Anda di halaman 1dari 26

Tugas Individu

MAKALAH BIOTEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


“Rekayasa Genetika Akuakultur”

OLEH:

MAHARANI WULANDARI
Q1B119038

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt, yang senantiasa melimpahkan Rohman dan Rohim-Nya
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang
direncanakan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.

Makalah  ini berjudul “Rekayasa Genetika Akuakultur”.  Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Hasil Perikanan
Penulis  menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
tegur sapa dari para pembaca yang sifatnya kritik membangun akan penulis terima demi
perbaikan makalah selanjutnya. Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi para pendidik.      
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………... 4
A. Latar belakang……… ..………………………………………………... 4
B. Rumusan masalah………........................................................................ 5
C. Tujuan ………………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN…………………...…………………………………. 6
A. Definisi Ikan Transgenik…………...…………………………...……… 6
B. Teknologi Transgenik dan Transgenesis……………………………….. 7
C. Pemanfaatan Transgenik pada Perikanan…………………………….... 7
D. Proses Transfer Gen…………………………………………………….
E. Aplikasi Transfer Gen dalam Akuakultur………………………………
F. Konsep Transgenik……………………………………………………...
BAB III PENUTUP…………..……………………………………………….. 12
KESIMPULAN.………………………………...……………………………... 12
SARAN………………………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………...………………….. 13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu  pengetahuan dan teknologi saat ini sudah berkembang sangat pesat. Dimana
penerapannya sebagian besar digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut menjangkau setiap aspek kehidupan
manusia,  tak ketinggalan pula dalam bidang bioteknologi. Selain dalam bidang pertanian
dan pangan, bioteknologi modern juga telah menjangkau bidang kelautan dan perikanan.
Beberapa permasalahan perikanan terutama dalam budidaya ikan dapat teratasi dengan
bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah dengan pengembangan
“Teknologi Transgenik”. Transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup
ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman
ke tanaman lainnya. Salah contoh dari teknologi transgenetik ini yaitu ikan transgenik.

Teknologi ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui
perbaikan mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu
genetik  ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan. Keunggulan
ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap serangan penyakit,
dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrem. 

Rekayasa genetika dalam arti paling luas adalah penerapan genetika untuk
kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman
melalui seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi
buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Walaupun demikian, masyarakat ilmiah
sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-
teknik biologi molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau
mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.
B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan ikan transgenic ?


b. Apa yang dimaksud dengan teknologi transgenic dan transgenesis ?
c. Bagaimana pemanfaatan dari teknologi transgenic ?

C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi dari ikan transgenic
b. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan teknologi transgenic dan transgenesis
c. Untuk mengetahui pemanfaatan dari teknologi transgenic
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI IKAN TRANSGENIK

Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah
memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA
yang dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga
DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.

Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah, dan gen yang berarti
pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke
makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke
tanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya. Transgenik secara
definisi adalah “The Use of Gene Manipulation to Permanently Modify the Cell or Germ
Cells of Organism“ (Penggunaan Manipulasi Gen untuk Mengadakan Perubahan yang
tetap pada Sel Makhluk Hidup). Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA)
merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau
penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.

Selama ribuan tahun, manusia telah mencoba untuk meningkatkan kualitas


piaraannya melalui seleksi. Dalam abad sebelumnya, dengan meningkatnya pengetahuan
tentang genetic, gene dan genome; ide baru telah terbenak dalam pikiran para breeder:
mungkinkah untuk memodifikasi dan meningkatkan kualitas gene yang ada pada suatu
saat? Hal ini dapat membantu mengurangi dampak genetic negative dari selective
breeding dan perolehan parameter phenotype, yang sangat penting di sector pertanian atau
perikanan. Sungguh saat ini, adalah mungkin untuk memproduksi galur baru dari hewan
yang dimodifikasi secara genetic atau transgenic dengan kekhasan genotype dan
penotipenya.

Teknologi hewan transgenik sendiri, telah dimulai tahun 1980 (Gordon, dkk) yang
ditansformasi dari embrio tikus dengan teknik mikroinjeksi --menggunakan DNA yang
dimurnikan ke dalam inti telur yang sudah dibuahi. Tahun 1982, Palmiter dkk telah
menunjukkan teknik ini dengan memperkenalkan konstruksi DNA; menggunakan
promoter berupa sekuen metallothionein tikus yang disambungkan dengan sekuen
pengkode growth hormone (GH) tikus, dan kemudian mentransfernya ke dalam inti telur-
telur tikus yang baru dibuahi. Hasilnya adalah peningkatan pertumbuhan tikus mengalami
peningkatan secara dramatis, jika dibandingkan dengan tikus non transgenik. Hal ini tentu
saja karena di dalam genome DNA tikus transgenik telah terintegrasi konstruksi GH.

Kepeloporan kerja pada tikus-tikus transgenik ini, telah pula sukses dalam
transformasi genetik pada beberapa hewan lain, termasuk pada ikan. Awal kesuksesan
dalam mikroinjeksi sekuen gen klon ke dalam telur ikan telah dicapai oleh Maclean dan
Talwar (1984) dengan menggunakan telur-telur rainbow trout (Onchorynchus myskiss)
dan Zhu, dkk. (1985) pada telur-telur mas koki (Carassius auratus). Peneliti-peneliti ini
melaporkan kesuksesannya dalam integrasi transgene, ekspresi dan transmisinya pada
rainbow trout dan common carp (Cyprinus carpio); dilaporkan dalam sebuah kerja sama
publikasi tahun 1987 (Maclean et al., 1987). Sejak saat itulah, maka penelitian pada
spesies lain dikembangkan dan diperluas cakupannya (peningkatan pertumbuhan,
ketahanan terhadap penyakit dan toleransi terhadap suhu dingin). Umumnya peneliti
transgenik menggunakan spesies ikan yang bernilai ekonomis penting, dengan fokus pada
peningkatan pertumbuhan.

Pada awalnya, peneliti ikan transgenik hanya menggunakan sekuens dari


mammalia atau virus; karena fungsi material genetik dari ikan masih sangat sedikit
diketahui, dan masih sedikit gene-gene ikan klon yang tersedia. Baru pada pertengahan
tahun 1990-an, informasi tentang sekuens gen ikan secara cepat berkembang. Dan
sekarang, sangatlah mungkin untuk mengisolasi dan menggunakan elemen-elemen
genetik ikan yang keduanya homolog dan menggunakannya sebagai promoter.

