OBAT- MAKANANAN
Disusun Oleh :
1. farmakokinetik ialah apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk hidup,
yaitu absorbsi (A), distribusi (D), metabolisme atau biotransformasi (M), dan ekskresi
(E);
2. farmakodinamik merupakan pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk
hidup.
Obat-obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam empat golongan besar, yaitu
obat farmakodinamik, obat kemoterapetik, obat tradisional dan obat diagnostik. Obat
farmakodinamik bekerja meningkatkan atau menghambat fungsi suatu organ. Misalnya,
furosemide sebagai diuretic meningkatkan kerja ginjal dalam produksi urin atau hormone
estrogen pada dosis tertentu dapat menghambat ovulasi dari ovarium. Obat kemoterapetik
bekerja terhadap agen penyebab penyakit, seperti bakteri, virus, jamur atau sel kanker. Obat
ini mempunyai sebaiknya memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil-kecilnya terhadap
organisme tuan rumah dan berkhasiat membunuh sebesar-besarnya terhadap sebanyak
mungkin parasite (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Misalnya,
pirantel pamoat membunuh cacing pada dosis yang aman bagi manusia. Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Misalnya, daun kumis kucing,
minyak ikan, ekstrak daun mengkudu, dan lain-lain. Obat diagnostik merupakan obat
Pada bab-bab selanjutnya, kita juga akan menggunakan sebutan obat paten atau
spesialit dan obat generik. Obat paten atau branded generik adalah obat milik suatu
perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, sedangkan nama generik adalah
nama resmi suatu obat yang dapat digunakan di semua negara tanpa melanggar hak paten
obat yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini.
Nama Kimia Nama Generik Nama Paten dan Branded Generik
Ascardia (Pharos)
Lapimox (Lapi)
A. REGULASI OBAT
Obat merupakan bahan yang di regulasi oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Badan
POM. Tujuan regulasi adalah melindungi konsumen dari efek yang merugikan karena kualitas
atau keamanannya. Di Indonesia obat yang beredar dikelompokkan dalam 5 kelompok
sebagai berikut.
1. Obat Keras
Obat golongan ini hanya dapat dibeli dengan resep dokter. Obat golongan ini dianggap
tidak aman atau penyakit yang menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh
orang awam. Obat golongan ini bertanda dot merah.Contoh obat keras adalah
antibiotika, antihistaminika untuk pemakaian dalam dan semua obat suntik.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh zat
psikotropik adalah fenobarbital, diazepam, dan amitriptilin.
2. Obat Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan
ketergantungan. Golongan narkotika penjualannya diawasi secara ketat untuk membatasi
penyalahgunaannya. Obat golongan ini bertanda palang merah. Contoh obat golongan
narkotika adalah kodein yang juga dapat menekan batuk
3. Obat keras terbatas
Obat ini dapat dibeli di apotek atau di toko obat dan harus dalam bungkusan aslinya
dan tertera penandaan, misalnya “P6 Awas obat keras, hanya untuk bagian luar dari
badan”. Obat golongan ini bertanda dot biru. Contoh obat keras terbatas adalah
4. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dalam bungkusan dari
pabrik yang membuatnya secara eceran. Obat golongan ini bertanda dot hijau. Contoh
obat bebas adalah Panadol tablet, obat batuk hitam.
5. Obat tradisional
Yakni obat yang mengandung tanaman obat herbal. Ada 3 kategori obat tradisional di
Indonesia, yaitu:
b. Herbal terstandar, obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
bahan bakunya telah di standardisasi.
c. Fitofarmaka, Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah di standardisasi.
Juga dikenal obat wajib apotek, yaitu obat daftar G yang boleh diberikan oleh
apoteker pada pasien yang sebelumnya telah mendapatkannya dari dokter, biasanya untuk
penggunaan jangka panjang dan atau kondisi tertentu.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi
obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat
dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek
samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi,
bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan
bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga
terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah
tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang
dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object
drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic
margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin,
gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf
pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat
inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan
mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,
biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi
yang terpisah dari tempat aksinya.
Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi
aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya.
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang
menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi
penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan
demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi:
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis:
memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat
oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat
sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau
yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG INTERAKSI OBAT
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1. Dokumentasinya masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan
mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat
sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya
keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit
untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu
lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan
kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama gagal ginjal atau penyakit
hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian
kronik).
1. USIA
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa berbeda.
2. BOBOT BADAN
Perbandingan dosis obat – bobot badan menentukan konsentrasi obat yang mencapai sasaran.
3. KEHAMILAN
Pengosongan lambung↑, metabolisme ↑, ekskresi/filtrasi glomerolus ↑.
4. OBAT DALAM ASI
Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin, streptomisin sulfat,
tetrasiklin, dll.
5. VARIASI DIURENAL
Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓
6. TOLERANSI
MK : Induksi enzim
7. SUHU TUBUH
Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
8. KONDISI PATOLOGIK
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
9. GENETIK
Defisiensi enzim
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek
farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi
karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang
farmakologi obat-obat yang berinteraksi
Interaksi farmakodinamik meliputi aditif , potensiasi, sinergisme dan antagonisme.
Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada
jaringan atau reseptor.
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya,
pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan
sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga
perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara
substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar
konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak
menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit,
interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik,
antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan