gejala pada pasien asma. Penggunaan kortikosteroid
inhalasi dilaporkan menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif
saluran napas, mengurangi gejala, frekuensi dan berat serangan serta memperbaiki
kualitas hidup pasien asma. (Anna,dkk.2011)
Pasien asma pada umumnya memberikan respons yang baik terhadap
pemberian kortikosteroid inhalasi dosis rendah tetapi pada pasien dengan derajat asma
yang berat, diperlukan dosis lebih tinggi. Pemberian kortikosteroid oral secara regular
diperlukan pada asma tergantung kortikosteroid, tetapi pemberian kortikosteroid
dapat sama sekali tidak efektif pada asma resistens kortikosteroid. Pasien asma pada
umumnya memberikan respons yang baik terhadap pemberian kortikosteroid inhalasi
dosis rendah tetapi pada pasien dengan derajat asma yang berat, diperlukan dosis lebih
tinggi. Pemberian kortikosteroid oral secara regular diperlukan pada asma tergantung
kortikosteroid, tetapi pemberian kortikosteroid dapat sama sekali tidak efektif pada

2
3

asma resistens kortikosteroid. Frekuensi asma yang tidak sensitif terhadap


kortikosteroid tersebut sekitar 5% dari seluruh pasien asma sedangkan asma resistens
kortikosteroid frekuensinya kurang dari 0,1%. Pasien asma resistens kortikosteroid
jumlahnya tidak banyak tetapi dapat menimbulkan masalah dalam
penatalaksanaannya. Pengetahuan tentang mekanisme resistens kortikosteroid pada
asma terus dikembangkan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
penatalaksanaan asma resistens kortikosteroid. (Anna, dkk. 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian :
1.2.1 Bagaimana pola penggunaan obat golongan kortikosteriod pada
pasien anak di Apotek Anugerah S.O.S ditinjau dari ketepatan dosis
dan ketepatan pasien?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola
penggunaan obat kortikosteroid pada pasien anak yang mengalami
penyakit asma ditinjau dari ketepatan dosis di Apotek Anugerah
S.O.S.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara Khusus, penelitian ini bertujuan :
1.3.2.1 Mengetahui gambaran pola penggunaan obat kortikosteroid
pada pasien asma anak di Apotek Anugerah S.O.S.
1.3.2.2 Mengetahui ketepatan dosis yang diberikan pada pasien
asma anak dalam penggunaan obat kortikosteroid di
Apotek Anugerah S.O.S.

3
4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kesesuaian
maupun mengenai hal yang tidak sesuai dalam penerapan pola
penggunaan obat golongan kortikosteriod pada pasien asma anak di
Apotek Anugerah S.O.S.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan masukan informasi dan referensi
kepada tenaga kesehatan (Apoteker / Asisten Apoteker) mengenai
pelayanan kefarmasian sebagai bahan pertimbangan dalam
peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum
khususnya bagi penderita asma yang berkaitan dengan pola
penggunaan obat golongan kortikosteriod pada pasien anak.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Asma
2.1.1 Definisi Asma

Asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernafas”. Menurut NAEPP (National Asthma Education and
Prevention Program) pada NIH (National Institute of Health) asma didefinisikan
sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru yang dikarekteristik oleh obstruksi
saluran napas yang bersifat reversibel, inflamasi jalan napas dan peningkatan respon
jalan napas terhadap berbagai rangsangan (Ikawati, 2006). Proses inflamasi kronik
ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponif, sehingga
memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang
menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi
klinik yang bersifat periodk berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-
batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan
dengan luasnya inflamasi, yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible
secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan. (GINA. 2011)

2.1.2 Epidemiologi dan Etiologi Asma


Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan
jumlah pasien mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat
asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. (GINA, 2011).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2013
didapatkan prevalensi asma di Indonesia 4,5% dengan kejadian terbanyak pada
perempuan sebesar 4,6%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi
Selatan (6,7%). Sulawesi Utara masuk ke urutan 18 dari 33 provinsi dengan

5
6

prevalensi sebesar 4,7%. Prevalensi asma pada anak yang tertinggi di usia 5-14 tahun
sebesar 3,9%.3 Prevalensi asma pada anak telah meningkat di sebagian negara maju,
meskipun prevalensi telah mulai menurun di negara-negara barat. Etiologi dari asma
sampai saat ini masih belum jelas tetapi terdapat berbagai faktor-faktor risiko yang
dapat menyebabkan terjadinya asma. Asma masa anak-anak sangat terkait dengan
alergi, tetapi beberapa hal juga dapat memicu asma seperi asap rokok, udara, dan
infeksi saluaran pernapasan. (Indri,dkk.2016)

