Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CIDERA TULANG BELAKANG


DI RUANG 12
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
PERIODE TANGGAL 27 OKTOBER – 2 NOVEMBER 2019

Oleh:

NAMA : RELLA DESINTA KUSTRI ANDINI


NIM : 172303101004

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA

TANGGAL ................................. 2019

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

....................................................... DEWI MUTIARA SARI

NIP. .............................................. NIM. 172303101047

PEMBIMBING AKADEMI

.......................................................

NIP. ..............................................

KONSEP PENYAKIT
A. Definisi

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis, dan lubalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga dsb.

B. Etiologi

Cedera tulang belakang terjadi sebagai akibat :

1. Jatuh dari ketinggian, misal pohon kelapa, kecelakaan ditempat kerja.

2. Kecelakaan lalu lintas

3. Kecelakaan olah raga

Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang


belakang. Didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung oleh struktur torak.Fraktur
dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan
kerusakan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang,
laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.
Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakan dapat disebabkan oleh hipoksemia
dan iskemia. Iskemia disebabkan hipotensi, udem, atau kompresi. Perlu disadari bahwa
kerusakan pada sumsum tulang belakang merupakan kerusakan yang permanent
karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf.
Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi
disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan,
memar.

C. Patofisiologi

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang mengakibatkan patah tulang


belakang paling banyak servikalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang
sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan sumsum tulang belakang dapat
berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
peredaran darah.

D. Tanda dan Gejala

Gambaran klinik bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Kerusakan melintang manifestasinya : hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal
dari tempat kerusakan di sertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak
sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang dari pusat. Ditandai dengan:

1. Kelumpuhan flasid
2. Arefleksi
3. Hilangnya prespirasi
4. Gangguan fungsi rectum dan kandung kemih
5. Priapismus
6. Bradikardi dan hipotensi.

Setelah syok spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi. Terlihat pula
tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan
hipotensi ortostatik serta gangguan kandung kemih dan gangguan defekasi.

Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot


lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua
sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.

Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada


umumnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi
mendadak sehingga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum
flavum yang terlipat. Manifestasinya berupa tetraparese parsial. Gangguan pada
ekstermitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas, sedangkan daerah
perianal tidak terganggu.

Sindrom Brown-Sequard disebabkan oleh kerusakan separuh lateral sumsum


tulang belakang. Gejala klinik berupa gangguan motorik dan hilangnya rasa vibrasi
dan posisi ipsilateral; di kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu.

Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan


anesthesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta
hilangnya refleks anal dan refleks bulbokavernosa. Sindrom ini disebut
sindrom konus medularis.

Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral
setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan kelumpuhan dan anesthesia di
daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar X spinal : untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang belakang
(fraktur atau dislokasi)

2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas


3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru

5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

F. Pengkajian

1. Aktivitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok


spinal

2. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi,


bradikardia, ekstremitas dingin atau pucat

3. Eliminasi : inkontinensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi


perut, peristaltic usus hilang

4. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut, cemas,
gelisah dan menarik diri

5. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltic usus hilang

6. Pola kebersihan diri : sangat tergantung dalam melakukan ADL

7. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis


flasid, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya refle, perubahan
reaksi pupil, ptosis

8. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat di atas daerah


trauma, dan mengalami deformitas pada darah trauma

9. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

10. Keamanan : suhu yang naik turun

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
2) Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan
posisi, Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat
3) Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut,
peristaltik hilang
4) Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
5) gelisah dan menarik diri
6) Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
7) Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
8) Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid,
9) Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil
10) Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
Mengalami deformitas pada daerah trauma
11) Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
12) Keamanan : suhu yang naik turun
(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut y.b.d trauma jaringan syaraf
2. Ansietas y.b.d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan y.b.d. mual, muntah
4. Kerusakan mobilitas fisik y.b.dkelumpuhan
5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat
perkemihan.

C. INTERVENSI
1. Nyeri akut y.b.d trauma jaringan
syaraf
a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu mengontrol
nyeri
b) kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2. Mengikuti program pengobatan yang diberikan
3. Menunjukan penggunaan teknik
relaksasi
c) Intervensi :
1. Kaji tipe atau luka nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan
respon terhadap obat.
2. Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi
dan evaluasi keefektivan intervensi.
3. motivasi penggunaan teknik menejemen stres, contoh napas dalam dan visualisasi.
4. Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian,
dan dapat meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
5. Kolaborasi pemberian obat analgesik
6. Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.

2. Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh y.b.d mual,


muntah

a. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien
terpenuhi
b. Kriteria hasil:
1) Makanan masuk
2) BB pasien naik
3) Mual muntah hilang
c. Intervensi:
1) Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
2) Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah ketertarikan dalam
mencoba makan yang disajikan
3) Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
4) Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat di
rumah sakit
3. Ansietas y.b.d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra
diri
a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki rentang
respon adaptif.
b. Kriteria hasil :
1) Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
2) Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
3) Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
c. Intervensi :
1) Dorong ekspresi ketakutan/marah
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
2) Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui penilaian
awal juga selama pemulihan

3) Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan


Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan
membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih efektif.
4) Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan
relaksasi, dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping.

DAFTAR PUSTAKA

Closkey JC & Bulechek. 1996. Nursing Intervention Classification. 2nd ed.


Mosby Year Book.
Johnson M, dkk. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Second
edition. Mosby.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.

NANDA. 2005-2006. Nursing Diagnosis: Deffinition & Classification.


Philadhelphia.
Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer
Disorder, Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.
Price, S.A. 2005. Patofisiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit Bag. II.
EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, 1995. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. 1997. Buku ajar ilmu bedah. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai