Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah gonore, digunakan pada seluruh infeksi yang disebabkan oleh
kuman Neisseria Gonorrheae. Infeksi ini merupakan infeksi yang menular
seksual yang memiliki insidensi yang cukup tinggi di bandingkan infeksi
menular seksual lainnya. Diperkirakan terdapat sekitar 60 juta kasus baru
setiap tahun di seluruh dunia. Di United States, setiap tahunnya dilaporkan
lebih dari 700.000 orang baru mendapatkan infeksi gonore. Namun, hanya
sebagian dari yang terinfeksi yang melapor ke Centers for Disease Control
and Prevention (CDC).
Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan
susunan anatomi dan faal genitalia. Oleh karena itu perlu pengetahuan
susunan anatomi genitalia laki-laki dan perempuan. Dalam hal tatalaksana duh
tubuh uretra dan vagina perlu dipertimbangkan ketersediaan sarana
pemeriksaan pada lokasi layanan kesehatan. Yang paling ideal adalah
melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab. Oleh karena itu pada praktisnya perlu dibedakan antara ada atau
tidak adanya fasilitas pemeriksaan mikroskopis.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami tentang diagnosis
dan penatalaksanaan pada Gonore Uretritis.

1.3 Batasan Masalah


Dalam referat ini hanya akan dibahas tentang diagnosis dan
penatalaksanan pada Gonore Uretritis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi
Gonore merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Pada umumnya penularan terjadi melalui hubungan
seksual secara genito-genital, oro-genital atau ano-genital. Tetapi dapat juga
terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan
sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore genital dan gonore
ekstra genital. Gonore sering disebut juga sebagai penyakit kencing nanah.

2.2. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat sekitar 60 juta kasus baru setiap tahun di seluruh
dunia. Di United States, setiap tahunnya dilaporkan lebih dari 700.000 orang baru
mendapatkan infeksi gonore. Namun, hanya sebagian dari yang terinfeksi yang
melapor ke Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Pada tahun 2008,
WHO memperkirakan 106 juta kasus gonore terjadi secara global diantara orang
dewasa. Di Eropa, gonore merupakan penyakit infeksi bakteri terbanyak kedua
setelah infeksi klamidia yang ditularkan melalui hubungan seksual. Angka
kejadian penyakit ini untuk sebagian besar negara tidak diketahui karena
pengawasan dan sistem pelaporan yang kurang, tetapi secara luas dianggap bahwa
angka kejadian penyakit dan komplikasinya jauh lebih tinggi di negara-negara
berkembang seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.1,2
Sedangkan di Indonesia, dari data rumah sakit yang beragam seperti RSU
Mataram pada tahun 1989 dilaporkan gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar
52,87% dari seluruh penderita IMS. Sedangkan pada RS Dr.Pirngadi Medan
ditemukan 16% dari sebanyak 326 penderita IMS. Data morbiditas di RSCM,
infeksi ini menempati urutan ke-3, setelah kondiloma akuminata, infeksi genital
non spesifik.1,4
Seperti penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) lainya, angka kejadian
infeksi tertinggi terjadi pada anak muda, terutama pada wanita remaja dan pria
umur dua puluhan. Angka kejadian infeksi juga meningkat pada kelompok usia

2
yang lebih tua. Prevalensi gonore terbanyak pada populasi kulit hitam, dan pada
pria yang berhubungan seksual dengan pria, Sosio-ekonomi, faktor perilaku dan
pola seksual campuran, mempengaruhi penyebarannya. Gonore memiliki
infektivitas tinggi dan mudah menular sebelum timbulnya gejala.2
Pada umunya penularan terjadi melalui hubungan seksual secara genito-
genital, oro-genital atau anogenital. Tetapi, dapat juga terjadi secara manual
melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan sebagainya. Oleh karena itu,
secara garis besar dikenal gonore genital dan gonore ekstra genital.1

2.3.Etiologi1
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada
tahun 1879 dan baru berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882 oleh
LEISTIKOW. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria, terdapat 4 spesies,
yaitu N.gonorrhoeae dan N.meningitidis yang bersifat patogen serta N.catarrhalis
dan N.pharyngis sicca yang sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan sisi
yang datar berhadap-hadapan berukuran lebar 0,8µ dan panjang 1,6µ bersifat
tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat Gram-
negatif, terlihat diluar dan didalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat
mati dalam keadan kering, tidak tahan suhu diatas 39ºC, dan tidak tahan
desinfektan. Neisseria gonorrhoeae dapat dibiakkan dalam media Thayer Martin
dengan suhu optimal 35-37º C, pH 6,5-7,5 dengan kadar CO2 5%.

Gambar 1.Neisseria gonorrhoeae

3
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai
pili yang bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah mukosa epitel kuboid
atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada vagina
perempuan sebelum pubertas.

2.4.Mikrobiologi2
Dengan mikroskop elektron, dinding Neisseria gonorrhoeae terlihat
memiliki komponen-komponen permukaan yang diduga berperan pada
patogenesis virulensinya.

Gambar 2. Mikrobiologi Neisseria gonorrhoeae

Komponen permukaan tertentu mulai dari lapisan dalam ke luar dengan


susunan sebagai berikut :
1. Membran sitoplasma
Membran ini menghasilkan beberapa enzim seperti suksinat
dehidrogenase, laktat dehidrogenase, NADH dehidrogenase dan ATP-
ase.
2. Lapisan peptidoglikan
Lapisan ini mengandung beberapa jenis asam amino seperti pada
kuman gram negatif lainnya. Lapisan ini mengandung “penicilline
binding component” yang merupakan sasaran antibiotik penisilin dalam

4
proses kematian kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel, sehingga
kuman akan mati.
3. Membran luar (dinding sel)
Membran ini terdiri atas beberapa komponen yang terpenting adalah :
 Lapisan polisakarida
Lapisan ini memegang peranan dalam virulensi dan patogenesis
kuman Neisseria gonorrhoeae.
 Pili
Pili merupakan bagian dinding sel gonokokus yang mempunyai
rambut, berbentuk batang dan terdiri dari subunit protein sekitar
1.800 dalton. Pili ini dihubungkan dengan patogenitas kuman
yang sangat berperan dalam perlekatan (adhesi) pada sel mukosa
dan penyebaran kuman dalam inang.
 Protein
 Porin protein (por)
Dengan teknik elektroforesis dapat ditemukan protein pada
lapisan dinding sel gonokokus dengan berat sekitar 34-36
kilo Dalton yang dikenal dengan porin protein (Por). Fungsi
dari Por ini adalah sebagai penghubung anion spesifik
kedalam lapisan yang banyak mengandung lemak pada
membran luar.
 Opacity protein (Opa)
Protein ini banyak ditemukan pada daerah perlekatan sel
yang mempunyai kemampuan menyesuaikan perubahan
panas sel, membantu perlekatan antar sel dalam koloni atau
dengan sel epitel. Protein ini berukuran antara 24-28 K
Dalton.
 Reduction Modifiable Protein (RMP)
Semua Neisseria patogen mempunyai protein RMP dengan
beratmolekul 30-31 K Dalton. Protein ini memegang peranan
penting karena dapat memblokade antibodi yang ada dalam
serum.

5
 H, 8 protein
Perenan protein ini sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti.
 Lipo Oligosakarida (LOS)
Semua glukosa mengekspresikan LOS pada permukaan selnya.
Komponen ini berperan dalam menginvasi sel epitel, dengan cara
memproduksi endotoksin yang menyebabkan kematian sel
mukosa.
 Ig A1 protease
Komponen ini berperan dalam inaktivasi pertahanan imun
mukosa. Hilangnya IgA1 protease menyebabkan hilangnya
kemampuan gonokokus untuk tumbuh dalam sel epitel.

2.5.Patogenesis2
Infeksi gonore umumnya hanya terbatas pada permukaan superfisial yang
berlapis epitel silindris dan kubis. Epitel skuamosa dimana terdapat pada vagina
dewasa,tidak rentan terhadap infeksi neisseria gonorrheae. Bakteri melekat pada
sel epitel kolumnar,melakukan penetrasi dan bermultiplikasi di membran bawah
(basement membrane). Perlekatan ini diperantarai oleh fimbriae dan protein OPA.
Bakteri melekat pada mikrofili dari sel epitel kolumnar.perlekatan pada sel
bersilia tidak terjadi. Setelah itu bakteri dikelilingi oleh mikrofili yang akan
menariknya ke permukaan sel mukosa. Bakteri masuk ke sel epitel melalui proses
parasite – directed endositosis. Selama endositosis,membran sel mukosa menarik
dan mengambil sebuah vakuola yang berisi bakteri. Vakuola ini ditransportasikan
ke dasar sel dimana bakteri akan dilepaskan melalui eksositosis ke dalam jaringan
subepitelial.
Neisseria gonorrheae tidak dirusak dalam vakuol endositik ini, tetapi tidak
jelas apakah bakter – bakteri ini breplikasi dalam vakuola sebagai parasit
intraseluler. Protein porin, yang terdapat pada membran luar merupakan protein
yang dapat memperantarai penetrasi pada sel hospes. Masing –masing strain dari
neiserria gonorrheae hanya mengekspresikan satu tipe por. neiserria gonorrhea

