OLEH:
MAHARANI WULANDARI
Q1B119038
Segala puji bagi Allah Swt, yang senantiasa melimpahkan Rohman dan Rohim-Nya
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang
direncanakan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Makalah ini berjudul “Rekayasa Genetika Akuakultur”. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Hasil Perikanan
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
tegur sapa dari para pembaca yang sifatnya kritik membangun akan penulis terima demi
perbaikan makalah selanjutnya. Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi para pendidik.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………... 4
A. Latar belakang……… ..………………………………………………... 4
B. Rumusan masalah………........................................................................ 5
C. Tujuan ………………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN…………………...…………………………………. 6
A. Definisi Ikan Transgenik…………...…………………………...……… 6
B. Teknologi Transgenik dan Transgenesis……………………………….. 7
C. Pemanfaatan Transgenik pada Perikanan…………………………….... 7
D. Proses Transfer Gen…………………………………………………….
E. Aplikasi Transfer Gen dalam Akuakultur………………………………
F. Konsep Transgenik……………………………………………………...
BAB III PENUTUP…………..……………………………………………….. 12
KESIMPULAN.………………………………...……………………………... 12
SARAN………………………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………...………………….. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah berkembang sangat pesat. Dimana
penerapannya sebagian besar digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut menjangkau setiap aspek kehidupan
manusia, tak ketinggalan pula dalam bidang bioteknologi. Selain dalam bidang pertanian
dan pangan, bioteknologi modern juga telah menjangkau bidang kelautan dan perikanan.
Beberapa permasalahan perikanan terutama dalam budidaya ikan dapat teratasi dengan
bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah dengan pengembangan
“Teknologi Transgenik”. Transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup
ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman
ke tanaman lainnya. Salah contoh dari teknologi transgenetik ini yaitu ikan transgenik.
Teknologi ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui
perbaikan mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu
genetik ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan. Keunggulan
ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap serangan penyakit,
dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrem.
Rekayasa genetika dalam arti paling luas adalah penerapan genetika untuk
kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman
melalui seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi
buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Walaupun demikian, masyarakat ilmiah
sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-
teknik biologi molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau
mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi dari ikan transgenic
b. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan teknologi transgenic dan transgenesis
c. Untuk mengetahui pemanfaatan dari teknologi transgenic
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah
memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA
yang dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga
DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.
Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah, dan gen yang berarti
pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke
makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke
tanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya. Transgenik secara
definisi adalah “The Use of Gene Manipulation to Permanently Modify the Cell or Germ
Cells of Organism“ (Penggunaan Manipulasi Gen untuk Mengadakan Perubahan yang
tetap pada Sel Makhluk Hidup). Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA)
merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau
penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.
Teknologi hewan transgenik sendiri, telah dimulai tahun 1980 (Gordon, dkk) yang
ditansformasi dari embrio tikus dengan teknik mikroinjeksi --menggunakan DNA yang
dimurnikan ke dalam inti telur yang sudah dibuahi. Tahun 1982, Palmiter dkk telah
menunjukkan teknik ini dengan memperkenalkan konstruksi DNA; menggunakan
promoter berupa sekuen metallothionein tikus yang disambungkan dengan sekuen
pengkode growth hormone (GH) tikus, dan kemudian mentransfernya ke dalam inti telur-
telur tikus yang baru dibuahi. Hasilnya adalah peningkatan pertumbuhan tikus mengalami
peningkatan secara dramatis, jika dibandingkan dengan tikus non transgenik. Hal ini tentu
saja karena di dalam genome DNA tikus transgenik telah terintegrasi konstruksi GH.
Kepeloporan kerja pada tikus-tikus transgenik ini, telah pula sukses dalam
transformasi genetik pada beberapa hewan lain, termasuk pada ikan. Awal kesuksesan
dalam mikroinjeksi sekuen gen klon ke dalam telur ikan telah dicapai oleh Maclean dan
Talwar (1984) dengan menggunakan telur-telur rainbow trout (Onchorynchus myskiss)
dan Zhu, dkk. (1985) pada telur-telur mas koki (Carassius auratus). Peneliti-peneliti ini
melaporkan kesuksesannya dalam integrasi transgene, ekspresi dan transmisinya pada
rainbow trout dan common carp (Cyprinus carpio); dilaporkan dalam sebuah kerja sama
publikasi tahun 1987 (Maclean et al., 1987). Sejak saat itulah, maka penelitian pada
spesies lain dikembangkan dan diperluas cakupannya (peningkatan pertumbuhan,
ketahanan terhadap penyakit dan toleransi terhadap suhu dingin). Umumnya peneliti
transgenik menggunakan spesies ikan yang bernilai ekonomis penting, dengan fokus pada
peningkatan pertumbuhan.