Beberapa teknik yang umum digunakan untuk memproduksi ikan transgenik,


antara lain microinjeksi, elektroporasi, biolistik dan lipofeksi. Dengan teknik
mikroinjeksi, jutaan copy konstruksi DNA dimasukkan ke dalam jarum kaca yang
ujungnya berukuran mikro. Dan dengan bantuan mikromanipulator, copy DNA tersebut
dimasukkan ke dalam telur yang sudah dibuahi. Idealnya memang, copy DNA tersebut
nantinya akan menyatu dengan genome inang (telur) dan pelaksanaannya dilakukan
sebelum pembelahan sel pertama (mitosis I). Menyatunya DNA yang disuntikkan dengan
genome inang, dikenal dengan integrasi. Dan dengannya, maka diharapkan hasil integrasi
itu pun dapat ditemukan di dalam gonad. Sebab, tidak semua hasil integrasi berjalan
dengan sempurna dan dapat diturunkan kepada generasi berikutnya.

Teknik electroporasi, dilakukan dengan cara merendam telur yang sudah dibuahi
di dalam jutaan copy DNA. Teknik ini juga menggunakan listrik dengan voltase tertentu
yang kemudian dialirkan selama beberapa saat. Harapannya adalah bahwa copy DNA
tersebut dapat melalui dinding sel telur (yang memiliki permeabilitas tinggi). Sebenarnya
masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk teknik ini, yakni dengan cara mengalirkan
listrik tepat melalui animal pole (microphyl) dari telur yang sudah dibuahi.

Sesuai dengan namanya, biolistik menerapkan konsep balistik dan biology.


Dengan demikian, biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik (biasanya terbuat
dari emas) yang dilapisi dengan suatu konstruksi DNA dan diarahkan secara langsung ke
dalam sel. Beberapa partikel yang dapat digunakan untuk teknik ini, memang masih
sedang diteliti lebih lanjut; termasuk ukuran, bentuk dan komposisi kimianya.

Proses lipofeksi atau liposome-mediated transfection, merupakan salah satu teknik


yang mulai banyak digunakan dalam memproduksi organisme akuatik transgenik dalam
beberapa tahun ini. Lipofeksi memang telah secara luas digunakan dalam proses
transformasi kultur sel pada beberapa penelitian, termasuk enkapsulasi konstruksi DNA
di dalam vesikel lemak (lipid vesicle) dan kemudian membawanya ke dalam sel target.
Dengan cara ini, diharapkan bahwa akan terjadi fusi dengan membran plasma dan atau
endositosis.

Saat ini memungkinkan untuk memperkenalkan setiap gen asaing yang menarik
ke dalam genom tanaman dan hewan melalui teknologi transfer gen. ketika gen
terintegrasi, diwariskan dan di ekspresilan maka organisme transgenic tersebut
memperoleh genotipr dan fenotipe tergantung pada sifat dan kekhasan dari gen yang
diintroduksikan serta kekuatan dari promotor untuk mendorong ekspresi dari gen tersebut
(Hew dan Garth, 2001).

Dari berbagai teknik molekuler yang tersedia sejauh ini nampaknya transgenensis
akan menjadi salah satu teknologi yang paling signifikan. Produksi organisme hasil
rekayasa genetika atau GMO dalam beberapa kasus dikombinasikan dengan bentuk-
bentuk perbaikan genetic menawarkan peluang yang cukup besar untuk lebih efisien
dalam budidaya di berbagai spesies (Beardmore dan Joanne, 2003).
Budidaya merupakan salah satu industri yang paling cepat berkembang di seluruh
dunia pertanian. Salah satu factor yang paling penting untuk budidaya berkelanjutuan
adalah pengembangan strain budidaya berkinerja tinggi. Manipulasi genom menawarkan
metode yang kuat untuk mencapai pemuliaan ikan secara cepat dan terarah yaitu metode
pemuliaan ikan dengan berbasis teknologi transgenic. Metode ini menawarkan
peningkatan efisiensi, presisi dan prediktabilitas dlam pernaikan genetic atas metode
tradisional serta kemungkinan akan memainkan peran utama di masa pembiaka genetic
pada ikan (Ding, 2015).

Diprediksi bahwa pada tahun 2030 penduduk di seluruh dunia akan melebihi
delapan miliar orang, dengan demikian perikanan dan akuakultur tradisional tidak akan
mampu memenuhi permintaan manusia terhadap ikan. Studi pada pemuliaan hormon
pertumbuhan (GH) ikan transgenik telah dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu,
pertumbuhan ikan transgenik yang ditingkatkan mungkin dapat menjadi hewan transgenik
yang dikomersialkan untuk produksi pangan (Zhong dkk., 2012). 

Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap
serangan penyakit dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrim. Namun, apabila
ikan ini masuk ke wilayah perairan alami, maka mereka dapat menyebabkan
ketidakseimbangan ekosistem. Sebagai contoh, ketika ikan salmon transgenik memasuki
wilayah perairan alami, salmon hasil rekayasa ini lebih menarik pasangan dibandingkan
salmon yang hidup di habitat asli. Ketika terjadi pemijahan antar salmon transgenik dan
salmon alami, maka dapat menyebabkan sifat (sifat transgen) untuk menyebar cepat
melalui populasi liar tersebut. Mereka juga menemukan bahwa karena keturunan mereka
tidak hidup lama, akhirnya populasi asli tersebut akan terhilangkan.

Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan
peningkatan produksi. Meskipun banyak potensi dan manfaat yang dapat diambil dari
hewan transgenik, akan tetapi proses yang dilibatkan dalam pengembangan hewan
transgenik di laboratorium berpotensi atau memiliki dampak yang buruk terhadap masa
depan hewan yang dilibatkan. Proses yang terjadi dalam pengembangan galur transgenik
baik di laboratorium maupun di hewan ternak secara potensial memiliki dampak utama
terhadap hewan yang diamati. Area tertentu dimana masalah dapat terjadi adalah pada
proses eksperimental yang berhubungan dengan produksi in vitro dan transfer embrio
serta selama gestasi dan kelahiran hewan yang dimanipulasi. Pada hewan ternak,
dibandingkan dengan IB, prosedur yang digunakan sebelum dan sesudah mikroinjeksi
(contohnya kultur in vitro dan transfer embrio) mungkin memperpanjang gestasi,
meningkatkan bobot lahir dan menyebabkan insiden kesulitan lahir dan kehilangan
perinatal yang lebih tinggi.