2.1.3 Patofisiologi Asma

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Serangan
asma terjadi apabila terpajan alergen sebagai pencetus. Pajanan alergen tersebut
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi saluran napas
dengan hasil akhir berupa obstruksi saluran napas bawah sehingga terjadi gangguan
ventilasi berupa kesulitan napas pada saat ekspirasi (air trapping).
Terperangkapnya udara saat ekspirasi mengakibatkan peningkatan tekanan
CO2 dan pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan O2 dengan akibat
penimbunan asam laktat atau asidosis metabolik. Adanya obstruksi juga akan
menyebabkan terjadinya hiperinflasi paru yang mengakibatkan tahanan paru
meningkat sehingga usaha napas meningkat. Usaha napas terlihat nyata pada saat
ekspirasi sehingga dapat terlihat ekspirasi yang memanjang atau wheezing. Adanya
peningkatan tekanan CO2 dan penurunan tekanan O2 serta asidosis dapat
menyebabkan vasokonstriksi pulmonar yang berakibat pada penurunan surfaktan.
Penurunan surfaktan tersebut dapat menyebabkan keadaan atelektasis. Selain itu,
hipersekresi akan menyebabkan terjadinya sumbatan akibat sekret yang banyak
(mucous plug) dengan akibat atelektasis. (TitaMenawati.2014)
7

2.1.4 Klasifikasi Asma


Asma menurut Konsesus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
berat penyakit dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran napas (Yunus,1998).
1) Klasifikasi berdasarkan etiologi :
a) Asma intrinsik (cryptogenic)
Ditandai dengan mekanisme yang bersifat non-alergik yang beraksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau yang tidak diketahui, seperti udara dingin
(Crockett, 1997).
b) Asma ekstrinsik
Penyakit asma yang berhubungan dengan atropi, predisposisi genetik yang
berhubungan langsung dengan IgE sel mast dan respon eosinofil terhadap
allergen yang umum. Ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-
pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi, seperti tepung sari, jamur, debu,
bulu binatang, dan obat-obatan (Crockett, 1997).
2) Klasifikasi berdasarkan berat penyakit
Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan beratnya penyakit.
Kombinasi berbagai pemeriksaan, gejala-gejala dan uji faal paru dapat digunakan
untuk menentukan beratnya penyakit. Klasifikasi ini lebih penting untuk tujuan
penetalaksanaan asma. Pada klasifikasi ini beratnya penyakit ditentukan oleh
berbagai faktor yaitu :
a) Gambaran klinik sebelum pengobatan : gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru.
b) Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit : asma intermiten
(gejala siang hari ≤ 2x seminggu, eksaserbasi singkat dari jam menjadi hari,
gejala malam hari ≤ 2x sebulan dan hasil pembacaan aliran puncaknya ≥ 80%
dengan variabilitas < 20%), asma persisten ringan (gejala siang hari > 2x
seminggu tapi < 1x sehari, eksaserbasi mempengaruhi aktivitas, gejala malam
hari > 2x sebulan dan pembacaan aliran puncaknya ≥ 80% dengan variabilitas
20%-30%), asma persisten sedang (gejala setiap hari, tiap hari menggunakan
inhalasi β-2 agonis short acting, eksaserbasi ≥ 2x seminggu, gejala malam
8

hari > 1x seminggu dan hasil pembacaan aliran puncaknya 60%-80% dengan
variabilitas > 30%), asma persisten berat (gejala terus-menerus, aktivitas fisik
terbatas, eksaserbasi sering, gejala malam hari sering dan pembacaan aliran
puncaknya ≤ 60% dengan variabilitas > 30%) (Crockett, 1997).
3) Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan :
a) Asma intermiten
Penderita jenis ini diperkirakan mempunyai hasil pembacaan aliran puncak
paling sedikit 80% dengan variabilitas kurang dari 20%. Mereka memerlukan
pengobatan simtomatik yang minimal sesuai dengan yang dibutuhkan
(Crockett, 1997).
b) Asma persisten
Penderita jenis ini mengalami eksaserbasi satu atau dua kali dalam seminggu,
dengan gejala malam hari yang lebih sering, dan gejala-gejala terjadi hampir
sepanjang hari. Hasil pembacaan aliran puncak diperkirakan hanya 60%
sampai 80%, tetapi akan kembali normal atau mendekati normal setelah
menggunakan suatu bronkodilator. Penderita jenis ini membutuhkan
pengobatan antiinflamasi secara teratur (Crockett, 1997).
c) Brittle asthma
Penderita jenis ini mengalami gejala setiap hari disertai gejala malam hari dan
sering terjadi eksaserbasi. Aliran puncak diperkirakan akan lebih kecil dari
60% dengan variabilitas lebih dari 30% dan tidak akan pernah mencapai
tingkat yang diharapkan walaupun dengan pengobatan yang optimal.
Penderita jenis ini membutuhkan rangkaian pengobatan steroid oral setiap hari
(Crockett, 1997).
9