Teknik electroporasi, dilakukan dengan cara merendam telur yang sudah dibuahi
di dalam jutaan copy DNA. Teknik ini juga menggunakan listrik dengan voltase tertentu
yang kemudian dialirkan selama beberapa saat. Harapannya adalah bahwa copy DNA
tersebut dapat melalui dinding sel telur (yang memiliki permeabilitas tinggi). Sebenarnya
masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk teknik ini, yakni dengan cara mengalirkan
listrik tepat melalui animal pole (microphyl) dari telur yang sudah dibuahi.
Saat ini memungkinkan untuk memperkenalkan setiap gen asaing yang menarik
ke dalam genom tanaman dan hewan melalui teknologi transfer gen. ketika gen
terintegrasi, diwariskan dan di ekspresilan maka organisme transgenic tersebut
memperoleh genotipr dan fenotipe tergantung pada sifat dan kekhasan dari gen yang
diintroduksikan serta kekuatan dari promotor untuk mendorong ekspresi dari gen tersebut
(Hew dan Garth, 2001).
Dari berbagai teknik molekuler yang tersedia sejauh ini nampaknya transgenensis
akan menjadi salah satu teknologi yang paling signifikan. Produksi organisme hasil
rekayasa genetika atau GMO dalam beberapa kasus dikombinasikan dengan bentuk-
bentuk perbaikan genetic menawarkan peluang yang cukup besar untuk lebih efisien
dalam budidaya di berbagai spesies (Beardmore dan Joanne, 2003).
Budidaya merupakan salah satu industri yang paling cepat berkembang di seluruh
dunia pertanian. Salah satu factor yang paling penting untuk budidaya berkelanjutuan
adalah pengembangan strain budidaya berkinerja tinggi. Manipulasi genom menawarkan
metode yang kuat untuk mencapai pemuliaan ikan secara cepat dan terarah yaitu metode
pemuliaan ikan dengan berbasis teknologi transgenic. Metode ini menawarkan
peningkatan efisiensi, presisi dan prediktabilitas dlam pernaikan genetic atas metode
tradisional serta kemungkinan akan memainkan peran utama di masa pembiaka genetic
pada ikan (Ding, 2015).
Diprediksi bahwa pada tahun 2030 penduduk di seluruh dunia akan melebihi
delapan miliar orang, dengan demikian perikanan dan akuakultur tradisional tidak akan
mampu memenuhi permintaan manusia terhadap ikan. Studi pada pemuliaan hormon
pertumbuhan (GH) ikan transgenik telah dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu,
pertumbuhan ikan transgenik yang ditingkatkan mungkin dapat menjadi hewan transgenik
yang dikomersialkan untuk produksi pangan (Zhong dkk., 2012).
Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap
serangan penyakit dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrim. Namun, apabila
ikan ini masuk ke wilayah perairan alami, maka mereka dapat menyebabkan
ketidakseimbangan ekosistem. Sebagai contoh, ketika ikan salmon transgenik memasuki
wilayah perairan alami, salmon hasil rekayasa ini lebih menarik pasangan dibandingkan
salmon yang hidup di habitat asli. Ketika terjadi pemijahan antar salmon transgenik dan
salmon alami, maka dapat menyebabkan sifat (sifat transgen) untuk menyebar cepat
melalui populasi liar tersebut. Mereka juga menemukan bahwa karena keturunan mereka
tidak hidup lama, akhirnya populasi asli tersebut akan terhilangkan.
Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan
peningkatan produksi. Meskipun banyak potensi dan manfaat yang dapat diambil dari
hewan transgenik, akan tetapi proses yang dilibatkan dalam pengembangan hewan
transgenik di laboratorium berpotensi atau memiliki dampak yang buruk terhadap masa
depan hewan yang dilibatkan. Proses yang terjadi dalam pengembangan galur transgenik
baik di laboratorium maupun di hewan ternak secara potensial memiliki dampak utama
terhadap hewan yang diamati. Area tertentu dimana masalah dapat terjadi adalah pada
proses eksperimental yang berhubungan dengan produksi in vitro dan transfer embrio
serta selama gestasi dan kelahiran hewan yang dimanipulasi. Pada hewan ternak,
dibandingkan dengan IB, prosedur yang digunakan sebelum dan sesudah mikroinjeksi
(contohnya kultur in vitro dan transfer embrio) mungkin memperpanjang gestasi,
meningkatkan bobot lahir dan menyebabkan insiden kesulitan lahir dan kehilangan
perinatal yang lebih tinggi.
Dua teknik gen yang umumnya diaplikasikan pada genom ikan adalah
metode mikroinjeksi telur dan elektroporasi pada sperma ikan (Iyengar &
Maclean, 1995). Teknik mikroinjeksi telur memerlukan prosedur yang rumit dan
teknik tinggi, mengingat nukleus telur ikan diselubungi kuning telur yang
menyulitkan menginjeksikan DNA asing melalui korion telur menyebabkan
penggunaan metode tersebut kurang menguntungkan. Sebaliknya metode
elektroporasi sperma ikan lebih simpel dan merupakan metode massal penyisipan
gen asing ke dalam genom sperma yang selanjutnya ditransmisikan kepada
keturunannya setelah pembuahan dengan telur ikan (Muller et al., 1993;
Spadafora, 2008). Berdasar hal ini, sperma bertindak sebagai pembawa (carrier)
gen-gen asing yang diintroduksikan ke dalam telur ikan, dipandang lebih efisien
dibandingkan mikroinjeksi.
Ekspresi transgen yang disisipkan ke dalam genom sperma ikan diatur oleh
promoter sebagai elemen regulatorik transkripsi untuk ekspresi gen (Nam et al.,
2001). Dalam upaya mendorong ekspresi transgen dengan teknik SMGT,
diperlukan promoter yang kompatibel dengan gen yang disisipkan (Alimuddin et
al., 2007). Promoter β-aktin merupakan promoter yang mampu mendorong
ekspresi transgen pada ikan transgenik (Noh et al., 2003).
Oleh karena itu, biologi molecular mungkin merupakan suatu metode yang
cepat dan efektif untuk diaplikasikan dalam pembenihan. Selanjutnya, teknik ini
diperkirakan menjadi alat yang berguna untuk akuakultur secara umum. Ulasan ini
menggambarkan beberapa teknik transfer gen yang umum dilakukan, persistensi
dan ekspressi dari gen yang ditransfer, aplikasi dan prospek ke depan dalam
bidang akuakultur.
C. PEMANFAATAN TRANSGENIK PADA PERIKANAN
Sejak saat itu, beberapa laporan penggunaan konstruksi gen yang serupa telah
dilakukan pada ikan rainbow trout (Chourrout et al., 1986), channel catfish (Dunham et
al., 1987), salmon (Fletcher et al., 1988), tilapia Oreochromis niloticus (Brem et al.,
1988), fish medaka (Inoue et al., 1990), catfish Ictalurus punctatis, co mmon carp
Cyprinus carpio (Powers et al., 1992), common carp, African catfish, tilapia (Muller et
al., 1992), salmon (Sin et al., 1993; Symonds et al., 1994), black porgy Acanthopagrus
schlegeli (Tsai and Tseng., 1994), abalone Haliotis rufescens (Powers et al., 1995), loach
(Tsai et al., 1995), small Japanese abalone (Tsai et al., 1997). and tiger shrimp Penaeus
monodon (Tseng et al., 2000), freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii (Li and Tsai,
2000). abalone (Chen et al. 2006) (dalam Tsai, 2008).
Hasil penelitian Rahman dan Maclean (1999) pada ikan tilap ia menunjukan pula
bahwa hasil analisis terhadap berat badan ikan non transgenik dan transgenik keturunan
F2 (keturunan F2 adalah perkawinan antara jantan F1 dengan betina alam), ikan
transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60-90 gram/individu pada umur 5, 6, dan 7
bulan, sedang pada ikan non transgenik menghasilkan berat berkisar antara 20-30
gram/individu. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2 (F2) sifat
tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali lipat
dibandingkan dengan ikan kontrol.
Adapun FCR (food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan
dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan
nontransgenik sebesar 1,02. Ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu
kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa
untuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan, dengan demikian
menunjukkan bahwa di dalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien
dibandingkan dengan ikan nontransgenik.
Masalah pertama adalah inti telur ikan yang telah dibuahi relatif sulit
diidentifikasi dimikroskop karena ukurannya kecil dan volume sitoplasma besar (Hacket
1993). Korion telur sangat keras dan sulit ditembus oleh mikropipet merupakan masalah
kedua yang dihadapi pada kan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, beberapa cara
telah dikembangkan untuk beberapa spesies berbeda. Beberapa peneliti menyuntikan gen
ke inti telur medaka yang belum matang. Telur yang belum matang tersebut diinkubasi
secara in vitro. Pada fase ini inti telur (disebut sebagai germinal vesicle) sudah kelihatan
dan akan matang secara spontan dengan cara in vitro. Sebagai tambahan, telur medaka
sangat keras setelah dibuahi sehingga penyuntikan pada saat tersebut dengan korion yang
lembut akan lebih mudah. Akan tetapi, induksi pematangan telur secara in vitro
memerlukan prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada spesies
tertentu.
Oleh karena itu, kelompok peneliti lain membuat ikan transgenic dengan cara
menyuntikkan gen dengan jumlah copy yang banyak ke sitiplansma telur yang telah
dibuahi sebagai alternatif penyuntikan ke inti telur. Beberapa metode telah dilaporkan
untuk mengatasi kesulitan di atas untuk menembus korion yang keras. Korion telur ikan
rainbow trout yang keras setelah dibuahi ditusuk dengan jarum metal dan gen disuntikkan
melalui lubang yang terbentuk dengan menggunakan gelas mikropipet (Chourrout et al.
1986).
Pada ikan cyprinids, korion dibuang dengan bantuan proteinase dan selanjutnya
telur tersebut dapat disuntik dengan mudah (Ueno et al. 1994). Cara lainnya adalah gen
disuntikkan melalui mikrofil (Brem et al. 1988). Meskipun waktu yang tersedia cukup
singkat, penyuntikan dapat dilakukan sesaat setelah pembuahan dan sebelum korion
mengeras. Sementara kami menemukan bahwa dengan melakukan treatmen
menggunakan glutathione 1 mM masalah telur rainbow trout yang keras dapat diatasi
(Yokshizaki et al.,1991).
1) Peningkatan Pertumbuhan
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu
dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan
menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan
dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya
tercermin pada laju pertumbuhan ikan.
Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan
peningkatan produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk
diaplikasikan dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu
dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.
- Microinjection (Mikroinjeksi)
Retroviral Infection (Infeksi pada virus) atau dengan kata lain introduksi gen
melalui virus sebagai mediator. Pada metode ini, virus ditumpangi oleh gen yang
dikehendaki dan diintroduksikan kedalam embrio hewan. Virus mempunyai ukuran yang
sangat kecil dan mampu menembus inti sel dan virus m empunyai genom yang terdiri dari
RNA yang mempunyai kemampuan untuk mentraskripsikan DNA. Bila satu sel diinfeksi
dengan retrovirus maka akan menghasilkan DNA virus, setelah DNA ditranskripsikan
akan berintegrasi dan menjadi bagian dari genome induk. Un species ikan telah dilakukan
diantaranya oleh Lin et al (1994) dan Gaiano et al (1996) pada ikan Zebrafish
(Brachydanio rerio).
Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu
mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu
mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran,
partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai
macam jaringan (Potrykus, 1996). Pada ikan telah dicobakan oleh Kolenikov et al (1990).
- Electroporation (Elektroporasi)
Metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada suatu cuvet yang mana membran
selnya permiabel terhadap molekul DNA bila mendapatkan aliran (pulsa) listrik pendek
(beberapa saat). Ketika aliran listrik dihilangkan dan membran selnya kembali seperti
semula, beberapa fragment DNA asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini
mudah dan cepat dan memungkinkan untuk melakukannya pada ratusan oosit ikan atau
telur ikan yang telah difertilisasi dalam satu kali kejutan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
a. Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah memasukkan
DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA yang
dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga DNA
dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya
b. Teknologi transgenik dapat digunakan dala berbagai bidang dan fungsi antara lain
untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan, kontrol kematangan seksual, kemandulan
dan diferensiasi seks, meningkatkan kelangsungan hidup dengan meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit terhadap patogen, beradaptasi dengan lingkungan yang
ekstrim seperti tahan terhadap suhu dingin, mengubah karakteristik biokimia dari
dalam daging untuk meningkatkan kualitas gizi dan mengubah jalur biokimia atau
metabolik untuk meningkatkan pemanfaatan pangan. Dua teknik gen yang umumnya
diaplikasikan pada genom ikan adalah metode mikroinjeksi telur dan elektroporasi
pada sperma ikan (Iyengar & Maclean, 1995). Teknik mikroinjeksi telur memerlukan
prosedur yang rumit dan teknik tinggi, mengingat nukleus telur ikan diselubungi
kuning telur yang menyulitkan menginjeksikan DNA asing melalui korion telur
menyebabkan penggunaan metode tersebut kurang menguntungkan.
c. Penggunaan teknologi Transgenik dalam bidang perikanan khudusnya budidaya
perikanan, ditujukan untuk peningkatan kualitas ikan budidaya. Selain itu transgenik
dilakukan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi.
SARAN
Adapun kekurangan atau kesalahn dari pembuatan makalah ini itu semua
merupakan kesalan dari penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anjarsari, Bonita. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Bartono, P.H., Ruffino E.M. 2006. Dasar-dasar Food ProductPanduan untuk Uji Kompetensi.
Yogyakarta: Anim Offset.
Fawzya, Y.N., Rufina., M. Sugiyono., H.E. Irianto.1997. Quality of Extruded Food Products
Made from Corn, Rice and Fish Flour Mixture di dalam APFIC Summary Report of
Papers Presented at The Tenth Session of The Working Party 19 on Fish Technology
and Marketing, Colombo, Sri Langka 4-7 June 1996, FAO Fisheries Report No.563.
FAO, Rome.
Istihastuti, TH, Dzajuli, N., dan Risnawati. 1997. Effect of Leaching on the Quality of Surimi
Produced from Same Different Species of Fish Indonesia. Journal Of Post Harvest
Fisheries Technology And Quality Control. BPPMHP. Jakarta.
Saparinto, Cahyo. 2007. Membuat Aneka Olahan Bandeng. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sulistijowati, Rieny, dkk. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. Bandung: UNPAD PRESS.
Susanto, Eko. 2010. Pengolahan Bandeng (Channos Channos Forsk) Duri Lunak. Semarang:
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.
Suwetja.1990. Penentuan Kesegaran Beberapa Jenis Ikan dengan HPLC. Jurnal : Fakultas
Perikanan Vol 1 No.3.
Trilaksani, W., E. Salamah., M. Nabil. 2006. Pemanfaatam Limbah Tulang Ikan Tuna
(Thunus sp.) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan Vol IX No.2. Departemen Teknologi Hasil Perairan. FPIK
IPB, Bogor.
Alimuddin, Yoshizaki, G., Kiron, V., Satoh, S., & Takeuchi, T. 2005. Modification of fatty
acids composition in zebrafish by expression of masu salmon 6- desaturase-like
gene.
Arifin, O.Z., Kurniasih, T., & Nugroho, E. 2004. Produksi Ikan Jantan Super Homogametik
(YY) pada Ikan Nila Oreochromis niloticus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
10: 79—82.
Aristya, Z. 2006. Efektivitas dosis aromatase inhibitor yang diberikan melalui Daphnia
Daphnia sp. Terhadap sex reversal ikan lele sangkuriang Clarias sp. Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Benyumov A.O., Enikolopov G.N., Barmintsev V.A. i dr. Integratsiya i ekspressiya gena
somatotropnogo gormona cheloveka u kostistykh ryb // Genetika. 1989. 25(1): 24—
35.
Cook, J.T., McNiven, M.A., Richardson, G.F., & Sutterlin, A.M. 2000. Growth rate, feed
digestibility and body composition of growth enhanced transgenic Atlantic salmon
(Salmo salar). Aquaculture 188: 15—32.
Devlin, R.H., Biagi, C.A., Yesaki, T.Y., Smailus, D.E., & Byatt, J.C. 2001. Growth of
domesticated transgenic fish. Nature. 409: 781—782.
Djaelani, M.F. 2007. Pengaruh dosis madu terhadap pengarahan kelamin jantan pada ikan
gapi (Poecilia reticulata, Peters) dengan metode perendaman larva. Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.