6
dapat memproduksi satu atau beberapa protein lapisan membran luar yang
dinamakan opa.
Selama infeksi gonokokus akan menghasilkan berbagai produk
ekstraseluler seperti fosfolipase peptidase yang dapat menyebabkan kerusakan sel.
Peptidoglikan dan lipooligosakarida bakteri akan mengaktifasi jalur alternatif
komplemen hospes, sementara LOS juga menstimulasi produksi tumor nekrosis
faktor yang menyebaban kerusakan sel. Neutrofil segera datang ke tempat tersebut
dan mencerna bakteri. Dengan alasan yang belum diketahui beberapa bakteri
neiserria gonorrheae mampu bertahan hidup dalam fagositosis,sampai neytrofil
mati dan melepaskan bakteri yang dicerna. Setelah itu infiltrasi sejumlah leukosit
dan respon neutrifil menyebabkan terbentuknya pus dan munculnya gejala
subyektif.

7
Gambar 3. Patogenesis Gonore

2.6.Gejala Klinis
Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki umumnya bervariasi antara 2-
5 hari, kadang-kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah
mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat
samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada perempuan masa tunas
sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.
Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan
susunan anatomi dan faal genitalia. Oleh karena itu perlu pengetahuan susunan

8
anatomi genitalia laki-laki dan perempuan. Berikut ini dicantumkan infeksi
pertama dan komplikasi, baik pada laki-laki maupun pada perempuan
Tabel 1. Infeksi pada laki-laki
Infeksi simtomatik Komplikasi
Lokal :
 Tysonitis
 Paraureteritis
 Litriasis
Uretritis  Cowperitis
Ascendens :
 Prostatitis
 Vesikulitis
 Vas deferentitis/funkulitis
 Epididimitis
 Trigonitis

Tabel 2. Infeksi pada perempuan


Infeksi Pertama Komplikasi
Uretritis Lokal :
 Parauretritis
 Bartholinitis
Servisitis Asendens :
 Salphingitis
 P.I.D (Pelvic Inflammatory
Diseases) / Penyakit Radang
Pinggul (PRP)

Komplikasi diseminata pada laki-laki dan perempuan dapat berupa :


 Artritis
 Miokarditis
 Endokarditis

9
 Perikarditis
 Meningitis
Infeksi yang timbul akibat hubungan seksual orogebital atau anogenital,
pada laki-laki dan perempuan dapat berupa orofaringitis dan proktitis. Serta dapat
terjadi penularan akibat kontak mukosa mata bayi intrapartum yang
mengakibatkan konjungtivitis.

2.6.1. Gejala klinis pada laki-laki


a) Uretritis

Gambar 4. Uretritis Gonore

Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan dapat
meluas ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal. Asendens dan
diseminata. Keluhan subyektif berupa rasa gatal dan panas di bagian distal uretra
disekitar orifisium uretra eksternum, kemudisn disusul disuria, keluar duh tubuh
mukopurulen dari orificium uretra eksternum yang kadang-kadang disertai darah,
dan disertai perasaan nyeri pada waktu ereksi.
Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum hiperemin, edema
dan ektropion. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah
bening inguinal medial unilateral atau bilateral.

b) Tysonitis
Kelenjar Tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya
terjadi pada penderita dengan preputium yang panjang dan kebersihan yang
kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau

10
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan
timbul abses dan merupakan sumber infeksi.

c) Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau
hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.

d) Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular.
Diagnosis dengan bantuan pemeriksaan utereskopi.

e) Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala, sedangkan infeksi
yang mengenai kelenjar Cowper, dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan
adanya benjolan pada daerah perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada
saat defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit
perineum, uretra, atau rektum dan mnegakibatkan proktitis.

f) Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan rasa tidak nyaman di daerah perineum dan
suprapubis, malese, demam, nyeri saat berkemih, hematuri, spasme otot uretra
hingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, serta obstipasi.
Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal,
nyer tekan, dan didapatkan fluktuasi bila terjadi abses. Jika tidak diobati, abese
akan pecah, masuk ke uretra posterior atau rektum dan mengakibatkan proktitis.
Bila protatitis berlanjut menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermitten,
tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidak nyaman pada perineum bagian dalam
dan bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat teraba kenyal, berbentuk
nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan.

