A. PENDAHULUAN
Dewasa ini, peralatan media pembelajaran yang mengarah kepada
penggunaan elearning sudah mulai diperhatikan. Namun, sekolah-sekolah yang belum dapat
mengadakan pembelajaran dengan mempergunakanelearning dapat mulai dari menyediakan
media pembelajaran yang sederhana yaitu mulai dari pengadaan buku-buku teks, selanjutnya
meningkat dengan mempergunakan peralatan yang lebih canggih lagi di samping tetap
mengadakan tatap muka, seperti menggunakan LCD, komputer dan sejenisnya, yang pada
akhirnya merencanakan untuk yang lebih sempurna lagi. Sehubungan dengan pentingnya
peran serta fungsi sarana dan prasarana pendidikan, yang merupakan salah satu sumber daya
penting dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, maka perlu dilakukan peningkatan
dalam pendayagunaan dan pengelolaannya agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara
efektif.
Sehingga ada kecenderungan, bahwa minat dan perhatian pada aspek kualitas jasa di
Indonesia belum begitu maksimal terbukti, masih sering ditemukan sarana dan prasarana
pendidikan yang dimiliki dan diterima oleh sekolah sebagai bantuan, baik dari pemerintah
maupun masyarakat, terlihat dalam penggunaannya tidak optimal dan bahkan tidak dapat lagi
digunakan sesuai dengan fungsinya. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kepedulian terhadap
sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang memadai. Sejalan
dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kewenangan penuh kepada pihak
sekolah/perguruan tinggi selaku industri jasa untuk menyelenggarakan layanan pendidikan
secara transparan dan akuntable. oleh karena itu, seluruh proses pengadaan serta
mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan
prasarana pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, diperlukan penyesuaian
manajemen sarana dan prasarana. Lembaga dituntut memiliki kemandirian untuk mengatur
dan mengurus kepentingan rumah tangga (sekolah) menurut kebutuhan dan kemampuan
sendiri serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu
pada peraturan dan perundangundangan pendidikan nasional yang berlaku.
Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada semua jenis
dan jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah. Sebagaimana
temuan penelitian (dalam disertasi Joko Santosa, 2011) dijelaskan bahwa, terdapat hubungan
yang signifikan antara variabel manajemen sarana prasarana sekolah dengan motivasi
berprestasi guru. Dengan kata lain, semakin baik pengelolaan sarana dan prasarana sekolah
akan semakin meningkat motivasi berprestasi guru. Bupati Sumenep, Busyro Karim, dalam
momentum “Hari Pendidikan Nasional 2014” menyampaikan tentang peningkatan kualitas
pendidikan, bahwa “mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan bukan hanya tanggung
jawab pemerintah. Tapi, juga tanggung jawab bersama” (Radar Madura, 2014). Untuk
mewujudkan dan mengatur hal
tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar
Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara
nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; Pertama, setiap satuan pen-
didikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pen-
didikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Kedua, setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (Depdiknas, 2007). Adapun dasar manajemen
sarana dan prasarana pada pendidikan sebagai berikut:
1. UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IX Pasal 35 memuat tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
2. PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan termasuk BAB VII tentang Standar Sarana
dan Prasarana.
3. Permendiknas. Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA).
4. Permendiknas Nomor 33 tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana untuk sekolah
dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah
menengah atas luar biasa (SMALB).
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, mengharuskan pemerintah daerah untuk secara periodic
mendata dan melakukan pemutakhiran (up-dating) data sarana prasarana yang merupakan
barang milik daerah, dan akan menjadi obyek pemeriksaan dari auditor keuangan daerah.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan
dan Perawatan Gedung. Semua kebijakan terkait menuntut pemangku kepentingan untuk
bertindak adanya efisien dan efektif dalam pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan sarana
prasarana sekolah.
7. Buku 5 Sarana dan Prasarana di Pendidikan Tinggi
2. Lahan
a. Memenuhi ketentuan rasio minimum.
b. Untuk satuan pendidikan yang memiliki rombongan belajar dengan banyak peserta didik
kurang dari kapasitas maksimum kelas, lahan juga memenuhi ketentuan luas minimum.
c. Luas lahan adalah luas lahan yang dapat digunakan secara efektif.
d. Lahan terhindar dari potensi bahaya.
e. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%.
f. Lahan terhindar dari gangguangangguan:
1) Pencemaran air;
2) Kebisingan; dan
3) Pencemaran udara.
g. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari
Pemerintah Daerah setempat.
h. Lahan memiliki status hak atas tanah.
3. Bangunan Gedung
a. Memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik;
b. Untuk satuan pendidikan yang memiliki rombongan belajar dengan banyak peserta didik
kurang dari kapasitas maksimum kelas, lantai bangunan juga memenuhi ketentuan luas
minimum;
c. Memenuhi ketentuan tata bangunan:
1) koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;
2) koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan gedung yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah; dan
3) jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
d. Memenuhi persyaratan keselamatan:
1) Memiliki struktur yang stabil dan kukuh;
2) Dilengkapi sistem proteksi.
e. Memenuhi persyaratan kesehatan:
1) Mempunyai fasilitas ventilasi dan pencahayaan yang memadai;
2) Memiliki sanitasi; dan
3) Bahan bangunan yang aman.
f. Menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, nyaman, dan aman termasuk bagi
penyandang cacat;
g. Memenuhi persyaratan kenyamanan;
1) Bangunan gedung mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan
pembelajaran;
2) Setiap ruangan memiliki temperatur dan kelembaban yang tidak melebihi kondisi di luar
ruangan; dan
3) Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu penerangan.
h. Bangunan gedung bertingkat memenuhi persyaratan;
1) Maksimum terdiri atas tiga lantai;
2) Dilengkapi tangga.
i. Dilengkapi sistem keamanan;
1) Peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi jika terjadi
bencana kebakaran dan/atau bencana lain;
2) Akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi penunjuk arah yang jelas.
j. Dilengkapi intstalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt.
k. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan diawasi secara
profesional.
l. Kualitas bangunan gedung minimum permanen kelas B, sesuai dengan PP No. 19 Tahun
2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar PU.
m. Bangunan gedung sekolah baru dapat bertahan minimum 20 tahun.
n. Pemeliharaan bangunan gedung sekolah:
1) Pemeliharaan ringan dilakukan minimum sekali dalam 5 tahun;
2) pemeliharaan berat dilakukan minimum sekali dalam 20 tahun.
o. Bangunan gedung dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar sarana prasarana pendidikan
pada dasarnya sudah ditentukan oleh pemerintah.
2) Bangunan
a) Menyusun rencana bangunan yang akan didirikan berdasarkan analisis kebutuhan secara
lengkap dan teliti.
b) Mengadakan survai terhadap tanah dimana bangunan akan didirikan, hal luasnya, kondisi,
situasi, status, perizinan dan sebagainya.
c) Menyusun rencana konstruksi dan arsitektur bangunan sesuai pesanan.
d) Menyusun rencana anggaran biaya sesuai harga standar yang berlaku di daerah yang
bersangkutan.
e) Menyusun pentahapan rencana anggaran biaya (RAB) yang disesuaikan dengan rencana
tahapan pelaksanaan secara teknis, serta memerkirakan anggaran yang akan disediakan setiap
tahun, dengan memerhatikan skala prioritas yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan
Dinas Pendidikan.
Manajemen sarana dan prasaran yang berlaku pada pendidikan tinggi hampir sama
dengan proses manajemen sarana dan prasarana pendidikan pada persekolah dari tingkat
dasar sampai tingkat menengah atas. Berdasarkan buku yang dikeluarkan oleh Depdiknas
tentang Penjaminan Mutu yang di dalamnya terdapat Buku V tentang Prasarana dan Sarana
pada Pendidikan Tinggi, disebutkan ada proses yang dinamakan dengan mekanisme
penetapan standar prasarana dan sarana, pemenuhan standar prasarana dan sarana serta
pengendalian standar prasarana-sarana. Mekanisme penetapan standar PS suatu perguruan
tinggi kiranya perlu memperhatikan dukungan PS terhadap pelaksanaan Tridharma Perguruan
Tinggi yang penekanannya pada bidang pendidikan, sedangkan untuk kegiatan penelitian dan
pengabdian masyarakat hendaknya analog dengan pelaksanaan penetapan standar bidang
pendidikan.
Penyususnan standar PS yang diserahkan kepada panitia ad hoc, tidak seperti
penyusunan daftar pengadaan barang. Standar yang sudah ditetapkan perlu kiranya
disosialisasikan kepada seluruh sivitas akademika, untuk dikaji ulang dan mendapatkan
masukan, sehingga pemenuhan standar dapat segera ditetapkan. Manajemen standar PS pada
intinya diarahkan untuk mengoptimalkan proses peningkatan kualitas PS secara
berkelanjutan.