Gendut
Gendut
ABSTRAK
Hadats dan najis menghalangi untuk beribadah kepada Allah seperti melaksanakan shalat,
puasa, thawaf dan memegang al- Qur’an , maka wajib berthaharah (bersuci ) sebagai
kunci untuk dapat melaksanakan ibadah. Para Fuqaha meletakkan bab thaharah selalu
diawal pembahasan ( Bab ). Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya masalah
thaharah. Justru itu, thaharah tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga harus
dipraktekkan secara benar,baik hadas maupun najis. Menyucikan diri dari hadats dan
najis memberi isyarat supaya kita senantiasa menyucikan jiwa dari dosa dan segala
perangai yang keji. Hikmah dan manfaat dilakukannya thaharah tersebut memberikan
pengetahuan kepada kita bahwa betapa pentingnya thaharah tidak hanya sekedar untuk
melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Tetapi pada
kenyataannya, sebagian umat Islam masih kurang memahami dalam melaksanakan
praktek thaharah. secara benar dikarenakan kurangnya pengetahuan,sehingga salah dalam
pelaksanaannya. Apabila thaharah tidak benar atau tidak sempurna, maka pelaksanaan
ibadah yaitu shalat, puasa, thawaf, i’tiqaf, memegang al- Qura’an dan lain- lainnya tidak
sah atau batal. Karena salah satu syarat sah pelaksnaan tersebut adalah thaharah. Selain
thaharah, istinja' juga cukup penting untuk kehidupan. Karena, istinja terjadi ketika hal
yang membatalkan. Dengan istinja', kita dapat menghilangkan hadats besar maupun kecil
dengan alat tertentu. Wudhu juga sangat berpengaruh, karena wudhu digunakan ketika
kita akan beribadah kepada Allah SWT. dengan adanya wudhu, kita bisa menjadi suci
untuk menghadal kepada Allah SWT. yakni sholat. Oleh karena demikian penulis tertarik
untuk menulis sebuah tulisan yang berjudul “ THAHARAH, ISTINJA', DAN WUDHU
SEBAGAI KUNCI IBADAH ”
A. PENDAHULUAN
Ibadah merupakan latihan rohani (spiritual) yang diperlukan manusia,. juga yang menjadi
tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT.
Sebagaimana tersebut dalam Q.S. Az-Zariyat Ayat 56. Sebagai berikut:
ت اَعلنجلن يوُاَ ع نلعن ي
س إنلل لنييععبدددوُنن يوُيماَ يخليعق د
Artinya: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk
beribadah kepada-Ku.”
Terkait dengan pelaksanaan ibadah, hal yang sangat mendasar yang paling utama harus
diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan ialah kebersihan dan kesucian
seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam melaksanakan ibadah shalat.
Anjuran tentang pentingnya pemeliharaan kebersihan dan kesucian banyak terdapat
dalam ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang diarahkan bagi kebahagiaan hidup.
Usaha-usaha menjaga kebersihan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
pekarangan rumah, termasuk bak mandi, bak wudhu, tempat belajar, dan yang paling
utama ialah menjaga kebersihan tempat ibadah.
Yang tidak kalah pentingnya ialah menjaga kebersihan badan dan pakaian karena
seseorang dapat dikatakan bersih apabila dapat menjaga kebersihan badan dan pakaian.
Maka umat Islam harus selalu menjaga kebersihan karena kebersihan akan mewujudkan
kesehatan jasmani dan rohani. Semua usaha yang ditunjukkan kepada kebersihan akan
mendapat imbalan dari Allah SWT.
Sebagaimana terungkap dalam Q.S. al- Muddatstsir: 4-5
فوثهفياَب ففك فففطههرفواَلرررجفز ففاَرهه رر
“Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.”
Membersihkan pakaian menurut sebagian para ahli tafsir ialah membersihkan rohani dari
segala watak dan sifat-sifat tercela. Ringkasnya, ayat itu memerintahkan agar diri,
pakaian, dan lingkungan dibersihkan dari segala najis, kotoran, dan sebagainya. Di
samping itu, juga diperintahkan agar kesucian selalu dijaga. Demikian pula dengan
menanamkan sikap hidup bersih terhadap peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
Firman Allah SWT. dalam Q.S. al- Baqarah: 222
َفوي فرسأألهوُن ففك فعهن اَلرفمهحيهض َ هقرل ههفوُ أأذذىً ففاَرع ف هتلهوُاَ اَل هنفساَفء هف اَلرفمهحيهض َ فوفل تفرقفرهبوُههتن فح ت تت ي فرطههررفن َ ففاَفذا
إ
تففطتهررفن ففأأهتوُههتن همرن فحريهث أأفمفره هك اَهتل ُهَّل اَتن اَفتل ههيرب اَلتتتوُاَهبفي فوههيرب اَلرهمفتفطهههريِفن
Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang orang
إ
yang suci (bersih dari kotoran jasmani maupun rohani.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah menyayangi orang-orang yang beribadah dan
bertaubat dari kesalahan serta kepada mereka yang selalu menjaga kebersihan. Persoalan
thaharah erat hubungannya dengan pelaksanaan ibadah. Shalat adalah salah satu ibadah
yang paling sering dilaksanakan terutama shalat wajib lima waktu,puasa ramadhan. Juga
ibadah – ibadah yang lain thawaf, memegang mushaf dan lain – lainnya. Maka dalam
pelaksanaannya ibadah shalat tersebut tidak sah kecuali sebelumnya seluruh keadaan,
pakaian, badan, tempat dan sebagainya dalam keadaan bersih dan suci, baik suci dari
hadas besar, maupun hadas kecil, dan najis. Hadas menghalangi shalat, maka
berthaharahlah (bersuci ) sebagai kunciuntuk dapat sesorang melaksanakan ibadah. Hal
ini juga ditunjukkan oleh ijtihad para fuqaha dalam tulisan-tulisan mereka yang selalu
diawali dengan pembahasan thaharah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya
masalah thaharah ini. Untuk itu, thaharah tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga
harus dipraktekkan secara benar. Dalam kenyataannya, ada sebagian umat Islam yang
masih kurang tepat dalam melakukan praktek thaharah. dikarenakan kurangnya
pengetahuan atau semata-mata salah dalam pelaksanaannya.
B. PEMBAHASAN
1. THAHARAH
a. Pengertian thaharah
Thaharah menurut bahasa adalah bersih atau suci. Sedangkan menurut syara'
adalah bersuci untuk menghilangkan segala jenis najis maupun hadas yang melekat di
dalam tubuh agar, dapat melaksanakan ubadaha dalam keadaan yang suci.
Dalam literatur fikih islam, thaharah selalu dibahas pada awal pembahasan. Karena
betapa pentingnya thaharah ataupun kebersihan di dalam hidup ini. Oleh karena itu, suci
termasuk ibadah pokok dalam islam.
b. Manfaat thaharah
Mendorong seseorang untuk selalu suci (bersih),baik dirinya, pakaiannya,
tempat yang digunakannya, makanan yang dimakannya, minuman yang
diminumnya,bahkan jiwanya. Fisik yanh sehat dan pribadi yang bersih
yang melekat pada seseorang akan lebih menjamin kesehatan dan
kebersihan masyarakat,serta lingkungannya. Dengan serinh bersuci akan
menambah keindahan dan kenyamanan.
Kebersihan dan kesucian itu akan lebih banyak memungkinkan seseorang
akan selalu terlihat sehat dan terhindar dari penyakit. Kesehatan dan
kesegatan fisik akan berpengaruh positiv pada kesehatan jiwa, sehingga
seseorang berpikir jernih,berpandangan luas, selalu optimis,dan selalu
dinamis dalam segala hal dan berakhlak mulia.
Kotoran, baik itu hadas maupun najis merupakan tempat berkembang
bakteri atau sebagai sumber penyakit. Jadi bila seseorang menjaga kondisi
tubuh, tempat,dan pakaian akan terhindar dari penyakit.
Anggota tubuh yang harus dibersihkan adalah anggota tubuh yang rentan
terhadap datgnya penyakit. Karena biasanya tidak ditutupi oleh pakaian.
Anggota tubuh yang dimaksud adalah anggota tubuh yang wajib dibasuh
ketika mengambil air wudhu.