11
g) Vesikulitis
Vesikulitis adalah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus
ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut.
Gejala subjektif meneyrupai gejala prostatitis akut berupa demam, polakisuria,
hematuria terminal, nyeri pada saat ereksi atau ejakulasi.
Pada pemeriksaan colok dubur dapat diraba vesikula seminalis yang
membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas lokasi prostat. Ada
kalanya sulit menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.

h) Vas Deferinitis atau furunkulitis


Gejala berupa rasa nyeri pada daerah abdomen bawah pada sisi yang sama
dengan terjadinya infeksi.

i) Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan umumnya disertai deferenitis.
Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada
uretra posterior yang disebabkan oleh tatalaksana tidak tepat atau kelalaian pasien
sendiri. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga
testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri
sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat menakibatkan sterilitas.

j) Trigonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria.Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria.

2.6.2. Gejala klinis pada perempuan


Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dengan
laki-laki, yang disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin.
Pada perempuan, gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah
didapati kelainan obyektif. Pada umumnya perempuan datang mencari
pengobatan bila sudah terjadi komplikasi. Sebagian besar kasus ditemukan pada
saat pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.

12
Perlu diingat bahwa perempuan mengalami tiga masa perkembangan :
1. Masa Prapubertas
Epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis), sehingga
dapat terjadi
vaginitis gonore.
2. Masa Reproduksi
Lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, dan tebal dengan banyak
glikogen dan basil Döderlein. Basil Döderline akan memecahkan glikogen
sehingga suasana menjadi asam dansuasana ini tidak menguntungkan untuk
tumbuhnya kuman gonokok.

3. Masa Menopause
Selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun, dan basil
Doderlein juga berkurang, sehingga suasana asam berkurang dan suasana ini
menguntungkan untuk pertumbuhan kuman gonokok, jadi dapat terjadi
vaginitis gonore.

Pada perempuan dewasa, infeksi umumnya mengenai serviks uteri. Duh


tubuh mukopurulen, kadang-kadang disertai darah, serta mengandung banyak
gonokok mengalir ke luar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar
Bartholin, rektum dan dapat juga menjalar ke atas sampai pada daerah indung
telur.

a) Uretritis pada perempuan

Gambar 5. Uretritis Gonore pada perempuan

13
Gejala utama ialah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan,
orifisium uretra eksterna tampak merah, edematosa dan ditemukannya sekret
mukopurulen.

b) Servisitis
Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak hiperemis dengan erosi dan
sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis
akut atau disertai vaginitis.

Gambar 6. Servisitis

c. Bartholinitis
Labium minor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan.
Kelenjar Bartholini membengkak, terasa nyeri sekali bila berjalan dan pasien
sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses atau dapat pecah
melalui mukosa atau kulit. Bila kelainan tidak diobati dapat rekuren atau menjadi
kista.

Gambar 7. Bartholinitis

14
d. Salpingitis
Peradangan dapat berisfat akut, sub akut atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi, yaitu :
- Masa puerperium (nifas)
- Dilatasi setelah kuretase
- Pemakaian IUD, tindakan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam
rahim)
Cara infeksi langsung dari serviks melalui tuba Faloppi smapai daerah
salping dan ovarium, sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul (
PRP). Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan
sterilitas. Kira-kira 10% perempuan dengan servisitis gonore akan berakhir
dengan PRP. Gejala subjektif berupa rasa nyeri pada daerah abdomen bawah,
keluarnya duh tubuh, vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur atau
abnormal.
Diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang menimbulkan
gejala hampir sama, perlu dipikirkan, misalnya : kehamilan diluar kandungan,
appendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan diverkulitits.
Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi kavum Douglas dan
dilanjutkan kultur mikroorganisme atau dengan laparoskopi.

1.6.3. Infeksi Gonore Non Genital


a) Proktitis
Proktitis pada laki-laki dan perempuan pada umumnya asimtomatik. Pada
perempuan infeksi dapat terjadi akibat perluasan infeksi di vagina dan kadang-
kadang akibat infeksi yang ditimbulkan akibat hubungan seksual anogenital,
seperti pada laki-laki yang melakukan hubungan sesama jenis. Keluhan pada
perempuan biasanya lebih ringan daripada laki-laki, terasa seperti terbakar pada
daerah anus dan pada pemeriksaan tampak mukos hiperemis, edema, dan tertutup
duh genital mukopurulen.