B. TEKNOLOGI TRANSGENIK DAN TRANSGENESIS


a. Teknologi transgenic
Teknologi transgenik dapat digunakan dala berbagai bidang dan fungsi
antara lain untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan, kontrol kematangan
seksual, kemandulan dan diferensiasi seks, meningkatkan kelangsungan hidup
dengan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit terhadap patogen, beradaptasi
dengan lingkungan yang ekstrim seperti tahan terhadap suhu dingin, mengubah
karakteristik biokimia dari dalam daging untuk meningkatkan kualitas gizi dan
mengubah jalur biokimia atau metabolik untuk meningkatkan pemanfaatan
pangan (Hew dan Garth, 2001).  
Kekuatan yang mendorong dalam penerapan teknologi transgenik pada
ikan adalah keinginan untuk menghasilkan induk yang secara genetik unggul
untuk produksi pangan. Kemajuan dalam penerapan teknologi transgenik terhadap
ikan budidaya sudah sangat cepat. Potensi ekonomi yang menguntungkan dari
teknologi transgenik tersebut terhadap bidang budidaya sangatlah penting. Isolasi
dan konstruksi gen untuk sifat yang diinginkan dan mentransfer gen tersebut ke
dalam tubuh induk dapat memberikan lompatan atau kelebihan dibanding seleksi
dan pemuliaan metode tradisional. Selain itu, sifat-sifat baru tidak muncul dalam
genom dapat ditransfer dari spesies tertentu, sehingga memungkinkan produksi
fenotipe baru (Fletcher dan Peter, 1991).
Pengembangan teknik editing genom memungkinkan untuk memodifikasi
beberapa gen di lokasi yang tepat dengan efisiensi tinggi dan dalam waktu
singkat. Karakteristik ini membuat pendekatan yang cocok untuk meningkatkan
strain budidaya. Lebih penting lagi, proses ini didasarkan pada pernaikan DNA
homoligi yang terarah, sehingga tidak membawa elemen DNA asing, melainkan
memodifikasi DNA endogen itu sendiri. Oleh karen itu, bila dikombinasikan
dengan manipulasi PGC (primordial germ cell) spesifik dan teknik manipulasi
genom konvensional (seperti manipulasi poliploidi), teknik ini harus membuat
pembudidayaan ikan (dan hewan lainnya) menjadi lebih efisien, lebih tepat dan
lebih dapat diprediksi (Ding, 2015).
Selama dua dekade terakhir telah dikembangkan suatu metode yang
berpotensi menggantikan metode selective breeding, yaitu transfer gen atau yang
dikenal dengan nama trangenesis/transgenik.  Transgenesis adalah
pengintroduksian satu atau lebih gen ke embrio suatu organisme yang selanjutnya
gen tersebut dapat ditransmisikan pada generasi berikutnya.  Gen asing yang
diintroduksikan tersebut biasanya berkaitan dengan karakter fenotipe penting
dalam budidaya ikan, sehingga dengan menggunakan metode transgenesis akan
didapatkan ikan-ikan yang memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan
ikan normal.
Terdapat beberapa metode dalam transgenik, diantaranya adalah
mikroinjeksi, electroporation, sperm delivery, particle bombardment dan
lipofection.  Namun metode yang umum digunakan adalah metode mikroinjeksi.
Dengan metode ini, gen asing diintroduksikan ke dalam embrio ikan
menggunakan sebuah jarum injeksi dengan diameter yang sangat kecil sekitar 5-7
µm.  Penggunaan mikroskop sangat diperlukan selama proses mikroinjeksi
berlangsung.
Mikroinjeksi memiliki beberapa bagian yang penting, yaitu
mikromanipulator, mikroinjektor dan jarum mikroinjeksi (lihat grafis).
Mikromanipulator berfungsi mengatur posisi sehingga jarum mikroinjeksi dapat
menembus blastodisk telur, sedangkan mikroinjektor mendorong larutan DNA
yang akan dimasukkan pada bagian blastodisk.
Ikan hasil transgenik yang sudah pernah dilakukan adalah ikan Salmon
Atlantik, dimana hasil pertumbuhannya 2 hingga 6 kali lipat dari ikan Salmon
Atlantik nontransgenik.  Ikan nila mampu 2-7 kali lebih besar, bahkan pada ikan
mud loach mampu tumbuh 35 kali lebih besar dari ikan normal.
Penggunaan mikroinjeksi dalam transgenik ikan didukung oleh hal-hal
seperti jumlah telur yang relatif banyak dan fertilisasinya terjadi secara eksternal
yang memudahkan introduksi gen asing pengkode target.  Selain itu, dengan
fertilisasi eksternal kita dapat mengatur waktu sehingga jumlah telur yang
diinjeksi maksimum.  Keuntungan lainnya adalah embrio ikan dapat dipelihara
dalam media air tanpa suplemen, karena untuk perkembangan embrio cukup
mengandalkan nutrien dari kuning telur.  Embrio ikan tidak memerlukan
manipulasi yang kompleks seperti pada mamalia, yang harus dilakukan kultur in
vivo dan transfer embrio ke dalam rahim induknya.
Metode mikroinjeksi pada telur ikan juga memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya adalah sel telur harus bisa ditangani.  Dengan kata lain, keberhasilan
teknologi transgenik sangat bergantung pada operator. Bila telah lihai atau
terampil dalam 1 menit bisa mencapai 60 telur yang dimikroinjeksi.  Berbeda
halnya dengan mamalia, injeksi langsung ke dalam nukleus tidak dapat dilakukan
pada ikan, mikroinjeksi ke dalam sitoplasma membutuhkan kopi gen yang sangat
banyak mengingat luasnya sitoplasma sehingga memperlambat transfer DNA ke
dalam nukleus.
Kendala lainnya dalam mikroinjeksi pada embrio ikan adalah kekerasan
dari lapisan korion.  Salah satu cara mengurangi atau menunda kekerasan korion
yaitu dengan larutan glutation dan dengan cara menginjeksi pada bagian mikrofil.
Lokasi penginjeksian sendiri dapat mempengaruhi persentase ikan yang membawa
kontruksi gen asing.
Salah satu elemen yang penting dalam menentukan dalam keberhasilan
proses trangenesis adalah adanya promoter yang merupakan bagian dari kontruksi
gen.  Promoter adalah sekuen DNA dimana RNA polymerase menempel (bind)
dan menginisiasi transkripsi.  Promoter yang dapat digunakan harus bersifat
mampu aktif tanpa memerlukan faktor pemicu (constitutive), dapat aktif pada
semua jaringan otot (ubiquitous) dan dapat aktif kapan saja (house keeping).
Promoter yang biasa digunakan adalah promoter β-actin ikan medaka yang telah
digunakan pada ikan rainbow trout, nila, ikan mas dan lele.
Teknologi transgenik dapat menyediakan produksi rata-rata bagi “designer
fish” untuk pangsa pasar misalkan permintaan percepatan penampakan luar dari
ikan, tekstur dagingnya yang banyak, rasa, warna dan komposisi tertentu.  Calon
gen lain yang memberikan keuntungan pada pertumbuhan ikan termasuk
pengaturan pertumbuhan adalah pengkodean untuk pelepasan hormon
pertumbuhan (Growth Hormone, GH) dan insulin sebagai faktor pertumbuhan.
Pada metabolisme mineral, GH yang ditransfer melalui mikroinjeksi mampu
meningkatkan keseimbangan positif kalsium, magnesium serta fosfat dan
menimbulkan retensi ion Na+, K+ serta Cl– sehingga efek utama dari GH adalah
meningkatkan pertumbuhan tulang panjang dan tulang rawan.  Pada akhirnya ikan
akan tumbuh lebih cepat dan besar dibandingkan ikan normal peliharaan.
b. Teknologi transgenesis