Membasuh dan menyela-nyela jari jari (daerah lipatan rentan terhadal
bersarangnya bakteri), berkumur (dengan membersihkan mulut
menggunakan siwak dan membersihkan sisa sisa makanan atau
menghilangkan bau mulut , gusi menjadi kuat, gigi menjadi lebih putih),
istinsyaq ( memasukkan air kedalam hidung berguna untuk membersihkan
lubang hidung, membersihkan kotorann dan bakteri yang penyebarannya
melalui udara.
Salah satu sunnah mandi adalah, menggosok anggota tubuh. Hal ini
bermanfaat untuk menyingkirkan kotoran atau bakteri yang tidak hilang
hanya dengan menyiramnkan air saja, di samping itu menjaga kulit agar
tetap bersih.
Alat yang digunakan adalah, suci dan mensucikan. Adapun indikasi suci
adalah, orang yang tidak berubah warna,rupa,dan rasanya. Air demikian
tentulah air yang steril dan bebas dari kuman yang berbahasa bagi
kesehatan. Selain menyegarkan tubuh juga mencegah datangnya penyakit.
Air mempunyai daya bersih yang sangat kuat
c. Alat Thaharah
1) Air, yakni air yang suci dan mensucik
Adapun air yang suci dan mensucikan :
Air yang turun dari langit yaitu air hujan atau air embun yang masih murni
sifat, rasanya, dan baunya.
Air yang keluar dari bumi yaitu air mata. Adapun air susu dan air mawar
serta air kelapa tidak termasuk dalam golongan tersebut.
Allah SWT. berfirman :
اَرذ ي ه ف هغششي ه هك ٱألنرفعاَفس أأفمنفذة همرنهه فوي ه ف هنهل عفلفريهك همفن ٱألتسفمأ اهء فمأ اذء ل ههيفطههفرهك هبههۦِ فوي هرذههفب فعنرهك هررجفز
إ
ٱ
ط عف ف تل قهلهوُهبرهك فوي هثفب هفت هبهه أ ر ألرقفداَفم ٱ
ألشت ش ر فيططهن فوهل ف ريهب ف
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari
kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Al-Anfal 8:11)
Dan juga surah al anfal ayat 48 :
َشاَ ب ف ر في ي ففدري فر ر فحهتهه ُهَّل فوأأرنفزلرنفاَ همفن اَلتسفماَهء فماَذء فطههوُذرا
فوههفوُ اَ ت هلي أأررفسفل اَل هرفيفح ب ه ر ذ
Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat
sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air
yang amat bersih.
Adapun macam macam air, dapat di bedakan menjadi 6 macam yaitu :
Air muthlaq, yakni air suci yang mensucikan. Yang di maksudh air
muthlaq itu adalah air yang masih murni baik sifat, bau,dan rasanya.
Dapat dikatakan sebagai air yang benar benar bebas dari kotoran dan
kuman. Hukum air seperri ini dalam fikih disebut air suci yang
mensucikan. Artinya, air tersebut halal dapat diminum dan dapat
menghilangkan hadas kecil dan besar serta dapat di pakai untuk
menghilangkan najis baik itu najis mukhaffafah, muthawassitah,
maupun mugallazah. Adapun yang termasuk kategori air muthlaq
adalah air hujan, air laut, air sunga, salju yang telah cair menjadi air,
air embun dan air sumue atau air dari mata air.
Air musyammas, air musyammas adalah air yang terjemur sinar
matahari. Hukumnya suci dan mensucikan pada benda lain akan tetapi
makruh menggunakannya. Rasulullah Saw.bersabda dalam HR. Al
baihaqi : Diriwayatkan dari Aisyah ra.sesungguhnya ia memanaskan
air pada sinar matahari maka Rasulullah saw.bersabda : " Janganlah
engkau berbuat begitu wahai Khumaira (aisyah) karena
sesungguhnya demikian itu akan menimbulkan penyakit baras. (HR.
Al baihaqi). Dari hadis ini, dapat di pahami dan dimengerti bahwa
menurut fikih islam menggunakan air dengan memanaskan pada sinar
matahari dari tempat logam yang terbuat dari seng(besi), tembaga,
baja, aluminium tidak di anjurkan. Karena benda benda tersebut
mudah berkarat. Menurut kajian kesehatan, menggunakannya tidak di
anggap menjadi sesuatu yang sehat,karena apabila dipakai akan
menimbulkan suatu penyakit, karena air tersebut akan mudah
membuka pori pori dan air yang telah terkontaminasi dengan karat besi
tersebut akan mudah masuk ke dalam pori pori kemudian
menimbulkan penyakit yang dalam,hadis tersebut di sebut baras
(penyakit kulit).