15
b) Orofaringitis
Infeksi terjadi melalui kontak seksual orogenital. Faringitis dan tonsilitis
gonore lebih sering daripada ginggivitis, stomatitis atau laringitis. Keluhan
umumnya asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan kuman lain. Pada pemeriksaan daerah orofaring
tampak eksudat mukopurulen jumlah sedikit atau sedang.

c) Konjungtivitis
Infeksi ini terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita servisitis
gonore. Konjungtivitis pada dewasa terjadi akibat penularan pada konjungtiva
melalui tangan atau alat-alat. Keluhan yang ditimbulkan berupa fotofobi,
konjungtiva bengkak dan merah dan keluarnya eksudat mukopurulen. Bila tidak
diobati dapat berakibat terjadinya ulkus kornea, enoftalmitis hingga kebutaan.

16
d) Gonore diseminata
Kira-kira 1% kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore diseminata.
Penyakit ini banyak didapat pada penderita dengan gonore asimtomatik
sebelumnya, terutama pada perempuan. Gejala yang timbul dapat berupa : artritis
(terutama monoartritis), miokarditis, endokarditis, perikarditis dan meningitis.

2.6.3 Gejala Klinis pada Bayi

Oftalmia neonatorum biasanya menyerang kedua mata secara serentak,


sedang pada bentuk yang lainnya, biasanya menyerang satu mata kemudian
menjalar ke mata yang lainnya. Pada umumnya akan terlihat akumulasi pus,
kelopak mata bayi bengkak dan lengket akibat akumulasi pus di bawahnya, dan
konjungtiva hiperemi dan kemosis.
Durasi konjungtivitis dapat mengarahkan dugaan bakteri penyebab.
Neisseria gonorrhoeae menyebabkan konjungtivitis hiperakut yang terjadi kurang
dari 12 jam. Bakteri lain yang menyebabkan konjungtivitis hiperakut antara lain
Neisseria kochii dan Neisseria meningitidis. Onset konjungtivitis neonatorum
muncul saat bayi berumur 3-4 hari kehidupan namun dapat juga saat berumur 3
minggu.
Dibedakan menjadi 3 stadium:
a. Stadium Infiltratif Berlangsung 1-3 hari. Ditandai dengan palpebra
bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme. Konjungtiva palpebra
hiperemi, bengkak, infiltrative, mungkin terdapat pseudomembran di
atasnya. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtival yang hebat,
kemotik. Terdapat sekret, serous, terkadang berdarah.
b. Stadium Supuratif atau Purulen Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak
begitu hebat. Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu
tegang. Blefarospasme masih ada. Sekret bercampur darah, keluar terus
menerus. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar
dengan mendadak, oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra,
jangan sampai mengenai mata pemeriksa.

17
c. Stadium Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil Berlangsung 2-3
minggu. Gejala tidak begitu hebat lagi. Palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltrative. Konjungtiva bulbi:
injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik. Sekret jauh berkurang.
Gejala khas konjungtivitis gonore adalah reaksi inflamasi berat disertai
nyeri hebat, sekret sangat banyak dan berwarna kehijauan, edema palpebra,
hiperemi, kemosis konjungtiva serta pembesaran kelenjar limfe preaurikular. Pada
kasus berat, kornea menjadi keruh dan edema. Jika proses berlanjut dapat terjadi
nekrosis sentral, ulkus bahkan perforasi kornea yang mengakibatkan kebutaan.
Neiserria gonorrhoeae mengeluarkan enzim protease yang dapat melisiskan
kornea utuh tanpa didahului defek epitel.

2.7. Diagnosa
Dignosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu. Apabila pada layanan kesehatan tidak didapatkan fasilitas
untuk melakukan pemeriksaan dalam dan laboratorium, dapat digunakan alur
pendekatan sindrom (lihat bagan) baik untuk pasien laki-laki maupun perempuan.

18
Duh Tubuh Uretra perempuan dengan pendekatan Sindrome ( Dikutip sesuai
aslinya dari pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual I Depkes 2016 )

19
Duh Tubuh Uretra perempuan dengan pemeriksaan inspekulo ( Dikutip sesuai
aslinya dari pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual I Depkes 2016 )

20
Tubuh Uretra perempuan dengan pemeriksaan inspekulo dan mikroskop ( Dikutip
sesuai aslinya dari pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual I Depkes
2016 )

21
Duh tubuh uretra laki-laki dengan pendekatan syndrome ( Dikutip sesuai aslinya
dari pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual I Depkes 2016 )

22
Duh Tubuh Uretra Laki – laki dengan pemeriksaan mikroskop ( Dikutip sesuai
aslinya dari pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual I Depkes 2016 )

2.7.1 Pemeriksaan Penunjang


Berikut adalah uraian lima tahapan pemeriksaan penunjang :

2.7.1.1.Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram ditemukan gonokok
Gram-negatif, intraseluler (akut) dan atau ekstraseluler (kronik). Bahan duh tubuh
pada laki-laki diambil dari daerah fossa navikularis, sedangkan pada perempuan
diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin,serviks, untuk pasien dengan
anamnesis beresiko melakukan kontak seksual anogenital dan orogenital, maka
pengambilan duh dilakukan pada faring dan rektum.

