Anda di halaman 1dari 10

PRINSIP DASAR FARMAKOLOGI DAN ASPEK FARMAKOLOGIS INTERAKSI

OBAT- MAKANANAN

Disusun Oleh :

Angri Avenli PO.62.31.3.18.244

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAANSUMBER DAYA
KESEHATAN MANUSIA POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN PALANGKA RAYA PROGRAM
SERJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIK

Farmakologi adalah ilmu yang memelajari pengetahuan obat dengan seluruh


aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorbsi, dan nasibnya
dalam organisme hidup. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk
mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan kondisi
tertentu. Misalnya, membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama
pembedahan. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi,
biofarmasi, farmakokinetika, dan farmakodinamika, toksikologi, dan farmakoterapi.

Farmakognosi adalah cabang ilmu farmakologi yang memelajari sifat-sifat tumbuhan


dan bahan lain yang merupakan sumber obat. Farmakoterapi adalah cabang ilmu yang
berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam
farmakoterapi ini dipelajari aspek farmakokinetik dan farmakodinamik suatu obat yang
dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu. Toksikologi adalah ilmu yang memelajari
keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri
maupun lingkungan hidup lain, seperti insektisida, pestisida, dan zat pengawet. Dalam
cabang ilmu ini juga dipelajari juga cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan
kasus-kasus keracunan. Biofarmasi adalahbagian ilmu yangmeneliti pengaruh formulasi obat
terhadap efek terapeutiknya. Farmakologi terbagi menjadi 2 subdisiplin, yaitu:

1. farmakokinetik ialah apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk hidup,
yaitu absorbsi (A), distribusi (D), metabolisme atau biotransformasi (M), dan ekskresi
(E);

2. farmakodinamik merupakan pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk
hidup.

Obat-obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam empat golongan besar, yaitu
obat farmakodinamik, obat kemoterapetik, obat tradisional dan obat diagnostik. Obat
farmakodinamik bekerja meningkatkan atau menghambat fungsi suatu organ. Misalnya,
furosemide sebagai diuretic meningkatkan kerja ginjal dalam produksi urin atau hormone
estrogen pada dosis tertentu dapat menghambat ovulasi dari ovarium. Obat kemoterapetik
bekerja terhadap agen penyebab penyakit, seperti bakteri, virus, jamur atau sel kanker. Obat
ini mempunyai sebaiknya memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil-kecilnya terhadap
organisme tuan rumah dan berkhasiat membunuh sebesar-besarnya terhadap sebanyak
mungkin parasite (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Misalnya,
pirantel pamoat membunuh cacing pada dosis yang aman bagi manusia. Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Misalnya, daun kumis kucing,
minyak ikan, ekstrak daun mengkudu, dan lain-lain. Obat diagnostik merupakan obat

pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit). Misalnya, dari saluran


lambung usus (barium sulfat) dan saluran empedu (natrium miopanoat dan asam iod organik
lainnya).

Pada bab-bab selanjutnya, kita juga akan menggunakan sebutan obat paten atau
spesialit dan obat generik. Obat paten atau branded generik adalah obat milik suatu
perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, sedangkan nama generik adalah
nama resmi suatu obat yang dapat digunakan di semua negara tanpa melanggar hak paten
obat yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini.
Nama Kimia Nama Generik Nama Paten dan Branded Generik

Asam asetilsalisilat Asetosal Aspirin (Bayer)

Aspilet (United American)

Ascardia (Pharos)

(6R)-6-[α-d-(4- Amoksisilin Amoxil (GlaxoSmithKline)

Hydroxyphenyl)glycylamino Amoksan (Sanbe)

]penicillanic acid Kalmoxillin (Kalbe Farma)

Lapimox (Lapi)

A. REGULASI OBAT

Obat merupakan bahan yang di regulasi oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Badan
POM. Tujuan regulasi adalah melindungi konsumen dari efek yang merugikan karena kualitas
atau keamanannya. Di Indonesia obat yang beredar dikelompokkan dalam 5 kelompok
sebagai berikut.

1. Obat Keras

Obat golongan ini hanya dapat dibeli dengan resep dokter. Obat golongan ini dianggap
tidak aman atau penyakit yang menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh
orang awam. Obat golongan ini bertanda dot merah.Contoh obat keras adalah
antibiotika, antihistaminika untuk pemakaian dalam dan semua obat suntik.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh zat
psikotropik adalah fenobarbital, diazepam, dan amitriptilin.