Air musta'mal, yakni air yang sudah di pakai. Artinya, air yang sudah
dipakai untuk menghilangkan hadas kecil maupun hadas besar.
Hukumnya, tidak dapat mensucikan dari najis atau hadas kecuali
setelah berkumpul dua kulah. Larangan ini karena adanya
kemungkinan kotoran atau bakteri yang masuk dalam air dan
membahayakan bagi kesehatan.
Air mutaghayyar, yakni air muthlaq ynah sudah berubah salah satu
dari sifat, bau, dan warnanya. Perubahan tersebut dapat bercampur
dengan benda suci dan terkadang berubah karena bercampur dengan
benda najis. Kalau air itu berubah karena bercampur dengan benda
najis maka air itu menjadi muttanajjis dan hukumnya sama dengan
benda najis yaitu tidak boleh (haram) diminum dan dipakai untuk
mensucikan dari hadas dan najis. Apabila air itu berubah dengan benda
suci maka perubahan itu dapat terjadi dengan beberapa sebab, yakni
berubah dengan sebab tempatnya seperti air yang mengalir di batu
belerang, berubah karena lama terletak seperti air kolam, berubah
karena sesuatu yang terjadi padanya seperti berubah karena sebab ikan,
berubah dengan sebab tanah yanh suci atau daun daun yang jatuh
kedalamnya. Hukum air tersebut adalah suci mensucikan,tetapi kalau
perubahan itu sudah menjadi sangat kotor,maka hukumnya tidak
mensucikan lagi.
2) Tanah atau debu yang suci sebagai pengganti mandi atau wudhu
dengan cara tayamum
3) Batu atau benda keras yang suci yang disamakan hukumnya
dengan batu, untuk istinjak atau membersihkan kotoran atau najis.
Akan tetapi benda keras yang asalnya dari kotoran binatang atau
manusia tidak boleh untuk dipakai untuk bersuci.
d. Cara thaharah
Sunnah, pendapat ini di dukung oleh al hanafiyah dan sebagai riwayat dari al
malikiyah . Maksudnya beristinja' menggunakan air itu hukumnya bukan wajib
tapi sunnah. Yang penting najis yang ada bisa dihilangkan meskipun dengan batu,
Mulai dengan mengambil air dengan tangan kiri dan mencuci kemaluan yang
merupakan tempat keluarnya air kencing bila sehabis keluar mazi. Kemudian
mencuci dubur dengan menggunakan air. Dengan menggosok gosoknya
dengan tangan kiri.
a. Tangan kiri
Dari abi qatadah ra berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda : bila kamu kencing
jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar
jangan cebok menggunakan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali
nafas. (HR. Muttafaq ilaihi)
b. Istitar
Maksudnya menggunakan tabir atau penghalang ,agar tidak terlihat oleh orang
lain.
Tidak membaca tulisan yang mengandung nama Allah SWT. Juga nama yang di
agungkan seperti nama para malaikat atau nama nabi SAW.
e. Istibra
Adalah menghabiskan sisa kotoran atau air kencing hingga yakin sudah benar
benar keluar semua.
e. Kaki kiri dan kanan
Disunnahkan untuk masuk ketempat buang air dengan menggunakan kaki
kiri. Sedangkan, ketika keluar dengan menggunakan kaki kanan.
Berbicara ketika sedang buang air itu dilarang atau di makruhkan. Apalagi
ngobrol dengan sesama orang yang buang air.
C.PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam literatur fikih islam, thaharah selalu dibahas pada awal pembahasan.
Karena betapa pentingnya thaharah ataupun kebersihan di dalam hidup ini. Oleh
karena itu, suci termasuk ibadah pokok dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
• HR. Muslim (no. 235), at tirmidzi (no.28), dan Ibnu Majah (no.405)
• Maksudnya bersungguh-sungguh, dengan menghirup lebih ke dalam
penerjemah
• HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Zaid, Abu Dawud dan at tirmidzi
dari abu hurairah