2.1.5 Faktor Resiko Asma


Faktor-faktor Risiko Asma Anak Adapun faktor risiko pencetus asma yaitu:
1. Asap Rokok
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat
pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI
1,41- 5,74).
2. Tungau Debu
Rumah Asma pada anak juga dapat disebabkan oleh masuknya suatu alergen
misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas sehingga
merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I.
3. Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi,
tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi.
Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering
dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki-
laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering
dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun
kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini.
4. Binatang Piaraan
Binatang peliharaan yang berbulu dapat menjadi sumber alergen inhalan.
Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu
binatang di bagian muka dan ekskresi.
5. Jenis Makanan
Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut
adalah kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak
terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian
membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5%
anak dengan asma
6. Perubahan Cuaca
10

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya


kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik.
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak.
Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan
dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap
tungau debu rumah. (TitaMenawati.2014)

2.1.6 Tatalaksana Terapi Asma


Tatalaksana asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asam dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
Tujuan :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupyakan aktvitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatas aliran udara (airflow limitation) ireversible
7. Mencegah kematian karena asma
8. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter
dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya
komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan
pasien, ini merupakan kunsi keberhasilan pengobatan.
Ada 5 komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu :
1. KIE dan hubungan dokter-pasien
11

2. Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor resiko


3. Penilaian, pengobatan, dan monitor asma
4. Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
5. Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll.
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi : 1)
penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka
panjang.
1. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah,
dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan diseuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan
fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan
pengobatan yang tepat dan cepat.Pada serangan asma obat-obat yang digunakan
adalah
 Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
 Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikn dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5
hari. Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewsa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV
(bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian
cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV,
β2 agonis kerja cepat, ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
12

aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat doberikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan
alat bantu (spacer).
2. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma
dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan
dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang
meliputi : 1) Edukasi, 2) Obat asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga
kebugaran.
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
 Kapan pasien berobat/mencari pertolongan
 Mengenali gejala serangan asma secara dini
 Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
 Mengenali dan menghindari faktor pencetus\
 Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien
adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
2. Obat Asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada aat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi
(kortikosteroid inhalasi). Pada anak kontrol lingkungan mutlak dilakukan
sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampa
tiga bulan kondsi telah terkontrol.
13

Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :


 Inhalasi kortikosteroid
 β2 agonis kerja cepat
 antileukotrien
 teofilin lepas lambat

Jenis-jenis obat asma

3. Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara


lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma
14

Indonesia yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada
anak dapat menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal tersebut diharapkan tercapai tujuan
penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma
terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol.

2.2 Golongan Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas glukokortikoid


dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang
meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid, efek terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, dan efek terhadap pemeliharaan fungsi berbagai
sistem dalam tubuh. Namun, secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na,
efek terhadap metabolisme karbohidrat dan efek antiinflamasi Kortikosteroid adalah
15

salah satu obat antiinflamasi yang poten dan banyak digunakan dalam
penatalaksanaan asma. Obat ini diberikan baik yang bekerja secara topikal maupun
secara sistemik (Yunus, 1998).

Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi di saluran napas, termasuk


eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel dendritik. Efek ini dicapai dengan menghambat
penarikan sel inflamasi ke saluran napas dan menghambat keberadaan sel inflamasi di
saluran napas. Oleh karena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi
spektrum luas, sehingga berdampak pada berkurangnya aktivasi inflamasi, stabilisasi
kebocoran vaskular, penurunan produksi mukus dan peningkatan respon β-adrenergik
(Ikawati, 2006).

Mekanisme kerja kortikosteroid pada asma belum diketahui dengan pasti.