23
Gambar 8. Neisseria gonorrhoeae pada pewarnaan gram

Sensitivitas pemeriksaan langsung ini bervariasi, pada spesimen duh uretra


laki-laki sensitivitas berkisar 90-95%, sedangkan dari spesimen endoserviks
sensitivitasnya hanya berkisar antara 45-65%, dengan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-99%. Pada bayi dapat dilakukan pengambilan sekret mata.

2.7.2. Kultur
Untuk identifikasi spesies perlu dilakukan pemeriksaan biakan (kultur).
Dua macam media yang dapat digunakan :
1. Media transport
Media transpor digunakan jika letak pengambilan spesimen jauh dari
laboratorium. Spesimen dalam media transpor yang disimpan didalam lemari es
dapat tahan selama 24 jam.
Contoh media transport :

a. Media Stuart
Hanya untuk transport saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media
pertumbuhan.

24
Gambar 9. Media Stuart

b. Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N. gonorrhoeae dan N. Meningitidis,
dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan media transpor dan media
pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan lagi. Media
ini merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan menambahkan
trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.

Gambar 10. Media Transgrow

2. Media pertumbuhan
a. Mc Leod’s chocolate agar
Merupakan media nonselektif. Berisi agar coklat, agar serum. Selain kuman
N. Gonorrhoeae, kuman-kuman yang lain juga dapat tumbuh.

25
Gambar 11. Media Mc Leod’s chocolate
b. Media Thayer Martin
Media ini selektif untuk isolasi N. Gonorrhoeae. Mengandung vankomisin
untuk menekan kuman Gram-positif, kolestrimetat untuk menekan pertumbuhan
bakteri Gram-negatif, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.

Gambar 12. Media Thayer Martin

Akan tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilap dan sembung.


Pembiakan dengan media kultur ini sangat perlu terutama pada kasus-kasus yang
bersifat asimtomatis.
Thayer Martin Agar adalah media selektif dan diperkaya untuk isolasi dan
budidaya Neisseria sp dari flora campuran. Hemoglobin, Bio-X dan dextrose
adalah agen nutrisi untuk memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme pemilih.
Antibiotik menghambat pertumbuhan flora normal seperti jamur, bakteri gram
positif dan gram negatif. Campuran vankomisin dan lincomycin mencegah
penghambatan Neisseria gonorrhoeae oleh konsentrasi tinggi dari vankomisin.
Laktat trimetoprim menahan kumpulan Proteus.

c. Modified Thayer Martin agar


Isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman
Proteus spp.

2.7.3. Tes identifikasi presumtif dan konfirmasi (definitif)


a. Tes Oksidase
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin
hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua Neisseria

26
memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening
berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
b. Tes Fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi menggunakan media
cystine tryptireferat yang mengandung glukosa, maltosa, sukrosa dan laktosa serta
fenol merah sebagai indikator. N. Gonorrhoea hanya meragikan glukosa. Hasil
positif bila warna berubah menjadi kuning. Hasil reaksi fermentasi spesies N.
Gonorrhoea tampak pada tabel dibawah :

Tabel 3. Reaksi Fermentasi N. Gonorrhoea


Spesies Glukosa Maltosa Sukrosa Laktosa
N. Gonorrhoea + - - -
N. Meningitides + + - -
N. Catarrhalis - - - -
N. Pharyngitidis + + + +

2.7.4. Tes beta-laktamase


Pemeriksaan beta-lakmatase dengan menggunakan cefinase TM dis. BBL
961192 ysng mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan
perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim
beta-lakmatase.

Gambar 13. Tes beta-laktamase


2.7.5. Tes Thomson (Percobaan dua gelas)
Tes Thomson iniberguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah
berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada

27
waktu itu ialah pengobatan setempat. Pada tes ini ada syarat yang perlu
diperhatikan :
 Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
 Urin dibagi dalam dua gelas
 Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
 Syarat mutlak adalah kandung kencing harus mengandung air seni
paling sedikit 80-100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka
gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra anterior.