Dua teknik gen yang umumnya diaplikasikan pada genom ikan adalah
metode mikroinjeksi telur dan elektroporasi pada sperma ikan (Iyengar &
Maclean, 1995). Teknik mikroinjeksi telur memerlukan prosedur yang rumit dan
teknik tinggi, mengingat nukleus telur ikan diselubungi kuning telur yang
menyulitkan menginjeksikan DNA asing melalui korion telur menyebabkan
penggunaan metode tersebut kurang menguntungkan. Sebaliknya metode
elektroporasi sperma ikan lebih simpel dan merupakan metode massal penyisipan
gen asing ke dalam genom sperma yang selanjutnya ditransmisikan kepada
keturunannya setelah pembuahan dengan telur ikan (Muller et al., 1993;
Spadafora, 2008). Berdasar hal ini, sperma  bertindak sebagai pembawa (carrier)
gen-gen asing yang diintroduksikan ke dalam telur ikan, dipandang lebih efisien
dibandingkan mikroinjeksi.

Secara alami, hewan akuatik (termasuk ikan) memproduksi sejumlah besar


sel sperma yang menguntungkan bagi aplikasi transfer gen yang di perantarai
sperma (SMGT = Sperm Mediated Gene Transfer) (Collares et al., 2010).
Transfer gen hormon pertumbuhan (GH =Growth Hormone) ikan rainbow trout
melalui teknik SMGT pada sperma ikan mas India (Labeo rohita) yang kemudian
difertilisasi pada telur ikan tersebut menghasilkan transmisi transgen pada larva
ikan tersebut sebesar 25%. Keberhasilan transfer gen asing menggunakan
perantaraan sperma sebelum fertilisasi juga ditunjukkan pada ikan ayu
(Plecoglossus altivelis) sebesar 55 % (Zhang et al., 1990), pada ikan mud loach
(Misgurnus mizolepis) (Tsai et al., 1997) dan pada ikan zebrafish sebesar 80%
(Powers et al., 1992). Sementara transfer gen hormon pertumbuhan pada stripped
catfish (Pangasionodon hypopthalmus) sebesar 85,71% (Dewi et al., 2010b).

Penggunaan ikan dalam penelitian transgenesis lebih menguntungkan,


dibandingkan mamalia, karena memproduksi gamet berlimpah. Penanganan gamet
ikan lebih mudah karena fertilisasinya eksternal dan telur ikan lebih totipoten
dibanding mamalia (Pandian & Venogupal, 2005). Proses transfer gen ini
memerlukan metode khusus untuk mengirimkan transgen ke dalam genom ikan
yang akan diperbaiki fenotipnya, salah satunya menggunakan teknik elektroporasi
sperma.  
Elektroporasi merupakan metode transfer gen yang sesuai untuk ikan,
karena sistem transfer tersebut bersifat massal, mengingat sperma dalam jumlah
besar dapat diinsersi transgen secara serempak dengan teknik SMGT. Transgen
yang terkandung dalam genom sperma akan berintegrasi dengan genom telur
ketika terjadi  fertilisasi. Hal ini memungkinkan adanya rekombinasi  18 gen pada
genom embrio telur, sehingga diharapkan larva yang menetas dapat
mengekspresikan transgen tersebut (Caelers et al., 2005). Perlakuan elektroporasi
merenggangkan sel sperma dengan intensitas medan listrik tinggi yang secara
temporer mendestabilisasi membran sel. Selama periode tersebut, membran sangat
permeabel dengan molekul-molekul eksogen (DNA atau RNA) yang terdapat di
sekitar media sel. DNA kemudian bergerak ke dalam sel (proses internalisasi)
melalui lubang permeabel ini. Ketika medan listrik berhenti (turn off), lubang
dalam membran menutup, DNA eksogen masuk ke dalam sel (Spadafora, 2008). 

Ekspresi transgen yang disisipkan ke dalam genom sperma ikan diatur oleh
promoter sebagai elemen regulatorik transkripsi untuk ekspresi gen (Nam et al.,
2001). Dalam upaya mendorong ekspresi transgen dengan teknik SMGT,
diperlukan promoter yang kompatibel dengan gen yang disisipkan (Alimuddin et
al., 2007). Promoter β-aktin merupakan promoter yang mampu mendorong
ekspresi transgen pada ikan transgenik (Noh et al., 2003).  