Salah satu teori mengemukakan bahwa kortikosteroid dapat membentuk makrokortin
dan lipomodulin yang bekerja menghambat fosfolipase A2 membentuk leukotrien,
prostaglandin, tromboksan, dan metabolit asam arakidonat lain. Mekanisme kerja
steroid yang lain adalah menghalangi pembentukan mediator oleh inflamasi,
menghalangi pelepasan mediator dan menghalangi respon yang timbul akibat
lepasnya mediatur (Yunus, 1998).

Pada asma kronik, kortikosteroid inhalasi digunakan dalam dosis yang rendah
untuk menangani asma yang ringan dan sedang dan dengan dosis yang lebih tinggi
(lebih dari 800 mikrogram/hari pada orang dewasa) untuk asma yang lebih berat.
Kortikosteroid juga mengendalikan inflamasi yang mendasari dan dengan demikian
dapat mengurangi keparahan dan frekuensi dari serangan akut. Dosis dapat
ditingkatkan untuk sementara waktu agar dapat memberikan proteksi tambahan pada
saat resiko meningkat, seperti pada waktu terjadi selesma (Crockett, 1997
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Asma merupakan salah satu penyakit saluran napas yang banyak


dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Menurut Survei Kesehatan
Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas merupakan penyakit
penyebab kematian terbanyak kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan
pembuluh darah (Ikawati, 2006). Pada tahun 2014 dilaporkan bahwa sebanyak
334 juta orang menderita asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma paling
tinggi ditemukan pada anak yaitu sebanyak 14% anak menderita asma di seluruh
dunia (Global Asthma Report, 2014). Prevalensi asma pada anak tahun 2013 di
kawasan Asia Pasifik semakin meningkat jika dibandingkan 6 sampai 7 tahun
sebelumnya yaitu sebesar 12,6% pada anak usia 13 sampai 14 tahun dan 11,4%
pada anak 6 sampai 7 tahun. Indonesia menempati urutan ke-6 dengan prevalensi
asma anak pada usia 13 sampai 14 tahun sebesar 12,6% dan anak usia 6 sampai 7
tahun sebesar 4,8% (Wong dkk, 2013). Angka prevalensi asma di Bali menempati
urutan ke-5 yaitu sebesar 6,2% (Riskesdas, 2013).

Ketepatan obat merupakan kesesuaian pemberian obat kortikosteroid


untuk penderita asma dan ketepatan dosis merupakan kesesuaian dosis obat
kortikosteroid yang diberikan meliputi takaran dosis dan frekuensi pemberian
obat yang sesuai. Anak – anak yang dimaksudkan disini meliputi umur 6
tahun sampai diumur 15 tahun.

Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan


praktek kefarmasian oleh Apoteker (Permenkes, 2017). Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian
di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat.

16
17

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pasien Asma Anak di Apotek Anugerah S.O.S

Memenuhi Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Pengumpulan Data Melalui Rekam Medik

Pola Penggunaan Obat Golongan Peresepan Obat Golongan Kortikosteroid


Kortikosteroid di Apotek Anugerah S.O.S di Apotek Anugerah S.O.S

- Nama Obat Golongan Kortikosteroid Ada atau tidaknya terjadi ESO pada Obat
- Jumlah Obat Golongan Kortkosteroid Golongan Kortikosteroid
- Dosis Obat Golongan Kortikosteroid
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
observasional - deskriptif retrospektif dengan cara pengumpulan data, analisis
data, dan interpreatasi data. Penelitian dilakukan dengan menganalisis
penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien anak yang menderita
penyakit asma di Apotek pada data kasus (resep dan rekam medik) yang telah
terjadi disebut retrospektif. Analisis tersebut di lakukan secara deskriptif untuk
memberikan gambaran secara lengkap dan sistematis mengenai studi penggunaan
obat golongan kortikosteroid pada pasien anak yang menderita penyakit asma.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan intervensi dan atau perlakuan
apapun terhadap penderita (observasi).

4.2. Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini merupakan Resep yang ada di apotek dari
seluruh pasien anak yang menderita Asma yang mendapatkan terapi obat
golomgam kortikosteroid di Apotek Anugerah SOS pada periode Oktober
2018- Desember 2018.
4.2.2 Sampel
Sampel meliputi resep pasien anak yang telah di diagnosa menderita
penyakit asama yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu mendapatkan
terapi obat golongan krotikosteroid yang kemudian menebus obat di Apotek
Anugerah SOS pada Oktober 2018- Desember 2018.