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Tes Thomson


Gelas I Gelas II Interpretasi
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungkin

2.8. Diagnosis Banding


a. Uretritis Non-Gonore Akut
Dapat disebabkan oleh Clamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum atau
yang lain : Mycoplasma genitaslium, Trichomonas vaginalis, jamur Herpes
simplex virus.
Diagnosis pasti uretritis gonore harus dengan ditemukannya kuman
Neisseria gonorrhoaea sebagai penyebab. Secara klinis antara uretritis gonore dan
uretritis non-gonore sangat sulit dibedakan karena sama-sama memberikan gejala
duh tubuh uretra, disuria, atau gatal pada uretra, kadang-kadang terdapat
hematuria.
Beberapa penulis menyebutkan bahwa pada uretritis gonore duh tubuh
uretra lebih profuse dan biasanya purulen sedangkan pada uretritis non-gonore
duh tubuh uretra lebih mukoid. Inkubasi pada uretritis gonore juga kebih pendek
antara 2-5 hari setelah terpapar sedangkan pada uretritis non-gonore berkembang
antara 1-5 minggu setelah terpapar dengan puncak antara 2-3 minggu.

28
2.9. Penatalaksanaan
Dalam hal tatalaksana duh tubuh uretra dan vagina perlu dipertimbangkan
ketersediaan sarana pemeriksaan pada lokasi layanan kesehatan. Yang paling ideal
adalah melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab. Oleh karena itu pada praktisnya perlu dibedakan antara ada atau tidak
adanya fasilitas pemeriksaan mikroskopis.
Untuk daerah tanpa fasilitas pemeriksaan dan laboratorium lengkap,
tatalaksana dapat dilakukan dengan sindrom approach (pendekatan sindrom)
berupa penilaian faktor resiko, dan langsung mengobatinya untuk kedua infeksi
tersebut. Untuk lokasi layanan kesehatan yang mempunyai fasilitas pemeriksaan
dan laboratorium lengkap, pendekatannnya dapat lebih sempurna.

Pedoman tatalaksana pada infeksi gonore :


Non-medikamentosa :
a. Bila memungkinkan periksaan dan lakukan pengobatan pada pasangan
tetap pasien (notifikasi pasangan)
b. Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh sponan secara
laboratoris, bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom
c. Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 dan hari ke-7
d. Lakukan konseling untuk mengenal infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,
pentingnya keteraturan obat
e. Lakuka Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) terhadap infeksi
HIV dan kemungkinan mendapatkan infeksi menular seksual lain
f. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS lainnya.

Pengobatan yang benar meliputi pemilihan onat yang tepat serta dosis yang
adekuat untuk menghindari resistensi kuman, melakukan tindak lanjut secara
teratur sampai penyakitnya dinyatakan sembuh. Sebelum penyakitnya benar-benar
sembuh dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual. Pasangan seksual
harus diperiksa dan diobati agar tidak terjadi “fenomena pingpong”.

29
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga dan
ketersediaan obat dan sedikit efek toksiknya. Dahulu, pilihan utama ialah penisilin
+ probenesid, kecuali di daerah yang insidens Neisseria gonorrhoeae Penghasil
Penisilinase (N.G.P.P). Saat ini secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan
adalah obat per oral dengan dosis tunggal. Obat pilihan utama adalah sefiksim
dosis tunggal, per oral. Macam-macam obat yang dapat dipilih antara lain :
a) Sefiksim
Merupakan sefalosporin generasi ke-3 dipakai sebagai dosis tunggal
400mg. Efektifitas dan sensitifitas sampai saat ini paling baik, yaitu
sebesar 95%.
b) Levofloksasin
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah
Levofloksasin 500mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin
500mg, dan Ofloksasin 400mg, peroral dosis tunggal, dilaporkan
sudah resisten pada beberapa daerah tertentu, di Indonesia
c) Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram, dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan
ialah 97,7%. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.

Gambar Penatalaksanaan duh tubuh uretra, tanpa fasilitas laboratorium

30
Gambar Penatalaksanaan duh tubuh uretra dengan fasilitas laboratorium
sederhana

Penatalaksanaan duh tubuh uretra dengan fasilitas laboratorium lengkap

31
2.10. Prognosis
Sebagian besar infeksi gonore memberikan respon yang cepat terhadap
pengobatan dengan antibiotik. Prognosis baik jika diobati dengan cepat dan
lengkap.

32
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Padang
Suku : Minang
Agama : Islam
Status : Menikah
3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi pada jum’at 25 Oktober 2019
dengan :

Keluhan utama :
Keluar nanah dari kemaluan sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Nanah keluar dari kemaluan berwarna putih kekuningan, kental dan di
ikuti dengan rasa nyeri dan pada di kemalin pasien saat buang air
kecil.
 1 minggu yang lalu pasien melakukan hubungan seksual dengan
wanita lain yang bukan istrinya dan tidak memakai kondom.
 Pasien tidak tahu apakah wanita tersebut sedang mangalami keputihan
atau tidak.
 Pasien juga merasakan nyeri dan pegal pada pinggang
 Demam juga di rasakan pasien

33
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

Riwayat Pengobatan :
 Pasien belum pernah berobat.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Pemeriksaan Thorax : Dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal

Status Dermatologikus
Tidak ditemukan adanya kelainan

Status Venereologikus

34
Inspeksi :
Penis :
 Edema : tidak ada
 Eritema : tidak ada
 Vesikel : tidak ada
 Vegetasi : tidak ada
 Ulcus : tidak ada
Orificium urethra extenum :
 Eritema : ada
 Edema : ada
 Duh tubuh : ada (mukopurulen, warna kekuningan, jumlah
sedikit)
 Vegetasi : tidak ada
 Ulcus : tidak ada
Pubis :
 Edema : tidak ada
 Eritema : tidak ada
 Vesikel : tidak ada
 Vegetasi : tidak ada
 Ulcus : tidak ada

35
Skrotum :
 Edema : tidak ada
 Eritema : tidak ada
 Vesikel : tidak ada
 Vegetasi : tidak ada
 Ulcus : tidak ada
Perianal & Perineum
 Edema : tidak ada
 Eritema : tidak ada
 Vesikel : tidak ada
 Vegetasi : tidak ada
 Ulcus : tidak ada
Palpasi
Tidak ditemukan adanya perbesaran KGB inguinal medial sinistra dan
dextra.
2.4 Pemeriksaan Anjuran
Sediaan langsung pewarnaan gram
2.5 Diagnosis
Uretritis Gonorhea
2.6 Diagnosis Banding
-
2.7 Terapi
Umum :
 Menghindari berhubungan seksual sebelum pasien sembuh
 Memberikan edukasi mengenai cara penularan, bahaya dan
komplikasi dari penyakit menular seksual yang dialaminya dan
pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
 Pengobatan pada mitra seksual pasien
 Pasien harus menjaga kebersihan didaerah kelamin
Khusus :
 Sistemik : - Cefixime 400mg (dosis tunggal)
- Paracetamol 3x500 mg

36
 Topikal : -

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanam : Bonam
Quo ad kosmetikum : Bonam
Quo ad functionam : Bonam

37
RESEP

RSUD DR. Achmad Mochtar


Poliklinik Kulit dan Kelamin
dr. Y
SIP : 16/08/2019
Telp. (0752) 53631

Bukittinggi, 16 Agustus 2019

R/ Tab Cefixime 200 mg No. II


S1dd tab 2

R/ Tab asam mefenamat 500 mg No. IX


Sprn max 3dd tab I

Pro : Tn. R
Umur : 40 tahun
Alamat : Padang

38
BAB III
KESIMPULAN
Gonore merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Pada umumnya penularan terjadi melalui hubungan
seksual secara genito-genital, oro-genital atau ano-genital. Pada gonore ini
ditemukan gejala klinis berupa urethritis seperti dysuria dan kadang polyuria.
Keluhan subjektif berupa rasa gatal dan panas disekitar OUE, keluar duh tubuh
mukopurulen dan perasaan nyeri waktu ereksi. Penalataksaan non medikamentosa
berupa tidak berganti pasang-pasangan dan medika mendikamentosa diberikan
antibiotic.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi, Sri Linuwih SW. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi
ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Daili, Sjaiful dkk. 2017. Infeksi Menular Seksual Edisi Ke Lima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Siregar, R.S. 2015 Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Adelina, Frida. 2014. Gonore. http://scribd.com. Diunduh pada tanggal
25 Oktober 2019
5. Kementerian Kesehatan. 2016. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
6. Centers for disease control and prevention sexually transmitted disease, STD
treatment guideline 2015.
7. World Health Organization. Guidelines for the management of sexually
transmitted infection, Switzerland, 2013: 33-4
8. Holman King, Mardh PA, Sparling PF, Lemon Sm, Stam WM, Piot Peter,
Wassenholt JW, editors : Sexually transmitted diseases. 4th Ed. New York,
MC Graw Hill, 2011

40

Anda mungkin juga menyukai