2. Obat Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan
ketergantungan. Golongan narkotika penjualannya diawasi secara ketat untuk membatasi
penyalahgunaannya. Obat golongan ini bertanda palang merah. Contoh obat golongan
narkotika adalah kodein yang juga dapat menekan batuk
3. Obat keras terbatas

Obat ini dapat dibeli di apotek atau di toko obat dan harus dalam bungkusan aslinya
dan tertera penandaan, misalnya “P6 Awas obat keras, hanya untuk bagian luar dari
badan”. Obat golongan ini bertanda dot biru. Contoh obat keras terbatas adalah

Caladin lotion, Cenfresh tetes mata.

4. Obat bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dalam bungkusan dari
pabrik yang membuatnya secara eceran. Obat golongan ini bertanda dot hijau. Contoh
obat bebas adalah Panadol tablet, obat batuk hitam.

5. Obat tradisional

Yakni obat yang mengandung tanaman obat herbal. Ada 3 kategori obat tradisional di
Indonesia, yaitu:

a. Jamu, yaitu obat yang masih berbentuk simplisia.

b. Herbal terstandar, obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
bahan bakunya telah di standardisasi.

c. Fitofarmaka, Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah di standardisasi.

Juga dikenal obat wajib apotek, yaitu obat daftar G yang boleh diberikan oleh
apoteker pada pasien yang sebelumnya telah mendapatkannya dari dokter, biasanya untuk
penggunaan jangka panjang dan atau kondisi tertentu.

Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari kompetensi ini, siswa diharapkan dapat : 1.


Mengetahui tentang sejarah obat. 2. Mengetahui istilah-istilah penting dalam farmakologi. 3.
Menetapkan sifat atau ciri dari sediaan obat. 4. Mencontohkan macam-macam sediaan obat B.
Uraian Materi 1. Perkembangan Sejarah Obat Pengertian obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani
maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit berikut gejala-gejalanya. Dasar-dasar farmakologi mempelajari sejarah perkembangan
obat , aspek obat, mekanisme obat, istilah-istilah dasar farmakologi, macam-macam sediaan obat
dan cara pemberian obat . KEGIATAN BELAJAR 1 DASAR-DASAR UMUM FARMAKOLOGI Direktorat
Pembinaan SMK (2013) 9 Dasar-Dasar Farmakologi 1 Kebanyakan obat yang digunakan dimasa
lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Melalui cara mencoba-coba, secara empiris manusia
purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk
menyembuhkan penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan dikembangkan,
sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
Namun tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, adapula yang pada
awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika atau racun untuk membunuh musuh. Misalnya,
strychnin dan kurare mulanya digunakan sebagai racun panah penduduk pribumi Afrika dan Amerika
Selatan. Contoh yang paling baru ialah obat kanker nitrogen-mustard yang semula digunakan
sebagai gas racun (gas mustard) pada perang dunia pertama. Obat nabati digunakan sebagai
rebusan atau ekstrak dengan aktifitas dan efek yang sering kali berbeda-beda tergantung dari asal
tanaman dan pembuatannya. Kondisi ini dianggap kurang memuaskan, sehingga lambat laun para
ahli kimia memulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung didalamnya. Hasil percobaan
mereka adalah serangkaian zat kimia : yang terkenal diantaranya adalah : • Efedrin dari tanaman Ma
Huang (Ephedra Vulgaris), • Kinin dari kulit pohon kina, • Atropin dari tanaman Atropa Belladona, •
Morfin dari candu (Papaver Somniferum), • Digoksin dari Digitalis lanata. Dari hasil penelitian
setelah tahun 1950 dapat ditemukan : • Reserpin dan resinamin dari Pule Pandak (Rauwolvia
serpentina), • Vinblastin (antikanker) berasal dari Vinca rosea, sejenis kembang serdadu. • Artemisin
yang berasal dari tanaman di Cina, (Artemisina annua). Penemuan obat malaria ini sekitar tahun
1980 • Paclitaxel (taxol), antikanker dari jarum-jarum sejenis cemara (konifer) Taxus
brevifolia/baccata (1993) • Genistein dari kacang kedelai.
PENGERTIAN DASAR INTERAKSI OBAT

DEFENISI DAN TERMINOLOGI


· Kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru
yang tidak dimiliki sebelumnya.
· Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan bersamaan.
Bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan suatu obat
berubah.
· Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.

Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi
obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat
dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek
samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi,
bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan
bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga
terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah
tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan obat.

Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang
dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object
drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic
margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin,
gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf
pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik

Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat
inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan
mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,
biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi
yang terpisah dari tempat aksinya.
Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi
aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya.
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang
menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi
penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan
demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi:
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis:
memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat
oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat
sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau
yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG INTERAKSI OBAT
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1. Dokumentasinya masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan
mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat
sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya
keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit
untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu
lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan
kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama gagal ginjal atau penyakit
hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian
kronik).
1. USIA
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa berbeda.
2. BOBOT BADAN
Perbandingan dosis obat – bobot badan menentukan konsentrasi obat yang mencapai sasaran.
3. KEHAMILAN
Pengosongan lambung↑, metabolisme ↑, ekskresi/filtrasi glomerolus ↑.
4. OBAT DALAM ASI
Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin, streptomisin sulfat,
tetrasiklin, dll.
5. VARIASI DIURENAL
Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓
6. TOLERANSI
MK : Induksi enzim
7. SUHU TUBUH
Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
8. KONDISI PATOLOGIK
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
9. GENETIK
Defisiensi enzim

10. WAKTU PEMBERIAN


Sesudah makan/ sebelum makan
4 X y mg ≠ 2 X 2y mg
Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat dari interaksi antara obat dan
obat lain atau makanan telah ditetapkan. Risiko interaksi obat akan meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu. Hal ini juga menyiratkan risiko yang
lebih besar pada orang tua dan mengalami penyakit kronis, karena mereka akan
menggunakan obat-obatan lebih banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila
rejimen pasien berasal dari beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja mungkin dapat
menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al., 2003). Interaksi obat
potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan banyak pengobatan.
Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear seiring dengan peningkatan jumlah obat
yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin dan usia pasien
MEKANISME DASAR INTERAKSI OBAT
Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya dengan satu
mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum
mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu
interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan mekanisme
berikut:

1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan


jaringan (interaksi farmakodinamik).

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek
farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi
karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang
farmakologi obat-obat yang berinteraksi
Interaksi farmakodinamik meliputi aditif , potensiasi, sinergisme dan antagonisme.
Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada
jaringan atau reseptor.
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).

a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya,
pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan
sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).

b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga
perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara
substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar
konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak
menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.

d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit,
interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik,
antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan

Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi,


metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat
yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya
Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva
(AUC), onset aksi, waktu paruh dsb
Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah pemberian bersamaan
dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi, tetapi
kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik (absorpsi, distribusi, metabolisme,
eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi.
Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat yang diberikan sering
bermanfaat secara klinik, karena mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu pemberian obat
maupun metode interaksi. Beberapa interaksi obat yang penting timbul akibat dua mekanisme
atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan :
a) Sumasi (adiktif).
b) Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat,
sedangkan trimetoprim menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat
ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat sebagai obat anti
bakteri.
c) Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi efektifitas obat-
obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor.
d) Potensiasi, contoh :
1) banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akan memperkuat
efek glikosid jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas glikosid.
2) Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah noradrenalin di ujung syaraf
adrenergik dan karena itu memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan tiramin yang
bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
INTERAKSI OBAT BERMAKNA KLINIS
1. OBAT YANG RENTANG TERAPINYA SEMPIT
Contoh: antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, warfarin
2. OBAT YANG MEMERLUKAN PENGATURAN DOSIS TELITI
Contoh: antihipertensi
3. PENGINDUKSI ENZIM
Contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin, karbamzepin, rifampisin.
4. PENGHAMBAT ENZIM
Contoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol, metronidazol, simetidin,
siprofloksasin, verapamil
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN INTERAKSI OBAT
1. Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan scr klinik
2. Interaksi tidak selamanya merugikan.
3. Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
4. Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk mengobati penyakit yang
sama.
5. Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.

GUNA INTERAKSI OBAT


1. MENINGKATKAN KERJA OBAT
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2. MENGURANGI EFEK SAMPING
Contoh : anestetika dan adrenalin
3. MEMPERLUAS SPEKTRUM
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4. MEMPERPANJANG KERJA OBAT
Probenesid dan penisilin.

PASIEN YANG RENTAN TERHADAP INTERAKSI OBAT


 Pasien lanjut usia
 Pasien yang mengkonsumsi lebih dari satu macam obat
 Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati
 Pasien dengan penyakit akut
 Pasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil (kadang kambuh)
 Pasien dengan karakteristik genetik tertentu
 Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.

Anda mungkin juga menyukai