Selain penggunaan promoter β-aktin, promoter lain yang potensial


mendorong ekspresi transgen adalah promoter yang berasal dari RSV (Rous
sarcoma virus) dan CMV (Cytomegalovirus enhancer) serta SV 40 (simian virus
40 enhancer). Promoter CMV telah digunakan dalam konstruksi transgen pCMV-
rGH-IRES2-EGFP dengan teknik SMGT pada ikan mas India, rohu (Labeo rohita)
dengan ekspresi gen Growth Hormone (GH) ikan tersebut, yang menghasilkan
peningkatan 2 – 3 kali pertumbuhannya dibanding kontrol (non transgenik)
(Pandian & Venogupal, 2005). Penggunaan promoter CMV ini juga telah berhasil
mendorong ekspresi transgen dalam embrio African catfish (Clarias gariepinus),
zebrafish dan rosy barb berkisar 25 – 50% (Muller et al., 1993). Konstruksi vektor
ekspresi rekombinan tersebut adalah pCMV/lac Z yang mengandung promoter
CMV IE serta poliadenilasi SV 40 yang digunakan pada konsentrasi 50 μg/ml. 
Keberhasilan transfer gen pada larva dideteksi menggunakan PCR untuk
memastikan transmisi transgen pada generasi awal (F0). Perkawinan antara
generasi F0 ini menghasilkan keturunan F1 yang di deteksi keberadaan transgen
pada individu F1 untuk meyakinkan transmisitrasgen dari generasi F0 ke generasi
F1. 

Perkembangan ilmu biologi molekuler akhir-akhir ini telah memungkinkan


dengan mudah membuat klon suatu gen yang diinginkan. Pada tahun 1980,
Gordon et al. (1980) melaporkan keberhasilan memindahkan gen ke tikus dengan
cara menyuntikkannya ke dalam pronukleus telur yang sudah dibuahi. Tikus
tersebut selanjutnya dinamakan ‟tikus transgenik‟. Dengan menggunakan teknik
ini, suatu gen yang menkodekan karakter tertentu yang diinginkan dapat
diintroduksi ke suatu individu. Sekali gen asing terintegrasi ke dalam genom
resipien, gen tersebut akan diwariskan ke keturunannya melalui germ line.
Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan dapat dipercepat dengan mengintroduksi
gen yang mengkodekan hormon pertumbuhan yang mensintesa peptida hormon
pertumbuhan dalam jumlah yang besar, dan daya tahan terhadap suhu dingin dapat
diperoleh dengan memasukkan gen yang mengkodekan protein antibeku
(antifreeze protein) dari ikan yang hidup di temperatur sub-zero.

Di bidang akuakultur, domestikasi strain yang mempunyai karakter yang


baik seperti yang dimiliki oleh hewan, misalnya Holstein cow, Yorkshire pig, and
white leghorn chicken, masih sangat sedikit dikarenakan histori dari akuakultur
tidak setua dengan peternakan dan teknik selektif breeding membutuhkan waktu
yang lama (beberapa generasi) untuk memperoleh strain seperti demikian
(Yoshizaki 2002). 

Oleh karena itu, biologi molecular mungkin merupakan suatu metode yang
cepat dan efektif untuk diaplikasikan dalam pembenihan. Selanjutnya, teknik ini
diperkirakan menjadi alat yang berguna untuk akuakultur secara umum. Ulasan ini
menggambarkan beberapa teknik transfer gen yang umum dilakukan, persistensi
dan ekspressi dari gen yang ditransfer, aplikasi dan prospek ke depan dalam
bidang akuakultur.  
C. PEMANFAATAN TRANSGENIK PADA PERIKANAN

Penggunaan teknologi Transgenik dalam bidang perikanan khudusnya budidaya


perikanan, ditujukan untuk peningkatan kualitas ikan budidaya. Selain itu transgenik
dilakukan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Pada
tahun 1985, Zhu et al. melaporkan bahwa telah mampu memproduksi ikan transgenik
dengan mentransfer gen pertumbuhan. Mereka telah berhasil me mbuat ikan loach,
goldfish dan ikan mas transgenik dengan menggunakan promotor metallothionein tikus
yang diligasikan dengan struktur gen GH dari manusia. Ikan transgenik ternyata 3 kali
lebih besar dari ikan kontrol.

Sejak saat itu, beberapa laporan penggunaan konstruksi gen yang serupa telah
dilakukan pada ikan rainbow trout (Chourrout et al., 1986), channel catfish (Dunham et
al., 1987), salmon (Fletcher et al., 1988), tilapia Oreochromis niloticus (Brem et al.,
1988), fish medaka (Inoue et al., 1990), catfish Ictalurus punctatis, co mmon carp
Cyprinus carpio (Powers et al., 1992), common carp, African catfish, tilapia (Muller et
al., 1992), salmon (Sin et al., 1993; Symonds et al., 1994), black porgy Acanthopagrus
schlegeli (Tsai and Tseng., 1994), abalone Haliotis rufescens (Powers et al., 1995), loach
(Tsai et al., 1995), small Japanese abalone (Tsai et al., 1997). and tiger shrimp Penaeus
monodon (Tseng et al., 2000), freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii (Li and Tsai,
2000). abalone (Chen et al. 2006) (dalam Tsai, 2008). 

Hasil penelitian Rahman dan Maclean (1999) pada ikan tilap ia menunjukan pula
bahwa hasil analisis terhadap berat badan ikan non transgenik dan transgenik keturunan
F2 (keturunan F2 adalah perkawinan antara jantan F1 dengan betina alam), ikan
transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60-90 gram/individu pada umur 5, 6, dan 7
bulan, sedang pada ikan non transgenik menghasilkan berat berkisar antara 20-30
gram/individu. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2 (F2) sifat
tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali lipat
dibandingkan dengan ikan kontrol.

Adapun FCR (food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan
dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan
nontransgenik sebesar 1,02. Ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu
kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa
untuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan, dengan demikian
menunjukkan bahwa di dalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien
dibandingkan dengan ikan nontransgenik.