18
19

4.2.3 Kriteria Inklusi


Kriteria Inklusi meliputi :
1. Rekam medik pasien dan resep yang di tebus oleh pasien di
Apotek Anugerah SOS pada periode Oktober 2018-
Desember2018.
2. Pasien anak yang menderita penyakit asma yang kemudia di
berikan obat golongan kortikosteroid
4.2.4 Kriteria Eksklusi.
Kriteria Eksklusi meliputi :
Data yang di dapatkan tidak lengkap, seperti tidak tercantumnya
idemtitas pasien, dan tidak adanya terapi obat golongan kortikosteroid.
4.2.5 Teknik Sampling
Sampling dilakukan dengan metode limited time sampling dari
sampel yang merupakan unit dari popuilasi dan termasuk dalam
kriteria inklusi.

4.3. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan meliputi lembar pengumpulan data,
dan table induk.

4.4. Tempat dan Waktu penelitian


Lokasi : Apotek Anugerah SOS
Waktu : Maret 2019- Juli 2019
20

4.5. Definisi Operasional


4.5.1 Pasien
Pasien anak dengan diagnosa asma berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Pasien anak yang di teliti merupakan pasien
penyakit asma dengan atau tanpa komplikasi lain dengan pemberian dari
terapi obat golongan kortikosteroid yang menebus resep di Apotek
Anugerah SOS.

4.5.2 Data klinik


Data yang berhubungan dengan tanda klinik meliputi pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien anak.

4.5.3 Data Demografi

Data pasien yang meliputi jenis kelamin, usia, faktor resiko, dan
status pembayaran.

4.5.4 Durasi Penggunaan


Kurun waktu oemberian terapi obat golongan kortikosteroid pada
pasien anak yang menderita penyakit asma.
4.5.5 Rute Pemberian

Rute pemberian terapi obat golongan kortikosteroid pada pasien


anak menderita penyakit asma

4.5.6 Efek Samping obat


Respon dari suatu obat yang tidak di harapkan dan kadang
berbahaya serta terjadi pada dosis lazim yang digunakan pasien untuk
tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi.
4.5.7 Interaksi Obat
Adanya modifikasi efek obat akibat dari penggunaan dengan obat
lain yang diberikan secara bersamaan, atau bila dua atau lebih obat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga dapat mengubah keefektifitannya.
21

4.6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Pengumpulan sampel penelitian berupa rekam medik yang


telah memenuhi kriteria
2. Pencatatan data riwayat penderita berdasarkan rekam medik
yang meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat penggunaan obat, data klinis ( pemeriksaan fisik dan
data laboratorium ), dan pemberian obat golongan
kortikosteroid ( dosis, rute pemakaian dan lama pemakaian ).
3. Data yang diperoleh dari rekam medik di kumpulkan secara
sistematis,
4.7. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui :

1. Data mengenai pola dari penggunaan obat golongan


kortikosteroid pada pasien anak menderita asma, yang kemudia
di sajikan dalam bentuk table, presentase, dan diagram.
2. Identifikasi mengenai frekuensi pemberian, rute pemberian,
dosis, interaksi, dan efek samping obat pada pasien anak yang
mendapatkan terapi kortikosteroid pada pasien anak menderita
asma.
3. Identifikasi kemungkinan permasalahan yang timbul akibat
penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien anak.
DAFTAR PUSTAKA

Crockett, A. 1997. Penggunaan Asma dalam Perawatan Primer, diterjemahkan


oleh Erlan. Hal 9, 12, 18. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

GINA (Global Initiative for Asthma)., 2011.Pocket Guide for Asthma


Management and Prevension. Based on the Global Strategi for Asthma
Management and Prevention.

Ikawati, Z., .2006. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan. Fakultas Farmasi


UGM. Yogyakarta.

Kemenkes RI. 2013.Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Liansyah, Tita Menawati. 2014. “Pendekatan Kedokteran Keluarga Dalam


Penatalaksanaan Terkini Serangan Asma Pada Anak”. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, vol 14 no 3

Republik Indonesia. 2017.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek. Jakarta.

Rozaliyani, Anna,dkk. 2011. Mekanisme Resistens Kortikosteroid Pada Asma.


Departemen. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS
Persahabatan Jakarta, vol 31 no 4

Runtuwene, Indri K.T., dkk. 2016. ”Prevalensi dan faktor-faktor risiko yang
menyebabkan asma pada anak di RSU GMIM Bethesda Tomohon
periode Agustus 2011 – Juli 2016” :Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado, vol 4 no 2

Wong, D,dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1.Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai