Anda di halaman 1dari 9

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Lahirnya UU No.22/1999 tentang otonomi daerah berimplikasi kepada otonomi
pendidikan dan otonomi sekolah, maka jadilah Indonesia menganut konsep manajemen
pendidikan berbasis sekolah (school based management) atau biasa disingkat MBS. Sebelum
adanya otonomi daerah ini pengelolaan pendidikan yang dianut Indonesia sangat bersifat
sentralistik, dimana pusat sangat dominan dalam pengambilan kebijakan dan daerah bersifat
pasif; hanya sebagai penerima dan pelaksana pemerintah pusat.
MBS memberiksn keluasan bagi sekolah untuk menentukan arah dan kebijakan yang
relevan dengan situasi dan kondisi lingkungannya. MBS juga memberikan peluang yang
sangat besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Penting bagi guru, calon guru, maupun pemerhati pendidikan untuk benar-benar
memahami konsep MBS ini agar nantinya bisa menjalankan manajeman pendidikan di
sekolah sesuai dengan apa yang tertuang dalam konsep MBS. Untuk itu dalam makalah ini
akan dikupas mengenai pengertian MBS, alasan mengapa perlu adannya MBS,ciri-ciri MBS,
tujuan MBS, manfaat MBS, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam MBS, dan model-
model MBS.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, dan agar permasalahan lebih
mudah untuk dibahas, maka dalam makalah ini penulis merumuskan beberapa pokok, seperti:
1. Apa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
2. Mengapa perlu adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
3. Apa saja ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
4. Apa saja tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
5. Apa manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
6. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
7. Berikan contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasar perumusan masalah diatas, pengetahuan tentang Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) penting untuk diketahui bagi pendidikan. Secara umum tulisan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2. Mengetahui perlunya ada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
3. Mengetahui ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
4. Mengetahui tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
5. Mengetahui manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
6. Mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS).
7. Mengetahui contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

BAB II
PEMBAHSAN
A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber
daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasismemiliki kata dasar basis yang berarti
dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima
dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan
sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran.
Definisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh Wohlstetter dan
Mohrman (1996). Secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang
organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan
sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak lain
adalah kepala sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua
siswa, masyarakat sekitar, dan siswa.
Secara lebih sempit MBS hanya mengarah pada perubahan tanggung jawab pada bidang
tertentu seperti dikemukakan Kubick (1988). MBS meletakan tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang
anggaran, personel, dan kurikulum. Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses
pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.[1]
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based
management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengolah sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap
kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami,
membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang
menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah
dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan,
dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat
maupun pemerintah.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada
sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik.
Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja
para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang
memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut :
a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik,
orangtua, dan guru;
b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat
pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah;
d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen
sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus meniru
secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak
dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi,
merumuskan dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat
seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang
pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini.[2]
B. Alasan Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Pengelolaan pendidikan yang dianut dan dijalankan di Indonesia selama ini sangat
bersifat sentalistik, di mana pusat sangat dominan dalam pengambilan kebijakan. Sebaliknya,
daerah dan sekolah bersifat pasif, hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat. Pola
kerja sentralistik tersebut sering mengakibatkan adanya kesenjangan antara kebutuhan riil
sekolah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh pusat.
F. Korten (1981) menilai, system sentralistik kurang bisa memberikan pelayanan yang
efektif, kelemahan-kelemahan pola sentralistik tersebut selama ini tidak pernah digubris.
Ketika lahir Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah yang mengharuskan
pelaksanaan desentralisasi pendidikan, mau tidak mau pola sentralistik harus diubah.
Diperlukan formula baru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan berkembangnya peraturan baru. Tujuan utama penerapan MBS adalah untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan di sekolah.
Inovasi yang diharapkan timbul di sekolah serta bertambahnya prestasi masyarakat untuk
mendukung dan mengawasi sekolah, akan memberikan nilai positif terhadap peningkatan
mutu dan relevansi pendidikan (S. Bellen dkk, 2000).
Beberapa kegiatan pada tahap awal yang ditempuh dalam pelaksanaan MBS antara lain
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam pengelolaan sekolah, termasuk
pengelolaan sember daya dan penyusunan program untuk mencapai tujuan sekolah.
b) Memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola sumber daya dan mengatur rumah
tangga sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dalam batas-batas peraturan.
c) Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk mendukung pendidikan di
sekolah.
d) Mendorong pemanfaatan anggaran sekolah sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah dengan
memberikan “block grant” yang dimanfaatkan bersama dengan anggaran dan sumber-
sumber lain.
e) Mendorong adanya transparasi dalam pengelolaan sekolah, mulai dari perencanaan sampai
dengan evaluasi. Dalam hal keuangan dengan membuat RAPBS yang melibatkan kepala
sekolah, guru serta pengurus BP3 dan juga tokoh masyarakat.
f) Mendorong dan memanfaatkan kemampuan personil sekolah untuk meningkatkan kretifitas
dan kemampuan yang dapat mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang aktif, efektif
dan menyenangkan serta terciptanya kondisi sekolah yang “sayang anak” (child friendly).
g) Bekerjasama dengan pemerntah untuk mendukung upaya pelaksanaan kegiatan rintisan
MBS di sekolah yang ditunjuk (S. Ballen, dkk, 2000).
Peluang keberhasilan dalam menerapkan MBS di sekolah pada saat ini cukup besar
karena adanya factor pendukung berikut:
a) Tuntutan kehidupan demokratisasi yang cukup besar dari masyarakat dalam era reformasi
seperti sekarang ini.
b) Penerapan Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah yang menekankan pada
otonomi pemerintah pada tingkat Kabupaten/Kota.
c) Adanya komite sekolah yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan program JPS
pendidikan di banyak sekolah.
d) Adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan di sekolah dengan meningkatkan tugas, fungsi dan peran BP3.[3]

C. Ciri-Ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Dalam MBS peran serta masyarakat sangat penting, tidak seperti masa lalu yang
hanya terbatas memobilisasi sumbangan uang dan sejenisnya. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan dalam model MBS memiliki fungsi dan peran yang sangat besar. Masalah
keuangan, kegiatan pembelajaran, sarana prasarana, dan seluruh komponen penunjang
pendidikan di sekolah merupakan tanggung jawab sekolah yang telah “di-result”oleh
masyarakat.
Dalam hal pembelajaran atau proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), maka model
MBS ini menekankan kepada pembelajaran aktif(active learning), pembelajaran
efektif (efektive learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Cara
pembelajaran seperti ini memungkinkan munculnya keberanian pada diri siswa untuk
mengemukakan pendapat, bertanta, mengkritik, dan mengakui kelemahannya apabila
memang mereka melakukan kesalahan.
Dengan semangat belajar yang tinggi, kondisi tempat dan iklim belajar yang
menyenangkan, dukungan dari masyarakat serta orang tua yang cukup. Pada gilirannya
pendekatan ini akan dapat mengurangi bahkan mengikis habis masalah putus sekolah
atau Drop Out (DO). Manajemen sekolah yang menitik beratkan pada aspek kemandirian
sekolah dengan ciri utama pada adanya keterbukaan atau transparansi pelaksanaannya
dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan diselenggarakan secara terbuka.
Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri manajemen berbasis sekolah
antara lain:
1. Ada upaya meningkatkan peran serta BP3 dan masyarakat untuk mendukung kinerja sekolah.
2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses
belajar mengajar (kurikulum), bahkan kepentingan administratif.
3. Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah
(anggaran, personil, dan fasilitas).
4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan kondisi
lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat, selain kepada
pemerintah atau yayasan.
6. Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
7. Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.
8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan
sampai dengan evaluasi (kepala sekolah, guru, BP3, dan tokoh masyarakat, dan lain-lain)
9. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan sekolah, baik yang menyangkut
program, anggaran, ketenagaan, prestasi sampai dengan pelaporan.
10. Pertanggungjawaban sekolah dilakukan baik terhadap pemerintah, yayasan, maupun
masyarakat (S. Ballen dkk, 2000)[4]
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar, pengelolaan sumber
daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Lebih lanjut, BPPN dan Bank
Dunia (1999), mengutip dariFocus on School: The Future Organisation of Education
Services for Student, Departement of Education, Australia (1990), mengemukakan ciri-ciri
MBS dalam bagan berikut :[5]
Organisasi Sekolah Proses Belajar Sumber Daya Sumber Daya
Mengajar Manusia dan
Administrasi
Menyediakan Meningkatkan Memberdayakan Mengidentifikasi
manajemen kualitas belajar staf dan sumber daya
organisasi siswa menempatkan yang diperlukan
kepemimpinan personel yang dan
transformasional dapat melayani mengalokasikan
dalam mencapai keperluan sumber daya
tujuan sekolah semua siswa tersebut sesuai
dengan
kebutuhan
Menyusun rencana Mengembangkan Memilih staf Mengelola dana
sekolah dan kurikulum yang yang memiliki sekolah
merumuskan cocok dan tanggap wawasan
kebijakan untuk terhadap manajemen
sekolahnya sendiri kebutuhan siswa berbasis sekolah
dan masyarakat
sekolah
Mengelola kegiatan Menyelenggarakan Menyediakan Menyediakan
operasional sekolah pengajaran yang kegiatan untuk dukungan
efektif pengembangan administratif
profesi pada
semua staf
Menjamin adanya Menyediakan Menjamin Mengelola dan
komunikasi yang program kesejahteraan memelihara
efektif antara sekolah pengembangan staf dan siswa gedung dan
dan masyarakat yang diperlukan sarana lainnya
terkait (school siswa
community)
Menjamin akan Program Kesejahteraan Memelihara
terpeliharanya pengembangan staf dan siswa gedung dan
sekolah yang yang diperlukan sarana lainnya
bertanggungjawab siswa
(akuntabel) kepada
masyarakat dan
pemerintah

D. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut
diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pemgembangan pendidikan di Indonesia yang
berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan
respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan utuk
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya, partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melelui
partisipasi orangtua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta
disinsetif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi
masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi
terhadap sekolah.[6]

E. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab
pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat,
sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi
pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat
untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai
manajer maupun pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk
menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi dengan melakukan eksperimentasi-
eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS mendorong
profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui
penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat
dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan pesrta didik dan masyarakat
sekolah. Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua,
misalnya orangtua dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah
swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orangtua, peserta didik dan masyarakat yang lebih
luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi
tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek
tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah.
Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah , pengelolaan sekolah
menjadi akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis, serta menghapuskan monopoli dalam
pengelolaan pendidikan. Untuk kepentingan tersebut diperlukan kesiapan pengelola pada
berbagai level untuk melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.[7]

F. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

BPPN bekerjasama dengan Bank Dunia (1999) telah mengkaji beberapa faktor yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan MBS. Fakto-faktor tersebut yaitu :
a. Kewajiban Sekolah
MBS yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena
itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan
pertanggungjawaban (akuntabel) yang tinggi. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu
menampilkan pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan
bertanggungjawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka
meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
b. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-
kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program
peningkatan melek huruf dan angka(literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan. Pemerintah juga perlu merumuskan seperangkat pedoman umum tentang
pelaksanaan MBS untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevaluasi
dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah
dioperasikan dalam kerangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai
dengan tujuan.
c. Peranan Orangtua dan Masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan
motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta
mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih yaitu melalui
partisispasi masyarakat, orangtua dan dewan sekolah (school council).
d. Peranan Profesionalisme dan Manajerial
Kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi harus memiliki pengetahuan yang dalam
tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan
penting yang dibuat oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan.
Kepala sekolah perlu mempelajari kebijakan pemerintahan maupun prioritas sekolah sendiri.
Ia harus :
1) Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah;
2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran;
3) Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisis situasi sekarang berdasarkan apa
yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan situasi
sekarang;
4) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang
berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah;
5) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tentangan sebagai peluang, serta
mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
e. Pengembangan Profesi
Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya
pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatiahan bagi tenaga
kependidikan untuk MBS.[8]

G. Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


1. Model MBS di Indonesia
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara
langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia model MBS difokuskan pada peningkatan mutu, tetapi tidak jelas dalam hal
mutu apa. Mutu gurukah, mutu kurikulumkah, mutu hasil pengajarankah, mutu proses
belajar-mengajarkah, mutu penilaiankah, atau mutu manajemennya? Perspektif mutu ini
terlalu luas untuk dicakup semua dalam model MBS di Indonesia. Pantaslah banyak pelaku
pendidikan merasa bingung akan sasaran MBS di Indonesia karena tidak ada fokus garapan.
Hal yang paling mendasar yang tidak diungkap dalam target mutu yang ingin dicapai dalam
model MBS di Indonesia adalah mutu yang seperti apa? Apa kriterianya, bagaimana cara
mencapainya, kapan harus dicapai, dan bagaimana peran sekolah dalam peningkatan mutu
pendidikan ini?
Dengan tidak ada sasaran dalam peningkatan mutu model MBS ini serta kepongahan para
pejabat pendidikan di pusat maupun di daerah maka penerapan MBS di Indonesia masih
menghadapi ganjalan besar. Padahal, salah satu dasar pokok terlaksananya reformasi adalah
adanya perubahan struktural secara mendasar dan besar-besaran. Bila tidak maka upaya
reformasi pendidikan melalui MBS itu hanya merupakan proyek pemborosan.
Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masyarakat, tetapi dari
pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia berada dalam
cengkeraman pemerintah otoriter yang membuat warganya takut untuk mengeluarkan
pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakanpun berbeda dengan
negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia, penerapan
MBS diawali dengan dikelurkannya UU No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis
Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.[9]
2. Model MBS di Amerika Serikat
Penerapan MBS secara serius di Amerika Serikat terjadi pada saat adanya gelombang
reformasi pendidikan tahap kedua, yaitu pada tahun 1980-an. Gelombang kedua ini sebagai
kebangkitan kembali akan adanya kesadaram dan pentingnya pengelolaan pendidikan pada
tingkat sekolah. Era itu merup-akan kelanjutan reformasi yang terjadi pada tahun 1970-an
pada saat sekolah-sekolah di distrik menerapkan Side-Based Management.
Gelombang pertama ditandai dengan adanya sentralisasi fungsi-fungsi pendidikan pada
tingkat pusat, mencakup kurkulum dan ujian nasional. Gelombang kedua terjadi karena
adanya laporan dari The National Commision on Excellentce in Educatin (1983) yang
selanjtnya dilakukan pengurangan keterlibatan pemerintah pusat dan pemerintah federal.
Sistem pendidikan di Amarika Serikat, mula-mula secara konstitusional pemerintah pusat
(state) bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pemerintahan daerah
(distric) hanya sebagai unit pembuatan kebijakan dan administrasi. Pemerintah federal
memiliki peran yang terbatas bahkan semakin berkurang perannya. Perannya hanya dibatasi
terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendapatan.[10]

BAB III
SIMPULAN
 Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based
management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
 Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masyarakat, tetapi dari
pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia berada dalam
cengkeraman pemerintah otoriter yang membuat warganya takut untuk mengeluarkan
pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakanpun berbeda dengan
negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia, penerapan
MBS diawali dengan dikelurkannya UU No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis
Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.
 Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus meniru secara
persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari
pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi,
merumuskan dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat
seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang
pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini
DAFTAR PUSTAKA
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan AplikasiJakarta: Grasindo, 2006.

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002.

Supriono, Sapari A, Manajemen Berbasis Sekolah, Jawa Timur: SIC, 2001.

Anda mungkin juga menyukai