D. PROSES TRANSFER GEN

Perlembangan teknologi ilmiah mempercepat penelitian ilmiah dan mengubah


yang "tidak mungkin" menjadi "mungkin". Meskipun komersialisasi ikan transgenik
menghadapi masalah non-ilmiah yang signifikan, saat ini belum ada bukti konklusif dari
masalah keamanan terkait dengan komersialisasi organisme hasil rekayasa genetika
(GMO). Namun demikian, perlu dilakukan evaluasi jangka panjang serta keamanan
sebelum hewan GM diotoriasi ke pasar komersial. Selain transgenesis, baru-baru ini
mengembangkan teknik editing genom menyediakan alat yang sangat besar yang
berharga untuk pembibitan ikan.  Dalam waktu dekat, pengenalan editing genom dalam
pembudidayaan ikan konvensional akan memungkinkan peneliti untuk secara langsung
dan tepat meningkatkan sifat-sifat tertentu tanpa mempengaruhi sifat-sifat lainnya.
Karena pendekatan ini tidak lagi menggunakan fragmen gen eksogen, melainkan
memodifikasi informasi genetik itu sendiri sehingga layak untuk memainkan peran utama
dalam masa depan pemuliaan genetik ikan dan pengembangbiakan hewan lain (Ding
dkk., 2015). 

Penggunaan teknologi transgenesis di Indonesia untuk memproduksi ikan lele


tumbuh cepat dimulai sejak tahun 2008. Ada dua teknik dalam transfer gen yaitu dengan
teknik elektroforasi dan mikroinjeksi. Penggunaan metode mikroinjeksi pada embrio ikan
lele memiliki kelemahan antara lain yaitu memerlukan tingkat keterampilan yang tinggi
dalam aplikasinya, telur yang diinjeksi seringkali pecah dan menempel pada jarum
mikroinjeksi, dan jumlah embrio yang berhasil menetas dan hidup sampai menjadi
dewasa sangat rendah dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan ikan lele
sehingga peluang mendapatkan induk ikan lele yang mampu mentransmisikan transgen
pada anakannya sangat rendah (Dewi dkk., 2013). 

Penggunaan teknik elektroforasi dibandingkan dengan mikro injeksi, teknik


transfer gen melalui elektroforasi dengan menggunakan media sperm relatif lebih mudah
dan efisien, karena ribuan telur dapat diproses dalam waktu bersamaan dengan
menggunakan teknik fertilisasi buatan (Cheng dkk., 2002).
Mikroinjeksi DNA asing ke dalam inti oosit atau sitoplasma telur yang dibuahi
merupakan metode yang paling umum digunakan untuk memproduksi ikan transgenik.
Hasil percobaan menggunakan teknik ini mendukung keyakinan bahwa strain ekonomis
penting ikan dapat dikembangkan menggunakan transfer gen. Cara ini terlalu memakan
waktu dan membutuhkan tenaga kerja yang intensif untuk digunakan dalam menghasilkan
sejumlah besar ikan. Saat ini juga telah banyak delakukan transfer gen dengan
menggunakan media sperma dan metode elektroforasi (Xie dkk, 1993). Elektroporasi
merupakan alternatif yang meredakan banyak masalah ini dan memiliki potensi untuk
melakukan transfer gen lebih efisien (Hostetler dkk., 2003). 

Teknik mikroinjeksi yang dikembangakan dari teknik produksi tikus transgenik


merupakan teknik yang umum digunakan dalam introduksi gen pada ikan. Gen yang akan
diintroduksi disuntikan ke sel mengunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung
jarum sekitar 0,05–0,15 mm). Pekerjaan ini dilakukan di bawah mikroskop dengan
bantuan sebuah micromanipulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA
yang akan disuntikkan. Namun demikian, terdapat dua masalah dalam pengaplikasian
teknik ini pada ikan (Yoshizaki 1998).

Masalah pertama adalah inti telur ikan yang telah dibuahi relatif sulit
diidentifikasi dimikroskop karena ukurannya kecil dan volume sitoplasma besar (Hacket
1993). Korion telur sangat keras dan sulit ditembus oleh mikropipet merupakan masalah
kedua yang dihadapi pada kan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, beberapa cara
telah dikembangkan untuk beberapa spesies berbeda. Beberapa peneliti menyuntikan gen
ke inti telur medaka yang belum matang. Telur yang belum matang tersebut diinkubasi
secara in vitro. Pada fase ini inti telur (disebut sebagai germinal vesicle) sudah kelihatan
dan akan matang secara spontan dengan cara in vitro. Sebagai tambahan, telur medaka
sangat keras setelah dibuahi sehingga penyuntikan pada saat tersebut dengan korion yang
lembut akan lebih mudah. Akan tetapi, induksi pematangan telur secara in vitro
memerlukan prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada spesies
tertentu. 

Oleh karena itu, kelompok peneliti lain membuat ikan transgenic dengan cara
menyuntikkan gen dengan jumlah copy yang banyak ke sitiplansma telur yang telah
dibuahi sebagai alternatif penyuntikan ke inti telur. Beberapa metode telah dilaporkan
untuk mengatasi kesulitan di atas untuk menembus korion yang keras. Korion telur ikan
rainbow trout yang keras setelah dibuahi ditusuk dengan jarum metal dan gen disuntikkan
melalui lubang yang terbentuk dengan menggunakan gelas mikropipet (Chourrout et al.
1986).

Pada ikan cyprinids, korion dibuang dengan bantuan proteinase dan selanjutnya
telur tersebut dapat disuntik dengan mudah (Ueno et al. 1994). Cara lainnya adalah gen
disuntikkan melalui mikrofil (Brem et al. 1988).  Meskipun waktu yang tersedia cukup
singkat, penyuntikan dapat dilakukan sesaat setelah pembuahan dan sebelum korion
mengeras. Sementara kami menemukan bahwa dengan melakukan treatmen
menggunakan glutathione 1 mM masalah telur rainbow trout yang keras dapat diatasi
(Yokshizaki et al.,1991). 

Beberapa penelitian pembentukan strain ikan transgenik telah berhasil dilakukan


pada ikan dengan menggunakan beberapa metode yaitu ikn kerapu tikus (cromileptes
altivelis) transgenic dengan metode elektroporasi dan mikroinjeksi. 

E. APLIKASI TRANSFER GEN DALAM AKUAKULTUR

Dalam akuakultur, karakter-karakter genetic seperti peningkat laju pertumbuhan,


ketahanan terhadap suhu dingin dan penyakit, dan daya tahan terhadap kadar oksigen
terlarut rendah dapat diintroduksikan ke ikan bernilai ekonomis penting. Demikian juga
telah dimungkinkan membuat ikan dengan warna berbeda seperti yang dilaporkan oleh
Gong‟s grup (Melamed et al. 2001) pada ikan zebra dengan menggunakan gen GFP
(green fluoroscent protein), YFP (yellow fluoroscent protein), dan RFP (red fluoroscent
protein) yang dapat terlihat pada kondisi cahaya biasa. Namun demikian pada bagian ini
hanya akan dipaparkan tentang peningkatan pertumbuhan, daya tahan terhadap suhu
dingin dan resistensi terhadap penyakit.

1) Peningkatan Pertumbuhan 

Biaya produksi dalam akuakultur secara kasar bida dikatakan setengahnya


berhubungan dengan pakan. Oleh karena itu perhatian utama dalam akuakultur adalah
tingkat pertumbuhan dan efisiensi konvenrsi pakan. Hasil yang pertama kali diperoleh
oleh Palmiter et al. (1982) yang mampu membuat “tikus super”, sekitar 2 kali lebih
besar dari tikus biasa/normal telah mendorong untuk menghasilkan ikan yang juga
mengkodekan hormone pertumbuhan.
Percobaan menggunakan teknik ini pada ikan telah banyak dilakukan. Namun
demikian, peningkatan laju pertumbuhan yang sangat dramatis hanya ditunjukkan
pada ikan salmonid. Hew‟s grup menggunakan konstruksi gen “all-fish” yang
mengandung promoter dari ocean pout protein antibeku teknik ini dalam peningkatan
laju pertumbuhan menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh pada salmon dewasa dapat
mencapai 3-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol-non transgenik. Bahkan
di beberapa individu, khususnya dalam bulan- bulan awal pertumbuhannya, dapat
mencapai 10-30 kali dibandingkan kontrol (Du et al. 1992; Devlin et al. 1994). Studi
pada ikan lain dengan promoter dari ikan atau non-ikan juga dapat meningkatkan
pertumbuhan meskipun tidak sedramatis seperti pada salmonid.

Beberapa dari studi menunjukkan peningkatan level GH di plasma sementara


GH native di pituitary menunjukkan down-regulated sebagai hasil feedback negative,
pituitary lebih kecil dan level mRNA yang lebih rendah (Mori & Devlin, 1999). Ikan-
ikan tersebut secara umum dalam keadaan sehat-sehat, dan telah dihasilkan generasi
kedua dan ketiga (Saunders et al. 1998). Keuntungan secara ekonomi dari rekayasa
seperti ini sangat menjanjikan, dan dibandingkan dengan pemijahan selektif, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang sama adalah sangat signifikan. 

2) Peningkatan Daya Tahan terhadap Suhu Dingin


Temperatur air yang dingin umumnya menyebab ikan ikan stress, tetapi
beberapa spesies ikan dapat hidup pada temperatur air 0 sampai -1 C. Yang jelas
kondisi seperti ini merupakan masalah utama akuakultur di daerah temprate dimana
pada musim dingin semua stok ikan dapat musnah. Namun demikian, beberapa jenis
ikan laut memiliki kadar serum anti beku tinggi (1025mg/ml) atau glycoproteins
(AFGP) yang efektif menurunkan suhu beku dengan cara mencegah pembentukan
kristal-es. Struktur protein ini bervariasi, satu jenis berupa AGFP dan 4 lainnya
berupa AFP (Fletcher et al. 2001).
Umumnya protein ini diekspresikan di liver, beberapa diantaranya (negatively)
dikontrol oleh hormone pertumbuhan dan dipengaruhi oleh musim. Pada beberapa
jenis ikan, ekspressi terdapat juga dikulit, insang dan jaringan peripheral (sekeliling
tubuh) lainnya. Isolasi, karakterisasi dan regulasi protein antibeku ini, khususnya
winter flounder Pleuronectes americanus, merupakan subjek utama dalam penelitian
Fletcher‟s grup sampai saat ini, dan telah diuji potensi penggunaan protein ini
temperature beku pada spesies ikan lain, terutama salmonid. 
F. KONSEP TRANSGENIK

Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda.


Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun
potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya
disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat
menghasilkan otransgenikan atau sel otransgenikan tertentu dan gen umum yang
memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap
ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic
acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang
selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan.

Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu
dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan
menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan
dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya
tercermin pada laju pertumbuhan ikan.

Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu


menghasilkan benih ikan unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik pada
ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik
yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari
sumber yang berbeda secara in vitro.

Pengembangan dan penerapan tenologi penenda DNA sudah digunakan dalam


bidang lain seperti sisitem molekuler, genetika populasi, biologi evolusi, ekologi
molekuler, genetika konservasi, danpemamtauan keamanan makanan laut. Hal tersebut
pasti akan berdampak pada industry akuakultur dengan cara yang tak terduga. Studi
popoulasi dan genetika konservasi mengubah peran penting bidang pembenihan dan
budidaya yang dijalankan untuk pembesara dan pemulihan stok ikan liar (Liu dan Cordes,
2004).

Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan
peningkatan produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk
diaplikasikan dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu
dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.  

Dalam perkembangannya, pembentukkan ikan transgenik melalui transfer “ DNA


contruct ” dapat dilakukan dengan beberapa metode (Tsai, 2008), diantaranya adalah :

- Microinjection (Mikroinjeksi)

Microinjection (Mikroinjeksi) adalah metode yang paling banyak digunakan


karena mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang
lain. Pertama kali, metode mikroinjeksi dilakukan oleh Gurd on (1963) pada telur
amphibia dengan menginjeksikan sitoplasma ke dalam zygot katak, namun hasilnya tidak
berpengaruh pada perkembangan embrio selanjutnya. Pada ikan juga telah dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya telah dilakukan oleh Chourrout et al (1986) pada ikan
Rainbow Trout (Salmo gairdneri), dan Ozato et al (1986) pada ikan Medika (Oryzias
latpes).

- Retroviral Infection (Infecksi pada Virus),

Retroviral Infection (Infeksi pada virus) atau dengan kata lain introduksi gen
melalui virus sebagai mediator. Pada metode ini, virus ditumpangi oleh gen yang
dikehendaki dan diintroduksikan kedalam embrio hewan. Virus mempunyai ukuran yang
sangat kecil dan mampu menembus inti sel dan virus m empunyai genom yang terdiri dari
RNA yang mempunyai kemampuan untuk mentraskripsikan DNA. Bila satu sel diinfeksi
dengan retrovirus maka akan menghasilkan DNA virus, setelah DNA ditranskripsikan
akan berintegrasi dan menjadi bagian dari genome induk. Un species ikan telah dilakukan
diantaranya oleh Lin et al (1994) dan Gaiano et al (1996) pada ikan Zebrafish
(Brachydanio rerio).

- Sperm-mediated Gene Transfer (Sperma sebagai Pembawa Gene)

Spermatozoa merupakan sarana seluler yang spesifik dirancang untuk mentransfer


DNA asing kedalam oosit, sperma terlibat langsung dalam proses fertilisasi. Matriks
DNA diikat pada daerah postacrosomal oleh komponen protein spesifik dan akan
bergabung dengan genome induk setelah terjadi fertilisasi. Pengikatan gen oleh sperma
secara optimal bila sperma dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup t inggi.
Metode ini juga telah dicobakan oleh Muller et al (1992) dalam Tsai (2008).
- Particle Bombardment (Partikel Gun atau Bi olistik)

Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu
mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu
mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran,
partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai
macam jaringan (Potrykus, 1996). Pada ikan telah dicobakan oleh Kolenikov et al (1990).

- Electroporation (Elektroporasi)

Metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada suatu cuvet yang mana membran
selnya permiabel terhadap molekul DNA bila mendapatkan aliran (pulsa) listrik pendek
(beberapa saat). Ketika aliran listrik dihilangkan dan membran selnya kembali seperti
semula, beberapa fragment DNA asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini
mudah dan cepat dan memungkinkan untuk melakukannya pada ratusan oosit ikan atau
telur ikan yang telah difertilisasi dalam satu kali kejutan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

a. Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah memasukkan
DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA yang
dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga DNA
dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya
b. Teknologi transgenik dapat digunakan dala berbagai bidang dan fungsi antara lain
untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan, kontrol kematangan seksual, kemandulan
dan diferensiasi seks, meningkatkan kelangsungan hidup dengan meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit terhadap patogen, beradaptasi dengan lingkungan yang
ekstrim seperti tahan terhadap suhu dingin, mengubah karakteristik biokimia dari
dalam daging untuk meningkatkan kualitas gizi dan mengubah jalur biokimia atau
metabolik untuk meningkatkan pemanfaatan pangan. Dua teknik gen yang umumnya
diaplikasikan pada genom ikan adalah metode mikroinjeksi telur dan elektroporasi
pada sperma ikan (Iyengar & Maclean, 1995). Teknik mikroinjeksi telur memerlukan
prosedur yang rumit dan teknik tinggi, mengingat nukleus telur ikan diselubungi
kuning telur yang menyulitkan menginjeksikan DNA asing melalui korion telur
menyebabkan penggunaan metode tersebut kurang menguntungkan.
c. Penggunaan teknologi Transgenik dalam bidang perikanan khudusnya budidaya
perikanan, ditujukan untuk peningkatan kualitas ikan budidaya. Selain itu transgenik
dilakukan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi.

SARAN

Adapun kekurangan atau kesalahn dari pembuatan makalah ini itu semua

merupakan kesalan dari penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para

pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, Bonita. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Bartono, P.H., Ruffino E.M. 2006. Dasar-dasar Food ProductPanduan untuk Uji Kompetensi.
Yogyakarta: Anim Offset.

Fawzya, Y.N., Rufina., M. Sugiyono., H.E. Irianto.1997. Quality of Extruded Food Products
Made from Corn, Rice and Fish Flour Mixture di dalam APFIC Summary Report of
Papers Presented at The Tenth Session of The Working Party 19 on Fish Technology
and Marketing, Colombo, Sri Langka 4-7 June 1996, FAO Fisheries Report No.563.
FAO, Rome.

Istihastuti, TH, Dzajuli, N., dan Risnawati. 1997. Effect of Leaching on the Quality of Surimi
Produced from Same Different Species of Fish Indonesia. Journal Of Post Harvest
Fisheries Technology And Quality Control. BPPMHP. Jakarta.

Saparinto, Cahyo. 2007. Membuat Aneka Olahan Bandeng. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sulistijowati, Rieny, dkk. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. Bandung: UNPAD PRESS.

Susanto, Eko. 2010. Pengolahan Bandeng (Channos Channos Forsk) Duri Lunak. Semarang:
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.

Suwetja.1990. Penentuan Kesegaran Beberapa Jenis Ikan dengan HPLC. Jurnal : Fakultas
Perikanan Vol 1 No.3.

Trilaksani, W., E. Salamah., M. Nabil. 2006. Pemanfaatam Limbah Tulang Ikan Tuna
(Thunus sp.) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan Vol IX No.2. Departemen Teknologi Hasil Perairan. FPIK
IPB, Bogor.

Alimuddin, Yoshizaki, G., Kiron, V., Satoh, S., & Takeuchi, T. 2005. Modification of fatty
acids composition in zebrafish by expression of masu salmon 6- desaturase-like
gene.

Arifin, O.Z., Kurniasih, T., & Nugroho, E. 2004. Produksi Ikan Jantan Super Homogametik
(YY) pada Ikan Nila Oreochromis niloticus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
10: 79—82.

Aristya, Z. 2006. Efektivitas dosis aromatase inhibitor yang diberikan melalui Daphnia
Daphnia sp. Terhadap sex reversal ikan lele sangkuriang Clarias sp. Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Benyumov A.O., Enikolopov G.N., Barmintsev V.A. i dr. Integratsiya i ekspressiya gena
somatotropnogo gormona cheloveka u kostistykh ryb // Genetika. 1989. 25(1): 24—
35.

Chourrout, D. 1986. Techniques of chromosome manipulation in rainbow trout: a new


evaluation with karyology. Theoretical and Applied Genetics. 72: 627— 632.

Cook, J.T., McNiven, M.A., Richardson, G.F., & Sutterlin, A.M. 2000. Growth rate, feed
digestibility and body composition of growth enhanced transgenic Atlantic salmon
(Salmo salar). Aquaculture 188: 15—32.

Devlin, R.H., Biagi, C.A., Yesaki, T.Y., Smailus, D.E., & Byatt, J.C. 2001. Growth of
domesticated transgenic fish. Nature. 409: 781—782.

Djaelani, M.F. 2007. Pengaruh dosis madu terhadap pengarahan kelamin jantan pada ikan
gapi (Poecilia reticulata, Peters) dengan metode perendaman larva. Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Dunham, R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic Approaches.


Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Auburn University Alabama. USA.
CABI Publishing.

Anda mungkin juga menyukai